Kehadiran sekolah Katolik sebagai pusat mendidik tampak relasinya dengan masyarakat di sekitarnya dalam turut serta menjawab persoalan-persoalan manusia,
dengan usaha membantu remaja didik memiliki kepedulian kepada masyakarat yang membutuhkan kesejahteraan. Maka sekolah Katolik sebagai pusat mendidik mampu
memperhatikan semua aspek kehidupan baik bagi peserta didik, bagi Gereja dan bagi masyarakat, sehingga perannya sungguh bermanfaat bagi pembentukan diri siswa.
3. Sekolah Katolik bertujuan untuk mewujudkan tujuan sosial
Sekolah Katolik bertujuan untuk mewujudkan tujuan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah katolik tidak bisa lepas dari kehidupan sosial atau
masyarakat. Pendidikan berkaitan dengan masyarakat. Untuk semakin memahami keterkaitan antara pendidikan dan masyarakat, perlu melihat sejarah pendidikan yang
terjadi di Amerika Serikat. Sesuai keterangan Nasution 1994: 163, perkembangan sekolah di Amerika menurut Olsen mengalami tiga fase: fase pertama adalah sekolah
berpusat pada pelajaran atau “
book-centered
”; fase kedua adalah sekolah bersifat
child-centered
atau kurikulum berdasarkan minat dan kebutuhan siswa; dan fase ketiga adalah “sekolah yang bersifat life-centered; yang dimaksud disini adalah yang
menjadi pokok pelajaran ialah kebutuhan manusia, masalah-masalah dan proses sosial dengan tujuan untuk memajukan masyarakat dan bertindak sebagai “
agent of change
.” Pandangan para ahli menegaskan bahwa Sekolah Katolik sebagai sarana
perbaikan ataupun perubahan dalam masyarakat berperan memperbaiki kondisi
masyarakat. Demikian pula Sekolah Katolik Kristiani dalam melaksremajaan tugasnya menjadi sarana untuk perbaikan masyarakat. Seperti dasar transformasi
sosial adalah ditegakkannya Kerajaan Allah di dunia, maka melihat masyarakat dengan segala bentuk masalahnya merupakan tantangan bagi Sekolah Katolik
Kristiani, seperti diungkapkan oleh Banawiratma 1991: 68, “Konteks masyarakat
kita dengan berbagai kemajemukan dan kesenjangan sosial semakin menantang kita untuk merumuskan peranan dan aksi pendidikan sebagai gerakan dengan paradigma
Kerajaan Allah.” Sekolah Katolik sebagai sarana terwujudnya kepedulian sosial diwujudkan
dalam program pengajaran di sekolah. Pengembangan kepedulian sosial berarti suatu usaha untuk membantu pribadi untuk mampu menjadi pelaku-pelaku perubahan
sosial. Pendidikan diharapkan mampu memberikan sumbangan bagi perkembangan diri siswa dari aspek sosialnya untuk bisa melihat kebutuhan masyarakat, hal ini
seperti dijelaskan oleh Banawiratma 1991: 14 bahwa “Orang-orang berilmu yang
merupakan hasil dari proses pendidikan harus bisa melihat dan menguraikan masalah...Melalui
komitmen etisnya,
dia juga
bertanggungjawab untuk
mengubahnya, mencari alternatif- alternatif pemecahan yang lain yang lebih efektif.”
Pengembangan kepedulian sosial membantu seseorang untuk mampu melihat realita masyarakat yang memerlukan perubahan hidup sosial dari situasi yang kurang
baik menjadi lebih baik. Pribadi yang demikian ini, tidak begitu saja memiliki kepekaan sosial, tapi perlu suatu bantuan yaitu pendidikan.
4. Sekolah Katolik sebagai tempat dan sarana perubahan sosial
Situasi masyarakat dewasa ini, banyak ditandai oleh berbagai masalah sosial. Salah satu masalah sosial masyarakat yang dominan adalah masalah kemiskinan.
Sekolah katolik sebagai sarana terwujudnya transformasi sosial tidak bisa menutup mata terhadap kenyataan masyarakat yang demikian. Banawiratma dalam pendidikan
kepedulian dan ketrampilan analisis sosial menegaskan: Dalam konteks hidup beriman kita yang ditandai dengan kemiskinan dan
ketidakadilan, karya dan Sekolah Katolik tidak dapat berkepedulian netral. Berkepedulian netral berarti mendukung usaha perubahan sosial yang positif, dan itu
berarti memihak yang kuat, merugikan yang lemah Banawiratma, 1991: 72. Melalui pendidikan Kristiani, perhatian kepada yang miskin merupakan suatu
nilai, “Mendahulukan kaum miskin merupakan nilai dalam menentukan keputusan dalam karya pendidikan kita.” Pendidikan Kristiani diharapkan memiliki kepedulian
sosial, keterampilan untuk menganalisis sosial untuk mendahulukan yang miskin dan terlantar Banawiratma, 1991:73-74.
