Hubungan antara Persepsi Jenis Pola Asuh Orang Tua Terhadap Risiko Perilaku Bullying Siswa di SMA Triguna Utama Ciputat

(1)

Risiko Perilaku Bullying Siswa di SMA Triguna Utama Ciputat

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

oleh :

Ari Nur Husaini

109104000010

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H/2013


(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 Keperawatan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas islam negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menenrima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juli 2013


(3)

iii

Skripsi dengan Judul :

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI JENIS POLA ASUH ORANG

TUA TERHADAP RISIKO PERILAKU BULLYING SISWA DI

SMA TRIGUNA UTAMA CIPUTAT

Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun Oleh ; Ari Nur Husaini NIM : 109104000010

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, Msc Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB NIP: 198008022006042001 NIP : 197311061005012003

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(4)

iv

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi dengan judul

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI JENIS POLA ASUH ORANG

TUA TERHADAP RISIKO PERILAKU BULLYING SISWA DI

SMA TRIGUNA UTAMA CIPUTAT

Telah disetuji dan dipertahankan dihadapan penguji oleh :

Ari Nur Husaini

109104000010

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, MSc Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB NIP. 198008022006042001 NIP . 197311061005012003

Penguji I Penguji II

Yenita Agus, M.Kep, Sp.Mat, Ph.D Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB NIP. 197206082006042001 NIP . 197311061005012003

Penguji III

Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, MSc


(5)

v

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Ciputat, Juli 2013

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM NIP. 19790520 200901 1012

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta


(6)

vi

RIWAYAT HIDUP

Nama : Ari Nur Husaini Tempat, Tgl lahir : Sumedang, 14 mei 1991 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Dusun Kaum no. 25 RT 03 RW 04 Desa Jatisari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. Kode pos : 45362

Hp : 085216041866

Email : ari_husen@ymail.com

Riwayat Pendidikan :

1. TK CutNyak Dhien Tanjungsari (1996-1997)

2. SDN Tanjungsari 2 (1997-2003)

3. MtsN Ciwaringin Cirebon (2003-2006)

4. MAN Model Ciwaringin Cirebon (2006-2009)


(7)

vii

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi, Juni 2013

Ari Nur Husaini, NIM: 109104000010

Hubungan antara Persepsi Jenis Pola Asuh Orang Tua Terhadap Risiko Perilaku Bullying Siswa di SMA Triguna Utama Ciputat

Xii + 85 halaman + 8 tabel + 2 bagan + 8 lampiran ABSTRAK

Salah satu kenakalan remaja yang sering terjadi adalah perilaku bullying. Bullying adalah penindasan terhadap seseorang yang lebih kuat kepada yang lebih lemah, dan dilakukan berulang kali baik oleh individu atau kelompok. Bullying memiliki dampak yang buruk, sehingga harus dikurangi kejadiannya. Salah satu yang menyebabkan bullying adalah pola asuh orang tua. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat.

Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan desain deskirptif korelatif dan teknik sampling stratified random sampling. Jumlah sampel yang digunakan adalah 71. Penelitian dilakukan pada Juni 2013. Pengumpulan data menggunakan data demografi, kuesioner persepsi jenis pola asuh orang tua dan risiko perilaku bullying. Hasil uji instrumen penelitian didapatkan hasil reliabilitas sebesar 0,913 untuk persepsi pola asuh dan 0,915 untuk risiko perilaku bullying.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden 43,7 % memiliki persepsi pola asuh demokratis dan memiliki risiko perilaku bullying rendah sebesar 77,8 %. Hasil uji statistik menggunakan uji Lambda dengan α=0,05 diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat (p value=0,000) dengan nilai r= 0,583. Berdasarkan penelitian ini, sekolah bersama orang tua siswa diharapakan dapat lebih memperhatikan bullying, dan tidak menganggap bullying sebagai hal yang biasa terjadi di sekolah, dan dapat juga melakukan kerja sama dengan bidang keperawatan untuk pencegahan sampai penanggulangan bullying seperti, penyuluhan tentang problem solving, manajemen marah, atau penyuluhan bullying beserta dampak dan cara menanganinya.

Kata kunci: Persepsi jenis pola asuh, Perilaku bullying, remaja. Daftar bacaan : 70 (1996-2013)


(8)

viii ABSTRACT

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE SCHOOL OF NURSING

ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Undergraduates Thesis, Juny 2013 Ari Nur Husaini, NIM: 109104000010

The Correlation between Student’s Perceptions of Parenting Types with Bullying Behavior among study in SMA Trigua Utama Ciputat

Xii + pages + 8 tables + 2 charts + 8 attachments

One of adolescent mischief that often happens is bullying behavior. Bullying is oppression against someone stronger to weaker, and done repeatedly either by individuals or groups. Bullying has a bad impact, so it must be reduced. One of the causes of bullying are parenting types. So the purpose of study is This study aimed to examine the relationship between perceptions of patterns in parenting on the risk bullying behavior of students in SMA Triguna Utama Ciputat.

The type of this study is quantitative with descriptive correlative design by use stratified random sampling technique among 71 student. The study was conducted in June 2013. Collecting data using demographic data, the questionnaire of perception in parenting patterns and the risk of bullying behavior. The questionnaire of student’s perception of parenting types and the risk of bullying behavior conducted in this study

The reliability test showed 0.913 on the student perception questionnaire and 0,915 on risk of bullying behavior questionnaire. The results showed that the majority of respondents (43.7%) have a democratic parenting types and 77,8% of the responden have low risk bullying behavior. Results of statistical tests using Lambda test with α = 0.05 obtained results that there is the significant relationship between the perception of patterns of parenting on risk behavior in high school students bullying Main Triguna Chester (p value = 0.000) r = 0.583. Based on this study, both of parents and teacher are expected to pay more attention to bullying, and do not consider bullying as a common problem in schools. More over the conclusion of this study for nursing have show the need of bullying prevention such as health education about problem solving, anger management , counseling and the bullying management.

Keywords: adolescent, bullying behavior, parenting types. References : 70 (1996-2013)


(9)

ix

berkah dan rahmatnya peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. Sholawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada nabi akhir jaman Sayyidina wa Maulana Muhammad SAW, karena perantara beliaulah kita selaku umatnya saat ini dapat mengetahui yang mana hak dan bathil. Berkat kuasa dan kehendak Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul : Hubungan Antara Persepsi Jenis Pola Asuh Orang Tua Terhadap Risiko Perilaku Bullying Siswa di SMA Triguna Utama Ciputat

Dalam menyelesaikan penelitian ini peneliti menemukan cukup banyak hambatan dan kesulitan. Sehingga dalam penelitian ini peneliti mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga penelitian dapat terselesaikan.

Maka dari itu sudah sepatutnya peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr (Hc). dr. M.K. Tajudin, Sp.And dan Drs. H. Achmad Gholib, MA, selaku Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Waras Budi Utomo, S.Kep.,Ners.,MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(10)

x

3. Ibu Ns. Eni Nur’aini Agustini S.Kep. Msc sebagai sekertaris program studi ilmu keperawatan dan dosen pembimbing 1 saya yang telah mencurahkan waktu dan pemikiran demi terselesaikanya penelitian ini.

4. Ibu Ernawati S.Kep.,M.Kep, S.KMB sebagai dosen pembimbing 2 saya yang tidak kenal lelah memberikan waktu luang dan masukan-masukan yang berharga demi terselesaikanya penelitian ini.

5. Ibu Ita Yuanita, S,Kp, M.Kep sebagai dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan pengarahan dan motivasi untuk lebih baik dari sejak semester 1.

6. Segenap bapak dan ibu dosen di Program studi ilmu keperawatan yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang berharga kepada saya.

7. Segenap staf dan karyawan fakultas dan jurusan yang banyak membantu dalam bidang administrasi.

8. Ibu Dwi Rini Listiowati S.Pd selaku guru bp SMA Triguna Utama Ciputat yang cukup banyak membantu peneliti di lapangan.

9. Seluruh teman – teman psik 2009 yang telah berjuang bersama-sama dalam suka dan duka.

10. Ucapan Terima kasih dan bangga kepada ayahanda H.Isyam Basri dan Ibunda tercinta Hj. Juju Julihati. Yang selalu memberikan doa dan dukungan baik psikis maupun materil, serta didikan dan nasehatnya yang selalu peneliti ingat. 11. Kakak saya Hj.Ane handayani dan suami, Aziz Heikal dan Istri, Serta kedua


(11)

xi

LEMBAR PERNYATAAN ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

RIWAYAT HIDUP ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Pertanyaan Penelitian ... 8

D. Tujuan Penelitian... 8

E. Manfaat Penelitian ... 9

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja ... 10


(12)

xii

2. Tahap Perkembangan Remaja ... 11

3. Pertumbuhan dan Perkembangan pada Remaja ... 12

4. Tugas Perkembangan Remaja ... 17

5. Kenakalan Remaja ... 18

B. Persepsi 1. Pengertian persepsi ... 19

2. Jenis-jenis perspsi ... 20

3. Syarat terjadinya persepsi ... 21

4. Proses terjadinya persepsi……… ... 21

C. Pola Asuh orang tua 1. Pengertian Pola Asuh orang tua ………. .. 22

2. Jenis Pola Asuh Orang tua………... .. 24

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua………...29

D. Bullying 1. Definisi Perilaku Bullying ... 30

2. Bentuk-bentuk Bullying ... 31

3. Faktor-faktor penyebab terjadi Bullying ... 33

4. Peran-peran dalam Perilaku Bullying ... 37

5. Dampak Bullying ... 37

6. Penanggulangan Bullying ... 39

E. Kerangka Teori ... 41

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep ... 43


(13)

xiii BAB IV METODELOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian ... 46

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 46

1. Populasi ... 46

2. Sampel ... 46

a. Kriteria Inklusi ... 47

C. Waktu dan Tempat Penelitian ... 48

D. Instrumen Penelitian ... 48

1. Data Demografi ... 49

2. Kuisioner Pola Asuh Orang Tua ... 50

3 Kuisioner Risiko Perilaku Bullying ... 51

E. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen ... 52

F. Tahapan Penelitian ... 54

G. Pengolahan data... 55

1. Data Coding ... 55

2. Data Editing ... 55

3. Data Structure ... 55

4. Data Entry ... 56

5. Data Cleaning ... 56

H. Analisa Data ... 56

1. Analisa Univariat ... 56


(14)

xiv

I. Etika Penelitian ... 58

BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran umum SMA Triguna Utama Ciputat ... 60

