PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MASTERY LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN MENULIS KALIMAT SEDERHANA BAHASA INGGRIS KELAS 5 SD SONO PARANGTRITIS KRETEK BANTUL.
PEN TERHA BAHA JU NGARUH M ADAP KET ASA INGG D gu PROG URUSAN K UN MODEL PE TERAMPI GRIS KELA
Diajukan kep Univer untuk Mem una Memper I N GRAM STU KURIKULU FAKULT NIVERSITA O i EMBELAJ ILAN MEN
AS 5 SD SO BANTU SKRIP pada Fakult rsitas Neger menuhi Seba roleh Gelar Oleh Imam Susil NIM 111052 UDI TEKNO UM DAN T TAS ILMU AS NEGER OKTOBER JARAN MA NULIS KA ONO PARA UL PSI
tas Ilmu Pen ri Yogyakar agian Persy r Sarjana Pe
h lo Adhi 244004 OLOGI PE TEKNOLO PENDIDIK RI YOGYA R 2016 ASTERY LE ALIMAT SE ANGTRIT ndidikan rta aratan ndidikan ENDIDIKA OGI PENDI KAN AKARTA EARNING EDERHAN TIS KRETE AN IDIKAN G NA EK
(2)
(3)
(4)
(5)
v
MOTTO
“Perubahan adalah hasil akhir dari sebuah pembelajaran yang sebenar-benarnya.” (Leo Buscaglia)
(6)
vi
PERSEMBAHAN
Sebuah karya dengan ijin Allah SWT dapat kuselesaikan dan sebagai ucapan rasa syukur serta terimakasih karya ini dengan sepenuh hati dan keikhlasan kupersembahkan kepada:
1. Orang tua tercinta , yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, nasehat, bimbingan, serta semangat.
2. Almamater Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNY. 3. Agama, Nusa, dan Bangsa.
(7)
vii
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MASTERY LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN MENULIS KALIMAT SEDERHANA
BAHASA INGGRIS KELAS 5 SD SONO PARANGTRITIS KRETEK BANTUL
Oleh Imam Susilo Adhi NIM 11105244004
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran mastery learning terhadap keterampilan menulis kalimat sederhana bahasa inggris kelas 5 SD Sono.
Jenis penelitian ini adalah penelitian experiment pre experimental one group pre test post test. Subjek penelitian adalah peserta didik kelas 5 SD Sono yang berjumlah 24 siswa. Sedangkan objek penelitian ini adalah model pembelajaran mastery learning yang meliputi orientasi, penyajian, latihan terstruktur, latihan terbimbing, latihan mandiri. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, test, dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran mastery learning berpengaruh terhadap hasil belajar siswa secara signifikan, hal ini ditunjukkan oleh treatment dan tanggapan guru setelah serangkaian treatment selesai. Adapun hasil nilai keterampilan menulis sederhana
di pre test adalah 68,3 sedangkan hasil pada post test adalah 76,6. Hal ini
membuktikan bahwa treatment yang diberikan kepada siswa berpengaruh terhadap keterampilan menulis sederhana pada siswa Hasil keterampilan menulis sederhana setelah diberikan treatment lebih tinggi daripada hasil keterampilan menulis sebelum diberikan treatment.
(8)
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik, rahmat dan karunia-Nya sehingga Skripsi dengan judul ” Pengaruh Model Pembelajaran Mastery Learning terhadap Keterampilan Menulis Kalimat Sederhana Bahasa Inggris Kelas 5 SD Sono Parangtritis Kretek Bantul” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi tersebut dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Kurikulum Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Penyusunan, pembuatan, dan penyelesaian Skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan dorongan segenap pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan motivasi dan semangat.
3. Ketua Jurusan Kurikulum Teknologi Pendidikan yang telah membantu dalam melancarkan penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Deni Hardianto, M.Pd., yang telah memberikan banyak waktu untuk membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Ali Mustadi, M.Pd., yang telah bersedia menyetujui instrumen dalam skripsi ini.
6. Bapak/Ibu dosen dan pegawai Jurusan Kurikulum Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mencurahkan waktu dan membekali ilmu kepada peneliti selama di bangku perkuliahan.
7. Bapak Sumardiyana, S.Pd., selaku kepala sekolah SD Negeri Sono dan Septi Indra Dewi S.Pd., selaku guru mata pelajaran Bahasa Inggris yang telah memberikan ijin penelitian.
8. Ibu Tukirah dan Elmi Kurniawati yang telah memberikan do’a, semangat dan kasih sayang yang tak terhingga demi tercapainya tujuan dan cita-cita.
(9)
(10)
x
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL...i
HALAMAN PERSETUJUAN...ii
SURAT PERNYATAAN...iii
HALAMAN PENGESAHAN...iv
MOTTO ...v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...vi
ABSTRAK ...vii
KATA PENGANTAR...viii
DAFTAR ISI...x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1
B. Identifikasi Masalah...4
C. Pembatasan Masalah...5
D. Perumusan Masalah...5
E. Tujuan Penelitian...5
F. Manfaat Penelitian...5
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bahasa Inggris Sekolah Dasar...7
1. Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar...7
2. Pembelajaran Writting Kelas 5 Sekolah Dasar...10
B. Tinjauan Mastery Learning ( Belajar Tuntas )...11
1. Pengertian dan kriteria belajar tuntas ...11
2. Variabel strategi belajar tuntas ...13
3. Ciri-ciri belajar mengajar dengan prinsip belajar tuntas ...15
4. Pembelajaran bahasa inggris dengan belajar tuntas ...16
C. Kelebihan Dan Kekurangan Belajar Tuntas...18
1. Kelebihan ...18
(11)
xi
D. Sintaks Pembelajaran Metode Mastery Learning...22
E. Pengertian Hasil Belajar...23
F. Karakteristik Anak SD...25
G. Hasil Yang Relevan...30
H. Kerangka Berfikir...32
I. Hipotesis Tindakan...34
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian...35
B. Tempat Penelitian...36
C. Subjek Penelitian...36
D. Rencana Tindakan...36
E. Rancangan Pelaksanaan Tindakan...37
F. Teknik Analisis Data...40
G. Kriteria Keberhasilan Penelitian...41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBEHASAN A. Hasil Penelitian...42
1. Deskripsi lokasi dan subyek penelitian...42
2. Hasil Observasi...43
3. Kegiatan Pemberian Treatment...44
B. Pembahasan...58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...61
B. Saran ...62
DAFTAR PUSTAKA...64
(12)
xii
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Desain penelitian ...37
Tabel 2. Kisi – kisi intrumen test ...40
Tabel 3. Masalah Pembelajaran ...46
Tabel 4. Hasil Pre test ...49
(13)
xiii
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Kerangka Pikir ...34
Gambar 2. Skema Rancangan Penelitian ...40
Gambar 3. Diagram Pre Test...51
(14)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1.1. Instrumen penelitian pre test ...67
Lampiran 1.2. Instrumen penelitian post test ...68
Lampiran 2. RPP ...69
Lampiran 3.1. Hasil pre test ...88
Lampiran 3.2. Hasil post test ...89
Lampiran 4. Foto kegiatan ...90
Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian ...93
Lampiran 6. Surat Permohonan Ijin Penelitian...94
Lampiran 7. Surat Validasi Instrumen...95
Lampiran8. Surat Keterangan Penelitian...96
(15)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Salah satu masalah dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak diperbincangkan adalah tentang rendahnya mutu pendidikan. Hal ini tercermin dari rendahnya rata-rata hasil belajar siswa baik itu hasil belajar pada nilai semester maupun ujian nasional. Hal ini dapat dibuktikan oleh hasil ujian pada mata pelajaran Bahasa Inggris tingkat sekolah dasar yang mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Masalah lain dalam pendidikan di Indonesia yang yaitu tentang pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru (teacher center). Guru banyak menempatkan siswa sebagai obyek dan bukan sebagai subyek didik. Pendidikan kita kurang memberikan kesempatan pada siswa dalam berbagai mata pelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir holistik (menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis.
Belajar dan mendidik merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjukkan kepada bentuk perubahan yang dialami seseorang dalam perilaku akibat adanya interaksi antara respon dan stimulus, sedangkan mendidik menunjukkan penyampaian suatu ilmu untuk membentuk manusia menjadi pribadi yang baik. Jadi belajar dan mendidik dalam hal ini adalah proses interaksi antara guru dan siswa pada saat proses pembelajaran. Proses pembelajaran akan berhasil selain ditentukan oleh kemampuan guru dalam menentukan metode dan alat yang digunakan dalam pengajaran, juga ditentukan oleh minat dan motivasi belajar siswa.
