b. sekunder; dan c. tersier.
2 Pencegahan primer sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a merupakan upaya untuk mencegah seseorang menyalahgunakan NAPZA.
3 Pencegahan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b merupakan upaya pencegahan yang dilakukan terhadap pengguna agar tidak mengalami
ketergantungan terhadap NAPZA. 4 Pencegahan tersier sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c merupakan
upaya pencegahan terhadap pengguna yang sudah pulih dari ketergantungan NAPZA setelah menjalani rehabilitasi sosial agar tidak mengalami
kekambuhan. Jelas tampak upaya dan strategi pelaksanaan rehabilitasi berusaha
menyembuhkan penyalahguna dan atau pecandu narkotika untuk pulih dan mencegah si penyalahguna dan atau pecandu kembali pada narkotika lagi.
Sehingga tujuan pembangunan Nasional oleh generasi muda dapat terwujud.
5. Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 4 Tahun 2010
Tentang Penempatan Korban Penyalahguna Narkotika Ke Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial
Satu sisi Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 4 Tahun 20110 Tentang Penempatan Korban Penyalahguna Narkotika ke Lembaga
Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial merupakan jurisprudensi yang merperkuat Pasal 54 dan Pasal 59 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang
Universitas Sumatera Utara
Narkotika,
89
agar penyalahguna Narkotika yang berhadapan dengan hukum ditempatkan pada rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Dengan ditambahkan
peraturan ini, peluang agar penyalahguna dan atau pecandu narkotika mendapatkan haknya untuk pulih dari ketergantungan narkotika.Surat Edaran Jaksa Agung
Republik Indonesia ini mendukung kebijakan dalam tahap aplikatif yudikatif penerapan.
6. Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 41HUK2014
Tentang Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahguna Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya Sebagai Institusi Penerima Wajib
Lapor Bagi Korban Penyalahguna Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya Tahun 2014
Wajib lapor adalah kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh pecandu narkotika yang sudah cukup umur atau keluarganya, dan atau orang tua atau wali
dari pecandu narkotika yang belum cukup umur kepada institusi penerima wajib lapor untuk mendapatkan pengobatan dan atau perawatan melalui rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial. Institusi Penerima Wajib Lapor adalah merupakan pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan atau lembaga rehabilitasi sosial yang
ditunjuk oleh pemerintah. Adanya Keputusan Menteri Sosial ini menjadi instrument pendukung
kebijakan rehabilitasi untuk korban penyalahgunaan Napza, yakni seseorang yang menggunakan NAPZA tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter. Dimana dapat
melapor ke Lembaga Rehabilitasi Sosial yang ditunjuk oleh Kementerian Sosial Sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor. Terkait pada pihak yang wajib lapor
89
Lihat Pasal 54- 59 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Universitas Sumatera Utara
memiliki relavansi yang sebelumnya telah diatur dalam Pasal 134 Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Menyebutkan Pecandu yang telah cukup umur
tidak melaporkan diri akan dipidana kurungan paling lama 6 enam bulan dan pidana denda sebesar Rp 2.000.000,00 dua juta rupiah sedangkan untuk untuk keluarga dari
pecandu narkotika dengan sengaja tidak melaporkan maka dipidana kurungan selama 3 tiga bulan dan pidana denda sebesar Rp 1.000.000,00 satu juta rupiah.
Adapun pihak-pihak yang melapor adalah sebagai berikut: 1. Korban penyalahguna NAPZAPecandu yang sudah cukup umur 18
tahun ke atas; 2. Keluarga wali korban penyalahgunaan NAPZA bagi yang belum cukup
umur ataupun yang telah cukup umur; 3. Petugas di lembaga non- Institusi Penerima Wajib Lapor IPWL sebagai
petugas pendamping dari forum penanggulangan NAPZA Lembaga Informasi dan Konsultasi, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
Skema 2. Proses Wajib Lapor
Strategi untuk penegakan hukum secara efektif dengan menggunakan kebijakan kriminal dapat dilakukan dengan dua cara, yakni melalui sarana penal
atau penegakan hukum pidana dan sarana non penal. Penggunaan dengan sarana penal, merupakan menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum dengan
menegakkan hukum sebagai upaya punishment. Pelaksanaan proses penegakan hukum law enforcement, menurut Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, dalam penerapan suatu sanksi kepada para
Universitas Sumatera Utara
pengguna, tidak hanya terbatas pada sanksi pidana dan juga tidak selamanya penegakan hukum harus memenjarakan sebanyak-banyaknya para pengguna
narkotika dan psikotropika di lembaga pemasyarakatan. Dalam hal ini hakim juga berwenang memberikan putusan hukum agar dilakukan perawatan, yakni
rehabilitasi, baik rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial sebagai salah satu bentuk upaya terapi dengan metode yang terpilih keberhasilannya yang
diselenggarakan oleh pemerintah.
2. Kebijakan Non Penal Non Penal Policy