8
BAB II LANDASAN TEORI
A.  Remaja 1.
Pengertian Remaja
Istilah  remaja  berasal  dari  bahasa  Latin
adolescene
yang  berarti
grow
atau dengan kata lain
to grow
maturity
, dan dalam bahasa Indonesia berart
i “tumbuh mencapai kematangan”. Menurut beberapa ahli lain, masa remaja  merupakan  masa  transisi  perkembangan  antara  kanak-kanak  dan
dewasa. Masa itu pada umumnya diawali pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir  pada  usia  akhir  belasan  tahun  atau  awal  usia  20  tahun  Papalia,
Olds,  Fieldman, 2001. Hurlock 1990 membagi  masa remaja menjadi  masa remaja  awal
dan masa remaja akhir. Adapun masa remaja awal meliputi usia 13 hingga 16  atau  17  tahun,  dan  masa  remaja  akhir  meliputi  usia  16  atau  17  tahun
hingga  18  tahun.  Hurlock  membagi  masa  remaja  dengan  alasan  bahwa pada  usia  remaja  akhir,  individu  sudah  memiliki  transisi  perkembangan
yang lebih mendekati masa dewasa Aaro, 1997, dalam Jahja 2011. Berdasarkan  pengertian  remaja  yang  telah  dikemukakan,  dapat
diambil kesimpulan bahwa masa remaja adalah individu yang berusia 16 –
17  tahun  dan  sedang  mengalami  masa  transisi  antara  masa  kanak-kanak dan  masa  dewasa.  Individu  tersebut  mengalami  proses  perkembangan
meliputi  perubahan-perubahan  tertentu  yang  bersifat  kuantitatif  maupun
kualitatif.  Dalam  prosesnya  menuju  dewasa,  remaja  juga  mengalami pergolakan-pergolakan  berupa  konflik  dan  perubahan  suasana  hati.
Konflik-konflik inilah yang membuat remaja berpotensi untuk melakukan tindakan
bullying
, sehingga  remaja  yang berada  pada tahap  awal  maupun akhir pun memiliki potensi yang sama.
B. Perilaku
Bullying
1. Pengertian Perilaku
Bullying
Bullying
adalah  perilaku  di  mana  terdapat  usaha  menyakiti ataupun tekanan secara fisik maupun psikologis terhadap seseorang atau
sekelompok  orang  yang  lebih  lemah  oleh  sesorang  atau  sekelompok orang  yang  lebih  kuat  Olweus,  2004.  Yayasan  Semai  Jiwa  Amini
mengemukakan  bahwa
bullying
adalah  penggunaan  kekuasaan  yang dimiliki  untuk  menyakiti  seseorang  atau  sekelompok  orang  sehingga
korban merasa tertekan, tidak berdaya, bahkan trauma Yayasan Sejiwa, 2008.  Elliot  2005  mendefinisikan
bullying
adalah  tindakan  yang dilakukan  agar  orang  lain  merasa  takut,  terancam,  atau  setidak-tidaknya
tidak bahagia.
Bullying
merupakan  perilaku  agresi  yang  dilakukan  dengan sengaja.  Perilaku  tersebut  berlangsung  secara  terus  menerus  terhadap
seseorang yang sudah menjadi incaran atau korban Papalia et al. 2007. Sears,  Peplau,    Taylor,  1994  mengatakan  bahwa  seseorang  yang
mempunyai  maksud  dan  tujuan  untuk  menyakiti  orang  lain  merupakan individu agresif.
Pada saat peristiwa
bullying
terjadi, terdapat beberapa unsur yang terlibat.  Coloroso  2007  mengungkapkan  bahwa  beberapa  unsur  yang
terlibat di dalam
bullying
sebagai berikut: a.
Ketidakseimbangan Kekuatan Pelaku
bullying
selalu  lebih  kuat  dari  korban
bullying
. Dengan  demikian,  tindakan
bullying
dilakukan  oleh  pelaku yang  memiliki  kekuatan  ataupun  dominansi  terhadap  korban
yang cenderung lemah dan tidak dapat melawan. b.
Kesengajaan Tindakan
bullying
dilakukan  oleh  pelaku  dengan disertai  niat  untuk  melukai  orang  lain.  Apabila  niat  atau
tujuan  tersebut  dapat  tercapai,  pelaku
bullying
akan memperoleh kepuasan dari luka yang dialami oleh korban.
c. Pengulangan
Kepuasan  maupun  kesenangan  yang  telah  dialami mengakibatkan  pelaku  cenderung  melakukan  tindakan
bullying
secara berulang-ulang. Pengulangan ini terus terjadi apabila  masih  terdapat  ketidakseimbangan  kekuatan  antara
pelaku dan korban
bullying
.
d. Teror
Suatu  tindakan  tidak  menyenangkan  yang  ditujukan pada korban dan terjadi  berulang-ulang merupakan suatu hal
yang menjadikan ancaman tersendiri bagi korban. Teror yang dimaksud adalah ancaman itu sendiri.
Berdasarkan  uraian  di  atas,  dapat  disimpulkan  bahwa
bullying
adalah perilaku agresi secara fisik maupun psikologis yang disengaja dan dilakukan  oleh  seseorang  atau  kelompok  kepada  seseorang  atau
kelompok,  dengan  tujuan  menekan  atau  menyakiti  sehingga  korban merasa takut, terancam, atau tidak bahagia.