(16)
2
Rendahnya hasil belajar bahasa Inggris pada siswa di tingkat SD baik itu pada nilai semester maupun ujian nasional dikarenakan guru dalam membelajarkan materi bahasa inggris terlalu cepat dan kurang menarik. Di samping itu penggunaan metode pengajaran yang salah dapat mengakibatkan tingkat pemahaman siswa dan penguasaan materi masih kurang, serta nilai yang diperoleh siswa cenderung rendah. Hal ini dibuktikan dengan hasil observasi pada tanggal 27 November 2015 dengan Ibu Septi selaku guru Bahasa Inggris SD N Sono, yaitu nilai Bahasa Inggris kelas 5 SD N Sono masih di bawah KKM yaitu nilainya berkisar antara 73 – 74 dengan skor maksimal 100, sedangkan KKM mata pelajaran Bahasa Inggris adalah 75. Untuk mempengaruhi hasil belajar pada siswa khususnya keterampilan menulis kalimat sederhana pada mata pelajaran Bahasa Inggris, diperlukan proses pengemasan belajar yang tepat, salah satunya adalah dengan menerapkan mastery learning dalam pembelajaran.
Mastery learning adalah suatu proses pembelajaran dimana siswa diberikan waktu yang cukup dan juga kesempatan belajar yang memadai. Sehingga dengan demikian semua siswa akan dapat belajar sesuai dengan cara dan kecepatan masing-masing. Dalam hal ini, guru melakukan berbagai teknik pembelajaran, yaitu dengan memberikan umpan balik dan tes berdasarkan acuan kriteria.
Berdasarkan observasi yang telah dilaksanakan faktor penyebab siswa belum tuntas dalam hasil belajar Bahasa Inggris adalah waktu belajar siswa kelas V yang masih kurang, karena pembelajaran di lakukan dalam 2x35 menit dalam satu minggu sekali. Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan pada siswa,
(17)
3
siswa kekurangan waktu belajar karena masih belum bisa membagi waktu bermain dan waktu belajar, dalam hal ini siswa kelas V SD Negeri Sono masih sering menggunakan waktu bermainnya daripada untuk belajar. Tentu saja itu berdampak pada hasil belajar Bahasa Inggris yang belum tuntas, yakni dibawah KKM yaitu 75. Faktor yang kedua adalah siswa kurang percaya diri dalam pelaksanaan pembelajaran Bahasa Inggris, hal ini dikarenakan siswa yang belum terbiasa menggunakan bahasa inggris dalam kegiatan sehari-hari. Faktor yang ketiga adalah minat belajar siswa terhadap pembelajaran Bahasa Inggris masih rendah. Hal ini terbukti ketika siswa cenderung mencari kesibukan lain ditengah kegiatan belajar mengajar berlangsung, faktor yang terakhir adalah sarana belajar Bahasa Inggris siswa kelas V pada mata pelajaran bahasa inggris masih sangat minim. Untuk menunjang keberhasilan siswa dalam pembelajaran bahasa inggris guru hanya menggunakan media buku dan sesekali menggunkan media bernyanyi untuk membentuk motivasi belajar siswa.
Adapun kelemahan belajar bahasa inggris di kelas V SD N 2 SONO adalah (1) siswa tidak mampu menguasai hubungan antar konsep, (2) siswa kurang memperhatikan materi yang diberikan guru, (3) siswa kurang dalam mengerjakan latihan-latihan soal, (4) siswa malu bertanya tentang materi yang belum dimengerti.
Masalah-masalah di atas merupakan masalah-masalah pendekatan pembelajaran, belum lagi masalah-masalah dari siswa itu sendiri. Terutama pada pelajaran bahasa inggris, mengingat pelajaran bahasa inggris merupakan mata pelajaran yang terkenal sulit, selain itu juga dikhawatirkan aktivitas belajar bahasa
(18)
4
inggris terganggu, jika suasana pembelajaran bahasa inggris tidak menyenangkan. Ini merupakan masalah utama yang dihadapi oleh para guru Bahasa Inggris. Rendahnya hasil belajar Bahasa Inggris karena adanya berbagai cap negatif telah melekat di benak siswa berkenaan dengan pelajaran bahasa inggris, yang bisa jadi itu semua dimunculkan dari guru baik secara langsung maupun tidak langsung, disadari atau tidak disadari.
Salah satu cara untuk menyelesaikan masalah belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa Inggris adalah melalui pendekatan belajar tuntas (mastery learning). Dari permasalahan yang telah diuraikan, peneliti tertarik untuk menerapkan mastery learning pada proses pembelajaran Bahasa Inggris siswa kelas V Sekolah Dasar. Adapun judul dari penelitian ini adalah “Pengaruh Model Pembelajaran Mastery Learning terhadap Keterampilan Menulis Kalimat Sederhana Bahasa Inggris Kelas 5 SD Sono Parangtritis Kretek Bantul.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dapat diidentifikasi masalah-masalah yang terjadi sebagai berikut :
1. Metode yang digunakan guru kurang kreatif, yaitu masih menggunakan metode ceramah.
2. Keterampilan menulis siswa kelas 5 SD Negeri Sono masih rendah di bawah standar kriteria ketuntasan minimal belajar yaitu 75
3. Media yang digunakan guru dalam mengajar kurang memotivatif.
4. Pendekatan belajar dengan model mastery learning atau belajar tuntas belum digunakan oleh guru.
(19)
5 5. Waktu pelajaran bahasa inggris terbatas.
C. Pembatasan Masalah
Mengingat begitu luasnya ruang lingkup pada penelitian ini, maka peneliti membatasi permasalahan. Peneliti memberikan batasan masalah pada pengaruh Model Pembelajaran Mastery Learning terhadap Keterampilan Menulis Kalimat Sederhana Bahasa Inggris Kelas 5 SD Sono Parangtritis Kretek Bantul.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah terdapat pengaruh Model Pembelajaran Mastery Learning terhadap Keterampilan Menulis Kalimat Sederhana Bahasa Inggris Kelas 5 SD Sono Parangtritis Kretek Bantul?
E. Tujuan Penelitian
Masalah yang timbul dalam pembelajaran diperlukan usaha-usaha agar terdapat peningkatan hasil belajar siswa. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengaruh Model Pembelajaran Mastery Learning terhadap Keterampilan Menulis Kalimat Sederhana Bahasa Inggris Kelas 5 SD Sono Parangtritis Kretek Bantul
F. Manfaat Penelitian
Sebagai penelitian experiment pre experimental one group pre test post test, manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah.
(20)
6
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah hasil penelitian diharapkan mampu memberikan sumbangan berupa kajian konseptual untuk memperbaiki hasil belajar Bahasa Inggris.
2. Manfaat Praktis
Dari segi praktis, ada tiga manfaat yang disampaikan dalam penelitian ini yaitu, sebagai berikut:
a. Bagi siswa, dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran Bahasa Inggris dengan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing siswa.
b. Bagi guru, dengan penerapan mastery learning dapat membuat pembelajaran menjadi asyik serta dapat meningkatkan motivasi beajar siswa.
c. Bagi peneliti selanjutnya, dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan referensi terhadap penelitian selanjutnya.
(21)
7 BAB II
KAJIAN PUSTAKA A.Bahasa Inggris SD
1. Pembelajaran Bahasa Inggris di SD
Pembelajaran bahasa inggris adalah bahasa yang digunakan sebagai media komunikasi dan sebagai bahasa Internasional pertama yang digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain di seluruh dunia.
Pembelajaran Bahasa Inggris pada jenjang pendidikan SD identik dengan mengajari seorang bayi bahasa ibu. Dimana secara umum anak-anak kita di sekolah dasar belum mengenal Bahasa Inggris. Sehingga hal itu akan berdampak pada pola pengajaran Bahasa Inggris pada tingkat SD yang lebih bersifat pengenalan. Sehingga diusahakan sedapat mungkin agar tercapai apa yang disebut “kesan pertama sangat mengesankan’’ yang selanjutnya sebagai motivasi bagi mereka untuk mengeksplorasi khasanah berbahasa inggris pada tataran lebih lanjut. Maka dari itu diperlukan kiat-kiat khusus berupa penerapan metode metode pembelajaran yang inovatif. Awalnya pembelajaran Bahasa Inggris di negara asalnya sendiri yaitu Inggris dan beberapa negara pengguna Bahasa Inggris sebagai bahasa nasionalnya seperti Australia, New Zaeland, Kanada dan Amerika Serikat mengajarkan bahasa secara terpisah-pisah. Sejak sekitar tahun 1980-an mulai menerapkan pendekatan whole language pada pembelajaran bahasa (Routman, 1991). Whole language adalah pendekatan pengajaran bahasa secara utuh tidak terpisah-pisah (Edelsky, 1991).
Pendekatan whole language didasari oleh paham kontruktifisme yang menyatakan bahwa anak dapat mengkonstruksikan sendiri strutur kognitifnya
(22)
8
berdasarkan pengalaman yang didapatkannya melalui peran aktif dalam belajar secara utuh (whole) dan (integrated) terpadu. (Robert, 1996). Komponen whole language adalah (1) Reading alloud, yaitu kegiatan membaca yang dilakukan guru kepada siswanya. (2) Jurnal writing yaitu suatu kegiatan menulis jurnal yang memberikan siswa mencurahkan perasaannya tentang kegiatan belajar dan hal ikwal yang ada hubungannya dengan pembelajaran serta sekolah dalam bentuk tulisan. (3) Sustained silent reading, yaitu kegiatan membaca dalam hati. (4) Guided reading, yaitu kegiatan membaca terbimbing, (5) Guded Writing, yaitu kegiatan pembelajaran menulis terbimbing, (6) Independen reading, yaitu kegiatan membaca bebas sesuai bacaan yang siswa gemari. (7) Independent writing yaitu kegiatan menulis bebas sehingga siswa dapat berfikir kritis dalam menganalisa obyek atau hal yang ia tulis.
