Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 4 Tahun 2010 Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 41HUK2014

b. sekunder; dan c. tersier. 2 Pencegahan primer sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a merupakan upaya untuk mencegah seseorang menyalahgunakan NAPZA. 3 Pencegahan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b merupakan upaya pencegahan yang dilakukan terhadap pengguna agar tidak mengalami ketergantungan terhadap NAPZA. 4 Pencegahan tersier sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c merupakan upaya pencegahan terhadap pengguna yang sudah pulih dari ketergantungan NAPZA setelah menjalani rehabilitasi sosial agar tidak mengalami kekambuhan. Jelas tampak upaya dan strategi pelaksanaan rehabilitasi berusaha menyembuhkan penyalahguna dan atau pecandu narkotika untuk pulih dan mencegah si penyalahguna dan atau pecandu kembali pada narkotika lagi. Sehingga tujuan pembangunan Nasional oleh generasi muda dapat terwujud.

5. Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 4 Tahun 2010

Tentang Penempatan Korban Penyalahguna Narkotika Ke Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial Satu sisi Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 4 Tahun 20110 Tentang Penempatan Korban Penyalahguna Narkotika ke Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial merupakan jurisprudensi yang merperkuat Pasal 54 dan Pasal 59 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Universitas Sumatera Utara Narkotika, 89 agar penyalahguna Narkotika yang berhadapan dengan hukum ditempatkan pada rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Dengan ditambahkan peraturan ini, peluang agar penyalahguna dan atau pecandu narkotika mendapatkan haknya untuk pulih dari ketergantungan narkotika.Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia ini mendukung kebijakan dalam tahap aplikatif yudikatif penerapan.

6. Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 41HUK2014

Tentang Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahguna Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya Sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor Bagi Korban Penyalahguna Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya Tahun 2014 Wajib lapor adalah kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh pecandu narkotika yang sudah cukup umur atau keluarganya, dan atau orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur kepada institusi penerima wajib lapor untuk mendapatkan pengobatan dan atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Institusi Penerima Wajib Lapor adalah merupakan pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan atau lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah. Adanya Keputusan Menteri Sosial ini menjadi instrument pendukung kebijakan rehabilitasi untuk korban penyalahgunaan Napza, yakni seseorang yang menggunakan NAPZA tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter. Dimana dapat melapor ke Lembaga Rehabilitasi Sosial yang ditunjuk oleh Kementerian Sosial Sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor. Terkait pada pihak yang wajib lapor 89 Lihat Pasal 54- 59 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Universitas Sumatera Utara memiliki relavansi yang sebelumnya telah diatur dalam Pasal 134 Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Menyebutkan Pecandu yang telah cukup umur tidak melaporkan diri akan dipidana kurungan paling lama 6 enam bulan dan pidana denda sebesar Rp 2.000.000,00 dua juta rupiah sedangkan untuk untuk keluarga dari pecandu narkotika dengan sengaja tidak melaporkan maka dipidana kurungan selama 3 tiga bulan dan pidana denda sebesar Rp 1.000.000,00 satu juta rupiah. Adapun pihak-pihak yang melapor adalah sebagai berikut: 1. Korban penyalahguna NAPZAPecandu yang sudah cukup umur 18 tahun ke atas; 2. Keluarga wali korban penyalahgunaan NAPZA bagi yang belum cukup umur ataupun yang telah cukup umur; 3. Petugas di lembaga non- Institusi Penerima Wajib Lapor IPWL sebagai petugas pendamping dari forum penanggulangan NAPZA Lembaga Informasi dan Konsultasi, dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara Skema 2. Proses Wajib Lapor Strategi untuk penegakan hukum secara efektif dengan menggunakan kebijakan kriminal dapat dilakukan dengan dua cara, yakni melalui sarana penal atau penegakan hukum pidana dan sarana non penal. Penggunaan dengan sarana penal, merupakan menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum dengan menegakkan hukum sebagai upaya punishment. Pelaksanaan proses penegakan hukum law enforcement, menurut Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, dalam penerapan suatu sanksi kepada para Universitas Sumatera Utara pengguna, tidak hanya terbatas pada sanksi pidana dan juga tidak selamanya penegakan hukum harus memenjarakan sebanyak-banyaknya para pengguna narkotika dan psikotropika di lembaga pemasyarakatan. Dalam hal ini hakim juga berwenang memberikan putusan hukum agar dilakukan perawatan, yakni rehabilitasi, baik rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial sebagai salah satu bentuk upaya terapi dengan metode yang terpilih keberhasilannya yang diselenggarakan oleh pemerintah.

2. Kebijakan Non Penal Non Penal Policy

Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Terhadap Pembayaran Dalam Perjanjian Pemborongan Kerja Penyediaan Makanan(Studi Pada Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Dengan Cv. Tri Putra Manunggal Di Medan)

15 127 93

Analisis Yuridis Rehabilitasi Terhadap Pecandu Narkotika Dalam Perspektif Pembaharuan Hukum Pidana Nasional

5 136 119

Evaluasi Proyek Rehabilitasi Sosial Mantan Pecandu Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif ( Kasus Panti Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra " Galih Pakuan" Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

1 17 97

SKRIPSI URGENSI REHABILITASI PECANDU BAGI URGENSI REHABILITASI PECANDU BAGI PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA.

0 3 13

NASKAH PUBLIKASI REHABILITASI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA Rehabilitasi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Yuridis-Empiris Di Lapas Narkotik Yogyakarta).

0 1 15

KEBIJAKAN PENEGAK HUKUM DALAM MELAKUKAN REHABILITASI TERHADAP PECANDU NARKOTIKA PADA ANAK DIBAWAH UMUR.

0 0 8

PELAKSANAAN REHABILITASI SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Pada Loka Rehabilitasi Kalianda)

1 1 14

BAB II APLIKASI KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PELAKSANAAN REHABILITASI PECANDU NARKOTIKA A. Kebijakan Kriminal Dalam Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan - Aplikasi Kebijakan Hukum Piana Terhadap Pelaksanaan Rehabilitasi Pecandu Dalam Tindak Pidana Nark

0 1 50

BAB I PENDAHULUAN - Aplikasi Kebijakan Hukum Piana Terhadap Pelaksanaan Rehabilitasi Pecandu Dalam Tindak Pidana Narkotika (Studi Di Rehabilitasi Kementerian Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara)

0 0 24

APLIKASI KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKSANAAN REHABILITASI PECANDU DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi di Rehabilitasi Kementerian Sosial Pamardi Putra “INSYAF” Sumatera Utara)

0 0 13