Latar Belakang Perbedaan kecenderungan pembelian impulsif antara mahasiswa kos dan mahasiswa tinggal dengan orang tua.

dikarenakan seseorang membeli barang yang tidak benar-benar dibutuhkan atau semata-mata hanya mencoba dan tidak membutuhkannya. Tambunan 2001 menambahkan bahwa pembelian Impulsif adalah tindakan membeli barang-barang yang kurang atau tidak diperhitungkan, sehingga sifatnya menjadi berlebihan. Pembelian impulsif memiliki konsekuensi negatif yakni kekecewaan yang diterima antara lain: kesulitan keuangan, kekecewaan dikarenakan membeli tidak sesuai kebutuhan dan mendapat ketidaksetujuan atas barang yang dibeli oleh teman ataupun orang tua Rook, 1987. Pembelian impulsif mengakibatkan kesulitan keuangan hal tersebut dikarenakan pengeluaran yang dikeluarkan tidak sebanding dengan pendapatannya Ditmar 2005 dalam Kurnia NI, 2013. Selain itu konsumen yang melakukan pembelian impulsif akan mengalami kekecewaan dari relasinya dikarenakan membeli tidak didasarkan kebutuhan namun, perasaan senang sesaat Ditmar 2005 dalam Kurnia NI, 2013 Mowen dan Minor 2002 berpendapat pembelian impulsif sering dilakukan pada masa remaja, hal tersebut dilakukan agar dapat diterima oleh teman-temannya, dan didukung dengan perubahan fisik. Perubahan fisik pada remaja mengakibatkan remaja disibukkan dengan mengembangkan citra dirinya terutama mengenai tampilan fisiknya Santrock,2002. Lin; Chuang, 2005 serta, Lin; Chen, 2012 berpendapat remaja merupakan target produsen dengan menjual produk untuk usia remaja. Remaja akan mengamati perubahan fisik pada dirinya dan membandingkan dengan artis atau teman sebayanya e- magazinemarketing.co.id. Hal ini membuat remaja berperilaku membeli dengan mencoba berbagai macam produk kecantikan, produk diet dan mengeluarkan banyak biaya, sehingga pembelian impulsif sering dialami remaja Lin dan Chen, 2012. Masa remaja ialah masa seseorang sudah dapat memutuskan pilihan yang dirasa tepat untuk dirinya Santrock, 2002. Menurut Sarlito 2002 rentang usia remaja ialah 14-24 tahun. Pada remaja akhir, remaja sudah lebih berkompeten dalam menentukan masa depannya termasuk membeli sesuai kebutuhannya dan memikirkan dampak atau resikonya Kreating dalam Santrock, 2002. Pengambilan keputusan pada remaja akhir merupakan keterampilan pada kehidupan sehari-hari dan proses kognitif yang lebih tinggi dan seringkali lebih sempurna Ganzel dan Jacobs dalam Santrock, 2002 Mahasiswa termasuk dalam masa remaja akhir, yaitu masa ia sudah melewati tahap pencarian identitas Santrock, 2002. Pada tahap ini, seseorang sudah dapat menerima dan bertanggung jawab atas dirinya Santrock, 2002. Menurut Mappie 1982, dalam Wiranti, 2013 pada remaja kemandirian sudah terbentuk disaat membuat keputusan, bertindak sesuai dengan keputusannya dan bertanggung jawab atas keputusannya. Menurut Santrock 2002 remaja akhir dalam mengambil keputusan dapat membentuk kemandirian ekonomi dan kepribadiannya. Kemandirian remaja akhir diperlukan untuk mempersiapkan diri dimasa depan serta tidak kesulitan dimasa dewasanya dengan melakukan segala sesuatu secara bertanggung jawab tanpa bergantung orang lain Patriana, 2007. Menurut Syafarudin 2012 kemandirian remaja memiliki beberapa aspek yakni aspek emosi, aspek ekonomi, aspek intelektual dan aspek sosial. Aspek-aspek pada kemandirian remaja akhir diperlukan untuk membantu kemandirian mahasiswa dimasa depannya. Mahasiswa dalam menentukan masa depannya dapat menentukan lembaga pendidikan yang sesuai dengan minatnya. Mahasiswa dapat menentukan lembaga pendidikan di kota tempat tinggalnya dan dapat tinggal bersama orang tua ataupun mahasiswa dapat menentukan lembaga pendidikan diluar kota tempat tinggalnya dan memilih bertempat tinggal jauh berpisah dengan orang tua dengan cara kos. Berdasarkan penelitian sebelumnya Nainggolan IS, 2012 menghasilkan penelitian bahwa 80 mahasiswa USU Universitas Sumatera Utara lebih memilih tinggal di kos dibandingkan tinggal dengan orang tua. Pengawasan orang tua dan jarak yang jauh membuat mahasiswa kos memiliki gaya hidup lebih bertanggung jawab, berprinsip, mandiri dan membeli barang sesuai kebutuhan dibandingkan mahasiswa tinggal dengan orang tua yang kebutuhannya masih diawasi dan jarak yang dekat mempermudah orang tua dalam membantu memenuhi kebutuhannya Nainggolan IS, 2012. Menurut Arifin AS 2009 mahasiswa kos adalah seseorang yang bermukim dengan menyewa suatu ruangan dalam periodik waktu tertentu, anak kos memiliki kewajiban untuk membayar dan mematuhi perjanjian misalkan membayar listrik dan air. Menurut Lampung post, 2011 Anak kos hidup bertempat tinggal terpisah dengan orang tua dan harus mencukupi kebutuhannya secara bijak karena tidak setiap waktu mendapat kiriman dari orang tua. Anak kos berdasarkan tanggung jawabnya dituntut lebih mandiri mengelola keuangan dibandingkan mahasiswa tinggal dengan orang tua Lampung post, 2011. Mahasiswa tinggal dengan orang tua atau seorang anak yang hidup serumah bersama dengan orang tua memiliki kecenderungan meniru perilaku orang tua, sehingga ketika orang tua berperilaku pembeli secara impulsif maka anak akan meniru perilaku orang tua Setiawati dkk, 2004 Berdasarkan tempat tinggalnya mahasiswa dapat belajar lebih mandiri dalam mengelola keuangan. Hal ini juga didukung, Ratih Puspita Dewi 2011 pada penelitiannya mengenai Hubungan Kemandirian dengan perilaku konsumtif. Penelitiannya menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan negatif antara kemandirian dengan perilaku konsumtif, artinya semakin tinggi kemandirian maka semakin rendah tingkat perilaku konsumtifnya. Sebaliknya, semakin rendah kemandirian maka semakin tinggi perilaku konsumtifnya. Kemandirian pada mahasiswa juga didukung pada hasil wawancara pada Selasa, 18 Februari 2014 dengan delapan mahasiswa yang mengatakan bahwa mereka lebih dituntut untuk mandiri dibandingkan saat SMA Sekolah Menengah Atas, tempat tinggal jauh dari orang tua membuat mereka lebih mandiri dalam melakukan banyak aktivitas sendiri, Misalkan: mencuci baju, mencuci alat makan, membersihkan tempat tidur, mengatasi sakit sendiri, memasak ataupun menyediakan makan sendiri tanpa dibantu orang lain. Mereka mengaku memperoleh uang saku 500 ribu hingga 1.5 juta per bulan dan hal tersebut lebih besar dibandingkan saat di bersekolah di SMA. Mahasiswa kos memiliki uang saku lebih besar namun masih perlu membayar laundry, iuran kebersihan, iuran kompor jika memasak, iuran listrik sebesar 50 ribu hingga 150 ribu bergantung dengan fasilitas kelengkapan di ruang kos misalkan: Televisi, dispenser dan Air conditioner dan pengeluaran lainnya. Pada wawancara diperoleh juga informasi mengenai besarnya uang saku yakni mahasiswa tinggal dengan orang tua memiliki uang saku lebih rendah dibandingkan mahasiswa kos, namun memiliki pengeluaran lebih sedikit dibandingkan mahasiswa tinggal di kos hal ini dikarenakan pada mahasiswa tinggal di rumah sudah tercukupi pada kebutuhan kepribadian dan konsumsinya di rumah. Mahasiswa tinggal dengan orang tua lebih menggunakan uang sakunya untuk bensin, keperluan kuliah dan pengeluaran lainnya. Mahasiswa tinggal dengan orang tua cenderung kurang mandiri dalam mengelola keuangannya meskipun memiliki uang saku lebih rendah dan Mahasiswa kos cenderung lebih mandiri dalam mengelola pengeluarannya dikarenakan kebutuhan yang lebih beragam dan membutuhkan jangka waktu sebelum memperoleh uang saku kembali. Pentingnya penelitian ini, kita dapat mengetahui apakah perbedaan kemandirian yang dimiliki remaja berdasarkan perbedaan tempat tinggal, memiliki perbedaan dalam kencenderungan pembelian impulsifnya. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelian Impulsif sering dilakukan oleh remaja. Mahasiswa merupakan remaja akhir memiliki kemandirian untuk menentukan masa depan yang bertanggung jawab tanpa bantuan dengan orang lain dan perbedaan tempat tinggal membedakan mahasiswa dalam melakukan pembelian impulsif. Rumusan Masalah Apakah ada perbedaan kecenderungan pembelian impulsif antara Mahasiswa kos dan Mahasiswa tinggal dengan orang tua?