Kelas yang menerapkan pembelajaran berbasiskan whole language adalah merupakan kelas yang kaya akan barang cetak, seperti buku, majalah, koran, dan buku petunjuk. Di samping itu kelas whole language dilengkapi dengan sudut-sudut yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan secara mandiri. Strategi penilaian yang guru dapat lakukan dalam hal ini adalah melalui penilaian proses dan fortofolio.
Menurut David Nunan (1989) dalam Solchan T.W., dkk (2001:66) pembelajaran bahasa hendak dibelajarkan menggunakan pendekatan komunikatif. Dimana pendekatan komunikatif berdasarkan teori bahasa adalah suatu sistem untuk mengekspresikan suatu makna, yang menekankan fasa
(23)
9
dimensi semantik dan komunikatif daripada ciri-ciri gramatikal bahasa. Oleh karna itu yang perlu ditonjolkan adalah interaksi dan komunikasi bahasa, bukan pengetahuan tentang bahasa.
Teori belajar yang cocok untuk pendekatan ini adalah teori pemerolehan bahasa ke dua secara alamiah. Teori ini beranggapan bahwa proses belajar lebih efektif apabila bahasa diajarkan secara alamiah sehingga proses belajar bahasa lebih efektif dilakukan melalui komunikasi langsung dalam bahasa yang dipelajari. Kebutuhan siswa yang utama dalam belajar bahasa berkaitan dengan kebutuhan berkomunikasi maka tujuan umum pembelajaran bahasa adalah untuk mengembangkan siswa untuk berkomunikasi.
Pembelajaran Bahasa Inggris dengan pendekatan komunikatif siswa dihadapkan pada situasi komunikasi nyata, seperti tukar menukar informasi, negoisasi makna atau kegiatan lain yang sifatnya riil. Dalam pendekatan komunikatif peran guru hanya bersifat memfasilitasi proses komunikasi , partisipan tugas dan teks, menganalisa kebutuhan, konselor dan manajer pembelajaran. Siswa berposisi pada pemberi dan penerima, negosiator, dan interaktor sehingga siswa tidak hanya menguasai bentuk-bentuk bahasa, tetapi bentuk-bentuk dan maknanya dalam kaitannya dengan konteks pemakaian. Materi yang disajikan dalam peranan sebagai pendukung usaha meningkatkan kemahiran berbahasa dalam tindak komunikasi nyata. Menurut pendekatan komunikatif metode yang tepat diterapkan adalah metode komunikatif itu sendiri dengan uraian teknik seperti yang diuaraikan dalam Santosa, dkk yang dipetik dari Tarigan yang disarikan dari Solchan, dkk.
(24)
10
(2001) berikut ini, (1) teknik pelajaran menyimak, (2) teknik pembelajaran berbicara, (3) teknik pembelajaran membaca, (4) teknik pembelajaran menulis.
Teknik evaluasi untuk pendekatan ini adalah tes diskrit yaitu tes yang bersifat terpisah antar aspek kebahasaan, tes integratif yaitu tes yang memadukan semua aspek kebahasaan pada suatu tes evaluasi yang bersifat tercampur. Yang terakhir adalah tes pragmatik, yaitu kemampuan siswa dalam menggunakan elemen-elemen kebahasaan dalam konteks situasional tertentu sebagai tolak ukurnya. Beberapa jenis tes pragmatis adalah, dikte, berbicara, parafrase, menjawab pertanyaan, dan teknik rumpang.
Pendekatan yang lain yang sering dianjurkan untuk diterapkan adalah pendekatan ketrampilan proses. Dimana pendekatan ketrampilan proses diidentifikasi sebagai pendekatan yang memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk terlibat secara aktif dan kreatif dalam proses pemerolehan bahasa. Kalau dibandingkan dengan pendekatan whole language dan pendekatan komunikatif maka pendekatan ketrampilan proses adalah dijiwai oleh dua pendekatan tersebut.
2. Pembelajaran writting kelas 5 Sekolah Dasar
Secara umum, materi bahasa Inggris di Sekolah Dasar mungkin sangat mudah, namun dalam penyampaiannya, materi di sekolah dasar justru paling sulit diimplementasikan. Pada pembelajaran writting di kelas 5, pembelajaran lebih ditekankan pada guded writing, yaitu kegiatan pembelajaran menulis terbimbing. Selain itu pada pembelajarn writting kelas 5 ini juga menggali tentang kegiatan
(25)
11
menulis bebas sehingga siswa dapat berfikir kritis dalam menganalisa obyek atau hal yang siswa tuliskan,
Pembelajaran writting di kelas 5 Sekolah Dasar hendaknya dilaksanakan dengan pendekatan yang komunikatif, sehingga ada suatu interaksi antara guru dengan siswa. Dengan demikian proses pembelajaran akan lebih efektif dan siswa akan lebih mengetahui makna dalam kaitannya dengan proses pemakaian, tidak hanya menguasai bentuk-bentuk bahasa.
B.Tinjauan Mastery Learning (Belajar Tuntas) 1. Pengertian dan Kriteria Belajar Tuntas
Tujuan proses belajar-mengajar secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dikuasai sepenuhnya oleh siswa. Suryobroto (2002: 96) Belajar tuntas adalah pencapaian setiap unit bahan pelajaran baik secara perseorangan maupun kelompok atau dengan kata lain penguasaan penuh. Maksud utama dari belajar tuntas adalah memungkinkan 75% sampai 90% siswa untuk mencapai belajar yang sama tingginya dengan kelompok terpandai dalam pengajaran klasikal. Maksud lain dari belajar tuntas adalah untuk meningkatkan efisiensi belajar, minat belajar, dan sikap siswa yang positif terhadap materi pelajaran yang sedang dipelajarinya. Oleh karena itu, taraf penguasaan minimal memiliki kriteria yaitu pencapaian 75% dari materi setiap pokok bahasan dengan melalui penilaian formatif, mencapai 60% dari nilai ideal yang diperolehnya melalui perhitungan hasil tes sub-sumatif, dan kokurikuler atau siswa memperoleh nilai enam dalam rapor untuk mata pelajaran tersebut.
(26)
12
Masalah yang sangat penting yang kita hadapi adalah bagaimana usaha kita agar sebagian besar dari siswa dapat belajar dengan efektif dan menguasai bahan pelajaran dan keterampilan-keterampilan yang dianggap esensial bagi perkembangannya. Bila kita ingin agar seseorang mau belajar terus sepanjang hidupnya, maka pelajaran di sekolah harus merupakan pengalaman yang menyenangkan baginya. Bermacam-macam usaha yang dapat dijalankan yang pada pokoknya berkisar pada usaha untuk memberi bantuan individual menurut kebutuhan dan perbedaan masing-masing. Dalam usaha itu harus turut diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh yaitu bakat untuk mempelajari sesuatu, mutu pengajaran, kesanggupan untuk memahami pengajaran, ketekunan, dan waktu yang tersedia untuk belajar.
Cara yang rasanya paling efektif adalah adanya tutor untuk setiap anak yang dapat memberi bantuan menurut kebutuhan anak. Cara ini tentunya mahal sekali dan sukar dilaksanakan di sekolah. Walaupun tidak dapat dilaksanakan atas pertimbangan biaya, namun dapat dijadikan sebagai modal bagi usaha-usaha lainnya. Untuk mencapai penguasaan penuh seperti dilakukan pada apa yang disebut “non-grade school”, yaitu sekolah tanpa tingkat kelas. Sistem ini memungkinkan anak untuk maju terus menurut kecepatan masing-masing.
Dalam usaha mencapai penguasaan penuh perlu diselidiki prasyarat bagi penguasaan itu. Salah satu prasyaratnya adalah merumuskan secara khusus bahan yang harus dikuasai dan tujuan itu harus dituangkan dalam
(27)
13
suatu alat evaluasi yang bersifat sumatif agar dapat diketahui tingkat keberhasilan siswa.
2. Variabel Strategi Belajar Tuntas
Pembelajaran dengan metode belajar tuntas (mastery learning) dalam pelaksanaannya membutuhkan variabel sebagai acuan daripada penerapannya di institusi pendidikan. Variabel belajar tuntas dalam penerapannya merupakan sebagai strategi untuk menentukan keberhasilan pembelajaran.
