kesenian jathilan
adalah  satu  paket   III.PK 147-149
“mati  gaya”  jika tidak kesurupan
III.PR 386-398
IV. Motivasi  yang  mendorong  penari
jathilan  sehingga  tetap  mau njathil hingga kesurupan
Aspek Pikiran Aspek Perasaan
Aspek Perilaku
 +Kesurupan  sebagai
kebiasaan dan
menjadi sebuah
panggilan    IV.PK 195-197
 +Njathil
hingga kesurupan
karena memang  suka  njathil
dan  sudah  terbiasa njathil
 IV.PK
202-207 
NPerasaan biasa
kesurupan  dirasakan sangat
familiar sehingga
menjadi tidak  ada  perasaan
khusus
IV.PR 216-219
 +Merasa bangga jika
kesurupan namun
takut  dikira  sombong jika
terlalu membanggakan
kesurupan
IV.PR 412-417
 +Jika
sedang berbeban  berat  setelah
kesurupan merasa
“plong”
IV.PR 232-239
 +Rasa  tidak  enak
jika tidak
ikut kesurupan
IV.PR 202-207
 NTidak
ada pengaruh
bagi perilaku
IV.PL 222-227
 +Bisa
semakin bersemangat  dalam
bekerja  dan  dalam hal  lain
IV.PL 232-239
 +Semakin
dekat dengan  masyarakat
IV.PL 232-239 47
V. Dampak kesehatan dari kesurupan
Aspek Pikiran Aspek Perasaan
Aspek Perilaku
 +Njathil
dan kesurupan
rasanya “capek”  namun  bisa
“rileks”  dan  “fresh”
V.PK 32-42 
+Tidak  mengalami gangguan  pencernaan
V.PK 250-251 
+Tidak  mengalami gangguan  pencernaan
V.PK 254-264 
+Njathil dan
kesurupan rasanya
juga  “capek”  namun bisa
“plong” dan
“fresh”
V.PK 180- 190
 -Njathil  dan  tidak
kesurupan rasanya
“capek  banget”
V.PK 32-42 
-Njathil  dan  tidak kesurupan
rasanya “capek
banget”
V.PK 180-190 
-Berdampak pada
kesehatan  atau  fisik yang menjadi muntah-
 +Awalnya
merasa takut,  karna
sudah menjadi
kebiasaan maka  perasaan  takut
tersebut hilang
V.PR 272-275 
NTidak ada
pengaruh dalam
keseharian
V.PL 305-307
 +Njathil
dan kesurupan
dapat menjadikan
penyemangat  hidup
V.PL 439-448 
+Masyarakat menghargai  profesi
subjek
V.PL 456-467
 +Membuat
semakin akrab
karena kesurupan
yang  dialami  subjek dan  terbiasa  “tulung
tinulung” bantu
membantu
V.PL 456-467
48
muntah
V.PK 254-264
 -Merasa
“lemes” dan  “bleng”  sebelum
kesurupan    V.PK 21-23
Catatan:  +  untuk  penilaian  positif;  -  untuk  penilaian  negatif;  dan  N untuk penilaian netral.
Pada  tabel  3  terkait  dengan  konsep  kesurupan  secara  umum,  Fn meyakini  dalam  pikirannya  bahwa  kesurupan  dalam  kesenian  jathilan
merupakan  hal  yang  penting  dan  dijadikan  tujuan  utama  dari  serangkaian tarian  jathilan.  Fn  meyakini  bahwa  kesenian  jathilan  menjadi  sesuatu  yang
unik  karena adanya fenomena  kesurupan. Pemikiran tersebut disertai dengan perasaan  yang  dominan  dirasakan  oleh  Fn  yaitu  senang  dan  bangga  bisa
njathil  hingga  kesurupan.  Fenomena  kesurupan  yang  dialami  Fn  sempat dipandang masyarakat sebagai suatu hal yang menakutkan namun lambat laun
kesurupan  yang  dialaminya  menjadi  hal  yang  tidak  lagi  menakutkan  karena masyarakat  mulai  terbiasa  menjumpai  Fn  yang  sering  mengalami  kesurupan
dalam  pentas  kesenian  jathilan.  Paradigma  dari  masyarakat  tersebut, membuat  Fn  semakin  bersemangat  dan  bertanggung  jawab  atas  profesi  yang
digelutinya.    Dari  kesurupan  yang  dialaminya,  Fn  mengaku  menjadi  lebih bersemangat  dalam  melakukan  berbagai  hal  dalam  kesehariannya  dan  dari
berbagai  hal  yang  terjadi  pada  fenomena  kesurupan  dalam  pentas  kesenian jathilan, hal tersebut tidak berdampak buruk dalam kesehidupan harian Fn.
49
Terkait  dengan  konsep  kesurupan  yang  tidak  sesungguhnya,  Fn meyakini dalam pikirannya bahwa  kesurupan pura-pura itu memang diyakini
ada  dan  ia  mengaku  pernah  melakukan  kesurupan  pura-pura.  Fn  meyakini bahwa  kesurupan  pura-pura  tidak  seharusnya  dilakukan  karena  ia
menganggap bahwa kesurupan pura-pura merupakan hal yang tidak baik. Jika dikaitkan  dengan  segi  perasaan,  Fn  merasa  bingung  saat  tidak  mengalami
kesurupan  sewaktu  pentas njathil.  Fn  melakukan  kesurupan  pura-pura  untuk menutupi rasa sungkan dan salah tingkah. Fn takut jika penonton mengetahui
bahwa  ia  tidak  mengalami  kesurupan  yang  sesungguhnya.  Terlepas  dari  hal tersebut,  ia  mengaku  tidak  ada  dampak  buruk  atau  negatif  pada  kehidupan
sosialnya.  Masyarakat  menghargai  profesi  Fn  sebagai  penari  jathilan  yang sering terlibat kesurupan, hal tersebut membuat rasa kekeluargaan Fn dengan
masyarakat  menjadi  semakin  dekat  karena  nilai  “lebih”  dari  kesurupan  yang dialami Fn.
Terkait  dengan  konsep  kesurupan  sebagai  kesatuan  dalam  kesenian jathilan,  Fn  memandang  kesurupan  dalam  kesenian  jathilan  sebagai  suatu
kesatuan  atau  satu  paket.  Fn  meyakini  bahwa  dalam  rangkaian  pertunjukan jathilan  yang  terdiri  dari  tarian-tarian,  didalamnya  juga  terdapat  prosesi
kesurupan.  Dari  segi  perasaan,  Fn  merasa  bangga,  puas,  dan  senang  jika mengalami  kesurupan.  Sebaliknya,  ia  merasa  minder  dan  “mati  gaya”  jika
tidak  mengalami  kesurupan.  Dalam  kaitannya  dengan  kehidupan  sehari-hari, Fn mengaku bahwa fenomena kesurupan yang dialaminya bisa memunculkan
50
semangat  baru  untuk  diri  pribadi  dan  dapat  menambah  keakraban  untuk kehidupan bermasyarakat.
