Gambaran Umum Remaja Usia SMA

kematangan, persekolahan, pekerjaan, pengalaman beragama, dan hal lainnya sebagai prasyarat untuk pemenuhan dan kebahagiaan hidupnya. Selanjutnya Havighrust mengartikan tugas-tugas perkembangan itu sebagai “ A developmental ta sk is a task which arises at or about a certain period in the life of the individual, successful achievement of which leads to his happiness and to success with later task, while failure leads to unhappiness in the individual, disapproval by society and difficulty with later task . ” Maksudnya, bahwa tugas perkembangan itu merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang apabila tugas itu dapat berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya. Sementara apabila gagal, maka akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, menimbulkan penolakan masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya. Tugas-tugas perkembangan ini berkaitan dengan sikap, perilaku, atau keterampilan yang seyogianya dimiliki oleh individu, sesuai dengan usia atau fase perkembangannya. Elizabeth Hurlock 1980: 209 menyebut tugas-tugas perkembangan ini sebagai social expectations . Dalam arti, setiap kelompok budaya mengharapkan anggotanya menguasai keterampilan tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku yang disetujui bagi berbagai usia sepanjang rentang kehidupan. Setiap individu tumbuh dan berkembang selama perjalanan kehidupannya melalui beberapa periode atau fase-fase perkembangan. Setiap fase perkembangan mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus diselesaikan dengan baik oleh setiap individu. Sebab, kegagalan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan pada fase tertentu akan memperlancar pelaksanaan tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya. 4. Aspek – aspek Perkembangan Remaja Usia SMA a. Aspek fisik Masa remaja adalah masa seorang anak mengalami pubertas. Masa pubertas ini akan sangat tampak bermula dari pada perubahan fisik yang relatif cepat, pertambahan berat tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Anak usia remaja perempuan maupun laki- laki akan sama-sama mengalami masa ini. Pada perkembangan primer mereka yang meliputi kematangan seksual, mereka mengalami ketertarikan pada lawan jenis karena organ reproduksinya yang sedang tumbuh Gunarsa, 1994: 16. Dalam membahas aspek fisik, Hurlock 1980: 207 mengutip Tanner yang mengatakan “Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental terutama pada masa awal remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru”. b. Aspek emosi Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “ storm and stress ” atau “badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Hurlock 1980: 212 mengungkapkan meningginya emosi terutama karena remaja berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu. Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru. Misalnya masalah yang berhubungan dengan percintaan merupakan masalah yang pelik pada periode ini. bila kisah cinta berjalan lancar, remaja merasa bahagia, tetapi mereka menjadi sedih bilamana percintaan kurang lancar. Meskipun emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak terkendali dan tampaknya irasional, tetapi Hurlock 1980: 213 mengatakan pada umumnya dari tahun ke tahun terjadi perbaikan perilaku emosional. c. Aspek sosial Dari aspek sosial, remaja pada umumnya mengalami „krisis identitas.‟ Menurut pandangan Erickson dalam Elizabeth Hurlock 1980: 208 “Identitas yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya? Apa peranannya dalam masyarakat? Apakah ia seorang anak atau seorang dewasa? ” Hal ini menimbulkan masalah identitas-ego pada remaja. Gejolak emosi remaja dan masalah remaja lain pada umumnya disebabkan antara lain oleh adanya konflik peran sosial. Di satu pihak ia sudah ingin mandiri sebagai orang dewasa, di lain pihak ia masih harus terus mengikuti kemauan orang tua. Dalam hal ini Sarlito W. Sarwono 1991: 86 mengungkapkan bahwa konflik peran sosial yang dapat menimbulkan gejolak emosi dan kesulitan-kesulitan lain pada masa remaja dapat dikurangi dengan memberi latihan-latihan agar anak dapat mandiri sedini mungkin. Dengan kemandiriannya anak dapat memilih jalannya sendiri dan ia akan berkembang lebih mantab. Oleh karena ia tahu dengan tepat saat-saat yang berbahaya dimana ia harus kembali berkonsultasi dengan orangtuanya atau dengan orang dewasa lain yang lebih tahu dari dirinya sendiri. d. Aspek Inteligensi Sarlito W. Sarwono 1991: 76 mengutip pendapat David Wechsler yang mengartikan inteligensi sebagai “keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.” Jadi, inteligensi memang mengandung unsur pikiran atau ratio. Makin banyak unsur ratio yang harus digunakan dalam suatu tindakan atau tingkah laku, makin berinteligensi tingkah laku tersebut. Ukuran inteligensi