Kajian teori mengenai variabel strategi belajar tuntas menurut John Carrol (dalam Suryobroto, 2002:102) merumuskan bahwa belajar tuntas ditentukan oleh lima variabel yaitu; pertama adalah bakat (Attitude), bakat adalah sejumlah waktu yang diminta oleh siswa untuk mencapai penguasaan suatu tugas pelajaran. Siswa dalam hal ini dituntut untuk aktif dan guru harus menyadari bahwa guru terresebut adalah sebagai fasililitator yang mendidik serta mengajarkan tentang sebuah materi. Siswa membutuhkan waktu tersebut untuk mengetahui bakatnya agar kemampuan daripada siswa tersebut dapat menunjang keberhasilan belajarnya.
Kedua adalah ketekunan (Perseverance). Ketekunan sebagai waktu yang diinginkan oleh siswa untuk belajar. Siswa memiliki waktu belajar yang cukup untuk mencapai tujuan dan sampai kepada pemahaman daripada suatu materi. Siswa harus menyadari bahwa dalam suatu kegiatan pembelajaran harus dibutuhkan agar penguasaan materi dapat tercapai.
(28)
14
Ketiga adalah kualitas pengajaran (Quality of Instruction). Kualitas pengajaran ditentukan oleh unsur-unsur tugas belajar. Yang perlu diperhatikan adalah mengembangkan metode-metode mengajar yang sesuai dengan kebutuhan dan kreativitas siswa secara individual sehingga dapat menghasilkan tingkat penguasaan bahan yang hampir sama pada semua siswa yang berbeda-beda bakatnya.
Keempat adalah kemampuan untuk menerima pelajaran (Ability to Understand Intsuction). Kesanggupan atau kemampuan untuk memiliki dan memahami pelajaran berkaitan erat dengan kemampuan untuk mengerti bahan lisan dan tulisan. Kemampuan untuk mengerti bahan lisan erat dengan hasil guru, sedangkan kemampuan untuk mengerti bahan tulisan (kemampuan membaca) banyak ditentukan oleh cara penyusunan buku. Untuk itu guru perlu memperhatikan kebutuhan siswa sehingga hasil yang ia capai berada pada jangkauan kemampuan pengertian siswa.
Terakhir atau yang kelima yaitu kesempatan yang tersedia untuk Belajar (Time Allowed for Learning). Alokasi waktu tiap bidang situasi telah ditentukan dalam kurikulum yang tentunya telah disesuaikan dengan kebutuhan waktu belajar siswa dan perkembangan jiwanya.
3. Ciri-ciri Belajar Mengajar Dengan Prinsip Belajar Tuntas
Kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan metode belajar tuntas tentunya memiliki ciri-ciri. Menurut Suryobroto (2002:124) ciri-ciri belajar tuntas
(29)
15
merupakan suatu prinsip yang harus diketahui oleh setiap pendidik. Adapun ciri-ciri daripada prinsip belajar tuntas adalah sebagai berikut.
Pertama, pengajaran didasarkan atas tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Ini berarti bahwa tujuan dari strategi belajar mengajar adalah agar hampir semua siswa dapat mencapai tingkat penguasaan tujuan pendidikan.
Kedua, memperhatikan perbedaan individu. Perbedaan dimaksud adalah perbedaan siswa dalam diri serta laju belajarnya. Guru harus mengetahui bahwa kemampuan setiap siswanya berbeda. Tingkat pemahaman serta laju belajar antar materi antara siswa satu dengan siswa lainnya tidak ada yang sama.
Ketiga aalah evaluasi. Evaluasi dilakukan secara kontinyu dan didasarkan atas kriteriaevaluasi dilakukan secara kontinyu (continuous evaluation) ini diperlukan agar guru dapat menerima umpan balik yang cepat/segera, sering dan sistematis. Evaluasi mengenal dua macam bentuk yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Keempat menggunakan program perbaikan (remidial) dan program pengayaan. Program perbaikan dan program pengayaan adalah sebagai akibat dari penggunaan evaluasi yang kontinyu dan berdasarkan kriteria serta pandangan terhadap perbedaan kecepatan belajar mengajar siswa dan administrasi sekolah.
Kelima yaitu dengan menggunakan prinsip siswa belajar aktif. Keaktifan siswa dalam belajar sangat diperlukan pada pembelajaran tuntas. Cara belajar demikian mendorong siswa untuk dapat mengembangkan ketrampilan kognitif.
(30)
16
Keenam yaitu ketrampilan kreativitas dan logika berpikir. Prinsip belajar tuntas menggunakan metode yang mengharuskan siswanya untuk aktif. Keaktifan tersebut untuk mendorong kemampuan berfikir siswa menjadi lebih kreatif dan mandiri serta mampu menganalisis masalah belajarnya sendiri.
Ketujuh yaitu menggunakan satuan pelajaran yang kecil. Pembagian unit pelajaran menjadi bagian-bagian kecil ini sangat diperlukan guna dapat memperoleh umpan balik secepat mungkin.
4. Pembelajaran Bahasa Inggris Dengan Belajar Tuntas
Metode pembelajaran adalah cara untuk mempermudah anak didik mencapai kompetensi tertentu. Hal ini berlaku baik bagi guru (yakni dalam pemilihan metode mengajar) maupun bagi siswa (dalam memilih strategi belajar). Dengan demikian makin baik metode yang digunakan, akan makin efektif pula pencapaian tujuan belajar.
Metode pembelajaran merupakan penjabaran daru pendekatan dan implementasi oleh teknik pembelajaran. Langkah metode pembelajaran yang dipilih memainkan peran utama, yang berakhir pada semakin meningkatnya hasil belajar siswa. Pembelajaran tuntas (mastery learning) dimaksudkan adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan siswa menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu.
Dalam model yang paling sederhana Carrol mengembangkan bahwa jika setiap siswa diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan, dan jika dia menghabiskan waktu yang diperlukan, maka
(31)
17
besar kemungkinan siswa akan mencapai tingkat penguasaan kompetensi. Tetapi jika siswa tidak diberi cukup atau dia tidak dapat menggunakan waktu yang diperlukan secara penuh, maka tingkat penguasaan kompetensi siswa tersebut oleh Block (dalam Suryobroto, 2002 : 100) dapat dinyatakan sebagai berikut :
Degree of learning = f
Model ini menggambarkan bahwa tingkat penguasaan kompetensi (degree
of learning) adalah fungsi (f) dari waktu yang digunakan secara
sungguh-sungguh untuk belajar (Time Actually Spent) dan waktu yang benar-benar dibutuhkan untuk mempelajari bahan suatu pelajaran (Time Needed).
Dalam pembelajran konvensional, di mana bakat (aptitude) siswa tersebar secara normal dan kepada mereka diberikan pembelajaran yang sama dalam jumlah pembelajaran dan waktu yang tersedia untuk belajar, maka hasil belajar yang dicapai akan tersebar secara normal pula. Dalam hal ini dikatakan bahwa hubungan antara bakat dan tingkat penguasaan adalah tinggi. Secara skematis konsep tentang hasil belajar sebagai dampak pembelajaran dengan pendekatan konvensional dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Pembelajaran Konvensional
Sebaliknya apabila siswa-siswa sehubungan dengan bakanya tersebar secara normal, dan kepada mereka diberi kesempatan belajar yang sama untuk setiap siswa, tetapi diberikan perlakuan yang berbeda dalam kualitas pembelajarannya, maka besar kemungkinan bahwa siswa yang dapat mencapai penguasaan akan bertambah banyak. Dalam hal ini hubungan antara bakat dengan
(32)
18
keberhasilan akan menjadi semakin kecil. Secara skematis konsep hasil belajar sebagai dampak pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran tuntas.
b. Pembelajaran Tuntas
Konsep-konsep di atas, kiranya cukup jelas bahwa harapan dari proses pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas tidak lain adalah untuk mempertinggi rata-rata hasil siswa dalam belajar matematika dengan memberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan serta perhatian khusus bagi siswa-siswa yang lambat agar menguasai standar kompetensi atau kompetensi dasar. Dari konsep tersebut, maka dapat dikemukakan prinsip-prinsip utama pembelajaran tuntas adalah :
a. Kompetensi harus dicapai siswa dirumuskan dengan urutan yang hierarkhis.
b. Evaluasi yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, dan setiap kompetensi harus diberikan feedback.
c. Pemberian pembelajaran remedial serta bimbingan di mana diperlukan. d. Pemberian program-program pengayaan bagi siswa yang mencapai
ketuntasan lebih awal.
C.Kelebihan dan kekurangan mastery learning
Metode belajar tuntas (mastery learning) tentunya memliki kelebihan dan kekurangan. Kajian teori mengenai kelebihan dan kekurangan tersebut menurut Suryobroto (2010:88) adalah sebagai berikut;
(33)
19
1. Pendekatan ini sejalan dengan pandangan psikologi belajar modern yang berpegang pada prinsip perbedaan individual. Perbedaan pada diri siswa sangat diperhatikan dalam pembelajaran tuntas. Metode belajar tuntas sangat menghargai adanya perbedaan individu yang mengakibatkan keberagaman kemampuan namun masih dapat dikendalikan dengan adanya guru sebagai fasilitator dan sumber belajar.