Terkait  dengan  motivasi  yang  mendorong  Fn  sehingga  tetap  mau njathil  hingga  kesurupan,  Fn  mengaku  bahwa  hal  yang  memotivasinya
sehingga tetap njathil hingga  kesurupan karena adanya  suatu panggilan  yang menggerakkan  dirinya  untuk  njathil  hingga  kesurupan.  Njathil  hingga
kesurupan  merupakan  sebuah  kebiasaan  dan  menjadi  kegemarannya.  Dari segi perasaan, Fn merasakan perasaan yang biasa karena kesurupan dirasakan
sangat  familiar  sehingga  menjadi  tidak  ada  perasaan  khusus.  Di  sisi  lain,  ia merasa  bangga  jika  mengalami  kesurupan.  Perasaan  bangga  tersebut  tidak
begitu ditunjukkan oleh Fn  karena adanya perasaan  takut dianggap sombong oleh  masyarakat.  Terkadang  perasaan  tidak  enak  muncul  didalam  diri  Fn
ketika tidak mengalami  kesurupan. Satu hal  yang juga dirasa cukup menarik adalah ketika sedang berbeban berat, Fn merasakan adanya perasaan “plong”
lega  setelah  mengalami  kesurupan.  Dari  berbagai  perasaan  yang  unik tersebut,  Fn  mengaku  dapat  semakin  bersemangat  dalam  bekerja  dan  dalam
hal lain serta menjadi semakin dekat dengan masyarakat. Terkait  dengan  konsep  aneka  dampak  kesehatan  dari  fenomena
kesurupan,  Fn  meyakini  dalam  pikirannya  bahwa  dari  fenomena  kesurupan membuat  badan  terasa  “capek”  namun    bisa  membuat  “rileks”  tenang,
nyaman  ,    “fresh”  segar,  semangat  , dan  “plong”  lega.  Fn  juga mengaku tidak mengalami gangguan pencernaan sehubungan dengan berbagai hal yang
dimakan  saat  kesurupan,  seperti  beling,  dupa,  dan  kemenyan.  Di  sisi  lain, 51
terkadang  dari  fenomena  kesurupan  yang  dialami  membuatnya  menjadi muntah-muntah, “lemes”, dan “bleng” tidak sadar. Dari aspek perasaan, Fn
mengaku  bahwa  pada  awalnya  ia  merasa  takut  untuk  kesurupan.  Namun, karena  sudah  menjadi  kebiasaan  maka  lambat  laun  perasaan  takut  tersebut
hilang.  Dalam  aspek  perilaku,  dampak  kesehatan  dari  fenomena  kesurupan yang  dialami  Fn  yang  sering  memakan  hal-hal  yang  ekstrim  tidak  biasa,
ternyata  tidak  berpengaruh  buruk  terhadap  kesehariannya.  Selain  itu, masyarakat  juga  menghargai  profesi  Fn  sebagai  penari  jathilan  yang  sering
mengalami  kesurupan,  sehingga  dapat  menjadikan  penyemangat  hidup  dan membuat  Fn  semakin  akrab  dengan  masyarakat  karena  masyarakat
menghargai kesurupan yang dialaminya sewaktu njathil.
Tabel 4 Tabel Analisa Subjek 2
I. Kesurupan secara umum
Aspek Pikiran Aspek Perasaan
Aspek Perilaku
 +Kesurupan
melibatkan kinerja
alam  bawah  sadar
I.PK 23-27 
+Kesurupan di
Kepuh tidak
direkayasa  dan  beda dengan
jathilan- jathilan
yang lain
jathilan-jathilan 
NSebelum kesurupan
merasa biasa-biasa  saja
I.PR 70-73 
+Sebelum kesurupan
merasa senang,
tidak ada
perasaan  takut  dan susah
I.PR  94- 102
 +Bisa  menghibur
masyarakat
I.PL 136-138
 +Lingkungan
sekitar  mendukung profesi  subjek
I.PL 140-153 
+Menjadi  semakin akrab
dengan “tonggo
teparo” 52
yang lain
makan makanan  yang  enak-
enak  saat  kesurupan namun  tidak  terjadi
untuk  di  Kepuh
I.PK 36-49 
+Merokok dalam
kesurupan  merupakan adegan
kesurupan yang  direkayasa  dan
hal tersebut
tidak terjadi  di  Kepuh
I.PK 55-64 
+Setelah  kesurupan merasa  biasa  saja  dan
tidak  ada  perasaan takut
I.PR  105- 113
 +Suatu  kebanggaan
karena bisa
ikut njathil
I.PR  131- 134
 +Seorang
yang kesurupan  tidak  ada
perasaan malu
I.PR 17-21
 +Saat
kesurupan tidak
merasakan apapun,
hilang kesadaran
I.PR 79-84
tetangga sekitar
dan menjadikan
penyemangat
I.PL 140-153
II. Kesurupan yang tidak sesungguhnya kesurupan pura-pura
Aspek Pikiran Aspek Perasaan
Aspek Perilaku
 +Subjek
belum pernah
mengalami kesurupan  pura-pura,
njathil selama
sembilan  tahun  selalu mengalami  kesurupan
yang sesungguhnya
II.PK 157-162 
+Kesurupan pura-
pura  itu  ada.  Yang 
+Selama sembilan
tahun  njathil  merasa senang,
tidak terbebani  oleh
hal apapun,
yang ada
hanya perasaan
senang  karena  sejak kecil  sudah  mengalir
darah seni
dari orangtua
II.PR 
+Semangat kerja
selalu ada
walau terasa  lelah  setelah
kesurupan
II.PL 224-244
 +Ada
sebagian kecil  orang
yang fanatik
dengan agama
dan menganggap  profesi
53
melakukan  kesurupan pura-pura  itu  hanya
orang-orang yang
tidak  punya  nyali  dan kesurupan
yang makan-makanan  enak
itu  kesurupan  yang direkayasa kesurupan
yang  sekedar  mencari sensasi
II.PK 164-181
197-210 subjek
bersekutu dengan  setan  namun
keakraban subjek
dengan  masyarakat justru  bertambah
II.PL 224-244
III. Kesurupan dalam kesatuan dalam kesenian
jathilan Aspek Pikiran
Aspek Perasaan Aspek Perilaku
 +Kesurupan  dalam
jathilan merupakan
satu  kesatuan  dan  ciri khas  jathilan  tersebut
terletak pada
peristiwa kesurupan
III.PK 249-254 
+Merasa  senang  dan bangga
terhadap peristiwa
kesurupan yang dialami
III.PR 273-275
 +Merasa
bangga selama sembilan tahun
njathil dan
tidak pernah
mengalami kesurupan  pura-pura
III.PR 281-302 
-Setelah tersadar sari kesurupan
merasa bingung  beberapa  saat
seperti terbangun dari tidur
III.PR  265- 274
 +Menjadi  semakin
akrab dengan
masyarakat
III.PL 281-302
 +Menjadi
sering berkumpul  bersama
masyarakat  sehingga dapat  memunculkan
semangat
III.PL 281-302
54
IV. Motivasi  yang  mendorong  penari
jathilan  sehingga  tetap  mau njathil hingga kesurupan
Aspek Pikiran Aspek Perasaan
Aspek Perilaku
 +Njathil
hingga kesurupan
merupakan sebuah
hobi  dan  keinginan untuk  melestarikan
kebudayaan  Jawa
IV.PK 306-318 
+Merasa bangga
karena dengan
njathil hingga
kesurupan juga dapat melestarikan
kebudayaan  Jawa
IV.PR 324-329 
+Masyarakat banyak
yang mendukung  profesi
subjek sehingga
dapat menjadi
penyemangat
IV.PL 335-351 V.