B. Analisa Univariat ... 60

1. Gambaran Demografi Responden ... 61

a. Jenis Kelamin ... 61

b. Kelas ... 61

2. Persepsi pola asuh orang tua ... 62

3. Gambaran Risiko Perilaku Bullying Siswa ... 63

4. Analisa Bivariat ... 63

BAB VI PEMBAHASAN A. Analisa Univariat ... 66

1. Gambaran persepsi jenis pola asuh orang tua siswa di SMA Triguna Utama Ciputat ………...66

2. Gambaran risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat……….. 70

B. Analisa Bivariat………... 73

C. Ketrbatasa Peneliti……….. 77

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………. 78


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional……….. 45

Table 4.2 Distribusi Pernyataan kuisioner Pola Asuh Orang Tua………. 54

Table 4.3 Distribusi Pernyataan Kuisioner Risiko Perilaku Bullying……… 55

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin……… 65

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelas ………. 66

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Persepsi Jenis Pola Asuh Orang Tua ……… 67

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Risiko Perilaku Bullying siswa ……… 68

Tabel 5.5 Hubungan Antara Persepsi Jenis Pola Asuh Orang Tua Terhadap Risiko Perilaku Bullying……….69


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori………... 42


(17)

xvii 1. Lampiran 1 Lembar Persetujuan Responden

2. Lampiran 2 Data Diri Responden

3. Lampiran 3 Kuisioner Penelitian

4 . Lampiran 4 Hasil Uji Validitas

5. Lampran 5 Hasil Penelitian

6. Lampiran 6 Surat Ijin Uji Validitas

7. Lampiran 7 Surat Ijin Penelitian


(18)

xviii

RIWAYAT HIDUP

Nama : Ari Nur Husaini Tempat, Tgl lahir : Sumedang, 14 mei 1991 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Dusun Kaum no. 25 RT 03 RW 04 Desa Jatisari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. Kode pos : 45362

Hp : 085216041866

Email : ari_husen@ymail.com

Riwayat Pendidikan :

1. TK Cut Nyak Dhien Tanjungsari (1996-1997)

2. SDN Tanjungsari 2 (1997-2003)

3. MtsN Ciwaringin Cirebon (2003-2006)

4. MAN Model Ciwaringin Cirebon (2006-2009)


(19)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang tumbuh dan berkembang, dan salah satu tahap dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia yaitu masa remaja. Masa remaja adalah masa dimana terjadi transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, yang mencangkup perubahan baik secara biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Kata remaja yang dalam bahasa inggris adolescence berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 2012). Sedangkan batasan usia untuk remaja adalah 12 – 24 (World Health Organization, 2007 dalam Efendi dan Mahfudhi, 2009).

Pada remaja terjadi perubahan biologis, hal ini berkaitan dengan anatomi dan fisiologi, dimana dipengaruhi dari fungsi kelenjar hipofisis yang mengelurakan hormon, seperti hormon genotrop yang mempercepat fungsi kematangan sel telur dan sperma, serta mempengaruhi hormon adrenokortikotropik yang berfungsi mempengaruhi kelenjar suprenalis, testosteron, estrogen, yang mempengaruhi pertumbuhan anak sehingga terjadi percepatan pertumbuhan (Monks dan Knoers, 2004). Perubahan fisik ini dapat dilihat pada pertumbuhan tubuh (badan menjadi makin panjang dan tinggi), mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda – tanda seksual sekunder yang tumbuh (Sarwono, 2012).


(20)

2

Perkembangan kognitif atau biasa juga disebut perkembangan intelek adalah suatu kemampuan untuk melakukan abstraksi, serta berpikir logis dan cepat sehingga dapat bergerak dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru (Ali, 2010). Menurut Santrock (2007), contoh dari perubahan kognitif adalah remaja dapat mengingat sebuah puisi, mengerjakan soal matematika, membayangkan bagaimana menjadi orang terkenal. Maka perkembangan kognitif ini dapat dikatakan sebagai perubahan pemikiran dan intelegensi individu.

Perkembangan selanjutnya adalah perkembangan sosio-emosial. Emosi individu biasanya tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya. Remaja biasanya memiliki kondisi emosi yang berkobar-kobar, energi yang besar, sedangkan pengendalian diri belum sempurna, sehingga sering mengalami perasaan yang tidak aman, tidak tenang, dan khawatir kesepian (Ali, 2010). Sehingga dapat dikatakan bahwa emosi remaja masih labil.

Perubahan emosi berkaitan dengan perubahan sosial. Ada dua perubahan sosial yang terjadi, pertama remaja akan lebih dekat dengan teman sebayanya dan memisahkan diri dari orang tua dengan maksud menemukan jati diri, remaja membentuk kelompok dan mengekspresikan segala potensi yang dimiliki sehingga hal ini membuat remaja sangat rentan terhadap pengaruh teman sebaya dalam hal sikap, penampilan, dan perilaku. Perubahan sosial yang kedua adalah remaja mulai menyukai lawan jenis (Monks dan Knoers, 2004). Pada masa ini remaja cenderung ingin mencoba hal – hal baru, baik hal positif maupun negatif, hal negatif yang dicoba salah satunya adalah kenakalan remaja.


(21)

Menurut Santrock (2007), menjelaskan bahwa Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal. Sedangkan pendapat lain menyebutkan kenakalan remaja adalah perbuatan yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama (Sudarsono, 2012).

Selama beberapa tahun terakhir masalah kenakalan remaja menjadi masalah pokok bagi masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal di kota-kota besar, selain kejadianya terus meningkat, kualitas kenakalanya juga cenderung meningkat, data kriminalitas dari MABES Polri menunjukan bahwa selama tahun 2007, tercatat sekitar 3100 orang pelaku tindak pidana adalah remaja berusia 19 tahun atau kurang, jumlah tersebut pada tahun 2008 dan 2009 masing-masing meningkat mejadi sekitar 3300 remaja dan 4200 remaja (Badan Pusat Statistik, 2010).

Dilihat dari barbagai kenakalan remaja di sekolah, salah satu yang sering terjadi adalah perilaku bulying, perilaku bullying sendiri adalah tindakan negatif yang dilakukan seseorang atau lebih, yang dilakukan berulang – ulang dan terjadi dari waktu ke waktu (Olweus, 1993 dalam Hazalden Foundation, 2007). Bullying memiliki arti yang berbeda-beda di setiap negara, tapi pada umumnya kasus bullying sering terjadi antara senior kepada juniornya. Sedangkan definisi kata kerja “to bully” dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary adalah tindakan yang menimbulkan rasa sakit atau menyakiti orang lain untuk kepentingan sendiri.


(22)

4

Dalam kenyataan sehari-hari bullying dapat terjadi dalam bentuk penyiksaan atau pelecehan secara fisik, verbal maupun psikologis. Contoh bullying fisik adalah menampar, menimpuk, dan menginjak kaki. Contoh bullying non fisik adalah memaki, dan menghina. Contoh bullying psikologis adalah memandang sinis, dan mempermalukan (Yayasan Sejiwa, 2008). Perilaku ini pada kalangan remaja di sekolah dapat dikatakan sebagai fenomena gunung es, karena kasus-kasus hanya sedikit yang terangkat kepermukaan dan itu juga apabila terdapat kasus yang besar yang dilaporkan, namun pada kenyataanya perilaku ini sudah sangat melekat di dunia pendidikan di Indonesia. Penyebab kasus bullying sedikit yang terangkat ke permukaan adalah sekolah cenderung menutupi kasus bullying seperti senioritas sebab jika diketahui publik, mereka khawatir sekolahnya akan mendapat reputasi buruk (Astuti, 2008).

Bullying seringkali dianggap masalah yang sepele, padahal ini merupakan masalah yang cukup serius bagi siswa di Indonesia. Sebuah survei yang dilakukan oleh organisasi Plan Indonesia (2008) yang dilakukan di empat kota besar yakni Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Bogor terhadap 1500 siswa SMA dan 75 guru, hasilnya 67,9 persen menganggap terjadi kekerasan di sekolah berupa kekerasan verbal, psikologis, dan fisik, pelaku kekerasan umumnya teman, kakak kelas, adik kelas, guru, dan siswa yang menjadi preman di sekolah (kompas.com). Data lain yang tercatat oleh Yayasan Sejiwa (2008), hasil survei yang dilakukan pada workshop antibullying (2006) pada sekitar 250 peserta, 94,9% peserta yang hadir menyatakan bahwa memang terjadi bullying di sekolah-sekolah di Indonesia.


(23)

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya bullying antara lain faktor keluarga, teman sebaya, dan pengaruh media (Quiroz dkk, 2006). Sedangkan menurut pendapat lain menyebutkan ada 7 faktor penyebab terjadinya bullying yaitu perbedaan kelas, tradisi senioritas, senioritas, keluarga yang tidak rukun, situasi sekolah yang tidak harmonis, karakter individu/kelompok, dan persepsi/nilai yang salah atas perilaku korban (Astuti, 2008)

Terdapat faktor keluarga, keluarga merupakan sekolah pertama anak, dimana anak mulai mempelajari semuanya dari mulai keluarga yang ada di rumah dan pada akhirnya akan menjadi nilai dan perilaku yang dia anut ( hasil imitasi). Maka dari itu pola asuh penting kaitanya sebagai hal yang mempengaruhi perilaku anak, sehingga dapat dikatakan pola asuh orang tua di rumah dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan perilaku bullying. Selain itu, tipe orang tua di rumah yang suka memaki, membandingkan, melakukan kekerasan fisik maka anakpun akan menganggap benar bahasa kekerasan (Haryana, 2004 dalam Yayasan Sejiwa, 2008). Jadi jelas bullying itu dapat mulai tertanam sejak anak masih berusia dini sehingga harus ada upaya yang maksimal untuk mencegah “benih” tersebut tumbuh berkembang dirumah, yang kemudian akan berlanjut ke sekolah. (Priyatna, 2010).

