10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pembelian Impulsif
1. Definisi  Pembelian Impulsif
Pembelian  impulsif  adalah  perilaku  membeli  tanpa  melalui perencanaan  sebelumnya.  Membeli  dengan  impulsif  sering  kali
dilakukan  dengan  cepat  tanpa  melalukan  pertimbangan  dan  dengan alasan  yang  kurang  logis  atau  rasional  Engel  dan  Blackwell,  1995.
Definisi  ini  didukung  oleh  Verplanken    Herabadi  2001  yang mendefinisikan  pembelian  impulsif  sebagai  pembelian  yang  kurang
menggunakan rasional dan diasumsikan sebagai pembelian yang cepat dan kurang direncanakan.
Selain  mendukung  teori  sebelumnya  Verplanken    Herabadi 2001    menambahkan  bahwa  pembelian  Impulsif  hanya  mengikuti
konflik pikiran dan dorongan emosional. Dorongan emosional tersebut terkait  dengan  munculnya  perasaan  yang  intens  yang  ditunjukkan
dengan melakukan pembelian karena adanya dorongan untuk membeli suatu  produk  dengan  mengabaikan  konsekuensi  negatif,  merasakan
kepuasan  dan  mengalami  konflik  di  dalam  pemikiran  Rook  dalam Verplanken, 2001.
Berbeda  dengan  teori  sebelumnya  yang  berpendapat  bahwa pembelian impulsif  bersifat irasional, spontan dan berlangsung secara
cepat. Solomon  Rabolt 2009 menyatakan bahwa tidak sepenuhnya pembelian  impulsif  disebut  irasional  karena  seringnya  pembelian
impulsif  justru  didasarkan  kebutuhan.  Pendapat  itu  didukung  oleh Thomson  et  al,  dalam  Semuel,  2007  mengemukakan  bahwa  motif
pembelian  impulsif    muncul  seringkali  dilakukan  secara  sadar  oleh pengalaman  individu  pada  kebutuhan  emosional  seperti:  kepuasan,
pujian,  kesenangan  hingga  kebahagiaan  secara  sementara,  sehingga pembelian  impulsif    lebih  sesuai  dengan  keputusan  membeli  yang
rasional dibandingkan irasional Thomson et al, dalam Semuel, 2007. Solomon    Rabolt  2009  berpendapat  bahwa  pembelian
impulsif dilakukan individu secara rasional ketika mengalami perasaan mendesak dikarenakan tidak dapat melawan keinginan dalam membeli
sesuatu.  Kecenderungan  untuk  membeli  secara  spontan  ini  sering membuat  konsumen  merasa  percaya  bahwa  tindakan  membelinya
adalah hal yang wajar Rook  Fisher 1995 dalam Solomon, 2009. Berdasarkan  uraian  tersebut  dapat  disimpulkan  bahwa
pembelian  impulsif    adalah  pembelian  yang  cenderung  dilakukan secara  spontan  atau  tiba-tiba,  disertai  dengan  perasaan  intens  dan
seringkali  kurang  rasional  dan  berdampak  pada  pengabaian  akan konsekuensinya, sehingga pembelian seringkali secara irasional.
2. Aspek Pembelian Impusif
Pembelian impulsif  terdiri  atas dua aspek  yakni  aspek kognisi dan  emosi.  Sebelumnya  Rook  1987  menyimpulkan  bahwa
pembelian  impulsif  terdiri  dari  empat  aspek  yaitu  aspek    spontan
,
aspek  kekuatan,  aspek  stimuli,  aspek  tidak  peduli  pada  konsekuensi. Hal  tersebut  dikelompokkan  Verplanken    Herabadi  2001  menjadi
dua  aspek  yakni  aspek  spontan  dan  aspek  tidak  peduli  akan konsekuensi  mencerminkan  aspek  kognisi  serta  aspek  emosi  terdiri
atas  aspek  stimuli  dan  aspek  kekuatan.  Meski  demikian,  Verplanken Herabadi  2001  mengatakan  bahwa  pada  setiap    pembelian
impulsif hanya memunculkan satu aspek yang dominan. Aspek  pembelian  impulsif    menurut  Verplanken    Herabadi
2001 yaitu: a.
Aspek Kognitif Aspek ini berfokus pada proses kognitif individu yang meliputi:
individu  kurang  dalam  melakukan  pertimbangan  harga  dengan manfaat  suatu  produk,  kurang  memberikan  penilaian  terhadap
suatu  pembelian  produk  dan  kurang  membandingan  produk yang  akan  dibeli  dengan  produk  yang  mungkin  lebih  berguna.