A. Tujuan Penelitian

Tujuan dengan adanya penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kecenderungan pembelian impulsif antara mahasiswa kos dan mahasiswa tinggal dengan orang tua.

B. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan psikologi khususnya psikologi konsumen mengenai kecenderungan pembelian impulsif.

2. Manfaat praktis

Berdasarkan penelitian ini, mahasiswa dapat menilai tingkat pembelian impulsif dan dapat digunakan untuk melakukan evaluasi dirinya, sedangkan pada orang tua dapat berguna untuk mengawasi dan pemberikan pendampingan pada anaknya khususnya pada kecenderungan pembelian Impulsif. 10 BAB II LANDASAN TEORI

A. Pembelian Impulsif

1. Definisi Pembelian Impulsif

Pembelian impulsif adalah perilaku membeli tanpa melalui perencanaan sebelumnya. Membeli dengan impulsif sering kali dilakukan dengan cepat tanpa melalukan pertimbangan dan dengan alasan yang kurang logis atau rasional Engel dan Blackwell, 1995. Definisi ini didukung oleh Verplanken Herabadi 2001 yang mendefinisikan pembelian impulsif sebagai pembelian yang kurang menggunakan rasional dan diasumsikan sebagai pembelian yang cepat dan kurang direncanakan. Selain mendukung teori sebelumnya Verplanken Herabadi 2001 menambahkan bahwa pembelian Impulsif hanya mengikuti konflik pikiran dan dorongan emosional. Dorongan emosional tersebut terkait dengan munculnya perasaan yang intens yang ditunjukkan dengan melakukan pembelian karena adanya dorongan untuk membeli suatu produk dengan mengabaikan konsekuensi negatif, merasakan kepuasan dan mengalami konflik di dalam pemikiran Rook dalam Verplanken, 2001. Berbeda dengan teori sebelumnya yang berpendapat bahwa pembelian impulsif bersifat irasional, spontan dan berlangsung secara