dinyatakan dalam IQ Intelligence Quotient . Pada usia remaja IQ dihitung dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan yang terdiri dari berbagai soal hitungan, kata-kata, gambar-gambar, dan lain-lain dan menghitung berapa banyaknya pertanyaan yang dijawab dengan benar dan membandingkannya dengan sebuah daftar dan didapatlah nilai IQ yang bersangkutan. Gunarsa 1982: 146-161 mengutip teori Piaget mengenai perkembangan kognitif yang mengatakan “Dalam usia remaja dan seterusnya seseorang sudah mampu berpikir abstrak dan hipotetis. Pada tahap ini ia bisa memperkirakan apa yang mungkin terjadi .” Tahap ini disebut juga sebagai masa formal-operasional. Dengan berpikir abstrak, remaja mulai memproyeksikan dirinya kepada nilai-nilai kehidupan yang bersifat universal. Dengan nilai tersebut, remaja berjuang dengan pengalaman hidupnya agar mencapai internalisasi diri atau penyatuan nilai tersebut dengan dirinya. e. Aspek Moral dan Religi Moral dan religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang meyakini bahwa moral dan religi bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa sehingga tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan masyarakat. Di sisi lain, tiadanya moral dan religi ini dituding sebagai faktor penyebab meningkatnya kenakalan remaja. Menurut Sarlito W. Sarwono 1991: 91, religi adalah kepercayaan terhadap kekuasaan suatu zat yang mengatur alam semesta ini yang juga adalah sebagian dari moral, sebab dalam moral sebenarnya diatur segala perbuatan yang dinilai baik sehingga suatu perbuatan yang dinilai tidak baik perlu dihindari. Agama, oleh karena mengatur juga tingkah laku baik-buruk, secara psikologis termasuk dalam moral. Untuk remaja, moral merupakan suatu kebutuhan tersendiri oleh karena mereka sedang dalam keadaan membutuhkan pedoman atau petunjuk dalam rangka mencari jalannya sendiri. pedoman atau petunjuk ini dibutuhkan juga untuk menumbuhkan identitas diriny a, menuju kepribadian matang dengan “ unifying philosophy of life ” dan menghindarkan diri dari konflik-konflik peran yang selalu terjadi dalam masa transisi ini. Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Bahkan, sebagaimana dijelaskan oleh Sarlito W. Sarwono 1991: 93, agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada di dunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya. Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya, keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada masa awal anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berpikir simbolik. Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada di awan, maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.

B. Gambaran Umum Kehidupan Sosial Remaja Usia SMA dan Masalah Yang

Melingkupi 1. Kehidupan Sosial Remaja Usia SMA Kehidupan sosial remaja akan nampak dalam interaksi di keluarga, sekolah dan masyarakat Sarlito W. Sarwono 1991: 112. Setiap interaksi akan mempengaruhi remaja usia SMA seperti diuraikan di bawah ini : a. Kehidupan sosial remaja dalam keluarga Kiranya tidak dapat dielakkan bahwa keluarga merupakan lingkungan primer hampir setiap individu. Menurut sebagai lingkungan primer, hubungan antar manusia yang paling intensif dan paling awal terjadi dalam keluarga. Sebelum seorang anak mengenal lingkungan yang lebih luas, ia terlebih dahulu mengenal lingkungan keluarganya. Karena itu sebelum ia mengenal norma-norma dan nilai-nilai dari masyarakat umum, pertama kali ia menyerap norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarganya untuk dijadikan bagian dari kepribadiannya. Tidak mengherankan jika nilai-nilai yang dianut oleh orangtua akhirnya juga dianut oleh remaja. Tidak mengherankan pula bila ada pendapat yang menyatakan bahwa segala sifat negatif yang ada pada anak sebenarnya ada pula pada orang tuanya. Bukan semata-mata karena faktor bawaan atau keturunan, akan tetapi karena proses pendidikan, proses sosialisasi dan proses identifikasi. b. Kehidupan sosial remaja di sekolah Bagi remaja usia SMA, sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder. Lingkungan yang hampir setiap hari dimasukinya selain lingkungan rumah adalah lingkungan sekolah. Remaja usia SMA umumnya menghabiskan waktu sekitar 7 jam sehari di sekolahnya. Ini berarti bahwa hampir sepertiga dari waktunya setiap hari dilewatkan remaja di sekolah. Tidak mengherankan kalau pengaruh sekolah terhadap perkembangan jiwa remaja cukup besar Sarwono, 1991: 123-125. Pengaruh sekolah itu tentunya diharapkan positif terhadap perkembangan jiwa remaja, karena sekolah adalah lembaga pendidikan. Sebagai lembaga pendidikan, sebagaimana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat di samping mengajarkan berbagai keterampilan dan kepandaian kepada para siswanya. Pelbagai kegiatan di sekolah diikuti remaja dan dengan meluasnya kesempatan