Rook  1987  mengatakan  pada  aspek  kognitif  terdapat pembelian  impulsif  secara  spontan  yakni  pembelian  yang
cenderung  mendadak,  dan  cepat    dikarenakan  promosi  atau
pengaruh  stimulus  visual  yang  menarik  dan  pembelian  impulsif seringkali  mengabaikan  atau  kecenderungan  tidak  peduli  pada
konsekuensinya Rook, 1987. b.
Aspek Emosional Aspek  ini  berfokus  pada  kondisi  emosional  konsumen
yang  meliputi:  munculnya  dorongan  perasaan  untuk  segera melakukan  pembelian,  munculnya  perasaan  senang  dan  puas
setelah  melakukan  pembelian.  Rook  1987  berpendapat,  pada aspek  emosional  ini  terdapat  kekuatan  impuls  dan  intensitas
yakni  pembelian  yang  harus  dilakukan  karena  merasa  sangat memerlukan  serta  munculnya  stimuli  dan  kegembiraan  yakni
pembelian disertai dengan dorongan perasan gembira yang kuat dan seringkali terlepas dari kontrol Rook, 1987.
Berdasarkan  aspek-aspek  tersebut  dapat  disimpulkan individu  pada  aspek  kognitif  melakukan  pembelian  impulsif
dengan  cenderung  kurang  dalam  melakukan  pertimbangan, pemberian  penilaian  dan  membandingkan  produk  yang  akan
dibeli  dengan  produk  lain  yang  lebih  berguna  sehingga mengabaikan konsekuensinya, sedangkan pada aspek emosional
individu  melakukan  pembelian  impulsif  dengan  menekankan perasaan  senang  dan  puas  yang  muncul  secara  tiba-tiba  dan
merasa sangat memerlukan.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelian Impulsif
Menurut    Loudon  dan  Bitta  1993  faktor-faktor  yang mempengaruhi  pembelian  impulsif    dapat  dikategorikan  menjadi  tiga
bagian,  yakni  faktor  pemasaran  atau  marketing,  faktor  produk  dan faktor konsumen. Faktor pemasaran atau marketing merupakan faktor
dari  luar  individu  yang  mendorong  konsumen  melakukan  pembelian impulsif,  faktor  produk  merupakan  faktor  tampilan  produk    yang
membuat  individu  tertarik  membeli  suatu  produk  sehingga  membeli secara  impulsif  dan  faktor  karakteristik  konsumen  yakni  faktor  dari
dalam  diri  individu  dan  mempengaruhi  individu  dalam  pembelian impulsif.
Faktor  pemasaran  atau  marketing  menurut  Loudon  dan  Bitta 1993,  yaitu:  dorongan  murni  pure  impulse  yaitu  berupa  dorongan
untuk  membeli  produk  baru  atau  menghentikan  pola  pembelian  yang sebelumnya,  dorongan    karena  saran  suggestion  impulse  yang
didasarkan  karena  saran  dari  orang  lain,  misalkan  teman  atau  sales promotion,  dorongan  karena  ingatan  reminder  impulse  karena
teringat  akan  produk  yang  terdapat  diiklan,  display  maupun  katalog dan dorongan yang tidak terencana planned impulse untuk membeli
berdasarkan kupon, diskon, voucher yang direncanakan meski kurang berguna Loudon dan Bitta,1993.
Faktor  produk  menurut  Loudon  dan  Bitta  1993,  yakni:  Harga yang relatif murah, produk berukuran kecil, produk digunakan dalam
jangka  waktu  relatif  cepat.  Harga  yang  relatif  murah,    misalnya: adanya  promosi  potongan  harga  suatu  produk  membuat  individu
cenderung membeli secara impulsif. Produk berukuran kecil misalnya: produk yang ringan dan mudah dibawa seringkali diletakkan di dekat
kasir  untuk  mempengaruhi  individu  melakukan  pembelian  impulsif, produk  digunakan  dalam  jangka  waktu  relatif  cepat  misalkan:
pembelian beberapa produk seringkali memiliki batas kadaluarsa atau batas  pemakaian  yang  relatif  cepat  sehingga  pembelian  suatu  produk
berkelanjutan meskipun kurang manfaatnya. Faktor  karakteristik  konsumen,  menurut  Loudon  dan  Bitta
dalam  Anin  F  dkk,  2008,  meliputi  gender,  sosial  demografi  dan sosial  ekonomi.  Rook    dan  Hoch  dalam  Kancen  2007
mengemukakan pada faktor gender yakni perempuan lebih cenderung membeli  secara  impulsif  dibandingkan  laki-laki.  Namun,  belum  ada
penelitian  yang  mendukung  perempuan  mahasiswa  kos  memiliki kecenderungan  lebih  Impulsif  dibandingkan  laki-laki.  Pada  faktor
sosial  demografi  keadaan  lingkungan  dikota  lebih  banyak  pusat perbelanjaan  sehingga  mendorong  individu  membeli  secara  impulsif
Loudon dan Bitta dalam Astasari AR, dkk, 2009. Pada faktor sosial ekonomi  pada  konsumen  remaja  keadaan  uang  saku  berhubungan
positif  dengan  kecenderungan  membeli  secara  impulsif  Ling  dan  Lin dalam Semuel, 2007. Tetapi ini bertentangan dengan  Semuel 2007
yang  mengungkapkan  tidak  ada  keterkaitan  antara  uang  saku  dengan pembelian impulsif.