Sekolah Katolik menjadi tempat dan sarana dalam perubahan sosial. “Karya
dan Sekolah Katolik menjalankan peranan ganda, yakni sebagai pelaku perubahan sosial itu sekaligus mengusahakan munculnya pelaku-
pelaku perubahan sosial” Banawiratma, 1991: 83. Peran ganda yang dimaksudkan disini berarti bahwa
Sekolah Katolik Kristiani melaksanakan tugasnya sebagai pelaku atau pelaksana perubahan sosial misalnya dengan memperhatikan siswa-siswi yang miskin untuk
mendapatkan pendidikan yang baik sehingga berguna bagi masa depan siswa,
sekaligus mengusahakan suatu program sekolah bagi siswa-siswi untuk mendapatkan pendidikan yang membentuk mereka menjadi pelaku perubahan sosial.
D. Usaha Sekolah Katolik Mengembangkan Kepedulian Sosial Remaja usia
SMA.
Pendidikan berlangsung di sekolah, dalam keluarga dan dalam masyarakat. Pendidikan formal berlangsung di Sekolah Katolik dan pendidikan non-formal
berlangsung di luar Sekolah Katolik Mardiatmadja, 1986: 50. Menurut Banawiratma 1991:70 pendidikan non formal “merupakan kegiatan atau lembaga
yang melengkapi pendidikan formal, dapat juga berdiri sendiri.” Bahwa pendidikan formal dan non formal bisa saling melengkapi dalam mendidik. Banawiratma juga
menekankan pentingnya pendidikan non formal dalam ikut serta mengembangkan keterampilan kepekaan dan kepedulian sosial bahwa selayaknya pendidikan non
formal tidak hanya mengembangkan ketrampilan, melainkan kepekaan dan kepedulian sosial dengan sikap kritis dan kreatif. Dengan demikian subjek didik akan
menyadari kewajiban dan haknya, akan mempunyai perhatian terhadap nasib sesamanya.”
Pendidikan kepedulian sosial secara implisit terdapat di dalam pendidikan formal, khususnya materi pendidikan kepedulian sosial dikaji dalam Pendidikan
Agama Katolik Sekolah Dasar dan melalui pendidikan non formal yang dilaksanakan dalam kegiatan sosial yang dikelola oleh lembaga sekolah Mardiatmadja, 1986: 52.
Berikut ini merupakan uraian mengenai pendidikan kepedulian sosial dalam
pengajaran formal dan non formal di sekolah :
1.
Pendidikan kepedulian sosial dalam pengajaran formal
Diantara segala upaya pendidikan sekolah mempunyai makna yang istimewa. Sementara terus-menerus mengembangkan daya kemampuan akal budi dan
kepedulian sosial kepada siswanya, berdasarkan misinya sekolah menumbuhkan kemampuan memberi penilaian yang cermat, memperkenalkan harta warisan budaya
yang telah dihimpun oleh generasi-generasi masa silam, meningkatkan kesadaran akan tata nilai, menyiapkan siswa untuk mengelola kejuruan tertentu, memeupuk
rukun persahabatan antara para siswa yang beraneka watak-perangai maupun kondisi hidupnya, dan mengembangkan sikap saling memahami.
Kecuali itu sekolah merupakan bagaikan suatu pusat kegiatan kemajuan, yang serentak harus melibatkan keluarga-keluarga, para guru, bermacam-macam
perserikatan yang memajukan hidup berbudaya, kemasyarakatan dan keagamaan, masyarakat sipil dan segenap keluarga manusia. Maka sungguh indah tetapi berat
jugalah panggilan mereka semua, yang untuk membantu para orang tua menunaikan kewajiban mereka sebagai wakil-wakil masyarakat, sanggup menjalankan tugas
kependidikan disekolah-sekolah. Panggilan itu memerlukan bakat-bakat khas budi maupun hati, persiapan yang amat saksama, kesediaan tiada hentinya untuk
membaharui dan menyesuaikan diri.
