Pengertian Tindak Pidana Narkotika

mengemukakan bahwa, “criminal policy is the rational organization of the social reactions to crime”. 52 Marc Ancel dan G. Peter Hoeffnagels melihat kebijakan kriminal sebagai usaha rasional dari masyarakat untuk menanggulangi kejahatan. Kebijakan kriminal merupakan usaha yang rasional dari masyarakat untuk mencegah kejahatan dan mengadakan reaksi terhadap kejahatan. Usaha yang rasional itu merupakan konsekuensi logis, karena menurut Barda Nawawi Arief, sebagai masalah yang termasuk masalah kebijakan, maka penggunaan hukum pidana sebenarnya tidak merupakan suatu keharusan. Tidak ada kemutlakan dalam bidang kebijakan, karena pada hakekatnya dalam masalah kebijakan orang dihadapkan pada masalah kebijakan penilaian dan pemilihan dari berbagai macam alternatif. 53 Sinergi antara kebijakan penanggulangan narkotika dengan hukum pidana sarana penal terkait pada fungsionalisasisi dari beberapa tahap di atas, yakni: formulasi, aplikasi, dan eksekusi.

B. Tindak Pidana Narkotika

1. Pengertian Tindak Pidana Narkotika

Sistem hukum menjatuhkan hukuman atau pidana adalah menyangkut tentang perbuatan-perbuatan apa yang diancam dengan pidana. Haruslah terlebih dahulu telah tercantum secara tegas dalam undang-undang pidana, artinya jika tidak ada undang-undang yang mengatur, maka pidana tidak dapat dijatuhkan. Bab I 52 G. Peter Hoefnagels. Op. Cit., hlm. 57. 53 Barda Nawawi Arief, Op. Cit., hlm 3. Universitas Sumatera Utara Pasal 1 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP ada asas yang disebut “nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenale”, yang pada intinya menyatakan bahwa tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali sudah ada ketentuan undang-undang yang mengatur sebelumnya. 54 Dilihat dari rumusan hukum setiap tindak kejahatan dan pelanggaran, perlu diketahui asas-asas hukum pidana, beberapa asas penting adalah sebagai berikut. 55 a. Tindak pidana mempunyai 2 dua sifat, yakni; 1 Formil, dalam tindak pidana ini yang diancam dengan hukuman oleh undang- undang adalah perbuatannya. 2 Materil, dalam jenis tindak pidana ini yang diancam dengan hukuman oleh undang-undang adalah akibatnya. b. Tindak pidana memiliki 2 dua unsur, yakni: 1 Obyektif, unsur ini terdiri dari suatu perbuatan atau suatu akibat. 2 Subyek, unsur ini adalah suatu kehendak atau tujuan yang ada dalam jiwa pelaku, yang dirumuskan dengan istilah sengaja, niat, dan maksud. c. Tindak pidana terdiri atas: 1 Tindak pidana dolus, atau yang dilakukan dengan sengaja; 2 Tindak pidana culpa, atau yang dilakukan tanpa sengaja. d. Tindak pidana mempunyai 3 tiga bentuk, yakni: 1 Pokok, dimana semua unsur dari tindak pidana dirumuskan. 2 Gekwalikasir, disebutkan nama kejahatan disertai dengan unsur pemberatan, misalnya pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu. 3 Geprivilegeerd, hanya dicantumkan nama kejahatan yang disertai unsur peringanan. Dengan mengetahui permasalahan pokok di atas, akan lebih memperjelas bentuk-bentuk tindak pidana, dalam hal ini tindak pidana narkotika yang merupakan kejahatan dan pelanggaran, kecuali diluar yang disebutkan diatas. Disisi lain ada juga dikenal beberapa cara melihat kejahatan tindak pidana narkotika, yaitu: 56 54 http:etd.eprintis.ums.ac.id. Pengantar dalam hokum Indonesia, diakses tanggal 1 Juni 2014. 55 Moh. Taufik Makaro, Op. Cit., hlm. 42-43. 56 EY., Kanter, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta; Alumni AHM-PTHM, 1982, hlm, 236-241. Universitas Sumatera Utara a. Cara perumusannya; b. Cara melakukan tindak pidana; c. Ada tidaknya pengulangan atau kelanjutannya; d. Berakhir atau berkesinambungannya suatu delik; e. Apakah tindakan terlarang tersebut merupakan kebiasaan dari petindak atau tidak; f. Apakah pada tindak pidana itu ditentukan keadaan yang memberatkan atau meringankan; g. Bentuk kesalahan petindak; h. Apakah tindak pidana itu mengenai hak hidup Negara, ketatanegaraan atau pemerintahan Negara; i. Perbedaan subjek; dan j. Cara penuntutan. Kaitan teoritis ilmiah terhadap bentuk-bentuk tindak pidana pada paparan di atas, dilihat sejauh mana pengaplikasian undang-undang narkotika tersebut, maka dapat dijelaskan hal-hal tentang bentuk penyalahgunaan narkotika sebagai berikut: 57 1. Narkotika apabila dipergunakan secara proporsional, artinya sesuai menurut asas pemanfaatan, baik untuk