2. Memungkinkan siswa belajar lebih aktif. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan diri sendiri, memecahkan masalah sendiri dengan proses menemukan dan bekerja sendiri. Kemandirian siswa dalam belajar tuntas menjadi yang utama.
3. Guru dan siswa dapat bekerja sama secara partisipatif dan persuasif, baik dalam proses belajar maupun proses bimbingan terhadap siswa lainnya. Kegiatan diskusi kelompok pada pelaksanaan pembelajaran dengan metode belajar tuntas secara tidak langsung memberi dampak sikap afektif pada siswa.
4. Berorientasi kepada peningkatan produktifitas hasil belajar. Siswa dapat menguasai bahan pelajaran secara tuntas. Siswa dapat menguasai materi belajar secara menyeluruh dan utuh.
5. Pendekatan belajar tuntas ini pada hakekatnya tidak mengenal siswa yang gagal belajar atau tidak naik kelas. Siswa yang hasil belajarnya kurang memuaskan atau masih di bawah target hasil yang diharapkan, terus menerus dibantu oleh rekannya dan gurunya.
(34)
20
6. Penilaian yang dilakukan terhadap kemajuan belajar siswa mengandung unsur objektivitas yang tinggi sebab penilaian dilakukan oleh guru, rekan sekelas dan oleh diri sendiri, dan berlangsung secara berlanjut serta berdasarkan ukuran keberhasilan (standar perilaku) yang jelas dan spesifik.
7. Didasarkan pada suatu perencanaan yang sistemik yang memiliki derajat koherensi yang tinggi dengan kurikulum yang berlaku.
8. Menyediakan waktu belajar yang cukup sesuai dengan keadaan dan kebutuhan masing-masing individu siswa sehingga memungkinkan mereka belajar secara lebih leluasa.
9. Berusaha mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada pendekatan pembelajaran konvensional yang pada umumnya berdasarkan pendekatan klasikal.
Beberapa kekurangan atau kelemahan dari pembelajaran tuntas, antara lain:
1. Guru sering mengalami kesulitan dalam membuat perencanaan mengajar karena harus dibuat untuk jangka waktu yang cukup panjang di samping penyusunan perencanaan mengajar yang lengkap dan menyeluruh.
2. Pendekatan pembelajaran tuntas ini dalam pelaksanaannya harus melibatkan berbagai kegiatan, yang berarti menuntut macam-macam kemampuan guru yang memadai.
(35)
21
3. Guru-guru yang sudah terbiasa melaksanakan pembelajaran dengan cara-cara yang lama (konvensional) biasanya akan mengalami hambatan untuk melaksanakan pendekatan pembelajaran tuntas ini.
4. Pendekatan ini mempersyaratkan tersedianya berbagai fasilitas, perlengkapan, alat, dana, dan waktu yang cukup banyak, sedangkan sekolah-sekolah kita pada umumnya masih langka dalam segi sumber-sumber teknis seperti yang diharapkan.
5. Diberlakukannya sistem ujian seperti UAN/UN yang menuntut penyelenggaraan program pembelajaran pada waktu yang telah ditetapkan dan usaha persiapan para siswa untuk menempuh ujian, mungkin menjadi salah satu unsur penghambat pelaksanaan pembelajaran tuntas yang diharapkan.
6. Untuk melaksanakan pendekatan ini yang mengacu kepada penguasaan materi belajar secara tuntas pada gilirannya menuntut para guru agar mengusai materi tersebut secara lebih luas, menyeluruh, dan lebih lengkap. Hal ini menuntut para guru agar belajar lebih banyak dan menggunakan sumber-sumber yang lebih luas.
Dengan mengetahui adanya kelebihan dan kekurangan dari pendekatan pembelajaran tuntas seperti telah diuraikan di atas, kita dapat lebih menyempurnakan pelaksanaannya sehingga kita dapat memetik manfaat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah dasar.
(36)
22
D.Sintaks pembelajaran metode mastery learning
Kajian teori mengenai sintaks atau tahapan pembelajaran dengan metrode belajar tuntas (mastery learning) menurut Suryobroto (2010:136) adalah sebagai berikut:
a.) Orientasi
Pada tahap ini dilakukan penetapan suatu kerangka isi pembelajaran. Guru akan menjelaskan tujuan pembelajaran, tugas-tugas yang akan dikerjakan dan mengembangkan tanggung jawab siswa selama proses pembelajaran.
b.) Penyajian
Pada tahap ini guru menjelaskan konsep-konsep atau keterampilan baru disertai dengan contoh-contoh. Jika yang diajarkan adalah konsep baru, maka penting untuk mengajak siswa mendiskusikan karakteristik konsep, definisi serta konsep. Jika yang diajarkan berupa keterampilan baru, maka penting untuk mengajar siswa mengidentifikasi langkah-langkah kerja keterampilan dan berikan contoh untuk setiap langkah-langkah keterampilan yang diajarkan. c.) Latihan Terstruktur
Pada tahap ini guru memberi siswa contoh praktik penyelesaian masalah/tugas. Dalam tahap ini, siswa perlu diberi beberapa pertanyaan, kemudian guru memberi balikan atas jawaban siswa.
d.) Latihan Terbimbing
Pada tahap ini guru memberi kesempatan pada siswa untuk latihan menyelesaikan suatu permasalahan, tetapi masih dibawah bimbingan dalam menyelesaikannya. Melalui kegiatan terbimbing ini memungkinkan guru untuk
(37)
23
menilai kemampuan siswa dalam menyelesaikan sejumlah tugas dan melihat kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa. Jadi peran guru dalam tahap ini adalah memantau kegiatan siswa dan memberikan umpan balik yang bersifat korektif jika diperlukan.
e.) Latihan Mandiri
Tahap latihan mandiri adalah inti dari strategi ini. Latihan mandiri dilakukan apabila siswa telah mencapai skor unjuk kerja antara 85%-90% dalam tahap latihan terbimbing. Tujuan latihan terbimbing adalah memperkokoh bahan ajar yang baru dipelajari, memastikan daya ingat, serta untuk meningkatkan kelancaran siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Dalam tahap ini siswa menyelesaikan tugas tanpa bimbingan ataupun umpan balik dari guru. Kegiatan ini dapat dikerjakan di kelas ataupun berupa PR (Pekerjaan Rumah). Adapun peran guru pada tahap ini adalah memberi nilai hasil kerja siswa setelah selesai mengerjakan tugas secara tuntas. Guru perlu memberikan umpan balik kembali jika siswa masih ada kesalahan dalam pengerjaannya.
E.Pengertian hasil belajar
Pengertian hasil belajar menurut Sukmadinata (2005), prestasi atau hasil belajar (achievement) merupakan realisasi dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik. Di sekolah, hasil belajar atau prestasi belajar ini dapat dilihat dari penguasaan siswa akan mata
(38)
24
pelajaran yang telah ditempuhnya. Alat untuk mengukur prestasi/hasil belajar disebut tes prestasi belajar atau achievement test yang disusun oleh guru atau dosen yang mengajar mata kuliah yang bersangkutan.
Pengertian hasil belajar menurut Nasution dalam Sunarto (2005) mendefinisikan prestasi belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan), sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.
Gagne mengungkapkan ada lima kategori hasil belajar, yakni : informasi verbal, kecakapan intelektul, strategi kognitif, sikap dan keterampilan. Sementara Bloom mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang merupakan kemampuan seseorang yang harus dicapai dan merupakan hasil belajar yaitu : kognitif, afektif dan psikomotorik (Sudjana, 1990:22). Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu :
• Faktor dari dalam diri siswa, meliputi kemampuan yang dimilikinya, motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.
• Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan, terutama kualita pengajaran.
Hasil belajar yang dicapai siswa menurut Sudjana (1990:56), melalui proses belajar mengajar yang optimal ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut:
(39)
25
• Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang rendah dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya atau setidaknya mempertahankan apa yang telah dicapai.
• Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana mestinya.
• Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya, seperti akan tahan lama diingat, membentuk perilaku, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan kreativitasnya.
• Hasil belajar yang diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotorik, keterampilan atau perilaku.
Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan diri terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya.
F. Karakteristik anak SD
Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar Anak SD merupakan anak dengan katagori banyak mengalami perubahan yang sangat drastis baik mental maupun fisik. Usia anak SD yang berkisar antara 6 – 12 tahun menurut Seifert dan Haffung memiliki tiga jenis perkembangan :
(40)
26
Mencakup pertumbuhan biologis misalnya pertumbuhan otak, otot dan tulang. Pada usia 10 tahun baik laki‐laki maupun perempuan tinggi dan berat badannya bertambah kurang lebih 3,5 kg. Namun setelah usia remaja yaitu 12 ‐13 tahun anak perempuan berkembang lebih cepat dari pada laki‐laki, Sumantri dkk (2005). ¾ Usia masuk kelas satu SD atau MI berada dalam periode peralihan dari pertumbuhan cepat masa anak anak awal ke suatu fase perkembangan yang lebih lambat.