2. Bentuk-bentuk Perilaku
Bullying
Menurut Riauskina, dkk 2005, perilaku
bullying
dikelompokkan dalam berbagai bentuk:
a. Kontak Fisik Langsung
Antara  lain:  Memukul,  mendorong,  menggigit,  menjambak, menendang,  mengunci  seseorang  dalam  ruangan,  mencubit,
mencakar, merusak barang-barang milik orang lain. b.
Kontak Verbal Langsung Antara  lain:  Mengancam,  mempermalukan,  merendahkan,
mengganggu, member
panggilan nama,
sarkasme, merendahkan,  mencelamengejek,  mengintimidasi,  memaki,
menyebarkan gosip.
c. Perilaku Non Verbal Langsung
Antara  lain:  Melihat  dengan  sinis,  menjulurkan  lidah, menampilkan  ekspresi  muka  yang  merendahkan,  mengejek,
mengancam. d.
Perilaku Non Verbal Tidak Langsung Antara
lain: Mendiamkan
seseorang, memanipulasi
persahabatan  sehingga  menjadi  retak,  sengaja  mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng.
e. Pelecehan Seksual
Antara  lain:  Memukul  atau  menendang  alat  kelamin  korban, membuat  lelucon  tentang  alat  kelamin  korban.  Kadang
dikategorikan sebagai perilaku agresi fisik atau verbal.
3. Karakteristik Pelaku, Korban, dan Penonton
Bullying
Yayasan  Sejiwa  2008  mengatakan  bahwa
bullying
merupakan suatu  situasi  di  mana  terdapat  3  tiga  karakter  yang  berperan  di
dalamnya. Tiga karakter tersebut adalah pelaku
bullying,
korban
bullying,
dan  penonton
bullying.
Peran  serta  sifat  yang  dimiliki  oleh  masing- masing karakter tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Karakteristik Pelaku
Bullying
Para  pelaku
bullying
memiliki  beberapa  sifat  yang cenderung  sama.  Sifat-sifat  itulah  yang  memberikan
kontribusi  dalam  tindakan
bullying
yang  dilakukan.  Hanya saja  mereka  memiliki  cara  atau  strategi  yang  berbeda-beda
dalam  menjalankan  aksinya  Coloroso,  2007.  Pada umumnya,  sifat-sifat  yang  dimiliki  pelaku
bullying
antara lain:
1. Cenderung
hiperaktif,  disruptive,  impulsive,
dan
overactive.
2. Suka mendominasi orang lain.
3. Suka
memanfaatkan orang
lain untuk
mendapatkan apa yang mereka inginkan. 4.
Sulit melihat situasi dari titik pandang orang lain. 5.
Hanya  peduli  pada  keinginan  dan  kesenangan mereka  sendiri,  bukan  pada  hak-hak  dan
perasaan-perasaan orang lain. 6.
Menggunakan  kesalahan,  kritikan,  dan  tuduhan- tuduhan  yang  keliru  untuk  memproyeksikan
ketidakcakapan mereka pada targetnya. 7.
Haus perhatian. 8.
Memiliki tempramen yang sulit dan masalah pada atensi atau konsentrasi.
9. Berteman  dengan  anak-anak  yang  memiliki
kecenderungan agresif.
10. Kurang memiliki empati terhadap korbannya dan
tidak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya.
b. Karakteristik Korban
Bullying
Coloroso 2007 menemukan ciri-ciri  seseorang  yang biasanya menjadi korban tindakan
bullying
. Beberapa ciri-ciri tersebut antara lain:
1. Anak baru di suatu lingkungan.
2. Anak termuda di sekolah.
3. Anak penurut.
4. Anak  yang  perilakunya  dianggap  mengganggu
orang lain. 5.
Anak  yang  tidak  mau  berkelahi  dan  lebih  suka menyelesaikan konflik tanpa kekerasan.
6. Anak
yang pemalu,
menyembunyikan perasaannya,  pendiam  atau  tidak  mau  menarik
perhatian orang lain, penggugup, peka. 7.
Anak yang miskin atau kaya. 8.
Anak  yang  memiliki  etnisagama  yang  minoritas dan orientasi
gender
atau seksual yang berbeda. 9.
Anak  yang  kurus  atau  gemuk,  pendek  atau jangkung.
10. Anak yang memakai kacamata atau kawat gigi.
11. Anak  yang  berjerawat  atau  memiliki  masalah
kondisi kulit lainnya. 12.
Anak  yang  memiliki  ciri  fisik  berbeda  dengan mayoritas anak lainnya.
13. Anak  dengan  ketidakcakapan  mental  dan  atau
fisik. Anak-anak seperti itu biasanya dua atau tiga kali lebih sering ditindas daripada anak-anak lain
karena  mereka  memiliki  ketidakcakapan  mental yang nyata sehingga menyediakan dalih bagi sang
pelaku kekurangan yang dimiliki korban menjadi materi ejekan atau lelucon.
14. Anak  yang  berada  di  sekitar  pelaku
bullying
. Mereka  berpotensi  untuk  dikenai  tindakan
bullying
karena  pelaku  sedang  ingin  menyerang siapapun di tempat itu dan pada saat itu juga.
c. Karakteristik Penonton
Bullying
Coloroso 2007 menemukan ciri-ciri  seseorang  yang biasanya menjadi penonton peristiwa atau praktik
bullying
. Ciri-ciri tersebut antara lain:
1. Anak-anak  yang  hanya  berdiam  diri  dan
memandangi saja.
