125 beberapa siswa melakukan kesalahan karena tidak menuliskan
sandhangan suku
pada soal yang seharusnya memuat suku kata yang berbunyi
u
. Kesalahan ini terjadi karena siswa belum memahami bentuk dan fungsi
sandhangan suku
sebagai penanda vokal
u
. Penulisan
sandhangan suku
terletak serangkai di bawah bagian akhir aksara yang mendapat
sandhangan suku
.
c. Analisis Kesalahan Penulisan
Sandhangan Swårå Pêpêt
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 21 siswa melakukan kesalahan dalam keterampilan menulis
sandhangan pêpêt. Sandhangan pêpêt
dipakai untuk melambangkan suaravokal
ê
di dalam suatu suku kata Tim Penyusun, 2003: 19-20.
Pada pembahasan ini kesalahan penulisan
sandhangan swårå pêpêt
terbagi menjadi 4 bentuk kesalahan, yaitu
sandhangan swårå pêpêt
dituliskan dengan
sandhangan swårå taling, sandhangan swårå wulu, sandhangan swårå suku
dan
sandhangan panyigêg wignyan
. Kesalahan penulisan
sandhangan pêpêt
dapat dilihat pada data berikut.
Gambar 57. Kesalahan Penulisan
Sandhangan Pêpêt
Dituliskan dengan
Taling
1 Pada soal nomor 6 gambar 57 penulisan dengan aksara Jawa yang benar
“danang tuku gêdhang”, soal nomor 7 seharusnya ditulis
126 “damar mênyang pasar” dan soal nomor 9 seharusnya ditulis
“doni kalah pêrang”. Pada gambar tersebut tampak bahwa
sandhangan pêpêt
sebagai penanda vokal
ê
pada kata “
gêdhang
” nomor 6, kata “
mênyang
” nomor 7 dan kata “
pêrang
” nomor 9 ditulis dengan
sandhangan taling.
Sandhangan pêpêt
dan
sandhangan taling
sama-sama merupakan penanda vokal “
e
”, tetapi keduanya memiliki cara pengucapan yang berbeda.
Sandhangan pêpêt
merupakan penanda vokal
ê
sedangkan
sandhangan taling
merupakan penanda vokal
é
dan
è
, sesuai dengan aturan dalam pedoman penulisan aksara Jawa yang menyatakan bahwa
sandhangan taling
dipakai untuk melambangkan suara vokal
é
atau
è
di dalam suatu suku kata Tim Penyusun, 2003: 23, sehingga
sandhangan swårå
yang diperlukan sebagai penanda vokal
ê
pada kata
gêdhang, mênyang,
dan
pêrang
adalah
sandhangan pêpêt
, bukan
sandhangan taling
. Kesalahan ini terjadi karena siswa belum dapat membedakan antara bunyi
è, é,
dan
ê
. Pada buku catatan dan buku latihan harian, siswa juga menuliskan semua
suku kata yang bervokal “e” dengan
sandhangan taling
. Variasi kesalahan lain
yang dilakukan siswa dalam penulisan
sandhangan pêpêt
yang dituliskan dengan
sandhangan taling
dapat dilihat pada data berikut.
Gambar 58. Kesalahan Penulisan
Sandhangan Pêpêt
Ditulis dengan
Taling
2
127 Pada soal nomor 2 gambar 58 penulisan dengan aksara Jawa yang benar
adalah “ånå dårå ênêm”.
Pada gambar tersebut suku kata “e”
pada kata “enem” nomor 2 ditulis dengan
sandhangan taling
. Seharusnya suku kata
“e” ditulis dengan aksara
hå
yang dibubuhi
sandhangan pêpêt,
bukan
taling. Sandhangan taling
merupakan sandhangan swårå yang dipakai untuk melambangkan suara vokal
é
atau
è
di dalam suatu suku kata dan ditulis di depan aksara yang dibubuhi
sandhangan
itu Tim Penyusun, 2003: 23, untuk itu
sandhangan taling
tidak dapat berdiri sendiri sebagai suatu aksara, tetapi hanya digunakan sebagai penanda vokal
“e” yang ditulis didepan aksara yang berbunyi vokal
“e”. Variasi kesalahan lain dapat dilihat pada data berikut.
Gambar 59. Kesalahan Penulisan
Sandhangan Pêpêt
Ditulis dengan
Wulu
Pada soal nomor 6 gambar 59 penulisan dengan aksara Jawa yang benar “danang tuku gêdhang”, soal nomor 7 seharusnya ditulis
“damar mênyang pasar” dan soal nomor 9 seharusnya ditulis “doni kalah pêrang”. Pada gambar tersebut tampak bahwa
sandhangan pêpêt
sebagai penanda vokal
ê
pada kata “
gêdhang
” nomor 6 dan
128 kata
“
mênyang
” nomor 7 ditulis dengan
sandhangan taling,
sedangkan
sandhangan pêpêt
pada kata “
pêrang
” nomor 9 ditulis dengan
sandhangan wulu
yang merupakan penanda vokal
i
sesuai dengan aturan pada pedoman penulisan aksara Jawa yang menyatakan bahwa
sandhangan wulu
dipakai untuk melambangkan suaravokal
i
dalam suatu suku kata Tim Penyusun, 2003: 19. Seharusnya,
sandhangan swårå
yang diperlukan sebagai penanda vokal
ê
pada kata
gêdhang, mênyang,
dan
pêrang
adalah
sandhangan pêpêt
, bukan
sandhangan taling
dan
sandhangan wulu
. Kesalahan ini menunjukkan bahwa siswa belum memahami bentuk dan fungsi
sandhangan pêpêt
pada suatu kata dan kalimat.
Gambar 60. Kesalahan Penulisan
Sandhangan Pêpêt
Ditulis dengan
Suku Wignyan
Pada soal nomor 6 gambar 60 penulisan dengan aksara Jawa yang benar “danang tuku gêdhang” dan soal nomor 7 seharusnya ditulis
“damar mênyang pasar”. Pada gambar tersebut tampak bahwa
sandhangan pêpêt
sebagai penanda vokal
ê
pada kata “
gêdhang
” nomor 6 ditulis dengan
sandhangan wignyan
yang merupakan penanda konsonan mati
h,
sedangkan
sandhangan pêpêt
pada kata kata “
mênyang
” nomor 7 ditulis dengan
sandhangan suku
yang merupakan penanda vokal
u
.