Dampak kesehatan dari kesurupan Aspek Pikiran
Aspek Perasaan Aspek Perilaku
 +Tidak  ada  dampak
yang  membahayakan untuk  kesehataan
V.PK 363-366 
-Adegan dalam
kesurupan  membuat badan lecet dan terasa
perih
V.PK 30-35 
-Setelah njathil
badan  terasa  “capek”
V.PK 219-221 
+Tidak merasa takut terhadap
kondisi kesehatan
maka subjek  tidak  pernah
memeriksakan kesehatannya
ke dokter
V.PR  368- 379
 +Tidak merasa takut
terhadap kondisi
kesehatan
V.PR 386-387
 +Merasa
bangga dan  tidak  punya  rasa
takut  terhadap  adegan kesurupan
yang dialami
V.PR 
+Bisa  menambah keakraban
dengan masyarakat
V.PL 408-414
55
392-394 Catatan:  +  untuk  penilaian  positif;  -  untuk  penilaian  negatif;  dan  N
untuk penilaian netral.
Pada  tabel  4  terkait  dengan  konsep  kesurupan  secara  umum,  Pt meyakini  dalam  pikirannya  bahwa  fenomena  kesurupan  melibatkan  kinerja
alam  bawah  sadar.  Dalam  artian  segala  sesuatu  yang  dilakukan  selama mengalami  kesurupan  sepenuhnya  tidak  disadarinya.  Menurut  Pt,  kesurupan
di  Dusun  Kepuh  berbeda  dengan  kesurupan  yang  ada  dijathilan  lain. Kesurupan  di  Dusun  Kepuh  tidaklah  direkayasa,  semua  berjalan  dengan
natural. Pt menuturkan bahwa adegan seperti merokok dan makan makanan yang  enak-enak  saat  kesurupan  merupakan  kesurupan  yang  direkayasa  dan
hal tersebut tidak terjadi di Dusun Kepuh. Pada aspek perasaan, Pt mengaku sebelum  dan  sesudah  kesurupan  ia  merasa  senang  dan  tidak  ada  perasaan
takut.  Walaupun  saat  kesurupan  ia  mengalami  hilang  kesadaran  dan  tidak merasa  malu  atas  apa  yang  dilakukan,  Pt  tetap  merasa  bangga  bisa  njathil
hingga  kesurupan.  Dalam  kaitannya  dengan  kehidupan  bermasyarakat,  Pt merasa profesinya didukung oleh masyarakat sekitar. Kesenian jathilan  yang
melibatkan  kesurupan  dapat  menghibur  masyarakat.  Selain  itu,  kegiatan njathil  hingga  kesurupan  dapat  menjadikan  penyemangat  hidup  bagi  Pt  dan
dapat menambah keakraban dengan masyarakat. Terkait  dengan  konsep  kesurupan  yang  tidak  sesungguhnya,  Pt
mengaku  bahwa  selama  sembilan  tahun  njathil  selalu  mengalami  kesurupan yang  sesungguhnya.  Pt  meyakini  dalam  pikirannya  bahwa  kesurupan  pura-
56
pura itu memang ada, kesurupan pura-pura hanya dilakukan oleh orang-orang yang  tidak  punya  nyali  dan  kesurupan  yang  memakan  makanan  enak  itu
adalah  kesurupan  yang  direkayasa  atau  kesurupan  yang  sekedar  mencari sensasi. Dari segi perasaan, Pt mengaku bahwa ia tidak merasa terbebani oleh
hal  apapun  dan  ia  merasa  senang  menekuni  profesi  penari  jathilan  karena darah  seni  telah  mengalir  sejak  kecil  dari  orangtuanya.  Dari  aspek  perilaku,
setelah  mengalami  kesurupan  Pt  sering  mengalami  kelelahan,  walaupun begitu ia menuturkan bahwa semangat kerja dalam dirinya selalu ada. Di sisi
lain,  ada  sebagian  kecil  orang  yang  fanatik  dengan  agama  dan  menganggap profesi  Pt  bersekutu  dengan  setan,  namun  hal  tersebut  tidaklah  menjadi
penghalang  dan  tidak  menyurutkan  niatnya  untuk  tetap  njathil  hingga kesurupan. Selain itu, keakraban Pt dengan masyarakat justru bertambah.
Terkait  dengan  konsep  kesurupan  sebagai  kesatuan  dalam  kesenian jathilan,  Pt  memandang  bahwa  kesurupan  dalam  jathilan  merupakan  satu
kesatuan  dan  ciri  khas  jathilan  tersebut  terletak  pada  fenomena  kesurupan. Dari  aspek  perasaan,  Pt  mengaku  bahwa  setelah  tersadar  dari  kesurupan  Pt
merasa bingung beberapa saat seperti terbangun dari tidur. Namun demikan, ia  merasa  senang  dan  bangga  karena  selama  sembilan  tahun  njathil  tidak
pernah  melakukan  kesurupan  pura-pura.  Dalam  aspek  perilaku,  Pt  mengaku bahwa  dengan  kegiatan  njathil  hingga  kesurupan  yang  telah  dilakukan,
menjadikannya semakin akrab dan semakin dihargai oleh  masyarakat. Terkait dengan motivasi  yang mendorong Pt tetap mau njathil hingga
kesurupan,  Pt  meyakini  dalam  pikirannya  bahwa  kegiatan  njathil  hingga 57
kesurupan  merupakan  sebuah  hobi  dan  keinginan  untuk  melestarikan kebudayaan  Jawa.  Dalam  aspek  perasaan,  Pt  merasa  bangga  karena  dengan
njathil  hingga  kesurupan  dapat  menyalurkan  hobi  sekaligus  melestarikan kebudayaan  Jawa.  Hal  tersebut  didukung  oleh  keadaan  dimana  masyarakat
sekitar juga menghargai profesi Pt sebagai penari jathilan sehingga dukungan tersebut menjadi penyemangat hidup baginya.