kesehatan maupun untuk kepentingan penelitian ilmu pengetahuan, maka hal tersebut tidak dapat dikwalisir sebagai tindak pidana narkotika. Akan tetapi apabila dipergunakan untuk maksud-maksud yang lain dari itu, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang jelas sebagai perbuatan pidana dan atau penyalahgunaan narkotika berdasarkan Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 2. Penyalahgunaan narkotika meliputi pengertian yang lebih luas, antara lain: a. Membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan berbahaya dan mempunyai resiko. Misalnya ngebut di jalanan, berkelahi, dan lain- lain; b. Menentang suatu otoritas, baik terhadap guru, orang tua, hukum, maupun instansi tertentu; c. Mempermudah penyaluran perbuatan seks; d. Melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman-pengalaman emosional; e. Berusaha agar menemukan arti dari pada hidup; f. Mengisi kekosongan-kekosongan dan perasaan bosan karena tidak ada kegiatan; g. Menghilangkan rasa frustasi dan gelisah; h. Mengikuti kemauan teman dan tata pergaulan lingkungan; i. Hanya sekedar ingin tahu atau iseng. 57 Buku Pedoman 3, Petunjuk Khusus Tentang Operasi Penerangan Inpres No.6 Tahun 1976. hlm, 8-9. Universitas Sumatera Utara Disamping itu, dapat juga dipergunakan untuk kepentingan ekonomi atau kepentingan pribadi. Menurut Ketentuan Hukum Pidana para pelaku tindak pidana itu pada dasarnya dapat dibedakan atas beberapa kategori, yakni: 1 Pelaku utama, 2 Pelaku pesert, dan 3 Pelaku pembantu. Seseorang dapat digolongkan kedalam pelaku diatas perlu ada proses peradilan, sebagaimana diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Adapun tindak pidana narkotika yang umum dikenal antara lain berikut ini: 58 a Penyalahgunaan melebihi dosis; Hal ini disebabkan oleh banyak hal, seperti yang telah diutarakan di atas. b Pengedaran narkotika; Karena keterikatan dengan sesuatu mata rantai peredaran narkotika, baik nasional maupun internasional. c Jual beli narkotika; Ini pada umunya dilatarbelakangi oleh motivasi untuk mencari keuntungan materil, namun ada juga karena motivasi untuk kepuasan. Ketiga bentuk Tindak Pidana Narkotika itu adalah merupakan salah satu penyebab terjadinya berbagai macam bentuk tindak pidana kejahatan dan pelanggaran lainnya, yang secara langsung menimbulkan akibat demoralisasi terhadap masyarakat, generasi muda, dan terutama bagi si pengguna zat berbahaya 58 Ibid Universitas Sumatera Utara itu sendiri. Sebagaimana yang diungkapkan langsung oleh salah seorang penerima manfaat rehabilitasi sosial PSPP Insyaf , misalnya: 59 1. Pembunuhan; 2. Pencurian; 3. Penodongan; 4. Penjambretan; 5. Pemerasan; 6. Pemerkosaan; 7. Penipuan; 8. Pelanggaran rambu lalu lintas; 9. Pelecehan terhadap aparat keamanan dan lain-lain. Temuan tersebut mengasumsikan bahwa tindak pidana narkotika adalah suatu perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum narkotika, dalam hal ini adalah Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang digantikan dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan ketentuan- ketentuan lain yang termasuk dan atau tidak bertentangan dengan Undang-Undang tersebut. 2 . Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Narkotika Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut juga dengan criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang tersangka atau terdakwa diminta pertanggung jawabannya atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak. Untuk dapat dijatuhkan pidana bagi pelaku, disyaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu harus memenuhi unsur-unsur yang telah di tentukan dalam Undang-Undang. 59 Wawancara dengan Bahtera, salah satu dari penerima manfaat rehabilitasi, program Re- entry B. Tanggal 10 Juli 2014, pukul 14.00 wib. Universitas Sumatera Utara Dilihat dari sudut terjadinya tindakan yang dilarang, seseorang akan dipertanggung jawabkan atas tindakan-tindakan tersebut, apabila tindakan tersebut melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar atau peniadaan sifat melawan hukum untuk tindak pidana yang dilakukannya. Dan dilihat dari sudut kemampuan bertanggung jawab maka hanya seseorang yang mampu bertanggung jawab yang dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya. Tindak pidana jika tidak ada kesalahan adalah merupakan asas pertanggung jawaban pidana, oleh sebab itu