2. Anak-anak  yang  mendorong  penindasan  secara
aktif. 3.
Anak-anak  yang  bergabung  dan  menjadi  salah satu anggota dari gerombolan penindas.
4. Memberikan  penguatan  kepada  pelaku
bullying
berupa  tepuk  tangan,  tawa,  dan  gerakan  anggota tubuh lainnya.
5. Menambah  kehancuran  kendali  batin  korban
bullying
dengan  terikan-teriakan,  kritikan-kritik kejam yang bersifat verbal, fisik, dan relasional.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penonton
bullying
adalah  pihak  ketiga  dalam  peristiwa
bullying
selain  pelaku  dan  korban.  Secara  tidak  langsung, mereka  berperan  sebagai  peran  pendukung  tindakan  yang
dilakukan  oleh  pelaku
bullying
.  Mereka  dapat  berdiam  dan hanya  menonton  atau  bisa  pula  ikut  berperan  secara  tidak
langsung sebagai pelaku
bullying
.
4. Dampak Perilaku
Bullying
Peristiwa
bullying
yang  terjadi  di  sekolah  secara  langsung maupun  tidak  langsung  akan  memberikan  dampak  bagi  orang  yang
terlibat  di  dalamnya.  Orang  yang  terlibat  meliputi  pelaku
bullying
individu atau kelompok yang menindas, korban
bullying
individu atau
kelompok  yang  tertindas,  dan  penonton
bullying
individu  atau kelompok yang berada di tempat terjadinya
bullying
. Untuk uraian lebih lanjut adalah sebagai berikut:
a. Dampak Bagi Pelaku
Bullying
Menurut  Coloroso  2007,  tindakan
bullying
akan memberikan  dampak  jangka  panjang  bagi  pelaku.  Adapun
dampak-dampak tersebut antara lain: 1.
Tumbuh  menjadi  pribadi  yang  suka  terhadap kekerasan.
2. Tumbuh sebagai pribadi yang memiliki ego yang
besar. 3.
Tidak  memiliki  empati  terhadap  orang  lain  dan perasaan menyesal.
4. Menjadi  pribadi  yang  kejam  dan  penuh  dendam
terhadap orang lain. 5.
Tumbuh  sebagai  pribadi  yang  suka  bereaksi agresif  bahkan  pada  provokasi  yang  ringan,  dan
membenarkan  tanggapan  agresifnya  dengan menempatkan kesalahan di luar dirinya.
6. Suka  menguasai,  mengontrol,  mendominasi,
menduduki, dan menjajah.
7. Memiliki  sikap  fanatisme  terhadap  perbedaan.
Perbedaan  sama  dengan  lemah,  dan  karenanya tidak layak mendapat penghargaan.
8. Tumbuh  menjadi  pribadi  yang  arogan  dan
memegang hukum senioritas. 9.
Merasa memiliki kekuasaan untuk mengecualikan orang
lain, membatasi,
mengisolasi, dan
memisahkan orang lain.
b. Dampak Bagi Korban
Bullying
Menurut  beberapa  ahli,  tindakan
bullying
akan memberikan  dampak  bagi  korban.  Salah  satunya  dalam  hal
kesehatan,  seperti  yang  dikemukakan  oleh  Olweus  1993 dengan  pendapatnya  bahwa
bullying
akan  mempengaruhi kesehatan  korban.  Gejala-gejala  yang  timbul  pada  korban
bullying
antara lain: 1.
Stres dan menjadi mudah cemas. 2.
Menjadi sering
terjangkit infeksi
virus, khususnya  seperti  flu,  demam  tinggi,  batuk,
paru-paru, telinga,
hidung, dan
infeksi tenggorokan.  Hal  ini  dikarenakan  stres  dapat
menurunkan sistem kekebalan tubuh.
3. Sering merasakan sakit di daerah persendian dan
tulang  tanpa  sebab  yang  jelas,  juga  tulang belakang.  Penderita  enggan  untuk  memeriksa
keadaan kesehatannya
ketika mengalami
keadaan seperti ini. 4.
Sakit kepala dan sering migrain. 5.
Mudah merasa kelelahan. 6.
Susah  tidur,  selalu  bermimpi  buruk,  cenderung bangun  lebih  awal,  dan  bangun  tidur  akan
merasakan  lebih  lelah  dibandingkan  dengan pada saat akan tidur.
7. Cenderung  teringat  akan  peristiwa  yang  sudah
dialami. Misalnya: Korban tidak bisa melupakan wajah dari pelaku yang pernah menyerangnya.
8. Mengalami  sindrom  iritasi  perut  yang  cukup
parah. 9.
Tidak  bisa  konsentrasi  terhadap  sesuatu  dan untuk waktu yang lama.
10. Lebih  sering  berkeringat,  gemetar,  menggigil,
berdebar-debar, dan panik. 11.
Menjadi orang yang sangat waspada, akan tetapi bukan paranoia.
