guna peraturan atau kebijakan itu dapat terlaksana dalam aplikasinya sebagai suatu perintah yang harus dipatuhi oleh semua pihak yang bertanggung jawab. Kebijakan
rehabilitasi berupaya melakukan pencegahan dan penanggulangan yang merupakan bagian dari tolak ukur untuk mengemukakann suatu upaya yang rasional dalam
menaggulangi kejahatan dengan menggunakan sarana penal dan non penal.
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional
Badan Narkotika Nasional yang selanjutnya disebut dengan BNN berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2010 tentang Narkotika adalah
lembaga pemerintah non kementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Negara Republik
Indonesia. BNN juga bertugas menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk.
86
Mempertimbangkan buruknya efek narkoba pada otak yang menyebabkan gangguan kejiwaan, Badan Narkotika Nasional menilai bahwa pengguna narkoba
mestinya tidak dimasukkan penjara melainkan di tempat rehabilitasi. Seperti disampaikan Deputi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Diah Setia Utami
bahwa pemulihan di rehabilitasi merupakan cara terbaik bagi mereka yang sudah
86
Pasal 2 Huruf “a” Undang-Undang No. 23 Tahun 2010 Tentang Badan Nasional Narkotika.
Universitas Sumatera Utara
mengkonsumsi narkoba. Khususnya mereka yang kecanduan, kebijakan rehabilitasi dapat mengurangi dampak buruk yang akan terjadi di lingkungan sosial.
87
Orang yang pernah mencoba narkoba, semua bagian otaknya berubah. Mereka itu sakit butuh pemulihan. Dan penjara bukan jawabannya. Di penjara,
orang yang baru coba-coba akan bertemu dengan bandar dan pecanduembakau dan alkohol. Kebijakan Rehabilitasi dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2010 tentang
Badan Nasional Narkotika diatur dalam Pasal 22, tentang penyelenggaraan fungsi, yaitu terdiri dari beberapa huruf;
a. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan nasional dan kebijakan teknis P4GN;
b. Penyusunan dan perumusan norma, standar, criteria, dan prosedur di bidang rehabilitasi berbasis komunitas terapeutik atau metode lain yang telah teruji
keberhasilannya dan penyatuan kembali ke dalam masyarakat serta perawatan lanjutan penyalahguna dan atau pecandu narkotika dan
psikotropika serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol;
c. Pelaksanaan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dengan instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat dalam pelaksanaan P4GN di
bidang rehabilitasi; d. Pelaksanaan rehabilitasi berbasis komunitas terapeutik atau metode lain
yang telah teruji keberhasilannya dan penyatuan kembali ke dalam
87
http:health.liputan6.comread2065274bnn-upayakan-pengguna-narkoba-tak-masuk- penjarasthash. Diakses pada tanggal 1 Juli 2014.
Universitas Sumatera Utara
masyarakat serta perawatan lanjutan bagi penyalahguna dan atau pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif
untuk tembakau dan alkohol; e. Pelaksanaan peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial bagi penyalahguna dan atau pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk
tembakau dan alkohol, yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat;
f. Pembinaan teknis rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, dan rehabilitasi berbasis komunitas terapeutik atau metode lain yang telah teruji
keberhasilannya dan penyatuan kembali ke dalam masyarakat serta perawatan lanjutan bagi penyalahguna dan atau pecandu narkotika dan
psikotropika serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alcohol, kepada instansi vertikal di lingkungan BNN;
g. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan nasional P4GN di bidang rehabilitasi.
Point “d” menegaskan bahwa kebijakan rehabilitasi dengan metode terapeutik atau metode lain, dan upaya penyatuan kembali ke dalam masyarakat
serta adanya perawatan lanjutan bagi penyalahguna dan atau pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya menyimpulkan telah teruji tingkat
kemanfaatan dan keberhasilannya. Tugas dan tanggung jawab dalam pencegahan dan penanggulangan tindak
Universitas Sumatera Utara
pidana narkotika dari kebijakan aturan dalam Undang-Undang tentang Badan Narkotika Nasional adalah kewajiban BNN yang bertanggung jawab sebagai
institusi yang berwenang dalam hal tersebut.
4. Peraturan Menteri Sosial RI No. 26 Tahun 2012 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan
Zat Adiktif Lainnya
Korban penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya berhak atas rehabilitasi sosial yang menjadi tanggung jawab pemerintah dan
masyarakat sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika .
88
Adanya Peraturan Menteri Sosial ini jelas bahwa pemerintah mendukung penuh akan kebijakan rehabilitasi guna untuk perawatan bagi penyalahguna dan
atau pecandu Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. Kebijakan rehabilitasi dalam Pasal 8 Peraturan Menteri Sosial RI No. 26 Tahun 2012 Tentang
Standar Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya, untuk melakukan pencegahan. Yakni;
Dampak dari penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya semakin meningkat pada masyarakat luas, baik terhadap perseorangan, keluarga,
dan masyarakat. Kiranya dari dampak tersebut perlu penanganan khusus secara terpadu dan professional.
1 Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA meliputi: a. primer;
88
Lihat
Peraturan Menteri Sosial RI No. 26 Tahun 2012 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya.
Universitas Sumatera Utara
b. sekunder; dan c. tersier.
2 Pencegahan primer sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a merupakan upaya untuk mencegah seseorang menyalahgunakan NAPZA.
3 Pencegahan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b merupakan upaya pencegahan yang dilakukan terhadap pengguna agar tidak mengalami
ketergantungan terhadap NAPZA. 4 Pencegahan tersier sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c merupakan
upaya pencegahan terhadap pengguna yang sudah pulih dari ketergantungan NAPZA setelah menjalani rehabilitasi sosial agar tidak mengalami
kekambuhan. Jelas tampak upaya dan strategi pelaksanaan rehabilitasi berusaha
menyembuhkan penyalahguna dan atau pecandu narkotika untuk pulih dan mencegah si penyalahguna dan atau pecandu kembali pada narkotika lagi.
Sehingga tujuan pembangunan Nasional oleh generasi muda dapat terwujud.
5. Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 4 Tahun 2010