Terkait  dengan  konsep  aneka  dampak  kesehatan  dari  fenomena kesurupan,  Pt  menuturkan  bahwa  adegan  dalam  kesurupan  membuat  badan
lecet,  terasa  perih  dan  membuat  badan  terasa  “capek”.  Meski  begitu,  Pt mengaku  tidak  ada  dampak  yang  membahayakan  bagi  kesehatannya.  Dalam
aspek perasaan, Pt merasa bangga dan tidak punya rasa takut terhadap kondisi kesehatan  setelah  melakukan  adegan  kesurupan.  Oleh  karena  itu,  ia  tidak
pernah  memeriksakan  kondisi  kesehatan  ke  dokter.  Melihat  dari  aspek perilaku,  Pt  mengaku  bahwa  dari  kegiatan  njathil  hingga  kesurupan  yang
dilakukannya justru dapat menambah keakraban dengan masyarakat.
Tabel 5 Tabel Analisa Subjek 3
I. Kesurupan secara umum
Aspek Pikiran Aspek Perasaan
Aspek Perilaku
 +Kesurupan  sebuah
hal  yang  wajar
I.PK 6-12 
+Kesurupan 
+Sebelum dan
setelah kesurupan
merasa  senang  dan tidak ada perasaan
 +Berdampak
positif  karena  bisa menambah
keakraban dengan 58
merupakan  suatu  hal yang  sakral
I.PK 16-25
 +Kesurupan
di Kepuh
kesurupan yang
sesungguhnya dan  tidak  direkayasa
I.PK 16-25 
+Saat kesurupan
pikiran  kosong  dan dalam  kondisi  tidak
sadar  sehingga  tidak mengetahui  apa  yang
terjadi pada
diri sendiri
I.PK 6-12 takut
I.PR 32-38 
+Saat kesurupan
tidak merasakan
apapun  karena  tidak sadar
I.PR 32-38 masyarakat  dan  bisa
menghibur masyarakat
I.PL 61-69
 -Berdampak  dalam
hal ekonomi kinerja subjek
yang menurun
selama satu sampai dua hari
sehingga pendapatan berkurang
karena badan  masih  terasa
lelah
I.PL  44- 57
II. Kesurupan yang tidak sesungguhnya kesurupan pura-pura
Aspek Pikiran Aspek Perasaan
Aspek Perilaku
 +Kesurupan
pura- pura  itu  kesurupan
yang  salah
II.PK 72-82
 -Banyak
grup jathilan  ditempat  lain
yang melibatkan
kesurupan  yang  pura- pura
II.PK 72-82 
-Subjek pernah
melakukan  kesurupan pura-pura
karena sewaktu
njathil 
+Merasa  minder  dan malu  jika  melakukan
kesurupan  pura-pura maka  subjek  berusaha
agar kepura-puraan
kesurupan tersebut
tidak diketahui
penonton
II.PR 112-127
 +Merasa  malu  jika
melakukan  kesurupan pura-pura
II.PR 140-153
 +Tidak  berdampak
buruk dalam
keseharian
II.PL 130-136
 +Hubungan  subjek
dan masyarakat
menjadi semakin
dekat  karena  sering bertemu
diacara jathilan
II.PL 140-153
59
sedang banyak pikiran dan
kurang fokus
dalam menari
II.PK 103-109 III.
Kesurupan dalam kesatuan dalam kesenian jathilan
Aspek Pikiran Aspek Perasaan
Aspek Perilaku
 +Tujuan
njathil hingga
kesurupan untuk
menghibur penonton
III.PK 158-172
 +Sesepuh
pawang mengusahakan
agar penari  bisa  kesurupan
namun kesurupan
tersebut tidak
diharuskan terjadi
terutama  untuk  penari perempuan
III.PK 176-190
 +Kesurupan
diharapakan dapat
menghibur  penonton
III.PK 176-190 
+Tidak  ada  tujuan negatif  dari  kegiatan
kesurupan
III.PK 176-190
 +Tidak  diharuskan
mengalami 
+Dengan  kesurupan merasa  senang  dan
tidak  ada  perasaan sedih
III.PR  250- 267
 +Merasa
senang bisa  njathil  hingga
kesurupan
III.PR 296-302
 +Njathil
dan kesurupan  membuat
badan  “capek”  dan kinerja
menjadi kurang
maksimal namun  tetep  merasa
senang
III.PR 296-302
 +Saat
kesurupan tidak
merasakan apapun
III.PR 218-222
 +Saat
kesurupan tidak
merasakan apapun,  berada  dalam
 +Persatuan
dan keakraban
dengan masyarakat  semakin
terjalin kuat
III.PL 176-190 
+Belajar melatih
kekompakan  dengan para
penari dan
penonton
III.PL 176-190
 +Tidak  berdampak
buruk untuk
keseharian
III.PL 288-292
 +Apapun
yang terjadi  saat  pentas
njathil, kehidupan
bermasyarakat  tetap berjalan dengan baik
III.PL 303-310 
+Kebersamaan semakin  erat  karena
jathilan Kepuh
adalah  milik  semua 60
kesurupan,  kesurupan yang
dipaksakan merupakan  kesurupan
yang  pura-pura
III.PK 192-213 
+Kesurupan  dalam kesenian
jathilan bukan
merupakan suatu  keharusan
III.PK 158-172 
-Kesurupan dalam
kesenian jathilan
merupakan  hal  yang terpisah-pisah  bukan
suatu  kesatuan
III.PK 192-213 kondisi  tidak  sadar
III.PR 244-249 
+Merasa minder
saat melakukan
kesurupan  pura-pura
III.PR 270-271 
+Jika tidak
kesurupan merasa
malu dan
minder bahkan
sampai pertunjukan  berakhir
perasaan  malu  dan minder  tersebut  tetap
ada
III.PR  278- 286
warga Kepuh
III.PL 303-310
IV. Motivasi  yang  mendorong  penari
jathilan  sehingga  tetap  mau njathil hingga kesurupan
Aspek Pikiran Aspek Perasaan
Aspek Perilaku
 +Berawal
dari penasaran  dan  ingin
tau rasanya kesurupan
IV.PK 315-327 
+Njathil hingga
kesurupan  merupakan suatu
bentuk tanggungjawab
terhadap  profesi  yang dilakoni  subjek
IV.PK 315-327 
+Merasa  senang  dan bangga saat kesurupan
IV.PR 353-380 
+Merasa bangga dan senang
jika bisa
mengalami  kesurupan
IV.PR 389-392 
+Merasa  malu  dan minder
saat melakukan  kesurupan
pura-pura
IV.PR 
+Lebih percaya
diri untuk
“srawung” bersosialisasi
dengan  masyarakat dan  mempererat  tali
silaturahmi
IV.PL 418-426
 +Dampak  positif=
dengan  masyarakat menjadi
semakin 61
 +Njathil
hingga kesurupan
karena ingin
menunjukkan rasa
tanggungjawab sebagai
anggota kelompok  jathilan  di
Kepuh
IV.PK 663-667
 +Berawal  dari  rasa
penasaran ingin
merasakan  kesurupan dan
sekarang menganggap
kesurupan dalam
kesenian jathilan
sebagai suatu
tanggungjawab dan
kewajiban sebagai
seorang penari
jathilan
IV.PK 332-350
353-380 akrab,  bisa  kenal
dengan penonton
setempat dimana
subjek pentas
IV.PL 430-477 
-Dampak  negatif= kadang  ribut  dengan
penonton  jika  saat kesurupan
melakukan hal-hal
yang  tidak  berkenan dihati  penonton
IV.PL 430-477 
-Masalah  menjadi panjang  jika  sudah
terpancing emosi.