12. Menjadi  terlalu  sensitif,  lemah,  terisolasi,
pendiam, dan menarik diri dari pergaulan.
c. Dampak Bagi Penonton
Bullying
Menurut  Coloroso  2007,  penonton
bullying
yang memiliki keterlibatan aktif dalam mendukung pelaku
bullying
akan  menambah  penderitaan  dan  perasaan  tertekan  bagi korban.  Bahkan,  penonton  yang  hanya  melihat  tanpa
melakukan  apapun  mereka  memiliki  konsekuensi  dan dampak tersendiri. Adapun dampak yang bisa muncul dalam
diri penonton
bullying
antara lain: 1.
Menjadi  tidak  peka  terhadap  kekejaman  yang terjadi di sekelilingnya.
2. Dapat  mengintimidasi  pelaku  agar  melakukan
tindakan
bullying
. Hal ini terjadi karena mereka menganggap  pelaku  sebagai  model  yang
populer, kuat, dan berani. 3.
Sulit  mengembangkan  perasaan  empati,  belas kasih,  dan  susah  menempatkan  diri  pada  sudut
pandang orang lain. 4.
Tumbuh menjadi pribadi yang apatis. 5.
Berpotensi  menjadi  pelaku
bullying.
Penonton
bullying
tidak  mendapatkan  kepuasan  ketika
tidak  ada  perilaku
bullying
yang  terjadi  di lingkungannya.  Hal  ini  yang  mendasari  bahwa
penonton
bullying
berpotensi  pula  menjadi pelaku
bullying.
6. Dapat  berpotensi  pula  menjadi  sasaran
bullying
selanjutnya. Penonton
bullying
memiliki kecenderungan  untuk  di-
bully
oleh  orang-orang di  lingkungannya  yang  tidak  menyukai  sifat
suka  mengintimidasi  yang  dimiliki  penonton
bullying
.
C. Program Sekolah dalam Mengatasi
Bullying
1. Latar Belakang Program
Adanya  beberapa  kasus
bullying
dalam  media  masa  dewasa  ini membuat sekolah merasa bertanggung jawab untuk segera menjauhkan
peserta  didik  dari  ancaman  tindakan
bullying
.  Berdasarkan  penelitian yang  telah  dilakukan  oleh  Hardika  2009,  SMA  Kolese  De  Britto
merupakan  salah  satu  sekolah  yang  terdapat  tindakan
bullying
.  Di samping  itu,  sekolah  tersebut  merupakan  sekolah  homogen  laki-laki,
sehingga  memiliki  potensi  tinggi  terjadinya  perilaku
bullying
di
dalamnya.
Suatu  program  dilakukan  oleh  sekolah  sebagai  intervensi terhadap tindakan
bullying
. Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya  bahwa  masih  banyak  kasus  tindakan
bullying
terutama  di lingkungan  sekolah.  Bukan  tanpa  alasan,  pihak  sekolah  SMA  Kolese
De  Britto  memberi  perhatian  lebih  terhadap  perkembangan  pribadi peserta  didiknya,  terutama  dalam  mempersiapkan  diri  menghadapi
tantangan  global.  Para  siswa  menjadi  pribadi –  pribadi  yang    mampu
menyesuaikan  diri  dalam  lingkungan  masyarakat  dalam
Student Handbook JB
, 2013. Dalam hal ini, sekolah menitikberatkan perhatian kepada isu
bullying
yang terjadi di lingkungan sekolah. Program  tersebut  disusun  oleh  tim  Guru  Bimbingan  Konseling
sekolah.  Tujuan  umum  dari  program  ini  tentunya  untuk  mengurangi kecenderungan
bullying
siswa di sekolah, terutama di lingkungan kelas. Tujuan  khususnya  adalah  memberikan  pemahaman  tentang  perilaku
bullying
kepada  siswa,  meliputi  bentuk-bentuk  tindakan
bullying
serta dampak-dampak  yang  akan  terjadi  akibat  tindakan
bullying
.  Dengan memahami  hal  tersebut,  para  siswa  diharapkan  untuk  tidak  melakukan
bullying
bagi  yang  belum  pernah  melakukan  ataupun  mengurangi bahkan  menghilangkan  perilakunya  bagi  yang  sudah  pernah
melakukan.
2. Pelaksanaan  dan  Peran  Program  dalam  Mengurangi  Perilaku
Bullying
Program  anti
bullying
ini  menggunakan  metode  pendekatan kelas  karena  dilakukan  dalam  lingkup  kelas.  Pendekatan  model  ini
menyerupai  salah  satu  program  yang  dikemukakan  oleh  Gini  2004 dengan  pendekatan  kelas
Class-group  level  approach.
Program  yang juga bertujuan untuk mengatasi
bullying
tersebut menekankan aktivitas- aktivitas  kelompok  di  kelas.
Beberapa  aktivitas  tersebut  diantaranya:
Problem solving, stories, role-play, discussion, game,
dan
lecture.
Akan tetapi,  program  yang  dilakukan  oleh  sekolah  hanya  mengadopsi
beberapa metode yang dilakukan, yaitu
stories  problem solving
yang disebut  sebagai
case  study
,
role  play
yang  disebut  sebagai
dramatic presentation
,  dan
discussion.
Program  yang  dilakukan  sekolah  tidak menggunakan aktivitas
game
dan
lecture
ceramah.
a.