Ukuran tubuh anak relatif kecil perubahannya selama tahun tahun di SD. ¾ Usia 9 tahun tinggi dan berat badan anak laki‐laki dan perempuan kurang lebih sama. Sebelum usia 9 tahun anak perempuan relatif sedikit lebih pendek dan lebih langsing dari anak laki‐laki. ¾ Akhir kelas empat, pada umumnya anak perempuan mulai mengalami masa lonjakan pertumbuhan. Lengan dan kaki mulai tumbuh cepat. 2 ¾ Pada akhir kelas lima, umumnya anak perempuan lebih tinggi, lebih berat dan lebih kuat daripada anak laki‐laki. Anak laki‐laki memulai lonjakan pertumbuhan pada usia sekitar 11 tahun. ¾ Menjelang awal kelas enam, kebanyakan anak perempuan mendekati puncak tertinggi pertumbuhan mereka. Periode pubertas yang ditandai dengan menstruasi umumnya dimulai pada usia 12‐13 tahun. Anak laki‐laki memasuki masa pubertas dengan ejakulasi yang terjadi antara usia 13‐16 tahun. ¾ Perkembangan fisik selama remaja dimulai dari masa pubertas. Pada masa ini terjadi perubahan fisiologis yang mengubah manusia yang belum mampu bereproduksi menjadi mampu bereproduksi.
(41)
27
Setiap organ atau sistem tubuh dipengaruhi oleh perubahan perubahan ini. Anak pubertas awal (prepubertas) dan remaja pubertas akhir (postpubertas) berbeda dalam tampakan luar karena perubahan perubahan dalam tinggi proporsi badan serta perkembangan ciri‐ciri seks primer dan sekunder. Meskipun urutan kejadian pubertas itu umumnya sama untuk tiap orang, waktu terjadinya dan kecepatan berlangsungnya kejadian itu bervariasi. Rata‐rata anak perempuan memulai perubahan pubertas 1,5 hingga 2 tahun lebih cepat dari anak laki‐laki. Kecepatan perubahan itu juga bervariasi, ada yang perlu waktu 1,5 hingga 2 tahun untuk mencapai kematangan reproduksi, tetapi ada yang memerlukan waktu 6 tahun. Dengan adanya perbedaan‐perbedaan ini ada anak yang telah matang sebelum anak yang sama usianya mulai mengalami pubertas.
2. Perkembangan Kognitif Siswa SD
Hal tersebut mencakup perubahan – perubahan dalam perkembangan pola pikir. Tahap perkembangan kognitif individu menurut Piaget melalui empat stadium:
a. Sensorimotorik (0‐2 tahun), bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan medorong mengeksplorasi dunianya.
b. Praoperasional(2‐7 tahun), anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata‐kata. Tahap pemikirannya yang lebih simbolis 3 tetapi tidak melibatkan pemikiran operasiaonal dan lebih bersifat egosentris dan intuitif ketimbang logis
(42)
28
c. Operational Kongkrit (7‐11), penggunaan logika yang memadai. Tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda konkrit.
d. Operasional Formal (12‐15 tahun). kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia
3. Perkembangan Psikososial
Hal tersebut berkaitan dengan perkembangan dan perubahan emosi individu. J. Havighurst mengemukakan bahwa setiap perkembangan individu harus sejalan dengan perkembangan aspek lain seperti di antaranya adalah aspek psikis, moral dan sosial.
Menjelang masuk SD, anak telah Mengembangkan keterampilan berpikir bertindak dan pengaruh sosial yang lebih kompleks. Sampai dengan masa ini, anak pada dasarnya egosentris (berpusat pada diri sendiri) dan dunia mereka adalah rumah keluarga, dan taman kanak‐kanaknya. Selama duduk di kelas kecil SD, anak mulai percaya diri tetapi juga sering rendah diri. Pada tahap ini siswa mulai mencoba membuktikan bahwa mereka "dewasa". Siswa merasa "saya dapat mengerjakan sendiri tugas itu, karenanya tahap ini disebut tahap "I can do it my self". Siswa sudah mampu untuk diberikan suatu tugas.
Daya konsentrasi anak tumbuh pada kelas kelas besar SD. Siswa dapat meluangkan lebih banyak waktu untuk tugas tugas pilihan mereka, dan seringkali mereka dengan senang hati menyelesaikannya. Tahap ini juga termasuk tumbuhnya tindakan mandiri, kerjasama dengan kelompok dan bertindak menurut cara cara yang dapat diterima lingkungan siswa. Siswa juga
(43)
29
mulai peduli pada permainan yang jujur. Selama masa ini mereka juga mulai menilai diri mereka sendiri dengan membandingkannya dengan orang lain. Anak-anak yang lebih mudah menggunakan perbandingan sosial (social
comparison) terutama untuk norma‐norma sosial dan empat kesesuaian
jenis‐jenis tingkah laku tertentu.
Pada saat anak‐anak tumbuh semakin lanjut, mereka cenderung menggunakan perbandingan sosial untuk mengevaluasi dan menilai kemampuan kemampuan mereka sendiri. Sebagai akibat dari perubahan struktur fisik dan kognitif mereka, anak pada kelas besar di SD berupaya untuk tampak lebih dewasa. Siswa ingin diperlakukan sebagai orang dewasa.Terjadi perubahan perubahan yang berarti dalam kehidupan sosial dan emosional siswa.
Di kelas besar SD anak laki‐laki dan perempuan menganggap keikutsertaan dalam kelompok menumbuhkan perasaan bahwa dirinya berharga. Tidak diterima dalam kelompok dapat membawa pada masalah emosional yang serius. Teman‐teman mereka menjadi lebih penting daripada sebelumnya. Kebutuhan untuk diterima oleh teman sebaya sangat tinggi. Remaja sering berpakaian serupa. Siswa menyatakan kesetiakawanan mereka dengan anggota kelompok teman sebaya melalui pakaian atau perilaku.
Hubungan antara anak dan guru juga seringkali berubah. Pada saat di SD kelas rendah, anak dengan mudah menerima dan bergantung kepada guru. Di awal-awal tahun kelas besar SD hubungan ini menjadi lebih kompleks. Ada siswa yang menceritakan informasi pribadi kepada guru, tetapi tidak mereka
(44)
30
ceritakan kepada orang tua siswa. Beberapa anak pra remaja memilih guru mereka sebagai model. Sementara itu, ada beberapa anak membantah guru dengan cara cara yang tidak mereka bayangkan beberapa tahun sebelumnya.
Salah satu tanda mulai munculnya perkembangan identitas remaja adalah reflektivitas yaitu kecenderungan untuk berpikir tentang apa yang sedang berkecamuk dalam benak mereka sendiri dan mengkaji diri sendiri. Siswa juga mulai menyadari bahwa ada perbedaan antara apa yang mereka pikirkan dan mereka rasakan serta bagaimana mereka berperilaku. Siswa mulai mempertimbangkan kemungkinan‐kemungkinan. Remaja mudah dibuat tidak puas oleh diri mereka sendiri. Siswa mengkritik sifat pribadi mereka, membandingkan diri mereka dengan orang lain, dan mencoba untuk 5 mengubah perilaku mereka. Pada remaja usia 18 tahun sampai 22 tahun, umumnya telah mengembangkan suatu status pencapaian identitas.
G.Hasil penelitian yang relevan
Dasar dari penelitian ini tidak lain juga berasal dari beberapa penelitian dengan model belajar yang sama, yaitu menggunakan model pembelajaran mastery learning untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Adapun penulis mengkorelasikan dua penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Penelitian tersebut adalah :
Peningkatan penguasaan kosa kata bahasa inggris melalui penggunaan media kartu gambar pada siswa kelas II SD Muhamadiyah Purwodiningratan 2 Yogyakarta
(45)
31
Penguasaan kosakata bahasa Inggris kelas II masih rendah. Hal ini dikarenakan siswa belum dapat membaca kosakata bahasa Inggris, sehingga siswa membutuhkan suatu alat bantu pembelajaran agar penguasaan kosakata bahasa Inggris dapat meningkat. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan penggunaan media kartu gambar untuk meningkatkan penguasaan kosakata bahasa Inggris pada siswa kelas II SD Muhammadiyah Purwodiningratan 2 Yogyakarta.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian tindakan kelas (classroom action research) dengan subyek penelitian siswa kelas IIa–1 SD Muhammadiyah Purwodiningratan 2 Yogyakarta yang berjumlah 33 siswa. Desain penelitian ini menggunakan model kemmis dan taggart yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus memiliki komponen tindakan yang terdiri dari perencanaan, perlakuan tindakan dan pengamatan, serta refleksi. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi, tes, dan catatan lapangan. Instrumen pengumpulan data dengan menggunakan lembar observasi, soal, dan lembar catatan lapangan. Analisis data penelitian menggunakan analisis data kuantitatif deskriptif dan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan media kartu gambar dapat meningkatkan penguasaan kosakata bahasa Inggris siswa. Peningkatan penguasaan kosakata bahasa Inggris siswa dapat dilihat dari peningkatan aspek mengartikan kosakata dari sebelum dilakukan tindakan sampai siklus II sebesar 0,29, peningkatan aspek membaca kosakata dari sebelum dilakukan tindakan sampai siklus II sebesar 0,82, peningkatan aspek melafalkan kosakata dari
(46)
32
sebelum dilakukan tindakan sampai siklus II sebesar 0,94, peningkatan aspek menulis kosakata dari sebelum dilakukan tindakan sampai siklus II sebesar 0,76, peningkatan aspek menggunakan kosakata dalam pembelajaran dari sebelum dilakukan tindakan sampai siklus II sebesar 0,15 dan nilai rata-rata yang diperoleh sebelum dilakukan tindakan yaitu 66,1 dengan persentase ketuntasan sebesar 51,52%, setelah dilakukan tindakan siklus II nilai rata-rata siswa menjadi 88,03 dengan persentase ketuntasan sebesar 90,9% serta peningkatan aktivitas guru dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran. H.Kerangka berfikir
Hasil belajar bahasa inggris dipengaruhi oleh kemampuan, keaktifan dan kualitas antar komponen pendidikan. Sebagai sarana penunjang, suatu metode pembelajaran adalah strategi yang digunakan dalam belajar mengajar. Semakin baik pengajar menguasai dan menggunakan strateginya, maka makin efektif pula pencapaian tujuan belajar.
