Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
                                                                                lazim  terjadi,  adanya  ketakutan  mengalami  gangguan  kesehatan  jika mengalami kesurupan, dan tidak ada hal istimewa yang didapat dari kegiatan
njathil  hingga  kesurupan.  Berbeda  dengan  para  penari  jathilan  dalam kelompok  jathilan  Turonggo  Jati  Manunggal  di  Dusun  Kepuh,  mereka  tetap
mau njathil hingga kesurupan sekalipun tak luput dari dampak negatif seperti cidera fisik dan sering tidak mendapatkan bayaran dari pentas njathil.
Berdasarkan  pengalaman  yang  diperoleh  peneliti,  peneliti  mengenal penari  jathilan  dalam  kelompok  jathilan  Turonggo  Jati  Manunggal  sewaktu
peneliti  menjalani  kegiatan  KKN  Kuliah  Kerja  Nyata.  Selama  kegiatan KKN  berlangsung,  peneliti  mempunyai  kesempatan  untuk  pentas njathil dan
pernah  mengalami  kesurupan.  Dalam  kegiatan  KKN,  peneliti  memanfaatkan waktu untuk mengenal lebih jauh mengenai kesenian jathilan bersama warga
Dusun Kepuh. Peneliti bersama para penari jathilan di Dusun Kepuh berlatih jathilan bersama selama dua kali dalam seminggu. Berawal dari pengalaman
itulah  peneliti  mulai  merasa  tertarik  dengan  kesenian  jathilan  dalam kelompok  jathilan Turonggo  Jati  Manunggal.  Peneliti  mendapat  kesempatan
untuk pentas bersama dalam acara perpisahan KKN. Pada saat itulah peneliti juga  sempat  mengalami  kesurupan.  Bagi  peneliti  hal  tersebut  sungguh
merupakan  suatu  pengalaman  baru  yang  tidak  mungkin  terlupakan.  Peneliti dapat  menikmati  setiap  rangkaian  tarian  dan  pada  akhirnya  mengalami
fenomena  kesurupan  seperti  para  penari  jathilan  yang  lain.  Sesudah  pentas kesenian jathilan berakhir dan peneliti kembali tersadar dari kesurupan, entah
mengapa rasa takut yang awalnya menghinggapi untuk mengalami fenomena 4
kesurupan menjadi hilang dan peneliti menjadi semakin bangga terhadap para penari  jathilan  Turonggo  Jati  Manunggal,  dan  hal  tersebut  dimanfaatkan
peneliti  untuk  menerima  tawaran  njathil  untuk  kedua  kalinya  bersama kelompok jathilan Turonggo Jati Manunggal dalam kegiatan pembukaan Dies
Natalis ke-56 Universitas Sanata Dharma. Dari ulasan sebelumnya, peneliti mengetahui bahwa dewasa ini esensi
kesurupan  dalam  kesenian  jathilan  mulai  bergeser,  namun  peneliti  memiliki ketertarikan  tersendiri  dengan  fenomena  kesurupan  yang  dialami  peneliti
sendiri bersama para penari jathilan, khususnya para penari jathilan di Dusun Kepuh.  Dari  keterangan  yang  didapat  peneliti  dari  penari  jathilan  di  Dusun
Kepuh,  kesurupan  dalam  kesenian  jathilan  tetap  mereka  pertahankan  sesuai dengan  warisan  budaya  Jawa  yang  memang  sudah  melekat  kuat  pada  diri
mereka.  Mereka  tidak  merasa  keberatan  untuk  tetap  menari  dalam  pentas kesenian jathilan dan merasa bangga  ketika mengalami  fenomena  kesurupan
dalam  setiap  pementasan  kesenian  jathilan.  Bagi  para  penari  jathilan  di Dusun  Kepuh,  jathilan  dipandang  sebagai  suatu  kesenian  tradisional  yang
sakral dan patut untuk dilestarikan. Selain bertujuan sebagai pertunjukan yang menghibur, kesenian jathilan yang melibatkan kesurupan justru tetap mereka
jalani  dengan  keyakinan  agar  dapat  terhindar  dari  gangguan-gangguan makhluk halus.
Di  dalam  pentas  kesenian  jathilan,  selain  tari-tarian  yang  dinamis, kesurupan  merupakan  suatu  kesatuan  serta  rangkaian  yang  utuh  dan  tidak
dapat dipisahkan. Untuk tetap mau menari dalam pentas kesenian jathilan dan 5
untuk  tetap  mau  terlibat  dalam  fenomena  kesurupan  tentunya  para  penari jathilan  menghayati  suatu  makna  tertentu  sehingga  tidak  merasa  terbebani
untuk melakukan  suatu  hal  yang  seiring  perkembangan  jaman oleh  beberapa orang  dan  penari  jathilan  lainnya  dipandang  sebagai  hiburan  semata  dan
kesurupan dalam kesenian jathilan tidak terlalu dianggap penting. Peneliti  bermaksud  ingin  menganalisa  dan  menggali  informasi  lebih
mendalam  mengenai  fenomena  kesurupan  yang  terjadi  dalam  kesenian jathilan  dengan  tujuan  untuk  mengetahui  makna  apa  yang  dihayati  penari
jathilan  terhadap  kesenian  jathilan  sehingga  tetap  mau  mempertahankan kesurupan  yang  sesungguhnya  sesuai  dengan  warisan  budaya  Jawa,  walau
bagi sebagian penari jathilan kesurupan pura-pura sudah lazim terjadi. Ketika mengalami  kesurupan  para  penari  jathilan  Turonggo  Jati  Manunggal  sering
bertingkah  aneh  seperti  binatang  dan  dalam  prosesi  kesurupan  juga  terdapat adegan-adegan berbahaya seperti memakan beling, memakan dupa, memakan
bunga,  dan  lain-lain.  Apakah  peristiwa  kesurupan  tersebut  hanya  sebatas bertujuan  untuk  menghibur  penonton  sesuai  dengan  yang  terjadi  dalam
perkembangan  jaman  dewasa  ini  atau  memang  ada  suatu  hal  yang  dianggap penting dan bermakna bagi keseharian para penari jathilan?
                