Berdasarkan  uraian  tersebut  dapat  disimpulkan  faktor-faktor pembelian  impulsif  dapat  dikategorikan  menjadi  faktor  pemasaran
atau  marketing,  faktor  produk,  dan  faktor  konsumen.  Pada  faktor pemasaran terdapat dorongan murni, dorongan karena saran, dorongan
karena  ingatan,  dan  dorongan  tidak  terencana.  Faktor  produk  yang terdiri  atas produk  relatif murah, produk berukuran kecil atau ringan,
dan  produk  memiliki  jangka  waktu  singkat.  Sedangkan  faktor konsumen terdapat gender, sosial demografi dan sosial ekonomi.
B. Mahasiswa  Kos  dan  Mahasiswa  Tinggal  dengan  Orang  Tua
Berdasarkan Tingkat Kemandirian. 1.    Definisi Kemandirian
Menurut  Steinberg,  2002  kemandirian  dapat  didefinisikan sebagai  kemampuan  individu  dalam  bertingkah  laku,  merasakan
sesuatu,  dan  mengambil  keputusan  berdasarkan  kehendaknya  sendiri. Jihadah. U, dkk. 2002 menambahkan bahwa kemandirian merupakan
suatu  sikap  yang  harus  dipenuhi  individu  dalam  menentukan  masa depan yang lepas dari ketergantungan pada orang lain, kemandirian ini
tidak dapat berkembang secara instant atau langsung jadi. Erikson dalam Monk, dkk, 2006 menegaskan bahwa seorang
individu yang dinyatakan memiliki kemandirian dapat melepaskan diri
dari  pengaruh  orang  tua,  memiliki  inisiatif,  tanggung  jawab,  percaya diri dan kreatif.
Senada  dengan  hal  tersebut,  Anggraeni  2013  menyatakan bahwa,  kemandirian  dapat  di  definisikan    sebagai  kemampuan
individu  yang  tidak  hanya  mengambil  keputusan  namun  dapat bertanggung  jawab  atas  berperilaku,  disertai  pengambilan  keputusan
yang diikuti dengan menurunnya ketergantungan pada orang lain. Berdasarkan  uraian  tersebut  dapat  disimpulkan  kemandirian
merupakan  kemampuan  individu  dalam  bertingkah  laku,  merasakan sesuatu  dan  membuat  keputusan  sendiri  dengan  bertanggung  jawab
tanpa  bantuan  orang  lain.  Kemandirian  merupakan  sikap  yang  harus dipenuhi  individu  dalam  menentukan  masa  depan  dan  tidak  dapat
berkembang secara instant atau langsung jadi.
2.    Kemandirian Remaja Akhir
Batubara, 2010 mengatakan bahwa remaja merupakan periode kritis  peralihan  anak  menjadi  dewasa,  berbagai  perubahan  hormonal,
fisik psikologis maupun sosial terjadi berlangsung cepat dan terkadang tidak  disadari.  Perubahan  mengakibatkan  perubahan  perilaku  remaja
pada  lingkungannya  dan  dapat  diatasi  pada  akhir  remaja  untuk menghadapi masa dewasanya Batubara, 2010.