Guru dalam proses belajar mengajar selalu bertujuan agar materi yang disampaikan dapat dikuasai siswa dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi harapan itu belum dapat diwujudkan sepenuhnya, karena pembelajaran yang masih berlangung selama ini hanya mementingkan hasilnya saja, tidak mementingkan prosesnya. Salah satu metode pembelajaran yang dapat meningkatkan penguasaan materi siswa secara penuh dalam pembelajaran adalah dengan pendekatan belajar tuntas. Dalam metode ini siswa diharapkan dapat menguasai setiap unit bahan pelajaran baik secara perseorangan maupun
(47)
33
kelompok atau dengan kata lain penguasaan penuh, sehingga metode ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Belajar tuntas ini merupakan strategi pembelajaran yang diindividualisasikan dengan menggunakan pendekatan kelompok. Dengan sistem belajar tuntas diharapkan proses belajar mengajar dapat dilaksanakan agar tujuan pembelajaran yang akan dicapai dapat diperoleh secara optimal sehingga proses belajar lebih efektif dan efisien.
Belajar tuntas menuntut siswa untuk mempunyai waktu belajar yang lebih terhadap dirinya sendiri. Waktu belajar siswa tersebut berguna untuk membantu siswa dalam memeperdalam materi secara penuh dan membantu menuntaskan siswa dalam belajar.Tahapan pembelajaran menggunakan metode mastery learning siswa dituntut untuk mengerjakan soal yang telah diberikan oleh guru. Dalam pengerjaannya siswa diharapkan mengerjakan sesuai dengan kempuan yang dimliki serta mendapatkan hasil diatas KKM. Siswa mengerjakan soal secara individual. Namun dalam proses pembelajarannya sebelum ujian, siswa dikelompokan berdasarkan kempuan yang berbeda. Mereka yang diatas rata-rata di bentuk klompok sendiri, dan siswa yang memiliki kemampuan sedang di kelompokan sendiri, begitu juga dengan siswa yang memiliki kempuan rendah atau di bawah rata-rata. Dengan diterapkannya strategi pembelajaran seperti itu, diharapkan hasil belajar akan meningkat.
(48)
34
Gambar 1. Kerangka Pikir I. Hipotesis Penelitian
Refleksi hasil tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : “Terdapat pengaruh positif dan signifikan metode Mastery Learning terhadap keterampilan writing kelas 5 SD Negeri Sono”.
Keterampilan Writting 1. Structure 2. Ejaan 3. Diksi Metode Mastery Learning
1. Orientasi 2. Penyajian
3. Latihan Terstruktur 4. Latihan Terbimbing 5. Latihan Mandiri
(49)
35 BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian experimnet pre experimental one group pre test post test. Metode experimnet pre experimental one group pre test post test adalah cara penyajian bahan pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami untuk membuktikan sendiri sesuatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari. Metode eksperimen adalah suatu cara mengajar, di mana siswa melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru. Penggunaan teknik ini mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atau persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Juga siswa dapat terlatih dalam cara berfikir yang ilmiah. Dengan eksperimen siswa menemukan bukti kebenaran dari teori sesuatu yang sedang dipelajarinya. Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen siswa diberikan kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu objek keadaan atau proses tertentu.
Berdasarkan permasalahan yang diteliti, metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Masyhuri (2008: 34) menjelaskan bahwa penelitian yang bersifat deskriptif merupakan penelitian yang memberi gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu.
(50)
36
Metode penelitian kuantitatif yang dijelaskan oleh Sugiyono (2011: 14) adalah: Metode penelitian sebagai metode yang berlandaskan pada filsafat positivisme; metode yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel biasanya dilakukan dengan perhitungan teknik sampel tertentu yang sesuai,; pengumpulan data kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
B. Tempat Penelitian
Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah SD N SONO yang terletak di Kecamatan kretek, kabupaten Bantul.
C. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini subyek penelitian adalah seluruh siswa kelas 5 SD Negeri Sono yang berjumlah 24 siswa tahun ajaran 2015/2016. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SD Negeri Sono. Penelitian ini juga melibatkan guru kelas, guru mata pelajaran Bahasa Inggris dan peneliti sendiri.
D. Rencana Tindakan
Menurut Sugiyono (2011:73) terdapat beberapa bentuk desain eksperimen, yaitu: (1) pre-experimental (nondesign), yang meliputi one-shot case studi, one group pre test post test, intec-group comparison; (2) true-experimental, meliputi post test only control design, pre test-control group design; (3) factorial experimental; dan (4) Quasi experimental, meliputi time series design dan non equivalent control group design.
Penelitian ini menggunakan jenis eksperimen pre-experimental one group pre test post test dengan memberikan perlakuan sebelum dan sesudah pembelajaran sebagai acuan untuk validasi data dan akurasi hasil.
(51)
37
Tabel 1. Desain penelitian eksperimen pre-experimental one group pre test post test
O1 X O2
Keterangan : O1 = Pre Test X = Treatment O2 = Post Test
E. Rancangan Pelaksanaan Tindakan 1. Perancangan atau persiapan tindakan
a. Permintaan ijin di SD Negeri Sono. Guru bahasa inggris dan kepala sekolah menyatakan siap untuk memberikan dukungan dan ikut langsung dalam penelitian tindakan kelas.
b. Observasi dan wawancara, kegiatan ini dilakukan untuk mendapat gambaran awal tentang SD Negeri Sono secara keseluruhan dan keadaan proses belajar mengajar bahasa inggris, khususnya kelas 5.
c. Menyusun rencana penelitian, pada tahap ini peneliti beserta guru menyusun serangkaian kegiatan dalam program meningkatkan hasil belajar siswa melalui metode belajar tuntas.
2. Pelaksanaan ekpserimen pre-experimental one group pre test post test a. Tahap pre test
Peneliti bekerjasama dengan guru memberikan lembar soal sebelum memasuki materi pembelajaran sebagai alat untuk mengetahui hasil pemahaman awal tentang materi clothes
(52)
38
Peneliti bekerjasama dengan guru melakukan treatement, yaitu dengan menerapkan proses pembelajaran tuntas (Mastery Learning). Guru dan peneliti melakukan evaluasi dan juga pembelajaran remedial untuk siswa yang belum mencapai kompetensi.
c. Tahap post test
Peneliti bekerjasama dengan guru memberikan lembar soal di akhir proses kegiatan belajar mengajar sebagai alat untuk mengetahui hasil pemahaman akhir dari materi yang telah diajarkan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Suharsimi Arikunto (1998:134) teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunbakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data, terdapat beberapa teknik pengumpulan data:
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini hanya menggunakan test sebagai acuan data primer.
Tes adalah serentetan pertanyaan serta alat lain yang dapat digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kempuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok. Tes umumnya bersifat mengukur, yaitu dalam penelitian ini tes yang digunakan untuk mengukur hasil hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dalam kurun waktu tertentu. Pada penelitian ini peneliti menggunakan tes hasil belajar berupa soal bahasa inggris materi clothes yang digunakan untuk
(53)
39
mengukur tingkat pencapaian siswa setelah mempelajari suatu materi ajar.