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Maghfiroh & Rahmawati (2009), yang dilakukan pada 73 siswa/siswi di Bantul Yogyakarta, mendapatkan hasil ada hubungan negatif antara iklim sekolah dengan kecenderungan perilaku bullying. semakin negatif iklim suatu sekolah makin tinggi kecenderungan perilaku bullying. Sebaliknya semakin positif iklim sekolah maka semakin rendah kecenderungan perilaku bullying. Peneliti menemukan iklim sekolah


(24)

6

memberi sumbangan sebesar 21% terhadap kecenderungan perilaku bullying. Atas dasar tersebut peneliti ini menyarankan untuk penelitian berikutnya tentang kecenderungan perilaku bullying dilakukan dengan faktor-faktor lainya seperti pola asuh orang tua, pengaruh teman sebaya dan sebagainya.

Peneltitian lainya yang dilakukan oleh Kismartani (2010) menunjukan bahwa secara umum masyarakat mengidentifikasi pola asuh keluarga sebagai faktor yang paling mempengaruhi perilaku bullying. Pola asuh keluarga disini adalah bagaimana pola asuh orang tua terhadap anaknya di rumah.

Dampak bullying sendiri akan terjadi dalam jangka waktu lama dan cenderung terbawa sampai dewasa. Bullying menyebabkan seorang anak yang menjadi korban akan terhambat dalam aktualisasi diri. Bullying tidak memberi rasa aman dan nyaman, sehingga akan membuat para korban takut dan terintimidasi, rendah diri, serta tidak merasa berharga, sulit berkonsentrasi dalam belajar, tidak bergerak untuk bersosialisasi dengan lingkungan, tidak ingin sekolah, pribadi yang tidak percaya diri dan sulit berkomunikasi, akan menyebabkan prestasi belajarnya merosot, mungkin pula para korban bullying akan kehilangan rasa percaya diri kepada lingkungan yang banyak menyakiti dirinya (Yayasan Sejiwa, 2008). Selain itu pula kegagalan dalam mengatasi bullying akan menyebabkan tindakan agresi yang lebih jauh (Pearce dan Eliot 2002, dalam Astuti, 2008). Jadi penting untuk menangani bullying agar dapat mencegah dampak buruk yang di timbulkanya.

Melihat pemaparan di atas peneliti merasa tertarik untuk meneliti hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat. Persepsi ini untuk melihat


(25)

bagaimana anak mempersepsikan tentang pola asuh yang orang tua terapkan padanya. SMA Triguna Utama di pilih karena jaraknya dekat dengan tempat tinggal peneliti, sehingga diharapkan akan memudahkan dalam penelitianya dan menghemat biaya. SMA ini tergolong sekolah yang cukup besar, dan berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan dalam hal ini wawancara terhadap guru BP dan 10 orang siswanya didapatkan bahwa terdapat kejadian bullying di sekolahnya seperti bullying fisik, verbal, dan psikologis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan :

1. Hasil survei yang dilakukan Yayasan Sejiwa terhadap sekitar 250 orang peserta workshop antibullying 2006, menunjukan 94,9% peserta menyatakan terjadi bullying di sekolah – sekolah di Indonesia. Dan dalam survei yang dilakukan oleh Organisasi kemanusian Plan Indonesia (2008) di empat kota besar di Indonesia pada 1500 siswa dan 75 guru, menunjukan bahwa 67,9% menganggap terjadi bullying di sekolah.

2. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya bullying adalah keluarga, teman sebaya dan pengaruh media.( Quiroz dkk, 2006)

3. Penelitian yang dilakukan oleh Kusmartani (2010) menunjukan bahwa faktor pola asuh keluarga adalah yang paling mempengaruhi perilaku bullying.

4. Studi pendahuluan yang dilakukan dengan cara wawancara terhadap guru BP dan 10 orang siswa SMA Triguna Utama Ciputat menyatakan bahwa di sekolahnya terjadi perilaku bullying, meliputi bullying fisik, verbal, dan psikologis.


(26)

8

Maka peneliti merumuskan masalah peneltian sebagai berikut, apakah ada hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat?

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran siswa di SMA Triguna Utama Ciputat ?

2. Bagaimana persepsi jenis pola asuh orang tua siswa di SMA Triguna Utama Ciputat ?

3. Bagaiman tingkat risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat ?

4. Bagaimana hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap resiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat ?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi gambaran demografi siswa di SMA Triguna Utama Ciputat. b. Mengidentifikasi persepsi jenis pola asuh orang tua siswa di SMA Triguna

Utama Ciputat.

c. Mengidentifikasi tingkat risiko Perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat.

d. Mengidentifikasi hubungan antara jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat.


(27)

E. Manfaat Penelitian 1. Ilmu Keperawatan

Penelitian ini dapat menjadi referensi dalam penelitian yang akan datang serta dapat menambah wawasan dalam bidang ilmu keperawatan jiwa, anak, maupun keluarga. Serta diharapkan dapat menambah teori yang sudah ada mengenai bagaimana persepsi pola asuh orang tua terhada risiko perilaku bullying. 2. SMA Triguna Utama

Dapat mencegah atau mengurangi sedini mungkin dampak buruk dari bullying ketika sudah mengetahui data tentang bullying maupun bagaimana persepsi pola asuh orang tua yang dapat mempengaruhi perilaku tersebut, sehingga dapat memaksimalkan potensi siswa maupun siswi di SMA Triguna Utama Ciputat. Bagi BP juga dapat mempunyai data bagaimana tingkat risiko perilaku bullying di sekolah sehingga dapat meminimalisirnya.

3. Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam konteks keilmuan dan metodologi penelitian yang baik dan benar, serta memberikan pengalaman yang berharga sebagai peneliti pemula. Hasil dari penelitian ini juga dapat digunakan untuk penelitian yang akan datang.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Jenis dari penelitian ini adalah kuantitatif, dengan menggunakan desain deskriptif korelatif. Penelitian ini dilakukan di SMA Triguna Utama Ciputat yang melibatkan kelas X, XI IPA, dan XI IPS. Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying siswa.


(28)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja

1. Pengertian Remaja

Masa remaja adalah salah satu tahap perkembangan manusia, kata remaja (adolescence) berasal dari bahasa latin yaitu “adolescare” yang artinya tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang dimulai dengan adanya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun atau menjelang dewasa muda (Soetjiningsih, 2004). Sedangkan menurut Nototatmojdo (2007) menjelaskan sebagian besar masyarakat sesuai budayanya mengkategorikan remaja pada usia awal 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun. Menurut Wong, dkk (2009) remaja adalah bila seorang anak telah mencapai umur 10-20 tahun.

Berikut beberapa definisi remaja lainya :

a. Menurut UU No.1 tahun 1979 tentang kesejehteraan anak, remaja adalah yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah.

b. Menurut UU perburuhan tahun 1997, anak dianggap remaja apabila mencapai usia 15-18 tahun.

c. Menurut UU perkawinan No.1 tahun 1979, seorang anak dianggap remaja apabila sudah cukup matang, usia 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki


(29)

Jadi dari beberapa pengertian remaja di atas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah salah satu tahap perkembangan manusia, berupa masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa dimulai pada usia 10 – 22 tahun dan belum menikah.

2. Tahap Perkembangan Remaja

Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada tiga tahap perkembangan remaja, yaitu :

a. Remaja awal (early adolescence)

Remaja awal ini masih terheran – heran akan perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan–dorongan yang menyertai perubahan–perubahan itu. Dan pada saat ini mereka mulai menyukai lawan jenis dan menjadi lebih mudah terangsang. Mereka memiliki kepekaan yang berlebihan terhadap lawan jenis.

b. Remaja madya (middle adolescence)

Remaja pada tahapan ini membutuhkan banyak teman-teman sehingga mereka akan merasa senang apabila punya banyak teman dan diterima oleh teman-temanya, selain itu remaja ini mempunyai kecenderungan narsistik, yaitu menyukai diri sendiri dan orang-orang yang sama dengan dirinya. Pada masa ini terjadi kebingungan seperti memilih yang mana yang peka atau tidak peduli, optimis atau pesimis, idealis atau materialis, dan sebagainya, remaja pria juga sudah harus membebaskan dari oedispus complex (perasaan cinta pada ibu sendiri seperti pada masa anak-anak) dengan cara mempererat hubungan dengan teman-temanya.


(30)

12

c..Reamaja akhir ( late adolescence)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa yaitu ditandai dengan pencapaian lima hal, yaitu :

1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek

2) Egonya untuk mencari kesempatan bersatu dengan orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru.

3) Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi

4) Egosentrisme (memusatkan perhatian pada diri sendiri) menjadi kesimbangan antara kepentingan sendiri dan orang lain

5) Tumbuhnya “dinding” yang menjadi pemisah diri pribadinya dan masyarakat umum (Sarwono, 2012).

3. Pertumbuhan dan perkembangan pada remaja

Masa remaja mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cepat, pertumbuhan dan perkembangan itu adalah biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007).

a. Pertumbuhan biologis

Pertumbuhan adalah suatu proses perubahan fisiologis yang bersifat progresif dan kontinu dan berlangsung dalam periode tertentu. Pertumbuhan ini bersifat kuantitatif dan berkisar hanya pada aspek fisik individu (Ali, 2010). Perubahan yang pesat di masa remaja juga biasa disebut dengan masa puberitas. Puberitas adalah sebuah periode dimana kematangan fisik begitu pesat, yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh, yang terutama berlangusung di masa remaja awal. Hormon adalah


(31)

zat kimia yang kuat yang diciptkan oleh kelenjar endokrin dan dibawa keseluruh tubuh melalui aliran darah (Santrock, 2007).