Case Study
Studi kasus tindakan
bullying
Metode ini merupakan metode awal dari program. Para siswa dalam satu kelas diarahkan untuk membentuk kelompok
kecil  kemudian  masing-masing  kelompok  disuguhi  satu ilustrasi  peristiwa
bullying
dalam  bentuk  tulisan.  Peristiwa tersebut  disesuaikan  dengan  keadaan  nyata  yang  besar
kemungkinan  untuk  terjadi  di  lingkungan  sekolah.  Tugas mereka  adalah  memahami  apa  yang  terjadi  dalam  peristiwa
tersebut  dan  mengutarakan  pendapat  masing –  masing  dalam
kelompok.  Tujuan  dari  metode  ini  adalah  mengarahkan  pola pikir siswa pada peristiwa
– peristiwa yang terjadi di sekolah.
Peran  dari  metode  ini  adalah  mengajak  siswa  untuk mengenali  serta  mempelajari  situasi  yang  mungkin  belum
pernah  mereka  temui  sebelumnya.  Dengan  mempelajari  secara lebih  mendalam,  siswa  juga  dapat  mengerti  peran-peran  yang
ada dalam contoh kasus, meliputi pelaku, korban, serta penonton
bullying
. Cara  yang  digunakan  dalam  metode  ini  adalah  peserta
diarahkan  untuk  melakukan  sedikit
brainstorming
dengan anggota  kelompok.
Brainstorming
yang  dimaksud  adalah pencarian  strategi  untuk  memecahkan  masalah  yang  ada
Isaksen  Gaulin, 2005; Maer, 1992; Osborn, 1963; Schunk, 2012.  Seseorang  akan  semakin  berhasil  dalam
brainstorming
apabila  ia  telah  mengenal  dan  mempelajari  masalah  secara lebih  mendalam,  karena  solusi-solusi  akan  lebih  banyak
muncul karena pengalaman Schunk, 2012.
b.
Dramatic  Presentation
Berperan  dalam  situasi
bullying
terjadi Setelah metode studi kasus selesai, langkah selanjutnya
adalah  penggunaan  metode
Dramatic Presentation
.  Setiap kelompok  diberi  tugas  untuk  memperagakan  peristiwa  yang
terjadi  dalam  ilustrasi  tersebut.  Kelompok  mendapatkan kebebasan  untuk
sedikit memodifikasi
cerita  misal:
menyesuaikan anggota kelompok, dan sebagainya, akan tetapi tidak  menghilangkan  esensi  yang  penting  dalam  cerita
tersebut.  Setiap  kelompok  bergantian  untuk  menjadi  peraga dan  menjadi  penonton.  Tujuan  dari  metode  ini  adalah
mengajak siswa untuk berperan langsung sebagai individu atau kelompok  dalam  situasi  terjadinya
bullying
.  Bagi  penonton adegan,  metode  ini  memberikan  gambaran  secara  langsung
tentang  proses  terjadinya
bullying
.  Dengan  demikian, pengetahuan siswa mengenai
bullying
semakin luas. Bagian  ini  merupakan  bagian  terpenting  dari  program,
karena  secara  langsung  merupakan  penerapan  dari  Teori Kognitif  Sosial,  di  mana  sesorang  dapat  belajar  dari
pengamatannya  terhadap  lingkungan.  Tujuan  dari  kegiatan tersebut  adalah  membuat  penonton  melihat  secara  langsung
peristiwa yang terjadi, membangkitkan emosi, sehingga timbul perasaan empati terhadap peran yang dimodelkan Rae, 2009.
Fieldman    Jones  2000  menyatakan  bahwa  dengan
Dramatic  Presentation
,  peserta  juga  dapat  menggali  refleksi pribadi berkaitan dengan peristiwa yang diperankan.
Dramatic Presentation
juga  disebut  sebagai
role-playing  activitie
s. Menurut  Sharp    Smith  1994,
role-playing  activities
berguna  pula  bagi  peserta  siswa  karena  memunculkan berbagai  perspektif  dari  suatu  masalah  yang  diamati.  Selain
melihat  peristiwa  secara  langsung,  peserta  juga  dapat mempelajari tentang bagaimana menghadapi situasi serupa.
c.
Discussion
Diskusi mengenai kegiatan yang telah dilakukan Metode  ini  merupakan  langkah  ke  tiga  dari  program.
Setelah  metode
Dramatic Presentation
selesai,  para  siswa diajak  untuk  berdiskusi  mengenai  kegiatan  yang  telah
dilakukan.  Mulai  dari  tahap  studi  kasus,  hingga  presentasi drama. Metode ini dilakukan secara santai antara guru dan para
siswa. Awalnya
guru mempersilahkan
siswa untuk
menyampaikan  perasaannya  terkait  kegiatan  yang  telah dilakukan,  khususnya  terhadap  situasi  terjadinya
bullying
. Setelah  dirasa  cukup,  guru  memberikan  penjelasan  secara
menyeluruh  tentang  apa  sebenarnya  kegiatan  tersebut.  Selain itu,  guru  juga  memberikan  penjelasan
– penjelasan tambahan tentang  pengetahuan  terhadap
bullying
,  meliputi  hukuman –
hukuman yang akan diterima sebagai pelaku, potensi – potensi
lain apabila
bullying
tetap dipertahankan, dan lain sebagainya. Tujuan  dari  metode  ini  adalah  memberikan  kesimpulan  dari
kegiatan –  kegiatan  yang  telah  dilakukan,  serta  memberikan
arahan  yang  tepat  terhadap  pemahaman  siswa  mengenai
bullying
.