Tiga-empat hari
masalah  baru  dapat selesai
menjadi tidak akur
IV.PL 503-513
V. Dampak kesehatan dari kesurupan
Aspek Pikiran Aspek Perasaan
Aspek Perilaku
 +Njathil dan
kesurupan membuat badan “capek” dan
kinerja menjadi kurang maksimal
namun tetep merasa senang
V.PK 296- 
+Saat kesurupan
sebatas makan
menyan  atau kembang tidaklah  ada  perasaan
apapun
V.PR  569- 577
 +Merasa takut walau
 +Masyarakat
mendukung apa
yang dilakukan
subjek  dan  dapat menambah
solodaritas antar
masyarakat
V.PL 62
302 
+Berdampak  buruk untuk
kesehatan karena
kesurupan makan  makanan  yang
ekstrim namun
kondisi kesehatan
subjek  baik-baik  saja
V.PK 517-545 
-Merasa “capek”
setelah  kesurupan
V.PK 44-57 
-Kondisi fisik
menjadi  lelah  setelah kesurupan
V.PK 683-693
sebenarnya tidak perlu takut
karena kesurupan
yang dialami  subjek  tidak
berdampak buruk
untuk kesehatan
subjek
V.PR  582- 587
 +Merasa bangga jika
kesurupan makan
beling
V.PR  412- 613
 +Makan  beling  saat
kesurupan  merupakan suatu
kebanggan karena  belum  tentu
semua  penari  dapat melakukan
hal tersebut
V.PR 614-618
 +Tidak  ada  perasaan
yang  menonjol,  tidak membuat  sombong
V.PR 619-624 
+Merasa  lelah  dan jadi
malas bekerja
namun  tetap  menjadi lebih  semangat  karena
kesurupan yang
dialami subjek dijalani 683-693
63
dengan  tulus
V.PR 643-657
 +Walau  fisik  lelah
namun  tetap  merasa senang
V.PR  683- 693
 +Merasa
kasihan pada  diri  sendiri  dan
malu  jika  melakukan kesurupan  pura-pura
V.PR 401-412 
-Merasa takut
berdampak buruk
untuk kesehatan
terkait dengan
adengan kesurupan
yang  dialami  subjek
V.PR 550-562 
-Merasa takut terjadi gangguan  pencernaan
jika  saat  kesurupan makan beling
V.PR 569-577
Catatan:  +  untuk  penilaian  positif;  -  untuk  penilaian  negatif;  dan  N untuk penilaian netral.
Pada  tabel  5  terkait  dengan  konsep  kesurupan  secara  umum,  As meyakini  dalam  pikirannya  bahwa  kesurupan  merupakan  sebuah  hal  yang
sakral.  Fenomena  kesurupan  dihayati  sebagai  sesuatu  yang  sangat  bernilai 64
dan  mengandung  unsur  magis  dari  suatu  bagian  kebudayaan  Jawa.  As menuturkan bahwa saat kesurupan, pikiran menjadi kosong dan berada dalam
kondisi tidak sadar sehingga tidak dapat mengetahui apa  yang terjadi  kepada diri sendiri. As juga menuturkan bahwa fenomena kesurupan di Dusun Kepuh
merupakan kesurupan yang sesungguhnya dan tidak direkayasa. Dalam aspek perasaan, As mengaku sebelum dan sesudah kesurupan ia merasa senang dan
tidak ada perasaan takut. Saat kesurupan, As tidak merasakan apapun karena berada dalam kondisi tidak sadar. Menggali dari aspek perilaku, dari kegiatan
njathil  hingga  kesurupan  yang  dilakukannya  ternyata  dapat  menambah keakraban  dengan  masyarakat  dan  bisa  menghibur  masyarakat.  Walau
demikian, kegiatan njathil hingga kesurupan yang dilakukan As ternyata juga berdampak  negatif  dalam  hal  ekonomi  karena  kinerjanya  menurun  sehingga
pendapatan  berkurang.  Hal  ini  disebabkan  karena  setelah  njathil  hingga kesurupan badannya terasa lelah.
Terkait  dengan  konsep  kesurupan  yang  tidak  sesungguhnya,  As beranggapan bahwa kesurupan pura-pura itu adalah kesurupan yang salah. Ia
mengaku  pernah  melakukan  kesurupan  pura-pura  karena  sewaktu  njathil sedang banyak pikiran dan  kurang fokus dalam menari. As  juga menuturkan
bahwa banyak  grup jathilan di tempat lain  yang  melibatkan  kesurupan pura- pura.  Dalam  aspek  perasaan,  As  merasa  malu  dan  minder  jika  melakukan
kesurupan  pura-pura.  Ia  selalu  berusaha  agar  kepura-puraan  kesurupan tersebut  tidak  diketahui  penonton.  Dalam  aspek  perilaku,  kegiatan  njathil
hingga  kesurupan  yang  dialaminya  tidak  berdampak  buruk  dalam  kegiatan 65
sehari-hari.  Hubungan  As  dengan  masyarakat  menjadi  semakin  dekat  karena kerap bertemu dalam kegiatan jathilan.