Pesatnya perubahan akan menyebabkan kejutan kepada remaja, sebagai contoh pakaian yang dimilki oleh remaja sering kali tidak dapat digunakan lagi, dan harus membeli lagi baju baru. Pada remaja putri ada perasaan seolah-olah belum dapat menerima kenyataan bahwa tanpa dibayangkan sebelumnya payudaranya membesar. Oleh sebab itu seringkali gerak-gerik remaja menjadi canggung dan tidak bebas, gangguan yang terjadi karena pesatnya pertumbuhan fisik seperti ini biasa disebut dengan gangguan regulasi (Ali, 2010).

Pertumbuhan fisik meliputi dua hal, yakni internal dan eksternal. Perubahan internal contohnya perubahan alat pencernaan makanan, bertambah besarnya berat dan ukuran jantung dan paru-paru, dan bertambah sempurnanya kelenjar endokrin atau kelamin dan seluruh bagian tubuh. Sedangkan perubahan eksternal contohnya bertambahnya tinggi badan, bertambah lingkar tubuh, ukuran dan panjang lingkar tubuh, ukuran organ seks, munculnya tanda-tanda kelamin sekunder (Hurlock E.B, 1991 dalam Ali, 2010).

Selain itu ada juga faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik : a. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu, yaitu 1) Sifat jasmaniah yang diwariskan oleh orang tuanya


(32)

14

Anak yang orang tuanya bertumbuh tinggi cenderung lebih lekas menjadi tinggi dari pada anak dengan orang tuanya bertumbuh pendek, dalam hal ini dapat dikatakan juga faktor genetik.

2) Kematangan

Faktor kematangan mempengaruhi pertumbuhan fisik, sebagai contoh anak yang berumur tiga bulan walaupun diberikan makanan bergizi supaya menunjang otot kakinya agar dapat berjalan, tidak mungkin berhasil jika usianya sebelum lebih dari sepuluh bulan.

b. Faktor Eksternal 1) Kesehatan

Anak yang sering sakit-sakitan pertumbuhan fisiknya akan terhambat. 2) Makanan

Makanan yang bergizi akan membuat anak tumbuh dengan pesat dibandingkan anak yang tidak mendapatkan makanan yang bergizi.

3) Stimulasi Lingkungan

Individu yang tubuhnya sering dilatih oleh lingkungannya untuk meningkatkan percepatan pertumbuhannya, akan berbeda dengan yang tidak mendapatkan latihan (Ali, 2010). Oleh karna adanya faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan individu, maka akan menyebabkan pertumbuhan fisik bervariasi setiap orangnya.

b. Perubahan Kognitif

Kemampuan pemikiran remaja yang sedang berkembang, membuat cakrawala kognitif yang baru. Pemikiran mereka semakin abstrak, logis,


(33)

dan idealis, dan lebih cenderung memantau dunia sosial. Menurut Piaget (2001 dalam Gunarsa 2012), remaja termotivasi untuk memahami dunianya karena hal ini merupakan suatu bentuk adaptasi biologis. Remaja secara aktif mengkontruksi dunia kognitifnya sendiri, mereka juga melibatkan gagasan–gagasan baru karena informasi ini dapat meningkatkan pemahaman mereka (Ali, 2010).

Ketika mengkontruksikan dunianya yang akhirnya meningkatkan pemahamannya, remaja menggunakan skema. Skema adalah sebuah konsep atau kerangka kerja mental yang diperlukan untuk mengorganisasikan dan menginterprestasikan informasi. Remaja menggunakan dan mengadaptasikan skema kedalam dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah memasukan informasi baru kedalam pengetahuan yang sudah ada, dalam asimilasi skema yang sudah ada tidak mengalami perubahan. Akomodasi adalah menyesuaikan sebuah skema yang sudah ada terhadap masuknya informasi baru (Santrock, 2007).

Tahap- tahap perkembangan kognitif

Menurut Piaget (dalam Santrock, 2007), individu berkembang melalui empat tahap kognitif, yaitu sensorimotor, pra-oprasional motor, operasi konkret, dan operasi formal. Setiap tahap yang tergantung pada usia ini memiliki cara berfikir yang berbeda, sedangkan remaja sendiri termasuk kedalam tahap operasional formal, yaitu remaja bernalar secara lebih abstrak, idealis, dan logis.


(34)

16

c. Perubahan emosional

Definisi emosi sendiri menurut Chaplin (1989 dalam Ali, 2010) adalah suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencangkup perubahan- perubahan yang disadari, yang sifatnya mendalam dari perubahan perilaku. Sedangkan Perubahan sosio-emosional adalah perubahan relasi individu dengan orang lain, emosi, kepribadian dan konteks sosial (Santrock, 2007).

Dalam hal ini emosi memilki peranan penting dalam tingkah laku individu termasuk dalam masalah sosial ini saling berkaitan. Daniel Goleman (1995 dalam Ali, 2010) mengemukakan sejumlah ciri utama pikiran emosional sebagai bukti bahwa emosi memainkan peranan penting dalam pola pikir maupun tingkah laku individu. Adapun ciri utama pikiran emosional tersebut adalah respon yang cepat tetapi ceroboh, mendahulukan perasaan kemudian pemikiran, memperlakukan realitas sebagai realitas simbolik, masa lampau diposisikan sebagai masa sekarang, realitas yang ditentukan oleh keadaan (Ali).

Remaja biasanya memiliki energi yang besar, emosi berkobar-kobar sedangkan pengendalian diri belum sempurna. Selain itu perkembangan emosi remaja juga di pengaruhi beberapa faktor, yaitu perubahan jasmani, perubahan pola interaksi dengan orang tua, perubahan interkasi dengan teman sebaya, perubahan pandangan luar, perubahan interaksi dengan sekolah (Ali, 2010). Dengan perbedaan faktor-faktor


(35)

tersebut perkembangan emosi remaja sangat dimungkin berbeda satu sama lain.

d. Perubahan Sosial

Perkembangan sosial terjadi karena adanya hubungan sosial yang berubah karena adanya dorongan rasa ingin tahu terhadap segala sesuatu yang ada disekitarnya. Hubungan sosial ini berawal dari rumah yang kemudian dilanjutkan disekolah dan dilanjutkan lagi ketempat yang lebih luas yaitu pergaulan teman sebaya. Pergaulan adalah juga sesuatu untuk memperkembangkan aspek sosial anak. Seorang anak membutuhkan anak lain atau kelompok yang kira-kira sebaya. Melalui hubungan dengan lingkungan sosialnya, anak sengaja atau tidak sengaja, langsung atau tidak langsung terpengaruh kepribadiannya (Gunarsa, 2004).

Ada karakteristik yang unik dari perkembangan sosial remaja, yaitu berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan untuk bergaul, adanya upaya untuk memilih nilai-nilai sosial, meningkatnya kesadaran akan lawan jenis, dan mulai tampak kecenderungan mereka untuk memilih karier tertentu. Akan tetapi perkembangan sosial setiap remaja tentu saja tidak akan sama karena dipengaruhi oleh keluarga, sekolah dan masyarakat (Ali, 2010).

4. Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan remaja yaitu memfokuskan pada bagaimana meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan menjadi perilaku dan sikap


(36)

18

dewasa. Menurut Havighurst (1961) tugas perkembangan remaja adalah sebagai berikut:

a. Mencapai hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita.

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. d. Mencapai dan mengharapkan perilaku sosial yang bertanggung jawab. e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang – orang dewasa

lainya.

f. Mempersiapkan karir ekonomi.

g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

h. Memperoleh peringkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi (Hurlock, 2012)

5. Kenakalan Remaja

a. Pengertian kenakalan Remaja :

Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency, merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial yang berakibat mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang (Kartono,1997). Menurut Santrock (2007), kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal. Sedangkan menurut Sudarsono (2012), kenakalan remaja adalah perbuatan/kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh anak


(37)

remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma – norma agama.

Jadi kenakalan remaja adalah segala sesuatu perilaku remaja yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat yang sampai pada tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja. Adapun kenakalan remaja yang sering terjadi di sekolah adalah perilaku bullying.

b. Jenis – jenis kenakalan remaja

Jensen (1985) membagi kenakalan remaja menjadi 4 jenis, yaitu :

a) Kenakalan remaja yang menimbulkan korban fisik pada orang lain. Seperti : perkelahian, pembunuhan, perampokan, dan lain-lain.

b) Kenakalan yang menibulkan korban materi : perusakan, pencurian, pemerasan, dan lain-lain.

c) Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain. Seperti pelacuran, penyalahgunaan obat, dan lain-lain.

d) Kenakalan yang melawan status, Seperti : mengingkari status sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah, dan lain-lain. (Sarwono, 2012)

B. Persepsi

Walgito (2001) menjelaskan persepsi adalah suatu proses pengoganisasian, penginterpresatasian, terhadap rangsang yang diterima oleh individu, sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu. Menurut pendapat Maramis (1999) menyebutkan bahwa


(38)

20

persepsi adalah daya mengenal barang kualitas atau hubungan dan perbedaan antara hal ini melalui proses mengamati, mengetahui, atau mengartikan setelah pancaindra mendapat rangsang (Sunaryo, 2002).

Marliyah (2004) menjelaskan persepsi adalah penafsiran unik terhadap situasi dan bukan merupakan pencarian yang benar terhadap situasi. Sedangkan menurut Seamon dan Kenrick (1994) persepsi adalah sesuatu yang melibatkan proses organisasi dan interprestasi dari stimulus-stimulus untuk memberikan makna-makna tertentu. Menurut Rakhmat (2000) penyimpulan informasi dan penafsiran kesan dari pengalaman akan objek, peristiwa, dan hubungan-hubungan yang diperoleh inilah yang akhirnya akan membentuk persepsi (Marliyah, 2004).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah penafsiran individu terhadap stimulus-stimulus yang datang padanya melalui panca indra terhadap situasi.

2. Jenis-jenis Persepsi

Ada dua macam persepsi yaitu :

a. External perception adalah persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang datang dari luar individu.

b. Self-perception adalah persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang berasal dari dalam diri individu, dalam hal ini yang menjadi objek adalah dirinya sendiri (Sunaryo, 2002)


(39)

3. Syarat Terjadinya Persepsi

Persepsi adalah suatu proses yang didahului pengindraan, yaitu dengan diterimanya stimulus oleh reseptor, diteruskan ke otak atau pusat saraf yang di organisasikan dan diinterprestasikan sebagai proses psikologis. Akhirnya individu menyadari apa yang dilihat dan didengarkan. Berikut syarat terjadinya persepsi : a. Adanya Objek : objek → stimulus → alat indra (reseptor).