Pentingnya  diskusi  adalah  mengajak  murid  untuk merefleksikan  dan  berbagi  tanggapan  tentang  kegiatan  yang
telah  dilakukan
case  study    dramatic  presentation
.  Hal  ini penting  karena  peserta  tidak  hanya  disajikan  satu  peristiwa
dalam  kelompok,  akan  tetapi  mereka  juga  akan  mengetahui berbagai  peristiwa  dari  kelompok  yang  berbeda.  Di  samping
itu,  diskusi  juga  dilakukan  untuk  bersama-sama  mencari alternatif  langkah  dalam  merespon  peristiwa  serupa,  sehingga
menghasilkan  keadaan  yang  lebih  positif  Rae,  2009. Fieldman    Jones  2000  menambahkan  bahwa  diskusi  yang
dilakukan  dapat  menambah  kemampuan  pemecahan  masalah, mengembangkan  atau  menumbuhkan  perasaan  empati  dan
menambah pengalaman bagi peserta.
D. Belajar sebagai Proses Perubahan Perilaku
1. Belajar
a. Definisi Belajar
Menurut  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia,  kata  belajar memiliki  arti  usaha  yang  dilakukan  untuk  memperoleh  ilmu  atau
kepandaian  Tim  Penyusun  KBBI,  2011.  Beberapa  ahli  juga menyampaiakan  pendapat  mereka  tentang  definisi  dari  belajar.
Dahar,  2011  mengatakan  bahwa  belajar  merupakan  hasil  dari interaksi  dengan  lingkungan,  yang  di  dalam  prosesnya  terdapat
hubungan  antara  respon –  respon  dan  stimulus  -  stimulus.  Hal  ini
sejalan dengan pendapat Djamarah, 2011 bahwa belajar merupakan usaha  sadar  dari  individu  secara  jiwa  maupun  raga  untuk
memperoleh  suatu  kesan  dari  apa  yang  dilakukan  sebagai  interaksi dengan  lingkungannya.  Di  samping  itu,  belajar  juga  merupakan
interaksi  atau  pengalaman  dengan  lingkungan  yang  menyebabkan adanya  perubahan  pengetahuan  maupun  perilaku  secara  permanen
Woolfolk,  2013.  Woolfolk  menambahkan  bahwa  belajar  tidak hanya dilakukan di sekolah, melainkan dapat dilakukan di manapun
sepanjang rentang kehidupan. Perubahan  pengetahuan  dan  perilaku  pada  individu  dapat
diukur  berdasarkan  pengamatan  yang  dilakukan.  Hasil  dari  belajar dapat diukur berdasarkan perubahan dalam perilaku Hergenhahn
Olson,  2008.  Hasil  dari  belajar  tersebut  dapat  dilihat  atau diterjemahkan  dalam  perilaku  atau  tindakan  yang  dapat  diamati
Woolfolk, 2013. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang bersifat  kualitatif,  atau  perubahan  yang  berkaitan  dengan  mutu
Djamarah, 2011. Pendapat tersebut memberikan kesimpulan bahwa perubahan  yang  terjadi  secara  fisik  akibat  kecelakaan,  obat-obatan,
dsb  bukanlah  hasil  dari  belajar.  Begitu  pula  dengan  berubahnya keadaan  fisik  individu  karena  kelelahan  bukanlah  suatu  perubahan
akibat belajar.
Hasil dari belajar tidak semuanya dapat diukur hanya dengan pengamatan dari perilaku semata. Perlu diingat bahwa belajar bukan
hanya  mengubah  perilaku,  akan  tetapi  juga  dapat  mengubah pengetahuan  ranah  kognitif.  Hasil  dari  belajar  juga  dapat
merupakan  perubahan  cara  berpikir,  kemampuan  mengingat,  dan pemecahan  masalah  Schwartz,  Wasserman,    Robbins,  2002;
dalam  Woolfolk,  2013.  Hal  ini  memberikan  penjelasan  bahwa pengamatan  terhadap  perilaku  individu,  bukanlah  satu-satunya  cara
dalam mengukur hasil belajar. Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
belajar  merupakan  usaha  dari  individu  dalam  interaksinya  dengan lingkungan,  sehingga  terjadi  perubahan
–perubahan  pengetahuan maupun perilaku karena adanya kesan
–kesan baru. Hasil dari belajar dapat diukur, salah satunya dengan mengamati perilaku yang muncul
pada individu.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Proses belajar tidak semata-mata berlangsung dengan lancar. Beberapa  faktor  dapat  mempengaruhi  proses  belajar.  Faktor-faktor
tersebut  digolongkan  menjadi  dua,  antara  lain  faktor  yang  muncul dari diri sendiri faktor internal  maupun dari luar faktor eksternal.
1. Faktor Internal
Faktor internal
merupakan faktor
yang mempengaruhi  proses  belajar  dan  berasal  dari  diri
sendiri.  Faktor  internal  dibagi  menjadi  dua,  faktor jasmaniah  dan  faktor  psikologis.  Faktor  jasmaniah
seperti kesehatan dan cacat tubuh akan menjadi pengaruh dalam  proses  penerimaan  stumulus,  begitu  pula  dalam
meresponnya.  Salah  satu  contohnya  adalah  kesehatan tubuh  yang  lemah  akan  mempengaruhi  kualitas  kognitif
ranah cipta, sehingga hal-hal yang dipelajari tidak akan maksimal Syah, 2003.