untuk melibatkan diri dalam pelbagai kegiatan sosial, maka wawasan sosial semakin membaik pada remaja. Semakin banyak partisipasi sosial, maka semakin besar kompetensi sosial remaja. Dengan demikian remaja memiliki kepercayaan diri yang diungkapkan melalui sikap yang tenang dan seimbang dalam situasi sosial. Sosialisasi remaja di sekolah pada umumnya terjadi atas dasar minat dan aktivitas bersama. Hubungan persahabatan dan hubungan peergroup di sekolah bersifat timbal balik dan biasanya diantara sesama anggota kelompok ada saling pengertian, saling membantu, saling percaya dan saling menghargai serta menerima satu sama lain. c. Kehidupan sosial remaja usia SMA dengan teman sebaya Selama masa pertengahan dan akhir, biasanya remaja lebih banyak meluangkan waktunya dalam berinteraksi dengan teman sebaya. Dalam suatu investigasi, diketahui bahwa waktu yang digunakan untuk remaja-remaja berinteraksi dengan teman sebayanya sebanyak 40 persen per tahun. Tahap masa remaja akhir late adolescent sering dis ebut sebagai ”usia berkelompok” gang, karena pada masa ini ditandai dengan adanya minat terhadap aktivitas teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota kelompok di sekolahnya. Ia merasa tidak puas bila tidak bersama teman- temannya. Remaja tidak lagi puas bermain sendiri di rumah atau dengan saudara kandung atau melakukan kegiatan dengan anggota keluarga. Remaja ingin bermain bersama teman-teman sekolahnya dan akan merasa kesepian serta tidak puas bila tidak bersama teman-temannya tersebut. Apa yang dilakukan bersama teman-temannya? Dalam suatu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui tentang bagaimana aktivitas remaja, diketahui bahwa umumnya remaja-remaja masa akhir melakukan kegiatan olah raga, jalan- jalan, permainan dan sosialisasi yang merupakan kegiatan yang paling sering dilakukan. Pada saat mereka melakukan kegiatan biasanya anggota kelompok terdiri dari teman yang sama jenis kelaminya daripada diantara remaja-remaja yang berbeda jenis kelaminnya. Pada tahap remaja akhir late adolescent mereka telah menjalin persahabatan dengan teman sebaya dan mulai memasuki usia gang, yaitu usaha yang pada saat itu kesadaran sosial berkembang pesat dan telah menjadi pribadi sosial yang merupakan salah salah satu tugas perkembangan yang utama dalam periode ini. d. Kehidupan sosial remaja di masyarakat Seorang anak remaja tidak hanya hidup di dalam keluarga, sekolah atau diantara teman sebayanya, mau tidak mau seorang remaja secara otomatis merupakan bagian dari masyarakat. Remaja harus belajar bagaimana terlibat dalam masyarakat, berinteraksi dengan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Dalam interaksi dengan masyarakat, seorang remaja harus belajar beradaptasi dengan mengakui dan menghormati terhadap hak-hak orang lain, memelihara jalinan persahabatan dengan orang lain, bersikap simpati dan altruis terhadap kesejahteraan orang lain dan bersikap respek terhadap nilai-nilai, hukum, tradisi, dan kebijakan-kebijakan masyarakat Schneiders, 1964: 452-460. 2. Masalah-masalah yang dihadapi remaja dalam kehidupan sosial Menurut Kurt Lewin dalam Sarwono 1991: 128 pada gilirannya remaja akan dihadapkan kepada berbagai pilihan yang tidak jarang menimbulkan pertentangan batin di dalam diri remaja itu sendiri. Bagi remaja pertentangan tersebut menjadi masalah yang cukup penting dan berpengaruh besar. Pertentangan batin itu bisa berupa “konflik” yang ada beberapa macam, yaitu masalah yang dihadapi di dalam keluarga, sekolah, teman sebaya dan masyarakat. Masalah-masalah tersebut dapat dijabarkan seperti berikut ini : a. Masalah-masalah yang dihadapi remaja dalam keluarga Meluangkan waktu sejenak untuk berkumpul bersama keluarga merupakan hal kecil yang mempengaruhi perkembangan remaja diluar karena pada saat seperti inilah masing-masing anggota keluarga menceritakan masalah kepada orang tua atau orang yang lebih tua di dalam keluarga tersebut demi mendapat sebuah solusi yang benar . Remaja melakukan hal negatif adalah karena jarangnya meluangkan waktu untuk berkumpul bersama keluarga dengan alasan orang tua bekerja dan sibuk dengan urusan lain, jika didiamkan begitu saja remaja tidak mendapat teman untuk menceritakan masalah yang dihadapinya sehingga remaja mencari jalan keluarnya sendiri yang menurutnya benar dan tak jarang dari keputusan itulah dapat mengorbankan orang lain. b. Masalah-masalah yang dihadapi remaja dalam sekolah Seperti yang telah dijabarkan di atas, sekolah merupakan pendidikan nomor dua setelah keluarga. Dengan sekolah, diharapkan para remaja dapat menimba ilmu dan nilai-nilai serta belajar berelasi dengan sesama. Namun, dunia sekolah masa kini juga ternyata membuat remaja tidak lepas dari berbagai masalah seperti membolos sekolah, karena malas mendengarkan guru mengajar, mencontek pada saat tes atau