Stimulus berasal dari luar individu (langsung mengenai alat indra/reseptor) dan dari dalam diri individu (langsung mengenai saraf sensoris yang bekerja sebagai reseptor).

b. Adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan persepsi. c. Adanya alat indra sebagai reseptor penerima stimulus.

d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak (pusat saraf/pusat kesadaran). Dari otak dibawa melalui saraf motoris sebagai alat untuk mengadakan respons (Sunaryo, 2002).

4. Proses Terjadinya Persepsi

Persepsi melewati tiga proses, yaitu :

a. Proses Fisik (kealaman) : Objek → stimulus → reseptor atau alat indra. b. proses fisiologis : stimulus → saraf sensoris → otak.

c. Proses Psikologis : Proses dalam otak sehingga individu menyadari stimulus yang diterima.

Penelitian yang dilakukan oleh Rahman (2008) menunjukan bahwa semakin positif remaja mempersepsikan pola asuh ayah dan ibunya, maka semakin positif pula perilaku disiplin remaja tersebut. Penyebabnya adalah peran


(40)

22

keluarga dapat memberikan dasar pembentukan sikap, watak, tingkah laku, moral dan pendidikan pada anak, yang semua itu mampu di persepsi remaja secara positif, sehingga berdampak positif pula pada kualitas kepribadian remaja, dalam hal ini pada perilaku disiplinya. Hal ini menunjukan bahwa persepsi dapat mempengaruhi perilaku.

Hurlock (2005) menyatakan bahwa persepsi individu dapat memotivasi perilakunya lebih lanjut. objek persepsi yang dinilai tidak menyenangkan maka perilakunya negatif, sebaliknya individu yang mempersepsikan suatu objek secara positif, maka akan mengkondisikan individu secara psikologis sebagai motivasi untuk berperilaku positif.

C. Pola Asuh Orang Tua

1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dimana anak dapat berinteraksi. Pengaruh keluarga dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian sangatlah besar artinya. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat.

Setiap anak sangat membutuhkan lingkungan keluarga, rasa aman yang diperoleh dari ibu dan rasa terlindung dari ayah. Rasa aman dalam keluarga merupakan salah satu syarat bagi kelancaran proses perkembangan anak, kekhawatiran dan kecemasan yang terlihat pada orang dewasa dan remaja bila ditelusuri ternyata merupakan akibat peristiwa-peristiwa yang berkaitan


(41)

dengan hilangnya rasa aman pada usia muda (Gunarsa, 2004). Dalam mengasuh anaknya, orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya. Di samping itu, orang tua juga diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra-putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang berbeda-beda, karena setiap masing-masing orang tua mempunyai pola pengasuhan tertentu yang beda pula. Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara orang tua dengan anak. Selama proses pengasuhan orang tua itulah yang memiliki peranan penting dalam pembentukan kepribadian anak.

Menurut Santrock (2004), mendefinisikan pengasuhan orang tua adalah aktivitas kompleks termasuk banyak perilaku spesifik yang dikerjakan secara individu dan bersama-sama untuk mempengaruhi pembentukan karakter anak. Sedangkan menurut Wahyuningsih dkk (2003), menjelaskan pola asuh sebagai seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak.

Dalam mengasuh anaknya, orang tua cenderung menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh tertentu ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap bentuk- bentuk perilaku sosial tertentu pada anaknya. Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat (Santrock, 2004). Jadi pola asuh orang tua adalah perlakuan orang


(42)

24

tua yang di terapkan pada anaknya, untuk membentuk karakter anak dan dalam mencapai kedewasaan anaknya.

2. Jenis Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh terbentuk karena adanya dua hal yaitu demandignes dan responsivnes. Demandignes standar yang berkaitan dengan kontrol perilaku yang ditetapkan oleh orang tua kepada anaknya, sedangkan responsiveness adalah respon orang tua kepada anaknya yang berkaitan dengan kehangatan dan dukungan (Baumrind, 1991 dalam Santrock, 2007). Pendapat Baumrind menjelaskan bahwa orang tua sebaiknya tidak bersikap menghukum maupun bersikap menjauh namun sebaiknya orang tua mengembangkan aturan-aturan dan hangat terhadap mereka. Dalam hal ini Baumrind (1971) dalam Fathi (2011) menjelaskan 3 gaya pola asuh yaitu : authoritative, authoritarian, dan permissive.

a. Authoritative (Demokratis)

Gaya pengasuhan orang tua yang bergaya otoratif. Mendorong remaja untuk mandiri namun masih membatasi dan mengendalikan aksi-aksi mereka. Memberikan komunikasi terbuka dan kehangatan dalam mengasuh. Ciri yang kental pada pola pengasuhan ini adalah diskusi antara anak dan orang tua. Kerja sama yang berjalan baik antara anak dan orang tua. Anak diakui eksistensinya. Kebebasan berekspresi diberikan kepada anak dengan tetap berada dibawah pengawasan orang tua. Pola asuh ini biasa juga disebut pola asuh demokratis.


(43)

Menurut Cole dan Hall (1970) dalam Rahman (2008), mengemukakan bahwa suasana terbuka dan kondusif yang ada pada pola asuh demokratis menyebabkan remaja menjadi lebih berkembang serta memiliki kemampuan menghadapi konflik yang terjadi dengan orang lain. Hal tersebut dipertegas oleh Shapiro (2001) yang menjelaskan bahwa ayah dan ibu dengan pola asuh demokratis menyebabkan anak tidak tergantung dan tidak berperilaku kekanak-kanakan, mendorong untuk berprestasi, kreatif dan disukai banyak orang serta responsif (Rahman, 2008).

b. Authoritarian (Otoriter)

Pola asuh ototiter ini bersifat menghukum dan membatasi dimana orang tua sangat memaksakan remaja mengikuti dan menghormati usaha-usaha yang dilakukan oleh orang tuanya, serta komunikasi tertutup, sehingga tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk berkomunikasi secara verbal. Ciri khas pola asuh ini diantaranya kekuasaan orang tua dominan jika tidak boleh dikatakan mutlak, anak yang tidak mematuhi orang tua akan mendapatkan hukuman yang keras, pendapat anak tidak didengarkan sehingga anak tidak memiliki eksistensi dirumah, tingkah laku anak dikontrol degan sangat ketat.

Berdasarkan ciri-ciri tersebut diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa pola asuh otoriter memiliki ciri pokok tidak demokratis dan menerapkan kontrol yang kuat. Hal ini berbeda dengan pola asuh otorotatif (demokratis) yang berciri demokrasi dan menerapkan kontrol. Berbeda pula dengan pola asuh permisif yang berciri demokratis, tetapi tanpa memberikan kontrol. Dengan pendekatan yang tidak demoratis dan pemberian kontrol yang ketat dalam pola


(44)

26

asuh otoriter, maka tidak mengherankan pola asuh otoriter memiliki banyak akibat negatif terhadap anak (Widyarini, 2009)

Penelitian yang dilkukan oleh Anggaraningtyas dkk (2010) menunjukan hasil bahwa remaja yang mempersepsikan orang tuanya memberikan pola asuh otoriter mempunyai hubungan yang signifikan dengan kecenderungan perilaku agresi. Hal ini sejalan dengan pendapat Steinberg (1993) dalam Hasugian (2012) menjelaskan bahwa remaja yang tumbuh dalam keluarga dengan pola asuh Otoriter (Authoritarian) cenderung menjadi individu yang bergantung pada orang lain, pasif, kurang mampu bersosialisasi, kurang percaya diri, dan kurang berminat pada hal-hal yang menyangkut inteletualitas.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Asmaliah (2008) menunjukan hasil semakin positif persepsi remaja awal terhadap pola asuh orang tua ototrier maka semakin rendah motivasi berprestasinya, dan semakin negatif persepsi remaja awal terhadap pola asuh. Artinya jika remaja awal ini semakin mempersepsikan bahwa pola asuh yang diterapkan kepadanya adalah otoriter, makan akan semakin rendah motivasi untuk berprestasi dari remaja tersebut.

Orang tua dengan pola asuh otoriter tidak menyadari bahwa dengan pola yang lebih banyak menuntut terhadap anak ini telah mengikis kehangatan hubungan dengan anak. Anak tidak menemukan suasana yang memungkinkan untuk mengekspresikan pikiran atau perasaanya. Padahal kehangatan dalam hubungan orang tua dan anak merupakan prasyarat bagi kesejahteraan psikologis bagi anak maupun orang tua (Widyarini, 2009)


(45)

c. Permissive (permisif / Mengabaikan)

Gaya pengasuhan orang tua dimana orang tua memberikan kebebasan penuh kepada anaknya. Cirinya orang tua bersifat longgar, tidak terlalu memberikan bimbingan dan kontrol, perhatian pun terkesan kurang. Kendali anak sepenuhnya terdapat pada anak itu sendri.

Pola asuh permisif juga memiliki dampak yang tidak baik juga bagi anak. Menurut Surbakti (2009) Akibat penerapan pola asuh permisif adalah anak akan bertindak sekehendak hati, tidak mampu mengendalikan diri, tingkat kesadaran mereka rendah, menganut pola hidup bebas, nyaris tanpa aturan, selalu memaksakan kehendak, tidak mampu membedakan baik dan buruk, kemampuan berkompetensi yang rendah, tidak mampu menghargai prestasi dan kerja keras, mudah putus asa, daya juang rendah, tidak produktif, dan kemampuan mengambil keputusan rendah.

Patterson & Stouthamer (1984) dalam Santrock (2007) menjelaskan bahwa kurangnya pengawasan yang memadai dari orang tua merupakan aspek pengasuhan yang paling sering berkaitan dengan kenakalan remaja. Pendapat ini didukung oleh Surbakti (2009) yaitu akibat penerapan pola asuh permisif remaja akan merasa bebas melakukan apa yang saja sesuai keinginan mereka, pola asuh permisif juga merupakan metode yang paling cepat menghancurkan masa depan remaja. Tipe pola asuh permisif juga membawa dampak lebih buruk dalam hal prestasi belajar dari pada pola asuh otoriter (Palupi dan Wrasasti, 2013).