Terkait  dengan  konsep  kesurupan  sebagai  kesatuan  dalam  kesenian jathilan,  As  meyakini  dalam  pikirannya  bahwa tidak  ada  tujuan  negatif  dari
kegiatan  njathil  hingga  kesurupan.  Sebaliknya,  tujuan  positif  dari  kegiatan njathil hingga  kesurupan adalah untuk menghibur penonton. As  menuturkan
bahwa  sesepuh  pawang  sebenarnya  mengusahakan  agar  penari  bisa kesurupan, namun kesurupan tersebut tidak diharuskan terjadi terutama untuk
penari  perempuan.  As  juga  meyakini  bahwa  kesurupan  yang  dipaksakan merupakan  kesurupan  pura-pura.  Melihat  realita  tersebut,  ia  menilai  bahwa
kesurupan  dalam  kesenian  jathilan  bukan  merupakan  suatu  keharusan. Kesurupan  dalam  kesenian  jathilan  merupakan  hal  yang  terpisah-pisah
bukan  suatu  kesatuan.  Terlepas  dari  berbagai  pandangan  tersebut,  ia  tetap merasa bangga bisa njathil hingga kesurupan. Melihat dari aspek perilaku, As
mengaku bahwa persatuan dan keakraban dengan masyarakat semakin terjalin kuat.  Dari  kegiatan  njathil  hingga  kesurupan,  dapat  melatih  kekompakan
dengan para penari dan penonton. Apapun yang terjadi saat pentas njathil hal positif ataupun negatif, kehidupan bermasyarakat tetap berjalan dengan baik
dan tidak berdampak buruk untuk kesehariannya. Terkait  dengan  motivasi  yang  mendorong  As  sehingga  tetap  mau
njathil  hingga  kesurupan,  ia  mengaku  bahwa  pada  awalnya  hanya  ingin merasakan  bagaimana  rasanya  kesurupan  namun  seiring  berjalannya  waktu,
njathil  hingga  kesurupan  merupakan  suatu  bentuk  tanggung  jawab  terhadap 66
profesi  yang  dilakoninya  sebagai  anggota  kelompok  jathilan  di  Kepuh. Dalam  aspek  perasaan,  As  merasa  senang  dan  bangga  bisa  njathil  hingga
kesurupan. Selain  itu, ia merasa malu dan minder saat melakukan  kesurupan pura-pura.  Dalam  aspek  perilaku,  As  menjadi  lebih  percaya  diri  untuk
bersosialisasi  dengan  masyarakat,  semakin  akrab,  semakin  mempererat  tali silaturahmi  dan  bisa  mengenal  penonton  di  mana  ia  pentas.  Di  sisi  lain,
terkadang  muncul  dampak  negatif  dari  fenomena  kesurupan  yang  tidak terkontrol.  As  menuturkan  bahwa  terkadang  ia  menjadi  ribut  dengan
penonton jika saat kesurupan ia melakukan hal-hal yang tidak berkenan dihati penonton.  Tak  jarang  masalah  menjadi  panjang  apabila  sudah  terpancing
emosi. Terkait  dengan  konsep  aneka  dampak  kesehatan  dari  fenomena
kesurupan,  As  meyakini  dalam  pikirannya  bahwa  kegiatan  njathil  hingga kesurupan  berdampak  buruk  bagi  kesehatan  karena  kesurupan  umumnya
memakan  makanan  yang  ekstrim  namun  kondisinya  ternyata  tetap  baik-baik saja.  As  menuturkan  bahwa  njathil  dan  kesurupan  membuat  badan  “capek”
dan  kinerja menjadi  kurang maksimal  namun  ia tetap merasa senang. Dalam aspek  perasaan,  As  merasa  bangga  jika  kesurupan  memakan  beling  karena
menurutnya  belum  tentu  semua  penari  dapat  melakukan  hal  tersebut.  Walau demikian,  ia  tidak  menyombongkan  tentang  apa  yang  dilakukan  selama
kesurupan.  Dalam  kegiatan  njathil  hingga  kesurupan,  terkadang  As  merasa takut  terjadi  gangguan  pencernaan  dan  takut  berdampak  buruk  untuk
kesehatan.  Kondisi  fisik  menjadi  lelah  dan  terkadang  menjadi  malas  bekerja 67
tidaklah  menyurutkan  semangatnya  karena  ia  mengaku  bahwa  kesurupan yang dialaminya dijalani dengan tulus, maka tak jarang ia merasa kasihan dan
malu pada diri sendiri jika sampai tidak kesurupan atau melakukan kesurupan pura-pura.  Dalam  kehidupan  bermasyarakat,  As  mengaku  masyarakat
setempat  mendukung  apa  yang  dilakukannya.  Oleh  karena  itu,  hal  tersebut dapat menambah solidaritas antar masyarakat.
Kesimpulan umum
Terkait dengan konsep kesurupan secara umum, ketiga subjek memiliki pemikiran  yang  positif.  Hal  tersebut  terlihat  dari  adanya  keyakinan  dalam
pikiran  mereka  bahwa  kesurupan  dalam  kesenian  jathilan  merupakan  hal yang  penting.  Fenomena  kesurupan  diyakini  sebagai  sesuatu  yang  sakral,
sangat  bernilai,  dan  mengandung  unsur  magis  dari  suatu  kebudayaan  Jawa. Fenomena  kesurupan  di  Dusun  Kepuh  diyakini  ketiga  subjek  sebagai
kesurupan  yang  tidak  direkayasa.  Fenomena  kesurupan  di  Dusun  Kepuh merupakan kesurupan yang sesungguhnya. Pemikiran tersebut disertai dengan
perasaan  yang  positif  oleh  ketiga  subjek  yaitu  senang  dan  bangga.  Ketiga subjek  merasa  senang  dan  bangga  bisa  njathil  hingga  kesurupan.  Mereka
tidak  merasakan  adanya  perasaan  takut  saat  mengalami  kesurupan.  Dari pemikiran  dan  adanya  perasaan  yang  positif,  maka  memunculkan  perilaku
yang positif pula. Hal tersebut terlihat dari munculnya perilaku yang menjadi lebih  bersemangat  dalam  melakukan  berbagai  hal  dan  dapat  menambah
keakraban dalam kehidupan bermasyarakat. 68
Terkait  dengan  konsep  kesurupan  yang  tidak  sesungguhnya,  ketiga subjek  memiliki  pemikiran  yang  negatif  tentang  kesurupan  pura-pura  tidak
sesungguhnya.  Mereka  meyakini  dalam  pikiran  mereka  bahwa  kesurupan pura-pura  itu  ada  dan  banyak  dilakukan  penari  jathilan.  Menurut  mereka,
kesurupan  pura-pura  merupakan  kesurupan  yang  salah  dan  hal  yang  tidak baik untuk dilakukan. Pt mengaku belum pernah melakukan kesurupan pura-
pura,  namun  Fn  dan  As  pernah  melakukan  kesurupan  pura-pura.  Pemikiran yang negatif terkait dengan kesurupan pura-pura tersebut membuat Fn dan As
merasa  bingung,  malu, dan  minder  saat  tidak  mengalami  kesurupan  sewaktu pentas njathil.  Mereka  melakukan  kesurupan  pura-pura  untuk  menutupi  rasa
sungkan dan salah tingkah. Di sisi lain, Pt merasa senang dan tidak terbebani hal  apapun  karena  ia  belum  pernah  mengalami  kesurupan  pura-pura.  Dari
pemikiran  negatif  terhadap  kesurupan  pura-pura  yang  merupakan  hal  yang salah  dan  tidak  seharusnya  dilakukan,  membuat  ketiga  subjek  tetap
mengusahakan  untuk  selalu  mengalami  kesurupan  sesungguhnya  disetiap pentas  njathil.  Ketiga  subjek  menuturkan  bahwa  terlepas  dari  berbagai  hal
yang terjadi selama pentas kesenian jathilan, tidaklah ada dampak buruk atau negatif.  Kesurupan  yang  dialami  ketiga  subjek  membuat  mereka  semakin
dipandang  “lebih”  oleh  masyarakat  sehingga  mereka  menjadi  semakin  akrab dengan masyarakat dan kekeluargaan semakin terjalin erat.