dalam hal dipidananya seseorang yang melakukan perbuatan ini dia mempunyai kesalahan. Berdasarkan hal tersebut maka pertanggungjawaban pidana, terdiri atas tiga unsur yaitu: 60 a. Kemampuan bertanggung jawab; b. Kesalahan dalam arti luas, sengaja dan atau kealpaan; c. Tidak ada alasan pemaaf. Penjelasan di atas memuncul pertanyaan bagaimana pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana narkotika. Masalah utama terhadap pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana narkotika adalah ketidakjelasan kedudukan hukum antara pecandu, pengguna, penyalahguna dan korban narkotika. Bila dikaitkan dengan orang yang menggunakan narkotika, dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, ada penjelasan tetang apa yang dimaksud dengan pecandu, penyalahguna dan korban penyalahguna adalah sebagai berikut: pecandu narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan 60 Muladi, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta: Kencana, 2009, hlm. 63. Universitas Sumatera Utara narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika baik secara fisik maupun psikis. 61 Sedangkan yang dimaksud dengan penyalah guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum. 62 Korban penyalah guna adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika, karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa dan atau diancam untuk menggunakan narkotika. 63 Ketidakjelasan kedudukan dapat menimbulkan masalah dalam merumuskan berbagai ketentuan didalam Undang-Undang Narkotika, baik dalam pertanggungjawaban pidananya dan pelaksanaannya. Pasal 127 Undang-Undang Narkotika menyebutkan setiap penyalah guna Narkotika Golongan I, II, dan III masing-masing dijatuhi dengan pidana penjara yang berbeda kurun waktunya. Gatot Supramono menyebutkan adanya penggolongan terhadap Narkotika yakni: 64 a. Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. b. Narkotika Golongan II adalah Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. c. Narkotika Golongan III adalah Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Kaitannya dengan teori kebijakan kriminal adalah adanya upaya penanggulangan serta pencegahan bagi para penyalahguna dan pecandu narkotika jika dilihat pada Pasal 4 huruf d Undang-Undang Narkotika yang menyatakan 61 Pasal 1 butir 13 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika 62 Pasal 1 butir 15 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika 63 Penjelasan Pasal 54 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika 64 Gatot, Supramono. Hukum Narkoba Indonesia. Jakarta:Djambatan, 2004, hlm. 160. Universitas Sumatera Utara bahwa Undang-Undang Narkotika bertujuan menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika. Serta dalam Pasal 54 Undang-Undang Narkotika mendukung pelaksanaan terhadap penyalah guna dan pecandu narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Hilangnya hak rehabilitasi bagi para penyalah guna dan pecandu narkotika terlihat dari adanya pasal 127 Undang-Undang Narkotika yang jelas menyebutkan tentang penjatuhan pidana penjara sesuai pada Narkotika Golongannya. Pembuktian serta pertanggungjawaban penyalah guna narkotika merupakan korban narkotika sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Narkotika, merupakan suatu hal yang sulit karena harus melihat awal pengguna narkotika menggunakan narkotika dan diperlukan pembuktian bahwa pengguna narkotika ketika menggunakan narkotika dalam kondisi dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa dan atau diancam untuk menggunakan narkotika. Banyak istilah yang membuat masyarakat dan aparat penegak hukum menjadi bingung, karena di lapangan aparat penegak hukum tidak memberikan hak orang yang positif menggunakan narkotika untuk melaksanakan rehabilitasi walaupun berdasarkan Undang-Undang telah menyebutkan jaminan rehabilitasi bagi pecandu narkotika. 65 65 Wawancara dengan Ibu Budi Hartati Pelaksana Bahan Program di PSPP Insyaf Sumatera Utara , tanggal 14 Juli 2014 . Pada Pasal 134 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, juga berimplikasi membingungkan orang tua atau wali yang diwajibakan melaporkan kepada pihak yang berwajib apakah anak mereka Universitas Sumatera Utara merupakan seorang pecandu atau bukan pecandu, karena untuk menentukan apakah seseorang dinyatakan sebagai pecandu narkotika haruslah di tentukan oleh ahli. 66

3. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Narkotika

Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Terhadap Pembayaran Dalam Perjanjian Pemborongan Kerja Penyediaan Makanan(Studi Pada Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Dengan Cv. Tri Putra Manunggal Di Medan)

15 127 93

Analisis Yuridis Rehabilitasi Terhadap Pecandu Narkotika Dalam Perspektif Pembaharuan Hukum Pidana Nasional

5 136 119

Evaluasi Proyek Rehabilitasi Sosial Mantan Pecandu Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif ( Kasus Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra " Galih Pakuan" Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

1 17 97

SKRIPSI URGENSI REHABILITASI PECANDU BAGI URGENSI REHABILITASI PECANDU BAGI PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA.

0 3 13

NASKAH PUBLIKASI REHABILITASI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA Rehabilitasi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Yuridis-Empiris Di Lapas Narkotik Yogyakarta).

0 1 15

KEBIJAKAN PENEGAK HUKUM DALAM MELAKUKAN REHABILITASI TERHADAP PECANDU NARKOTIKA PADA ANAK DIBAWAH UMUR.

0 0 8

PELAKSANAAN REHABILITASI SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Pada Loka Rehabilitasi Kalianda)

1 1 14

BAB II APLIKASI KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PELAKSANAAN REHABILITASI PECANDU NARKOTIKA A. Kebijakan Kriminal Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan - Aplikasi Kebijakan Hukum Piana Terhadap Pelaksanaan Rehabilitasi Pecandu Dalam Tindak Pidana Nark

0 1 50

BAB I PENDAHULUAN - Aplikasi Kebijakan Hukum Piana Terhadap Pelaksanaan Rehabilitasi Pecandu Dalam Tindak Pidana Narkotika (Studi Di Rehabilitasi Kementerian Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara)

0 0 24

APLIKASI KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKSANAAN REHABILITASI PECANDU DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi di Rehabilitasi Kementerian Sosial Pamardi Putra “INSYAF” Sumatera Utara)

0 0 13