(46)

28

Setelah dijelaskan mengenai berbagai jenis pola asuh, maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh otoritatif (demokrasi) adalah yang paling efektif, seperti pendapat yang diungkapkan oleh Steinberg & Silk (2002) dalam Santrock (2007) pola pengasuhan otoritatif (demokratis) merupakan pola pengasuhan yang paling efektif, karena ;

a. Orang tua otoritatif mencapai keseimbangan yang baik antara pengendalian dan otonomi, memberikan peluang kepada anak-anak dan remaja untuk mengembangkan kemandirian sambil memberika standar, batasan dan bimbingan yang diperlukan oleh anak-anak (Rauter & Conger, 1995).

b. Orang tua otoritatif cenderung lebih banyak melibatkan anak-anaknya dalam dialog verbal dan membiarkan mereka mengeksprsikan pandangan-pandanganya (Kuczynski & Lollis, 2002). Jenis diskusi keluarga seperti ini dapat membantu anak-anak memahami relasi sosial dan hal-hal yang dibutuhkan untuk menjadi seorang yang kompeten.

c. Kehangatan dan keteribatan yang diberikan oleh orang tua yang otoritattif membuat anak lebih bersedia menerima pendidikan orang tua (Sim, 2000) Setiap orang tua tentunya memiliki gaya pengasuhan yang berbeda beda, namun dalam kehidupan sehari-hari orang tua mungkin melakukan kombinasi dari gaya pengasuhan, akan tetapi hanya satu gaya pengasuhan yang dominan (Baumrind 1991, dalam Santrock, 2007)


(47)

3. Faktor – faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua

Ada beberapa hal yang mempengaruhi jenis pola asuh yang digunakan orang tua menurut Hurlock (2012), yaitu :

a. Pola asuh yang diterima orang tua waktu masih anak – anak.

Orang tua memiliki kecenderungan yang besar menerapkan pola asuh yang mereka terima dari orang tua mereka pada anaknya.

b. Pendidikan orang tua

Orang tua yang mendapatkan pendidikan yang baik, cenderung menerapkan pola asuh yang lebih demokratis ataupun permisif dibandingkan dengan orang tua yang pendidikanya terbatas. Pendidikan membantu orang tua untuk lebih memahami kebutuhan anak.

c. Kelas sosial

Perbedaan dari kelas sosial orang tua mempengaruhi pemilihan pola asuh. Orang tua dari kelas sosial menengah cenderung lebih permisif dibandingkan dari orang tua kelas sosial bawah.

d. Konsep tentang peran orang tua

Setiap orang tua memeiliki konsep tentang bagaimana seharusnya dia berperan. Orang tua dengan konsep tradisional cenderung memilih pola asuh yang ketat dibandingkan orang tua dengan konsep non-tradisional. e. Kepribadian orang tua

Kepribadian memepengaruhi bagaimana mereka menginterprestasikan pola asuh yang mereka terapkan. Orang tua yang berkepribadian tertutup dan


(48)

30

konservatif cenderung akan memperlakukan anaknya dengan ketat dan otoriter.

f. Kepribadian anak

Anak yang ekstrovert akan bersikap lebih terbuka terhadap rangsangan-rangsangan yang datang padanya dibandingkan anak yang introvert. g. Faktor nilai yang dianut orang tua

Seperti paham „equalitarian’ dimana kedudukan anak sejajar dengan orang tua. Namun kebanyakan di Negara timur, orang tua masih lebih cenderung manghargai kepatuhan anak.

h. Usia anak

Tingkah laku dan sikap orang tua terhadap anaknya di pengaruh oleh usia anak. Orang tua lebih memberikan dukungan dan dapat menerima sikap ketergantungan anak usia pra sekolah dari pada remaja.

D. Bullying

1. Definisi Perilaku Bullying

Banyak pakar bullying yang mendebatkan tentang definisi bullying. Definisi yang sering digunakan adalah definisi Olweus (1993 dalam Hazalden Foundation 2007), yang menjelaskan bullying sebagai suatu penindasan tehadap seorang siswa yang dilakukan berulang kali dari waktu ke waktu yang berdampak negatif dan dilakukan oleh satu siswa atau lebih .

Sedangkan definisi lain menyebutkan bahwa bullying adalah suatu keadaan dimana terjadi penyalahgunaan kekuasaan/kekuatan yang dilakukan


(49)

oleh seseorang atau kelompok. Pihak yang kuat disini tidak hanya kuat secara fisik, akan tetapi bisa juga kuat secara mental, dan korban bullying tidak mampu mempertahankan dirinya karena lemah secara fisik maupun secara mental (Yayasan Sejiwa, 2008).

Definisi bullying menurut Ken Rigby (dalam Astuti, 2008) adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan kedalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang. Flynt dan Marton (2006), juga menyebutkan perilaku bullying adalah perilaku agresi yang dilakukan secara bebas dengan tujuan melukai orang lain secara penuh dan dilakukan secara terus menerus.

Dari beberapa definisi di atas diperoleh kesimpulan bahwa bullying adalah suatu bentuk agresi yang dilakukan oleh orang yang merasa berkuasa kepada orang yang dianggap lemah untuk keuntungan atau kepuasan mereka sendiri baik dilakukan oleh individu atau kelompok dengan tujuan untuk menyakiti korbanya dan dilakukan dengan berulang-ulang.

2. Bentuk – bentuk Bullying

Astuti (2008) menjelaskan bentuk-bentuk bullying sebagai berikut :

a. Fisik adalah menganiaya secara fisik, seperti menggigit, mengunci, menarik rambut, memukul, menendang, dan mengintimidasi korban di ruangan atau dengan mengitari, memelintir, menonjok, mendorong,


(50)

32

mencakar, meludahi, mengancam, merusak barang-barang korban, penggunaan senjata dan perbuatan kriminal.

b. Non-Fisik terbagi dalam bentuk verbal dan non-verbal.

1) Verbal: berkata-berkata yang menyakitkan korban, mengatai, memeras, mengancam, menghasut, intimidasi, barkata jorok pada korban, menyebarkan kejelekan korban.

2) Non-verbal, terbagi menjadi langsung dan tidak langsung :

a) Tidak langsung : seperti memanipulasi pertemanan, mengasingkan, tidak mengikutsertakan, mencurangi.

b) Langsung : seperti gerakan kasar atau membahayakan, menatap dengan sinis, menggeram, atau menakuti.

Menurut Yayasan Sejiwa (2008), bentuk-bentuk perilaku bullying adalah fisik, verbal, dan mental/psikologis, contoh bullying mental / psikologis adalah mempermalukan didepan umum, mendiamkan, mengucilkan, meneror lewat sms atau email, memandang yang merendahkan, memelototi, dan mencibir.

Sedangkan Olweus (1993) memaparkan contoh tindakan negatif yang termasuk dalam bullying antara lain;

a. Mengatakan hal yang tidak menyenangkan atau memanggil seseorang dengan julukan yang buruk.

b. Mengabaikan atau mengucilkan seseorang dari suatu kelompok karena suatu tujuan.


(51)

d. Mengatakan kebohongan atau rumor yang keliru mengenai seseorang atau membuat siswa lain tidak menyukai seseorang dan hal-hal semacamnya. 3. Faktor-faktor penyebab terjadinya Bullying

Terdapat tujuh faktor yang menyebabkan terjadi bullying menurut Astuti (2008) :

a. Perbedaan kelas

Seringkali perbedaan kelas menjadi penyebab terjadinya bullying, sebagai contoh perbedaan kelas di sekolah, senior akan cenderung melakukan tindakan bullying kepada juniornya karena merasa berkuasa. Selain itu perbedaan kelas disni juga termasuk perbedaan gender, agama, ekonomi, etnisitas atau rasisme. Sebagai contoh perbedaan kelas ekonomi, seseorang yang berada pada ekonomi yang berbeda dengan tingkatan ekonomi mayoritas kelompoknya cenderung menjadi korban bullying. b. Tradisi senioritas

Tradisi yang diwariskan oleh seniornya dahulu seringkali dijadikan alasan melakukan bullying, contohnya seperti tradisi kelas x tidak boleh melewati kelas y, dan apabila dilanggar akan mendapatkan sanksi berupa teguran dan lain sebaginya, dan tradisi ini berlangsung terus menerus.

d. Senioritas

Penyebab senioritas ini datang dari diri siswanya sendiri dengan alasan untuk menunjukan diri atau mencari popularitas, ajang balas dendam, atau mungkin menunjukan kekuasaan.


(52)

34

Masalah yang terjadi pada keluarga seperti perceraian orang tua, kurangnya komunikasi, ketidak harmonisan orang tua, masalah sosial ekonomi, dan lain-lain dapat menjadi penyebab perilaku bullying.

f. Iklim sekolah yang tidak harmonis

Situasi sekolah sebagai lembaga pendidikan juga dapat menjadi penyebab perilaku bullying, sebagai contoh peraturan sekolah yang tidak ditegakkan, minimnya pengawsan dari guru, dan tidak layaknya bimbingan etika dari guru.

g. Karakter individu atau kelompok

Dendam, iri hati, adanya hasrat ingin menguasai, ingin mendapatkan popularitas dapat menjadi salah satu penyebab perilaku bullying.

h. Persepsi yang salah atas perilaku korban

Korban sering merasa bahwa dirinya memang pantas diperlakukan seperti itu (di-bully), sehingga tidak ada usaha untuk menghentikan tindakan itu walaupun dilakukan berulang-ulang.