Terkait  dengan  konsep  kesurupan  sebagai  kesatuan  dalam  kesenian jathilan, Fn dan Pt memiliki pemikiran yang positif. Hal tersebut terlihat dari
adanya  keyakinan  dalam  pikiran  Fn  dan  Pt  yang  meyakini  bahwa  kesurupan 69
dalam  kesenian  jathilan  merupakan  suatu  kesatuan  atau  satu  paket.  Namun, As memiliki pemikiran  yang berbeda dengan Fn  dan Pt. As meyakini bahwa
kesurupan  dalam  kesenian  jathilan  merupakan  hal  yang  terpisah-pisah  atau bukan  suatu  kesatuan.  Walaupun  terjadi  perbedaan  pemikiran,  ketiga  subjek
merasakan  perasaan  yang  sejalan  dengan  aspek  pikiran.  Ketiga  subjek mengaku  merasa  bangga,  puas,  dan  senang  jika  mengalami  kesurupan.
Sebaliknya,  mereka  merasa  minder  dan  “mati  gaya”  jika  tidak  mengalami kesurupan.  Hal  tersebut  diikuti  dengan  adanya  dampak  positif  dalam
kehidupan  sehari-hari,  mereka  mengaku  bahwa  fenomena  kesurupan  yang dialami  mereka  bisa  memunculkan  semangat  baru  untuk  diri  pribadi  dan
dapat menambah keakraban untuk kehidupan bermasyarakat. Terkait  dengan  motivasi  yang  mendorong  subjek  tetap  mau  njathil
hingga  kesurupan,  ketiga  subjek  memiliki  pemikiran  yang  positif.  Hal tersebut terlihat dari adanya keyakinan dalam pikiran mereka bahwa hal yang
memotivasi  tetap  njathil  hingga  kesurupan  karena  hal  tersebut  merupakan suatu  panggilan,  suatu  bentuk  tanggung  jawab,  dan  adanya  sutu  keinginan
untuk  tetap  melestarikan  kebudayaan  Jawa.  Hal  tersebut  diikuti  dengan perasaan  yang  positif  yang  dirasakan  ketiga  subjek  yaitu  merasa  senang  dan
bangga  jika  mengalami  kesurupan.  Sebaliknya,  mereka  merasa  malu  dan minder jika tidak mengalami kesurupan. Dari pemikiran dan adanya perasaan
yang positif, maka memunculkan perilaku yang positif pula. Dalam kaitannya dengan  kehidupan  sehari-hari,  ketiga  subjek  mengaku  dapat  semakin
70
bersemangat  dalam  bekerja,  semakin  percaya  diri  untuk  bersosialisasi  dan menjadi semakin dekat dengan masyarakat.
Terkait  dengan  konsep  aneka  dampak  kesehatan  dari  fenomena kesurupan,  Fn  dan  Pt  memiliki  pemikiran  yang  positif.  Hal  tersebut  terlihat
dari  adanya  keyakinan  dalam  pikiran  Fn  dan  Pt  yang  meyakini  bahwa fenomena  kesurupan  tidak  memunculkan  dampak  negatif  seperti  gangguan
pencernaan  dan  hal-hal  yang  membahayakan  untuk  kesehatan.  Namun  lain halnya  dengan  As.  As  meyakini  dalam  pikirannya  bahwa  dari  fenomena
kesurupan  dapat  memunculkan  dampak  buruk  bagi  kesehatan.  Walaupun terjadi  perbedaan  pemikiran,  ketiga  subjek  mengaku  bahwa  kondisi
kesehatannya tetap baik-baik saja. Dari aspek perasaan, Fn dan As terkadang dihinggapi  rasa  takut  akan  adanya  dampak  buruk  bagi  kesehatan.  Berbeda
dengan  Pt,  Pt  mengaku  bangga  dan  tidak  merasa  takut  akan  kondisi kesehatannya.  Walaupun  terjadi  perbedaan  pemikiran  dan  berbagai  perasaan
yang  dirasakan  ketiga  subjek,  mereka  memiliki  berbagai  dampak  bagi perilaku  yang  sejalan.  Dampak  kesehatan  dari  fenomena  kesurupan  yang
dialami  ketiga  subjek  yang  sering  memakan  hal-hal  yang  ekstrim  tidak biasa,  ternyata  tidak  berpengaruh  buruk  terhadap  keseharian  mereka.
Masyarakat  menghargai  profesi  mereka  sebagai  penari  jathilan  yang  sering mengalami  kesurupan.  Hal  tersebut  dapat  menjadikan  penyemangat  hidup,
menambah  solidaritas  antar  masyarakat,  dan  dapat  menambah  keakraban dengan masyarakat.
71
D. Pembahasan
Makna  menurut  Frankl  1984  adalah  kesadaran  akan  adanya  suatu kesempatan atau kemungkinan yang ada dalam realitas. Makna adalah hal-hal
yang  oleh  seseorang  dipandang  penting  dan  dirasakan  berharga.  Makna  juga memberikan  nilai  khusus  bagi  seseorang.  Makna  menurut  Malik  2012
dalam  artikelnya  adalah  pemahaman  yang  membuat  sesuatu  berarti  dalam hidup,  yang  serta  merta  merombak  alam  berfikir  dan  menemukan  nilai  baru,
kita  tak  mungkin  hidup  tanpa  nilai. Nilai  ini  menambah  kualitas  kita,
sehingga dapat lebih mudah berkreasi dan menjalani hidup. Dari pemahaman tersebut maka peneliti mencoba menjelaskan bahwa
sebuah  pemaknaan  terhadap  fenomena  kesurupan  meliputi  aspek  pikiran, perasaan,  dan  perilaku.  Dalam  memaknai  sesuatu  tentunya  tidak  lepas  dari
apa  yang  kita  pikirkan,  apa  yang  kita  rasakan,  dan  bagaimana  dampak  bagi perilaku  kita.  Aspek  pikiran,  perasaan,  dan  perilaku  akan  menjadi  satu
kesatuan  yang  membentuk  ketiga  subjek  dalam  memaknai  fenomena kesurupan yang mereka alami pada pentas kesenian jathilan dalam kelompok
Turonggo Jati Manunggal di Dusun Kepuh. Dari hasil analisis data, dapat diketahui bahwa ketiga subjek memiliki
pemaknaan positif terhadap fenomena kesurupan. Pemaknaan positif terhadap fenomena  kesurupan  tersebut  meliputi  tiga  hal,  yaitu:  1  Kesurupan  sebagai
sesuatu  yang  penting  dan  berharga,  2  Kesurupan  merupakan  sebuah  nilai yang  dapat  menambah  kualitas  hidup;  3  Kesurupan  dilakukan  dengan  tulus
dan dari keinginan sendiri. 72
Ketiga  subjek  memaknai  fenomena  kesurupan  sebagai  sesuatu  yang penting  dan  berharga.  Hal  tersebut  tampak  dalam  pikiran  mereka  bahwa
kesurupan mereka  yakini  sebagai  suatu  hal  yang  diutamakan dalam  kesenian jathilan.