Selain  itu,  faktor  psikologis,  meliputi  motivasi, inteligensi,  perhatian,  minat,  bakat,  kematangan,  dan
kelelahan.  Dalam  segi  motivasi,  misalnya.  Motivasi merupakan suatu perubahan energi yang terjadi pada diri
seseorang yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu Djamarah,  2012.  Dalam  hal  ini,  Hamalik  1992
menambahkan  bahwa  perubahan  energi  tersebut  tampak pada  tindakan  seseorang  yang  berupaya  sekuat  tenaga
untuk  mencapai  apa  yang  dia  inginkan.  Dengan demikian,  motivasi  merupakan  salah  satu  faktor  yang
akan  memberikan  pengaruh  terhadap  berhasil  atau tidaknya proses belajar.
2. Faktor Eksternal
Faktor  eksternal  merupakan  faktor  yang  bersal  dari luar diri. Faktor-faktor tersebut dibagi dalam tiga bagian,
yaitu  faktor  keluarga,  sekolah,  dan  lingkungan masyarakat Slameto, 2010.
Beberapa  contoh  faktor  keluarga  adalah  gaya pengasuhan  dari  orang  tua  dan  relasi  dengan  anggota
keluarga.  Para  ahli  mengatakan  bahwa  keluarga merupakan  tempat  pertama  dalam  proses  sosialisasi
termasuk  belajar  dari  suatu  individu.  Seorang  anak merapkan  apa  yang  ia  dapat  dari  keluarga  ke  dalam
lingkungan sosial yang lebih luas, termasuk dalam proses belajar.  Selain  itu,  relasi  dengan  anggota  keluarga  akan
memberikan  dukungan  maupun  hambatan  kepada individu.
Selanjutnya  adalah  faktor  sekolah.  Faktor  ini  dapat disebut  juga  sebagai  lingkungan  tempat  belajar  karena
belajar  tidak  selalu  di  sekolah.  Dalam  lingkungan tersebut,  juga  terdapat  hal-hal  yang  harus  diperhatikan
agar  mendukung  dan  bukan  menjadi  hambatan  dalam proses  belajar.  Hal-hal  yang  dimaksud  antara  lain:
kondisi  fisik  lingkungan,  cara  mengajar,  relasi  pengajar dan pelajar, fasilitasalat pelajaran, dan lain sebagainya.
Faktor  eksternal  yang  terakhir  adalah  faktor lingkungan  masyarakat  atau  dapat  disebut  juga
lingkungan  di  mana  pelajar  tinggal.  Sebagai  contoh adalah  teman  bergaul  dan  bentuk  kehidupan  masyarakat
Slameto, 2010. Interaksi yang dibangun oleh seseorang dengan lingkungan akan memberikan berbagai pengaruh
tertentu.  Hal  ini  tentu  akan  memberikan  pengaruh  pula terhadap proses belajar yang sedang dijalani.
2. Perubahan Perilaku
Pada  hakikatnya,  belajar  merupakan  suatu  perubahan.  Perubahan yang  dimaksud  adalah  perubahan  pada  unsur  kejiwaan  yang
mempengaruhi  perilaku.  Individu  yang  perilakunya  berubah  akibat adanya  kesan  atau  pengalaman  baru  karena  interaksinya  dengan
lingkungan  merupakan  individu  yang  sudah  belajar  Djamarah,  2011. Dalam hal ini, hasil pembelajaran yang dicapai dapat disesuaikan dengan
perubahan yang dikehendaki, antara lain: a.
Perubahan Terjadi Secara Sadar Perubahan  ini  berarti  bahwa  individu  merasakan
adanya perubahan
setelah melakukan
pembelajaran. Misalnya,  seseorang  merasa  pengetahuannya  bertambah
setelah setelah mengikuti kursus.
b. Perubahan dalam Belajar Bersifat Fungsional
Perubahan  ini  merupakan  perubahan  dari  hasil  belajar yang  akan  menyebabkan  adanya  perubahan-perubahan
lainnya.  Sebagai  contoh,  seseorang  yang  belajar  bicara. Setelah  pandai,  ia  akan  belajar  untuk  bercerita  bahkan
berpidato. c.
Perubahan dalam Belajar Bersifat Positif dan Aktif Perubahan  ini  merupakan  perubahan  yang  diusahakan
untuk  memperoleh  sesuatu  yang  baik  dari  sebelumnya. Dengan demikian, semakin banyak usaha untuk belajar, maka
semakin meningkatlah perubahan yang diharapkan. d.
Perubahan dalam Belajar Bertujuan dan Terarah Hal  ini berarti  bahwa dalam melakukan usaha belajar,
seseorang  sudah  menghendaki  perubahan  yang  terjadi  ke depannya. Perubahan tersebut sudah terarah dan disadari oleh
individu yang melakukan proses belajar. e.