Sedangkan Quiroz dkk (2006) mengemukakan tiga faktor yang dapat menyebabkan perilaku bullying, sebagai berikut :

a. Keluarga

Anak akan meniru perilaku yang dia lihat dikeluarganya, baik itu orang tua maupun kakak kandungnya, sehingga menjadi nilai atau perilaku yang dia anut, jika anak di besarkan di lingkungan keluarga yang mentoleransi kekerasan atau perilaku bullying maka anak akan beranggapan bahwa perilaku bullying adalah perilaku yang wajar dilakukan untuk membina suatu hubungan


(53)

atau untuk mencapai apa yang dia inginkan. Menurut Haryana (dalam Yayasan Sejiwa, 2008), karena faktor orang tua di rumah yang tipe suka memaki, membandingkan atau melakukan kekerasan fisik, maka anak pun menganggap benar bahasa kekerasan. Hal ini juga berhubungan dengan bagaimana pola asuh orang tua di rumah.

b. Teman sebaya

Teman sebaya adalah salah satu penyumbang besar dalam perilaku bullying, disebabkan oleh adanya teman sebaya yang meberikan pengaruh negatif dengan cara menyebarkan ide baik itu secara aktif maupun secara pasif. Selain itu remaja juga cenderung mengikuti apa yang teman sebayanya lakukan (konformitas). Remaja berkeinginan untuk tidak lagi tergantung pada keluarganya dan mulai mencari dukungan dan rasa aman dari kelompok sebayanya.

c. Pengaruh media

Media membawa pengaruh kepada remaja karena remaja cenderung ingin mencoba dan penasaran dengan apa yang dilihatnya, seperti di tv, sebagai contoh perilaku bullying seperti di sinetron – sinetron di Indonesia yang banyak sekali mengajarkan bullying.

Sedangkan menurut Gentile & Bushman (2012) menjelaskan sedikitnya ada 6 faktor risiko yang menyebabkan seseorang menjadi pelaku bullying yaitu :

a. Kecenderungan dalam permusuhan

Dalam kehidupan sehari-hari terkadang permusuhan tidak dapat dihindari, merasa dimusuhi akan membuat anak ingin membalas dendam.


(54)

36

b. Kurangnya perhatian

Kurangnya perhatian dari orang tua akan menyebabkan si anak mencari perhatian diluar rumahnya dengan cara menunjukan kekuatan dan popularitasnya diluar rumah.

c. Gender sebagai laki-laki

Seringkali orang beranggapan bahwa gender sebagi laki-laki harus kuat dan tidak dapat dikalahkan oleh laki-laki lain hal ini pada akhirnya akan membeuat orang cenderung agresif secara fisik.

d. Riwayat sebagai korban kekerasan

Seorang yang pernah menjadi korban kekerasan khususnya dari orang tua cenderung melakukan kekerasan juga kepada temanya diluar rumah. c. Riwayat berkelahi

Kadang seseorang yang pernah berkelahi cenderung akan melakukanya lagi, ini bisa terjadi kemungkinan karena mereka senang untuk dipuji. d. Terpapar kekerasan dari media

Tv, film, atau video game adalah media yang biasa menjadi contoh perilaku kekerasan pada anak yang pada akhirnya akan ditiru oleh anak, maka dari itu orang tua harus dapat melakukan pendampingan ketika anak dibawah umur sedang menonton tv, film,atau video game agar anak tidak terinspirasi untuk melakukannya. Menurut Nugraha (2012), contoh


(55)

perilaku bullying yang banyak disaksikan di tv adalah perilaku bullying yang ada pada serial kartun Doraemon.

4. Peran – peran dalam perilaku bullying

a. Bully yaitu siswa yang dikategorikan sebagai pemimpin, berinisiatif dan aktif terlibat dalam perilaku bullying.

b. Asisten bully, juga terlibat aktif dalam perilaku bullying, namun dia cenderung bergantung atau mengikuti perintah bully.

c. Rincofer adalah mereka yang ada ketika kejadian bullying terjadi, ikut menyaksikan, menertawakan korban, memprofokasi bully, mengajak siswa lain untuk menonton dan sebagainya.

d. Defender adalah orang yang berusaha membela dan membantu korban, seringkali akhirnya mereka menjadi korban juga.

e. Outsider adalah orang-orang yang tahu bahwa hal itu terjadi, namun tidak melakukan apapun, seolah-olah tidak peduli.(Salmivalli et al. 1996).

5. Dampak Bullying

Akibat bullying pada diri korban timbul perasaan tertekan oleh perilaku menguasai korban (Rigby,1996;Fontaine,1991;Sharp&Smith, 1994 dalam Astuti, 2007). Akibat bullying bagi korban menyebabkan dirinya mengalami kesakitan fisik dan psikologis, kepercayaan diri self-esteem) yang merosot, malu, trauma, tidak mampu menyerang balik, merasa sendiri, serba salah, dan takut sekolah (school phobia), dimana dia tidak merasa ada yang menolong, dalam kondisi selanjutnya ditemukan bahwa korban kemudian mengasingkan


(56)

38

diri dari sekolah, atau menderita ketakutan sosial (social phobia), bahkan cenderung ingin bunuh diri (Astuti)

Selain dampak-dampak bullying yang telah dipaparkan diatas, penelitian- penelitian yang dilakukan baik di dalam maupun luar negeri menunjukkan bahwa bullying mengakibatkan dampak-dampak negatif sebagai berikut:

a. Gangguan psikologis, misalnya rasa cemas berlebihan dan kesepian (Rigby, 2003).

b. Konsep diri sosial korban bullying menjadi lebih negatif karena korban merasa tidak diterima oleh teman-temannya, selain itu dirinya juga mempunyai pengalaman gagal yang terus-menerus dalam membina pertemanan, yaitu di bully oleh teman dekatnya sendiri (Djuwita, dkk , 2005).

c. Korban bullying merasakan stress, depresi, benci terhadap pelaku, dendam, ingin keluar sekolah, merana, malu, tertekan, terancam, bahkan ada yang menyilet-nyilet tangannya (Djuwita, dkk , 2005).

d. Membenci lingkungan sosialnya, tidak mau berangkat ke sekolah (Forero et all 1999).

e. Keinginan untuk bunuh diri (Kaltiala & Heino, 1999).

f. Kesulitan konsentrasi, rasa takut berkepanjangan dan depresi (Bond, 2001). g. Cenderung kurang empatik dan mengarah ke psikotis (Banks, 1993).

h. Pelaku bullying yang kronis akan membawa perilaku itu sampai dewasa, akan berpengaruh negatif pada kemampuan mereka untuk membangun dan memelihara hubungan baik dengan orang lain.


(57)

i. Korban akan merasa rendah diri, tidak berharga (Rigby, 1999).

j. Gangguan pada kesehatan fisik: sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk- batuk, gatal-gatal, sakit dada, bibir pecah-pecah (Rigby, 2003). (www.psychologymania.com)

6. Penanggulangan Bullying

Melihat dari dampaknya yang besar sudah seharusnya bullying ini menjadi lebih diperhatikan, di Indonesia program untuk menghentikan bullying belum difikirkan secara khusus oleh sekolah atau Departemen Pendidikan, bagi Departemen Pendidikan penanganan masalah bullying masih merupakan bagian dari peraturan etika sekolah yang berada dibawah wewenang petugas atau guru bimbingan atau penyuluhan, sementara sekolah tidak memasukan bullying ini kedalam program khusus, padahal untuk menangani bullying ini memerlukan metode penanganan khusus, dan dilakukan oleh guru atau petugas khusus yang telah dilatih khusus mengenai bullying (Astuti, 2008).

Beberapa contoh metode dan pelatihan yang dilakukan disekolah-sekolah di Amerika serikat, Australia, dan Eropa serta beberapa negara lain :

a. Peer partnering / befriending : bagian dari intervensi prososial melaui pemanfaatan peer group untuk mendampingi, menjaga murid-murid yang kecil dan lemah yang rawan menjadi korban bullying, aktivitasnya adalah support dan “pelajaran” agar percaya diri, termpil


(58)

40

membuat tugas sekolah, mudah beradaptasi dan membuat pertemanan.

b. Peer mentoring : mengenal, bicara, berempati dan mendampingi siswa, lingkungan dan pelajaran yang di perolehnya. Membimbing agar siswa memperoleh self-esteem agar percaya diri, mampu memecahkan masalah dan mempunyai arti bagi orang lain, mentoring bisa dilakukan dengan role play.

c. Mengefektifkan mentoring dan mediasi : secara aktif mendengar, membantu memberikan feed back atas masalah yang di hadapi siswa menggunakan metode “saya” yang berfokus pada feeling, dan hindari menyalahkan (blaming).

d. Share responsibility : jika ada bullying yang melibatkan kelompok , maka kelompok tersebut harus bertanggung jawab membuat sesuatu memperbaiki sikap terutama pada korban dan komunitasnya

e. Supporting network : mengumpulkan, menyeleksi, dan mengelolah data dan informasi terbaru dengan rekan sesama orang tua,guru, murid dan pihak lain yang mengetahui masalah bullying.

f. PEACE pack : (p)reparation, (e)ducation,(a)ction (c)oping, (e)valuation. Paket ini melibatkan semua pihak yang berada disekolah, yakni staf, guru, orang tua murid dan murid.

g. Melakukan kontrol dan komunikasi dengan anak : mengajak anak untuk mampu berkomunikasi dan mengutarakan pendapat tentang masalah masing-masing sehari-hari.