“Tujuan  utamanya  mungkin  jathilan  itu  kesurupan  ya.  Jathilan itu  emang  kalo  dijathilan  saya  mungkin  dari  awalnya  udah
kesurupan  jadinya  ya  mungkin  itu  sisi  apa  ya  sisi  tujuan utamanya dari jathilan ya kesurupan dari segi uniknya mungkin
kesurupan” Fn
I.PK,8-9; FnI.PK, 13-16. Bagi  penari  jathilan  dalam  kelompok  jathilan  Turonggo  Jati
Manunggal  di  Dusun  Kepuh,  kesenian  jathilan  mereka  yakini  sebagai kesenian  yang  sakral  dan  mengandung  unsur  magis  dari  suatu  kebudayaan
asli Indonesia khususnya Jawa. Hal tersebut terwujud dalam tari-tarian yang dinamis dan melibatkan  fenomena  kesurupan sebagai  satu kesatuan  yang tak
terpisahkan. “Ya kalau untuk di Kepuh kesurupan itu sakral mbak, sakral itu
ya kesurupan beneran, gak maen-maen. Dijathilan-jathilan lain selain  Kepuh  mungkin  banyak  yang  kesurupannya  cuma  main-
main  ya  mbak  tapi  ya  tadi  itu  kalau  di  Kepuh  kesurupannya tidak direkayasa macem-macem” As
I.PK, 16-25. Kesenian  jathilan  merupakan  kesenian  tradisional  bagi  kebudayaan
Jawa.  Pertunjukkan  kesenian  jathilan  di  jaman  dulu  selalu  melibatkan kesurupan  yang  sesungguhnya.  Seiring  berjalannya  waktu,  esensi  kesurupan
dari  sebuah  pertunjukan  jathilan  mulai  luntur.  Di  jaman  sekarang  banyak kesenian  jathilan di  luar  jathilan  Turonggo  Jati  Manunggal  yang  melibatkan
kesurupan  pura-pura  dan  memposisikan  kesurupan  sebagai  sekedar  hiburan 73
dalam  suatu  pentas  kesenian  jathilan.  Lain  halnya  dengan  kesurupan  dalam kelompok jathilan Turonggo Jati Manunggal di Dusun Kepuh, sampai saat ini
para penari jathilan tetap mempertahankan kesurupan yang sesungguhnya. Bagi  ketiga  subjek,  kesurupan  pura-pura  mereka  yakini  sebagai
kesurupan  yang  salah  dan  tidak  seharusnya  dilakukan.  Setiap  pentas berlangsung,  ketiga  subjek  selalu  mengupayakan  diri  mereka  untuk  bisa
mengalami kesurupan sesungguhnya. Jika  ada halangan dan gagal untuk bisa mengalami  kesurupan  sesungguhnya,  mereka  terpaksa  untuk  melakukan
kesurupan pura-pura karena mereka akan dihantui rasa malu dan sungkan jika ada  penonton  yang  mengetahui  bahwa  mereka  tidak  mengalami  kesurupan
saat pentas jathilan. “Kesurupan pura-pura itu ya seharusnya tidak dilakukan mbak,
namanya  juga  pura-pura  kan  ya  bohong  ya  jadi  semua  yang bohong  itu  pasti  gak  baik,  termasuk  kesurupan”  Fn
II.PK, 61-67.
“Ya  itu  ya  gimana  ya…ya  kita  aslinya  tetep  anu  ke  minder  ya sama  sama  pawang-pawangnya  otomatis  sama  pawangnya  itu
otomatis  minder  karena  kan  kita  cuma  pura-pura  to,  tapi  kita tetep berusaha…berusaha menepis nganu  itu, ya kita biasa aja.
Iya..kita  tetep  malu  aslinya  malu  kalo  sampai  diketahui  gitu cuma  pura-pura  itu  tetep  ya  malu  gitu.  Tapi  kan  kita  tetep
berusaha,  saya  kan  tetep  berusaha  gimana  supaya  tidak  bisa diketahui  bahwa  kalo  saya  itu  pura-pura”  As
II.PR,  112- 127.
Njathil  hingga  kesurupan  membuat  diri  ketiga  subjek  menjadi  lebih berharga.  Pada  dasarnya  mereka  mengaku  bahwa  selalu  ada  keinginan  dan
upaya  untuk  mengalami  kesurupan  setiap  pentas  njathil.  Dari  hal  tersebut, dapat  terlihat  bahwa  betapa  fenomena  kesurupan  dimaknai  sebagai  sesuatu
74
yang  penting  dan  berharga  karena  ketiga  subjek  ingin  tetap  melestarikan budaya Jawa dalam sebuah kesenian jathilan yang memang melibatkan unsur
kesurupan  yang  sesungguhnya.  Pemaknaan  tersebut  sesuai  dengan  teori makna  yang  dikemukakan  Frankl  bahwa  sebuah  makna  adalah  sesuatu  yang
dianggap penting dan berharga. “Yo kita yo bangga  juga mbak yang jelas wong orang kita bisa
apa  ya  istilahnya  itu  bisa  melestarikan  kebudayaan  Jawa  gitu yang jelas kita juga bangga” Pt
IV.PR, 324-329. Selain  memaknai  fenomena  kesurupan  sebagai  sesuatu  yang  penting
dan  berharga,  ketiga  subjek  juga  memaknai  fenomena  kesurupan  sebagai sebuah nilai yang dapat menambah kualitas hidup. Hal tersebut tampak dalam
pikiran  mereka  yang  meyakini  bahwa  banyak  hal  positif  yang  didapat  dari kesurupan  dalam  kesenian  jathilan  sekalipun  dalam  kenyataannya  rasa  lelah
dan cidera fisik setelah kesurupan kerap menghampiri mereka. Ketiga subjek merasa senang dan puas bisa njathil hingga kesurupan. Terasa sebagai sebuah
prestasi  yang  membanggakan  bisa  melestarikan  kebudayaan  Jawa  sekaligus dapat  menghibur  masyarakat  yang  menonton  pertunjukkan  jathilan  dengan
kesurupan yang sesungguhnya. Ketiga  subjek  merasa  bahwa  masyarakat  menghargai  profesi  subjek
sebagai  penari  jathilan.  Seringnya  ketiga  subjek  mengalami  kesurupan memunculkan  perasaan  bangga,  puas,  dan  senang  ,  selain  itu  seringnya
terlibat  dalam  kegiatan  jathilan  juga  membuat  ketiga  subjek  semakin  dekat dengan masyarakat. Dengan adanya penghargaan dan “dipandang lebih” oleh
75