Santrock  2007  mengutarakan  bahwa  masa  perkembangan remaja  akhir  diusia  18-22  tahun.  Batubara  2010  menambahkan
bahwa remaja akhir dimulai pada usia 18 tahun yang ditandai dengan
matangnya  maturitas  fisik  secara  sempurna,  hal  itu  ditandai  dengan mampu  memikirkan  ide,  indentitas  diri  menjadi  lebih  kuat,  lebih
menghargai  orang  lain,  emosi  lebih  stabil,  lebih  memikirkan  masa depan,  lebih  konsisten  dan  bertanggung  jawab.  Masa  remaja  ialah
masa  seseorang  sudah  dapat  memutuskan  pilihan  yang  dirasa  tepat untuk  dirinya  Santrock,  2007.  Menurut  Sarlito  2002  rentang  usia
remaja  ialah  14-24  tahun.  Pada  remaja  akhir,    remaja  sudah  lebih mandiri  dan  berkompeten  dalam  menentukan  masa  depannya
termasuk membeli sesuai kebutuhannya dan memikirkan dampak atau resikonya  Kreating  dalam  Santrock,  2007.  Mandiri  dalam
pengambilan keputusan pada remaja akhir merupakan proses terampil yang  dipelajari  dikehidupan  sehari-hari  dan  menuntut  proses  kognitif
yang  lebih  tinggi  dan  seringkali  lebih  sempurna  Ganzel  dan  Jacobs dalam Santrock, 2007
Kemandirian  yang  bertanggung  jawab  harus  dipenuhi  individu di  masa  remaja.  Kemandirian  merupakan  salah  satu  indikator  remaja
mencapai  kedewasaan  dengan  kemampuannya  dalam  melakukan segala  sesuatu  sendiri  tanpa  harus  bergantung  dengan  orang  lain
Patriana, 2007. Mahasiswa  merupakan  remaja  akhir  yang  pada  umumnya
memiliki  rentang  usia  18-22  tahun  yakni  selama  4  tahun  atau  8 semester.  Hal  ini  menandakan  bahwa  mahasiswa  berada  pada  masa
perkembangan  remaja  akhir.  Mahasiswa  pada  masa  remaja  akhir
diharuskan mencapai kemandirian untuk mempersiapkan diri di masa depan  serta  tidak  kesulitan  di  masa  dewasanya  dengan  melakukan
segala  sesuatu  secara  bertanggung  jawab  dan  tanpa  bergantung  pada orang lain Patriana, 2007.
Masa  remaja  akhir  merupakan  saat  berkembangnya  proses kognitif,  emosi,  bertanggung  jawab  dan  konsistensi.    Berdasarkan
uraian  tersebut  dapat  disimpulkan  bahwa  remaja  akhir  memiliki rentang usia 18-22 tahun, dan mahasiswa memiliki rentang usia 18- 22
tahun  sehingga  mahasiswa  merupakan  remaja  akhir.  Mahasiswa mengalami  masa  transisi  dari  hidup  bergantung  dengan  orang  tua
menjadi  hidup  mandiri  sehingga  dapat  mengambil  keputusan  secara mandiri  dan    dapat  menentukan  masa  depannya  tanpa  bantuan  orang
lain.
3.    Aspek Kemandirian Remaja Akhir
Menurut  Syafaruddin    2012  kemandirian  terdiri  dari beberapa aspek, yaitu:
a. Aspek  Emosi,  aspek  ini  ditunjukan  dengan  kemampuan
mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua.
b. Aspek  Ekonomi,  aspek  ini  ditunjukan  dengan  kemampuan
mengatur  ekonomi  dan  tidak  tergantungnya  kebutuhan  ekonomi pada orang tua.
c. Aspek Intelektual, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk
mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. d.
Aspek  Sosial,  aspek  ini  ditunjukan  dengan  kemampuan  untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau
menunggu aksi dari orang lain
4.   Definisi Mahasiswa Kos
Mahasiswa  kos  adalah  seseorang  yang  sedang  menempuh pendidikan  di  perguruan  tinggi  dan  bermukim  secara  sementara
dengan  menyewa  suatu  ruangan  dalam  periodik  waktu  tertentu,  anak kos  memiliki  kewajiban  untuk  membayar  dan  mematuhi  perjanjian
misalkan membayar listrik  dan air  Arifin  As, 2009. Mahasiswa kos biasanya  tinggal  jauh  dari  orang  tua  dan  harus  mencukupi
kebutuhannya  secara  bijak  karena  tidak  setiap  waktu  mendapat kiriman dari orang tua, sehingga mahasiswa kos  sering dituntut lebih
hemat  sedangkan  tidak  semua  tempat  kos  dapat  memasak  untuk mengurangi  biaya,  sehingga  seringkali  masalah  pengeluaran  menjadi
permasalahan  mahasiswa  kos.  Menurut  Lampung  post,  2011 Mahasiswa kos hidup bertempat tinggal terpisah dengan orang tua dan
harus mencukupi kebutuhannya secara bijak karena tidak setiap waktu mendapat  kiriman  dari  orang  tua.  Mahasiswa  kos  berdasarkan
tanggung  jawabnya  dituntut  lebih  mandiri  mengelola  keuangan dibandingkan mahasiswa tinggal dengan orang tua.