(59)

h. Intervensi sosial-kognitif oleh adults & children together-againts violence yang menugaskan orang tua dan orang dewasa untuk melindungi anak-anak dari kekerasan dan luka-luka dengan membentuk lingkungan pembelajaran yang berfokus pada keterampilan fisik dan sosial yang non-agresif (Fuantes & Silva, the community psychologist, vol. 37,#2 spring, 2004 dalam Astuti 2008) E. Kerangka Teori

Kerangka teori yang di gunakan dalam penelitian ini adalah teori perilaku Lawrance Green, teori ini menjelaskan bahwa faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu : faktor predisposisi ( disposing faktor) adalah faktor yang mempermudah atau mempredisposisi perilaku seseorang, faktor pemungkin (enabling faktor) adalah faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi suatu tindakan , faktor penguat (reinforcing faktor) adalah faktor yang mendorong atau memperkuat perilaku dan berikut skemanya :


(60)

42

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Sumber : Modifikasi Kerangka teori perilaku Lawrence Green( 1980), Quiroz dkk (2006). WHO (2010), Astuti (2008), Baumrind (dalam Fathi, 2011), Santrock

(2007),Wong dkk (2009) Faktor Penguat

 Pengaruh media  Iklim sekolah

yang tidak harmonis  Keluarga yang

tidak rukun  Persepsi yang

salah tentang perilaku korban

Faktor Pemungkin  Perbedaan kelas  Tradsisi senioritas  Senioritas

 Karakter individu atau kelompok Risiko perilaku bullying di

sekolah

Fisik Non fisik

Remaja

 Batasan usia 10 – 20 tahun

 Perubahan yang terjadi pada remaja : biologis, kognitif, dan sosio-emosional

verbal Non verbal/psikologis Faktor Predisposisi

 Persepsi jenis pola asuh orang tua (demokratis, otoriter, dan permesif)


(61)

43

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI

OPERASIONAL

A. Kerangka konsep

Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti adalah variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen dari penelitian in adalah persepsi jenis pola asuh orang tua. Sedangkan variabel dependen adalah risiko perilaku bullying siswa. Sehingga kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 3.1 Kerangka konsep B. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Ada hubungan antara persepsi jenis pola asuh orang tua terhadap risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat

Persepsi jenis pola asuh orang tua

Risiko perilaku bullying siswa di SMA Triguna Utama Ciputat


(1)

LAMPIRAN 5

HASIL PENELITIAN

JENIS KELAMIN

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-laki

Perempuan

Total

32

39

71

45

55

100

45

55

100

45

55

100

KELAS

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid XI

X

Total

40

31

71

56

44

100

56

44

100

56

44

100

HASIL UJI NORMALITAS

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Bullying Pola Asuh

N 71 71

Normal Parametersa Mean 44.4225 79.2394

Std. Deviation 1.04289E1 10.29489 Most Extreme Differences Absolute .112 .108

Positive .112 .071

Negative -.070 -.108

Kolmogorov-Smirnov Z .946 .912

Asymp. Sig. (2-tailed) .332 .377


(2)

HASIL UJI LAMBDA

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent persepsi pola asuh *

risiko perilaku bullying 71 100.0% 0 .0% 71 100.0%

persepsi pola asuh * risiko perilaku bullying Crosstabulation risiko perilaku bullying

Total rendah tinggi

persepsi pola asuh demokratis Count 25 6 31

Expected Count 14.4 16.6 31.0

otoriter Count 7 21 28

Expected Count 13.0 15.0 28.0

permesif Count 0 6 6

Expected Count 2.8 3.2 6.0

campuran Count 1 5 6

Expected Count 2.8 3.2 6.0

Total Count 33 38 71

Expected Count 33.0 38.0 71.0

Directional Measures

Value

Asymp. Std. Errora

Approx. Tb

Approx. Sig. Nominal by

Nominal

Lambda Symmetric .466 .093 4.639 .000

persepsi pola asuh


(3)

risiko perilaku

bullying Dependent .576 .110 3.732 .000 Goodman and

Kruskal tau

persepsi pola asuh

Dependent .199 .069 .000

c

risiko perilaku

bullying Dependent .382 .106 .000

c

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.


(4)

KEMENTERIAN AGAMA

UNT\TERSITAS

ISLAM NEGERI

(

UIN

)

SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN

ILMU

KESEHATAN

Jl. Kertamukti No. 5 Pisangan Ciputat 15419

Telp.

: (62-21)74716718 Fax : (62-21) 7404985

Website : www.uinjkt.ac.id; E-mail : fkik@uinjh.ac.id

Ciputat,

Juni 2013

Nomor

:

Un.0llFl0/KM.01.2&t,%tZAtS

Lampiran

:

-Hal

:

Permohonan

Izin

Uji

Validitas

dan

Retibilitas

Kepada

Yang Terhormat,

Kepala Sekolah

SMA Yadika

Kabupaten Sumedang

di

Sumedang

Assalamu'alaikum

Wr.

Wb.

Dalam

rangka

penyelesaian

tugas

akhir

perh.rliahan

mahasiswa

diperlukan

pen)rusunan

Skripsi

yang

berjudul

"Hubungan

Antara

Persepsi

Jenis

Pola

Asuh

Orang

Tua

Terhadap

Risiko

Perilaku

Buliying

Siswa

di

SMA Triguna Utama Ciputat

".

Sehubungan

dengan

itu

kami

mohon

diberikan izin

melaksanakan

uji

validitas

dan

relibilitas

atas nama :

Ari

NurHusaini

r09104000010

VIII

IImu

Keperawatan

K^edokteran dan

Ilmu

Kesehatan

UIN Syarif

Hidayatullah lakarta

Demikian

atas perhatian

dan

bantuan saudara

kami

ucapkan terima

kasih.

Wassalamu'alaikum

Wr.

Wb.

Widjajakusumah,

AIF., PFK

Nama

NIM

Semester

Program Studi

Fakultas

Tembusan:

Dekan

FKIK


(5)

KEMENTERIAN AGAMA

UMYERSTTAS

rSLAM

NEGERT

(

rirN

)

SYARIF

HIDAYATULLAII

JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN

ILMU

KESEHATAN

Jl. Kertamukti No. 5 Pisangan Ciputat 15419

Telp.

: (62-21) 74716718 Fax : (62-21\ 7404985

Website : www.uinjkt.ac.id; E-mail : fkik@uinjkt.ac.id

,

Ciputat,

Juni

2013

Nomor

Lampiran

Hal

Tembusan:

Dekan

FKIK

Nama

NtM

Semester Program

Studi

Fakultas

:

Un.0l/Fl0/KM.0l .2l*.ulq

/2013

:-:

Permohonan

Izin

Penelitian

Kepada

Yang Terhorma!

Kepala

Sekoiah

SMA Triguna Utama

di

Ciputat

Assalamu'alaikum

Wr.

Wb.

Dalam

rangka

penyelesaian

tugas

akhir

perkuliahan

mahasiswa

diperlukan penyusunan

Skripsi

yang

berjudul

"Hubungan

Antara

Persepsi

Jenis

Pola

Asuh

Orang

Tua

Terhadap

Risiko Perilaku

Bullying

Siswa di

SMA Triguna Utama Ciputat

".

Sehubungan

dengan

itu

kami

mohen diberikan

izin

melaksanakan

penelitian

atas nama :

Ari

Nur Husaini

109r04000010

VM

Ilmu

Keperawatan

Kedokteran

dan

Ilmu

Kesehatan

UIN Syarif

Hidayatullah

Jakarta

Demikian

atas perhatian

dan

bantuan saudara

kami

ucapkan terima

kasih.

Wassalamu'alaikum

Wr.

Wb.


(6)

-t

KEMENTERHN

AGAMA

LTNTVERSTTAS

rSLAM

NEGERT

(

UrN

)

SYARIF HIDAYATT]LLAI{

JAI(ARTA

FAKT]LTAS KEDOKTERAN DAN

ILMU

KESEHATAN

Il. Kertamukti No. 5 Pisangan Ciputat 15419

Telp.

: (62-21) 74716718 Fax : (62-21) 7404985 Website : www.uinjkt.ac.id; E-mail : ftik@uiqikt.ac.id

Ciputat,

Maret

2013

Nomor

:

Un.01lFl0/KM.0l.2l

/2013

Lampiran

:

-Hal

:

Permohonan

Izin

Studi

Pendahuluan

Nama

NIM

Semester

Program Studi

Fakultas

Kepada

Yang

Terhormat,

Kepala Sekolah

SMK

Triguna

Utama

di

Ciputat

Assalamu'alaikum

Wr.

Wb.

Dalam

rangka

penyelesaian

tugas

akhir

perkuliahan

mahasiswa

diperlukan

penyusunan

Skripsi

yang

berjudul

"Hubungan Antara

Pengaruh

Teman Sebaya Dengan Kecenderungan

Perilaku

Bullying".

Sehubungan dengan

itu

kami

mohon

diberikan

izin

melaksanakan studi

pendahuluan

atas

nama

:

Ari

Nur Husaini

109104000010

VUI

Ilmu

Keperawatan

Kedokteran dan

Ilmu

Kesehatan

UN

Syarif

Hidayatullah

Jakarta

Tembusan:

Dekan

FKIK

Demikian

atas perhatian

dan

bantuan

saudara

kami

ucapkan

terima

kasih.

Wassalamu'alaikum

Wr. Wb.

A.n.

Dekan

/Or.

ff

. Vf . Oi

auhari Widj

aj

akusumah,

AIF.,

PFK

I

Pe

tu Dekan

idang

ademik,


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Anak Autis di Yayasan Tali Kasih Medan

27 195 126

Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua Terhadap Pola Perilaku Anak Dalam Menonton Televisi Di Perumahan Taman Setia Budi Indah.

5 37 92

Pola Asuh Orang Tua Dan Perilaku Agresif Remaja di STM Raksana Medan

5 82 101

Hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku agresif anak pra sekolah TK Ketilang Ciputat

1 13 106

PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DITINJAU DARI POLA ASUH OTORITER ORANG TUA DAN JENIS KELAMIN Perilaku Bullying Pada Remaja Ditinjau Dari Pola Asuh Otoriter Orang Tua Dan Jenis Kelamin.

0 2 19

PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DITINJAU DARI POLA ASUH OTORITER ORANGTUA DAN JENIS KELAMIN Perilaku Bullying Pada Remaja Ditinjau Dari Pola Asuh Otoriter Orang Tua Dan Jenis Kelamin.

0 2 19

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH OTORITER DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SMP Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Asuh Otoriter Dengan Kecenderungan Perilaku Bullying Pada Siswa SMP.

0 1 18

PENDAHULUAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Asuh Otoriter Dengan Kecenderungan Perilaku Bullying Pada Siswa SMP.

0 2 10

HUBUNGAN PERSEPSI POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DENGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA Hubungan Persepsi Pola Asuh Demokratis Orang Tua Dengan Komunikasi Interpersonal Antara Remaja Dan Orang Tua.

0 0 17

HUBUNGAN PERSEPSI POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DENGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA Hubungan Persepsi Pola Asuh Demokratis Orang Tua Dengan Komunikasi Interpersonal Antara Remaja Dan Orang Tua.

0 0 16