Perubahan Mencakup Seluruh Aspek Tingkah Laku Perubahan  ini  merupakan  perubahan  yang  meliputi
seluruh aspek individu. Artinya, dalam belajar sesuatu, maka seseorang  tidak  hanya  mengalami  perubahan  ada  satu  hal,
akan  tetapi  hal-hal  lain  yang  berkaitan  dengan  apa  yang dipelajari.  Misalnya,  seseorang  yang  belajar  mengendarai
motor.  Dengan  mempelajari  hal  itu,  maka  ia  juga  dapat
mengerti tentang cara kerja motor, peraturan lalu lintas, cara merawat motor, dan lain sebagainya.
Dalam  perubahan  perilaku,  penting  untuk  mempertimbangkan teori-teori  yang  digunakan  di  dalamnya.  Teori  merupakan  serangkaian
prinsip  yang  secara  ilmiah  dapat  diterima  dan  ditawarkan  untuk menjelaskan  suatu  fenomena  Schunk,  2012.  Dalam  program  ini,  teori
yang digunakan adalah Teori Kognitif Sosial Bandura. Menurut Schunk, teori  ini  beranggapan  bahwa  pembelajaran  manusia  terjadi  dalam
lingkungan  social.  Schunk  juga  menambahkan  bahwa  teori  ini memberikan kesimpulan bahwa seseorang dapat belajar hal-hal baru dari
pengamatannya  terhadap  orang  lain.  Dengan  menjadi  pengamat, seseorang  dapat  memperoleh  pengetahuan,  aturan-aturan,  strategi-
strategi,  keterampilan,  sikap,  dan  lain-lain.  Dalam  proses  tersebut, seseorang
nantinya dapat
mempelajari perilaku-perilaku
yang dimodelkan,  untuk  kemudian  diterapkan  sesuai  dengan  keyakinan  dan
hasil yang diharapkan dari peristiwa serupa.
E.  Efektivitas Program Anti
Bullying
dalam Mengurangi Perilaku
Bullying
di SMA Kolese De Britto Yogyakarta
Perilaku
bullying
merupakan  suatu  fenomena  yang  terjadi  di masyarakat, khususnya pada remaja. Dampak dari
bullying
itu sendiri terbukti telah merugikan berbagai macam pihak. Dalam hal ini, remaja memiliki peran
sebagai  pelaku,  korban,  maupun  penonton
bullying
.  Remaja  cenderung mendapat pengaruh yang lebih besar dari teman sebaya dalam berperilaku.
Terdapat  penelitian  yang  memberikan  bukti  bahwa  remaja  laki-laki memiliki  potensi  yang  tinggi  untuk  terlibat  dalam  praktik
bullying
daripada remaja  perempuan.  Di  samping  itu,  sekolah  merupakan  tempat  di  mana
praktik
bullying
dilakukan.  Di  sekolah,  remaja  mengalami  proses  sosialisasi terutama dengan teman sebaya. Mereka seakan memiliki area di mana mereka
dapat  berekspresi  sesuai  dengan  keinginannya.  Terlebih  pada  remaja  di sekolah  homogen.  Di  sekolah  homogen,  para  siswa  lebih  mendapatkan
kebebasan  untuk  bertingkah  laku  tanpa  mempedulikan  adanya  lawan  jenis. Dengan demikian, perilaku remaja berpotensi mengarah pada kekerasan yang
dikenal dengan nama
bullying
. Menyikapi hal ini, sekolah-sekolah khususnya sekolah homogen laki-
laki  dirasa  perlu  untuk  memperhatikan  perilaku  para  siswa  agar  tidak terjerumus  dalam  praktik
bullying
.  Suatu  program  diperlukan  dengan  tujuan mencegah  maupun  menanggulangi  adanya  perilaku
bullying
di  sekolah. Program  tersebut  diperlukan  agar  lingkungan  sekolah  yang  bertujuan  untuk
membantu  siswa  berkembang  akan  tetap  berada  pada  jalurnya,  bukan  justru menciptakan  keadaan  yang  menjerumuskan  para  siswa  dengan  adanya
perilaku
bullying
. SMA  Kolese  De  Britto  merupakan  sekolah  homogen  laki-laki  yang
memiliki  potensi  menjadi  tempat  praktik
bullying
di  sekolah.  Berkaitan dengan
bullying
,  sekolah  tersebut  sudah  memiliki  pogram  untuk  mengatasi
bullying
.  Program  Anti
Bullying
yang  dimiliki  sekolah  bertujuan  untuk merubah perilaku siswa secara positif dan aktif serta mencakup seluruh aspek
tingkah  laku.  Akan  tetapi,  perlu  dilakukan  pengukuran  terhadap  program tersebut  mengenai  keberhasilan  dan  kesesuaian  dengan  tujuan  dari  program
itu  sendiri.  Penelitian  ini  dilakukan  agar  pihak  sekolah  mengetahui  apakah program yang dilakukan sudah sesuai dengan tujuan, atau justru sebaliknya.
Program  yang dilakukan meliputi  beberapa langkah-langkah tertentu. Hal ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan hingga pada akhirnya dapat
mengurangi  kecenderungan
bullying
pada  siswa.  Program  ini  juga menggunakan  beberapa  metode  yaitu:  a
Case  Study
,  b
Dramatic Presentation
, dan c
Discussion
. Bukan tanpa alasan, penggunaan metode ini memiliki  peran  masing-masing  dan  saling  mendukung  dalam  penyampaian
materi dari guru kepada para siswa.
F.  Hipotesis Penelitian