Mahasiswa kos dituntut hidup mandiri dikarenakan jarak yang jauh dengan orang tua sehingga tindakan, pengambilan keputusan dan
tanggung jawab lebih dituntut dari mahasiswa kos.
5.    Definisi Mahasiswa Tinggal Dengan Orang Tua
Mahasiswa  tinggal  dengan  orang  tua  adalah  seseorang  yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi dan tinggal dengan
orang  tua  atau  hidup  serumah  bersama  dengan  orang  tua  tidak  perlu menyewa    dan  menunggu  kiriman  uang  dari  orang  tua,  tetapi
mendapat pengawasan orang tua. Mahasiswa tinggal dengan orang tua atau  seorang  anak  yang  hidup  serumah  bersama  dengan  orang  tua
memiliki  kecenderungan  meniru  perilaku  orang  tua,  sehingga  ketika orang tua berperilaku pembeli secara impulsif maka anak akan meniru
perilaku orang tua Setiawati dkk, 2004 Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan  tipe  tempat  tinggal  pada  mahasiswa  kos  dan  mahasiswa tinggal  dengan  orang  tua    berdasarkan  kemandiriannya.  Kemandirian
merupakan  bagian  dari  remaja  untuk  menghadapi  masa  dewasa. Kemandirian  remaja  akhir  diperlukan  saat  mengambil  keputusan  dan
menentukan masa depan tanpa bantuan orang lain. Pada pengambilan keputusan  dan  tanggung  jawab  mahasiswa  kos  dituntut  lebih
dibandingkan mahasiswa tinggal dengan orang tua.
C. Dinamika  Perbedaan  Kecenderungan  pembelian  impulsif  pada
mahasiswa kos dan mahasiswa tinggal dengan orang tua.
Mahasiswa  berada  pada  tahap  perkembangan  remaja  akhir. Tahap kehidupan yang menuntut hidup lebih ideal dalam memutuskan
masalah secara bertanggung jawab. Mahasiswa mulai memiliki emosi yang  cenderung  stabil,  sabar,  dan  diharuskan  memiliki  kemandirian
untuk berkembang di masa dewasa Patriana, 2007. Kemandirian memiliki peranan penting yang harus dimiliki pada
mahasiswa.  Hal  ini  diungkapkan  oleh  Steinberg  2002  yang mendefinisikan  kemandirian  merupakan  kemampuan  individu  dalam
bertingkah  laku,  merasakan  sesuatu,  dan  mengambil  keputusan berdasarkan  kehendaknya  sendiri.  Kemandirian  mahasiswa  dalam
melakukan  sesuatu  tanpa  bantuan  orang  lain,  membuat  keputusan sendiri  dan  bertanggung  jawab  merupakan  beberapa  perilaku  yang
dilakukan mahasiswa kos karena hidup jauh dari orang tua dan harus memenuhi  kebutuhannya  sendiri  dibandingkan  Mahasiswa  tinggal
dengan orang tua Patriana, 2007. Mahasiswa  kos  hidup  jauh  dari  orang  tua,  hal  itu  membuatnya
harus  mengambil  keputusan  sendiri,  dan  bertanggung  jawab  atas keputusannya sendiri. Mahasiswa kos memiliki keterbatasan perhatian
dan  bantuan  orang  tua  seperti  yang  sebelumnya  biasa  didapatkan ketika  tinggal  bersama  dengan  orang  tua  Nainggolan  IS,  2012.
Mahasiswa  kos  hidup  jauh  dengan  orang  tua  memiliki  keterbatasan
yang  membuat  mahasiswa  kos  lebih  rendah  dalam  membeli  secara impulsif.
