Hambatan-hambatan dalam Mengimplementasikan Nilai-nilai

66

5. Hambatan-hambatan dalam Mengimplementasikan Nilai-nilai

Kedisiplinan di SD Negeri Margoyasan Yogyakarta Menerapkan dan membina sikap disiplin dimulai dari lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga yang mendukung akan membawa energi positif dalam diri siswa. Energi positif tersebut akan membawa siswa lebih bersemangat dalam melaksanakan tugas sebagai pelajar yaitu proses belajar mengajar untuk membentuk sikap patuh, taat, dan tertib terhadap peraturan yang berlaku di lingkungan sekolah ataupun keluarga. Usaha tersebut harus diimbangi dengan usaha pendidik dalam menanamkan sikap disiplin sejak dini agar semua siswa mematuhi tata tertib untuk membiasakan dan melatih bersikap disiplin. Hasil wawancara kepala sekolah “J”wawancara Kamis, 6 Maret 2014 menyatakan “menurut saya, tetap ada hambatan itu seumpama karena kesibukan guru-guru sehingga jarang memberi penekanan atau penegasan untuk mengingatkan siswa setiap saat mengenai tata tertib sekolah”. Oleh karena itu, setiap kegiatan pasti akan diikuti beberapa hambatan yang menjadi penghalang dalam pelaksanaan kegiatan. Maka sekolah harus berupaya untuk mendidik dan melatih sikap disiplin setiap hari untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam mengimplementasikan kedisiplinan siswa. Guru kelas “Es” wawancara Rabu, 19 Maret 2014, menambahkan faktor penghambat dalam mengimplementasikan kedisiplinan dipengaruhi oleh faktor keluarga dimana keluarga mempunyai pengaruh besar dalam diri siswa, yakni“kalau hambatan itu karena didikan orang tua yang kurang 67 mendisiplinkan anak, wawasan orang tua yang kurang, ditinggal orang tua kayak broken home atau yang lain. Jadi, persoalan di keluarga dibawa anak ke sekolah.” Maka lingkungan keluarga sangat mempengaruhi sifat siswa, apabila siswa hidup di keluarga yang bahagia, harmoni, nyaman, damai dan disiplin akan memberi dampak positif pada diri siswa. Sebaliknya jika siswa hidup di keluarga yang kurang harmonis akan memberikan pengaruh langsung dalam diri siswa untuk tidak disiplin, taat, dan tertib. Oleh karena itu, jika lingkungan keluarga dan sekolah tidak bekerja sama dalam mendidik kedisiplinan sejak awal, selamanya siswa tidak terbiasa hidup disiplin. Selain itu, peneliti memperoleh data terkait implementasi nilai-nilai kedisiplinan di Sekolah Dasar Negeri Margoyasan, Yogyakarta, yaitu masih ada sebagian guru yang tidak disiplin waktu, yaitu datang ke sekolah setelah bel berbunyi dan tidak tepat masuk kelas setelah bel masuk hasil pengamatan pada observasi tanggal 8 dan 24 Maret 2014. Hal tersebut menunjukkan bahwa tata tertib guru dan karyawan tidak sepenuhnya ditaati guru sehingga menjadi hambatan sekolah dalam mengimplementasikan nilai-nilai kedisiplinan atau memberikan contoh langsung sikap disiplin pada siswa. 68

B. Pembahasan

1. Implementasi Nilai-nilai Kedisiplinan yang dilakukan Kepala Sekolah

kepada Dewan Guru Disiplin merupakan suatu tindakan dari kesadaran dalam diri individu untuk taat, tertib, dan patuh pada peraturan atau tata tertib yang ada untuk diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. Implementasi nilai-nilai kedisiplinan yang dilakukan kepala sekolah untuk dewan guru dan siswa yaitu penerapan peraturan, hukuman, penghargaan, dan konsistensi. Namun, setelah penelitian menunjukkan bahwa kepala sekolah dalam mengimplementasikan kedisiplinan lebih terfokus pada penerapan peraturan dibandingkan unsur disiplin lainnya bagi dewan guru di sekolah. Sehingga konsistensi dari unsur disiplin tidak tetap penerapannya. Hal ini dipengaruhi oleh sikap kepala sekolah yang lebih memperhatikan implementasi kedisiplinan siswa dibandingkan gurunya sendiri. Penerapan hukuman tidak tegas untuk guru dimana saat ada guru yang melanggar tata tertib kepala sekolah tidak memberikan teguran, sanksi, nasehat, dan lain-lain. Kebiasaan guru melanggar tata tertib tidak hanya terjadi pada satu guru dan satu hari. Kebiasaan guru tersebut dapat mempengaruhi sikap dan perilaku anak didik secara langsung. Ki Hajar Dewantara Dwi Siswoyo, 2008: 171 menyebutkan semboyan “Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani” artinya di depan guru memberi contoh, tengah guru membangkitkan kehendak atau memotivasi, dan di belakang guru memberi dorongan. Hal tersebut terlihat