2. Pendidikan kepedulian sosial dalam pendidikan non-formal
Pendidikan non formal yang dimaksud disini adalah kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan di luar pengajaran formal. Kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan
merupakan usaha sekolah dalam menanamkan nilai-nilai. Maksud dari penanaman nilai di sekolah ini sebagai bagian integral dari proses kegiatan belajar siswa
meskipun dilaksanakan di luar jam pelajaran. Hal ini seperti dijelaskan oleh Mardiatmadja 1986: 56 bahwa
“untuk menyadari dan mengalami nilai-nilai, menyumbangkan dan menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidup
siswa.” Selanjutnya Mardiatmadja 1986: 57 menjelaskan bahwa “pendidikan nilai itu merupakan usaha khusus, tetapi juga dapat disebut sebagai dimensi dalam
keseluruhan usaha pendidikan. Pendidikan semacam itu penting karena kepedulian nilai dalam masyarakat semakin tinggi.” Usaha khusus yang dimaksudkan, bisa
merupakan suatu kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh sekolah dalam memberikan kondisi bagi siswa utnuk bertumbuh dalam nilai-nilai sosial. Salah satu
sasaran dalam pendidikan nilai ini seperti dijelaskan oleh Mardiatmadja 1986:58 adalah “membantu peserta didik untuk mengambil sikap terhadap aneka nilai dalam
perjumpaan dengan sesama agar dapat mengarahkan hidupnya bersama orang lain secara bertanggungjawab.” Melalui kegiatan-kegiatan sosial sekolah, para siswa
dibantu untuk berhadapan langsung dengan situasi masyarakat atau orang yang memerlukan perubahan hidupnya menjadi lebih baik, sehingga dalam diri siswa
semakin tertanam nilai solidaritas sebagai bentuk tanggungjawabnya terhadap kehidupan sesamanya.
Usaha sekolah katolik membantu siswa-siswinya agar bertumbuh rasa solidaritas bagi sesama, melalui kegiatan-kegiatan sosial sekolah. Kegiatan sosial
dilakukan dengan melibatkan para guru, siswa dan karyawan sekolah. Pelaksanaan pendidikan nilai di Santa Ursula BSD mulai dicobakan sejak tahun 2005 yang lalu
Majalah Basis, 2007: 35. Melalui proses belajar yang panjang, secara bersama pendidik mencari bentuk pendidikan nilai yang bisa disinergikan dalam setiap
pengajaran, baik untuk pengajaran yang tergolong
hard skill
maupun
soft skill
. Dalam proses belajar ini, pendidik dan siswa sama-sama berproses untuk menekuni nilai-
nilai yang dianggap penting. Keberhasilan pelaksanaan terkait pada dua hal penting, yaitu komitmen dari seluruh komponen yang ada di sekolah dan konsistensi
pelaksanaan nilai tersebut dalam kegiatan di sekolah. Melalui komitmen dan konsistensi pelaksanaan yang berkelanjutan diharapkan mampu membangun satu
kebiasaan atau karakter baru yang menjadi bagian dari hidup seseorang. Kegiatan sosial tersebut adalah :
1 Home Visit
Kunjungan rumah yang dimaksud disini adalah kunjungan siswa kepada orang sakit, orang cacat dan orang lansia yang tinggal di rumah. Secara bergiliran siswai
mengunjungi mereka yang tinggal di sekitar sekolah. Kunjungan ini dilakukan oleh siswai setiap minggu satu kali secara bergiliran. Tujuan kunjungan ini adalah agar
siswa memiliki kepedulian kepada mereka yang hidupnya menderita serta
menumbuhkan dalam diri siswa rasa belarasa. Guru dalam hal ini memotivasi siswai dan mengatur jadwal kunjungan. Siswa yang mendapatkan giliran melaksanakan
kunjungan biasanya akan mempersiapkan segala sesuatu yang akan dibawa saat kunjungan misalnya buku cerita. Hal-hal yang dilakukan siswa dalam kunjungan ini
adalah menghibur mereka dengan membacakan sebuah cerita, mendoakan atau sekedar membawakan oleh-oleh. Keterlibatan guru dan karyawan dalam hal ini
sangat mendukung siswa, misalnya siswa selalu diantar oleh karyawan sekolahs sehingga selalu merasa aman di jalan menuju rumah orang yang akan dikunjungi.
Hal-hal lain yang dilakukan oleh siswa dalam mengunjungi orang sakit adalah mengumpulkan dana apabila orang yang sakit tersebut dalam keadaan kekurangan
dana untuk berobat, biasanya mereka menyampaikan inisiatif ini kepada guru sehingga guru turut mendukung usaha siswa dalam menolong sesamanya yang sakit.
2 Kunjungan ke lembaga sosial
Program sekolah kunjungan ke lembaga sosial bertujuan mengajak para siswa untuk memiliki kepedulian bagi sesama yang tinggal di Panti Sosial. Para siswa
dalam melaksanakan aksi sosialnya diajak untuk mengadakan kunjungan ke lembaga sosial. Kunjungan biasanya dilakukan saat menjelang natal atau menjelang Paskah
dalam rangka mewujudkan perhatian siswa bagi penghuni panti yang memerlukan penghiburan. Hal-hal yang dilakukan siswa adalah mereka membawa bingkisan untuk
penghuni panti dan mengadakan kegiatan untuk menghibur mereka.