Mahasiswa  tinggal  dengan  orang  tua  masih  memiliki kemudahan dari orang tua sebagai  figur  yang dapat diandalkan untuk
memenuhi kebutuhan fisik maupun psikologisnya. Lingkungan kurang memaksa  mereka  untuk  keluar  dari  lingkungan  keluarga  sehingga
mahasiswa  tinggal  dengan  orang  tua  masih  tergantung  dengan  orang tua  Steinberg,  2002.  Keadaan  situasi  tempat  tinggal  membuat
mahasiswa  memiliki  kemandirian  yang  berbeda  dalam  membuat keputusan,  bertanggung  jawab  dan  memikirkan  konsesuensi  ketika
melakukan pembelian dalam memenuhi kebutuhan hidupnya terutama pembelian  secara  Impulsif  Nainggolan  IS,  2012.  Keadaan
lingkungan  yang  memberi  kemudahan  membuat  mahasiswa  tinggal dengan orang tua lebih cenderung membeli secara impulsif.
Pembelian  impulsif  merupakan  pembelian  suatu  barang  yang cepat tanpa melakukan pertimbangan konsekuensinya Semuel, 2007.
Mahasiswa  yang  melakukan  pembelian  impulsif  dapat  mengalami kekecewaan  atas  konsekuensi  yang  didapat,  kehabisan  uang
dikarenakan  banyaknya  pengeluaran  disertai  kurangnya  pengelolaan keuangan dalam pengambilan keputusan secara bertanggung jawab.
Gambar  1.  Skema  Penelitian  Perbedaan  Pembelian  Impulsif  pada Mahasiswa kos dan mahasiswa tinggal dengan orang tua
D. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah ada perbedaan pembelian impulsif antara  mahasiswa  kos  dan  mahasiswa  tinggal  dengan  orang  tua.
Pembelian impulsif mahasiswa kos lebih rendah dari pada mahasiswa tinggal dengan orang tua.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian  ini  merupakan  penelitian  komparasi  atau  uji  beda. Menurut  Sugiyono  2012  penelitian  komparasi  atau  uji  beda  merupakan
penelitian yang digunakan untuk melihat perbedaan satu varibel atau lebih, pada  dua  sampel  atau  sampel  yang  berbeda.  Penelitian  ini  dimaksudkan
untuk  melihat  perbedaan  kecenderungan  pembelian  impulsif  pada mahasiswa yang kos dan mahasiswa tinggal dengan orang tua
B. Identifikasi Variabel
1. Variabel tergantung      : Kecenderungan Pembelian impulsif
Mahasiswa. 2.
Variabel bebas : Mahasiswa kos dan Mahasiswa
tinggal dengan orang tua.
C. Definisi Operasional
1. Kecenderungan Pembelian Impulsif
Kecenderungan pembelian
impulsif mahasiswa
adalah kecenderungan  pembelian  yang  muncul  akibat  adanya  dorongan  yang
spontan,  disertai  perasaan  intens  dan  seringkali  kurang  rasional  untuk melakukan  tindakan  membeli  dan  tanpa  melakukan  perencanaannya,
hal  ini  mengakibatkan    rasa  penyesalan  ketika  barang  yang  dibeli dengan cepat menimbulkan konsekuensi.
Aspek  yang  digunakan  pada  penelitian  ini  adalah  aspek  kognisi dan  aspek  emosi.  Kecenderungan  pembelian  secara  impulsif  akan
diukur  berdasarkan  skala  kecenderungan  pembelian  impulsif  yang dibuat  oleh  peneliti.  Semakin  tinggi  skor  pada  skala  kecenderungan
pembelian  impulsif  maka  semakin  tinggi  kecenderungan  pembelian impulsif dan sebaliknya jika skor pada skala pembelian impulsif rendah
maka semakin rendah kecenderungan pembelian impulsif.
2.   Kemandirian Mahasiswa Kos dan Mahasiswa Tinggal dengan Orang tua
Kemandirian  merupakan  kemampuan  mahasiswa  dalam bertingkah  laku,  merasakan  sesuatu,  dan  membuat  keputusan  sendiri
dengan  bertanggung  jawab  tanpa  bantuan  orang  lain.  Mahasiswa  kos adalah  seseorang  yang  sedang  menempuh  pendidikan  di  perguruan
tinggi  dan  bermukim  secara  sementara  dengan  menyewa  suatu ruangan dalam periodik  waktu tertentu, anak kos memiliki kewajiban
untuk membayar dan mematuhi perjanjian misalkan membayar listrik dan  air.  Sedangkan,  mahasiswa  tinggal  dengan  orang  tua  adalah
seseorang yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi dan tinggal  dengan  orang  tua  atau  hidup  serumah  bersama  dengan  orang
tua tidak perlu menyewa  dan menunggu kiriman uang dari orang tua, tetapi mendapat pengawasan orang tua.