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah isian titik-titik dan merangkai kata ke dalam sebuah kalimat. Bentuk ini dipilih karena penilaiannya yang cepat dan mudah. Tes dilakukan di akhir pembelajaran dan diawal pembelajaran. Diawal dilakukan untuk mengetahui kognitif awal siswa di akhir digunakakn untuk mengetahui hasil belajar menggunakan metode mastery learning. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaan menjadi lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti cermat, lengkap dan sistematis sehingga akan lebih mudah diolah. Pengembangan instrumen penelitian dalam kegiatan penelitian ini peneliti menggunakan instrumen pengumpulan data antara lain sebagai berikut;
a. Soal Tes Writing
Soal tes Writing ini memuat materi tentang clothes. Soal tes writing berupa 5 soal isian titi-titik dan 5 soal rangkai kata ke dalam sebuah kalimat. b. Menyusun kisi-kisi instrumen
Kisi-kisi atau yang biasa disebut dengan tabel spesifikasi tes ditampilkan dalam bentuk matriks. Dalam suatu kisi-kisi hendaknya harus mudah dibedakan mana yang merupakan pokok bahasan yang akan diuji dan kemampuan yang diuji (aspek kognitif). Kisi-kisi yang telah berisi menggambarkan proporsi banyaknya butir soal untuk setiap pokok bahasan dan setiap aspek kognitif.
(54)
40
Adapun kisi-kisi soal tes yang dimaksud adalah sebagai berikut: Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Tes
Sub Materi Indikator Butir soal
• Memahami ejaan pada kalimat sederhana.
• Memahami
structure pada
kalimat sederhana.
• Memahami diksi dalam kalimat sederhana.
• Siswa mampu
menuliskan kata dengan benar.
• Siswa mampu
menuliskan huruf dengan benar
• Siswa mampu
menulis structure dengan benar.
1-5 (A)
1-5 (B)
F. Teknik Analisis Data
Untuk melaporkan hasil penelitian, maka data yang diperoleh terlebih dahulu dianalisis menurut Patton (Ikbal Hasan, 2004:29) mengemukakan bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan kedalam satu pola, dalam kategori dalam suatu uraian dasar. Tujuan analisis data adalah agar data yang diperoleh dapat dipergunakan untuk menjawab rumusan yang sudah ditetapkan.
Pada rancangan ini tidak ada kelompok kontrol dan siswa diberikan beberapa instruksi percobaan atau perlakuan (diberi label X). Untuk menandai lama waktu, dan pada batas wakttu tertentu siswa menerima jenis tes (diberi label O) pada perlakuan, sehingga yang mewakili rancangan ini adalah sebagai berikut :
O1 X O2
(55)
41
Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan dua tahap dimana pada tahap pertama pembelajaran peneliti bekerjasama dengan guru untuk memberikan soal pre test. Soal pre test terdiri dari 10 soal uraian singkat. Pada tahap ini adalah proses dari tahap satu siklus pembelajaran yang akan menentukan keterampilan menulis yang pertama kemudian di tentukan rata-ratanya sebagai acuan dasar nilai untuk pemicu ketuntasan belajar.
Tahap kedua dilakukan di akhir pembelajaran yaitu setelah guru menjelaskan tentang materi pembelajaran kemudian peneliti bekerjasama dengan guru memberikan soal pos test. Soal pos test terdiri dari 10 soal uraian singkat. Soal post test ini berguna untuk evaluasi dan penentu hasil belajar bahasa inggris dengan metode belajar tuntas.
G. Kriteria Keberhasilan Penelitian
Penelitian dikatakan berhasil jika treatment yang diberikan yaitu metode mastery learning berpengaruh positif dan signifikan terhadap keterampilan menulis bahasa inggris.
(56)
42 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Lokasi dan Subyek Penelitian
Sekolah yang dipilih menjadi tempat penelitian adalah SD Negeri Sono. Lokasi daripada sekolah yang terletak di dusun Sono, Kelurahan Parangtritis, Kecematan Kretek, Kabubaten Bantul. Letaknya tidak begitu jauh dengan penelitian yaitu kurang lebih 200 m. Sehingga memudahkan peneliti mengadakan penelitian di SD ini. SD ini berdiri dari tanah pemerintah seluas 650 m2. Dalam penerimaan siswa baru, sekolah ini sudah menggunakan sistem seleksi, karena sekolah ini sudah termasuk sekolah favorit.
Lingkungan sekolah ini cukup baik, hal ini dapat dilihat dari cara mengatur dan memelihara ruang kelas, ruang kerja, ruang perpustakan, aula, halaman sekolah, UKS, kamar mandi dan kantin sekolah. Kebersihan dan kerapian ruang selalu diperhatikan, setiap hari sebelum pelajaran dibersihkan oleh siswa yang piket, kemudian di kontrol ulang oleh penjaga sekolah.
Di tinjau dari kuantitas gurunya, SD Negeri Sono mempunyai 11 orang guru, dengan 9 guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 2 guru berstatus Pegawai Tidak Tetap (GTT). Tingkat pendidikan para guru di SD terebut mayoritas bergelar sarjana atau setara dengan sarjana (S1). Keadaan siswa di SD Negeri Sono secara kuantitas terdiri dari 6 kelas, yaitu kelas 1 sampai dengan VI. Rata-rata banyaknya siswa tiap kelas berjumlah 30 orang siswa.
Jumlah siswa kelas V SD N SONO adalah 24 siswa, dengan rincian 11 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan. Kondisi kelas beserta fasilitas yang
(57)
43
digunakan sebagai aktivitas belajar dan mengajar sudah memenuhu standar kegiatan belajar mengajar. Kelas berukuran 7x8 meter, dengan satu papan tulis lebar, meja dan kursi yang masih kokoh berjumah masing-masing 30 biji, serta lampu penerangan berjumlah 4 biji.
2. Hasil Observasi
Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan Mei 2016, yaitu diawali dengan dialog antara peneliti, guru bahasa Inggris, dan kepala sekolah. Dialog yang pertama dilaksanakan pada hari Kamis 11 Mei 2016 mulai pukul 09.00 – 10.00 WIB di ruangan kepala sekolah. Pada kesempatan ini kepala sekolah menyambut baik kehadiran peneliti yang akan melakukan penelitian tindakan dengan guru Bahasa Inggris kelas 5.
Dialog yang pertama ini menghasilkan kesempatan bahwa : 1) disadari untuk meningkatkan kemampuan profesional guru dalam menerapkan strategi pembelajaran, menyajikan materi ajar yang menarik, dan memberikan bimbingan pada siswa yang kesulitan, 2) usaha peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa Inggris, dan 3) dialog berikutnya mengagendakan untuk mencari masalah-masalah yang diduga menjadi penghambat hasil belajar siswa dan solusinya dalam pembelajaran Bahasa Inggris.
Kegiatan dialog yang kedua dilaksanakan pada hari Jumat 12 Mei 2016 mulai pukul 08.00 – 09.00 WIB. Sesuai agenda dialog kedua dan berdasarkan pengalaman guru bahasa inggris serta observasi pendahuluan pada waktu pembelajaran Bahasa Inggris di kelas 5 disepakati bahwa masalah kelas yang perlu dan segera diatasi dalam usaha penelitian ini adalah hasil belajar siswa.
(58)
44
Dalam hal ini hasil belajar dalam keaktifan siswa, pemahaman materi dan kemandirian siswa.
Dialog ini juga menghasilkan kesepakatan bahwa pembelajaran Bahasa Inggris yang dilakukan selama ini belum optimal karena dilihat dari keaktifan, perhatian dan kemandirian siswa terhadap pembelajaran Bahasa Inggris yang juga kurang. Masih juga ada siswa yang tidak mau ambil pusing mengerjakan soal-soal Bahasa Inggris karena ada sesuatu yang lebih mudah dan menarik perhatian seperti menggambar, bermain dan berbicara dengan teman sebangkunya.
Gambaran ini dijadikan pangkal dalam melihat permasalahan upaya peningkatan hasil belajar Bahasa Inggris di kelas 5 SD dan juga dalam diskusi antara guru Bahasa Inggris, kepala sekolah dan peneliti.
3. Kegiatan Pemberian Treatment
a. Melakukan kajian yang berkaitan erat dengan permasalahan yang hendak dipecahkan
Kegiatan kompetensi material guru dalam bidang Bahasa Inggris berkaitan dengan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan guru dalam bidang materi ajar perlu diperbaiki. Bahasa Inggris melalui rangkaian kegiatan yang disepakati oleh guru Bahasa Inggris yang selanjutnya pembahasan dari masing-masing alternatif yang ditawarkan sebagai berikut:
(59)
45 a) Materi ajar Bahasa Inggris
Pada saat penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Sono, khususnya kelas V, materi inti mata pelaran Bahasa Inggris kelas V semester 2 yang diteliti adalah pokok bahasan clothes.
b) Metode pembelajaran
Pembahasan tentang metodologi pembelajaran yang berkaitan dengan strategi pembelajaran, peneliti menyampaikan bahwa pada pembelajaran Bahasa Inggris tersebut menggunakan pendekatan belajar tuntas. Dalam implementasi pendekatan belajar tuntas, guru membantu siswa untuk dapat memahami materi, memotivasi dan memfasilitasi jalannya proses pembelajaran. Dalam pembelajaran, guru melibatkan siswa secara aktif.
b. Mengidentifikasi masalah dan mendefinisikan masalah
Tindakan yang disepakati untuk mengidentifikasi masalah dan analisis penyebabnya dalam usaha meningkatkan hasil belajar Bahasa Inggris yaitu diskusi antara guru bahasa inggris, kepala sekolah dan peneliti.
Hal ini dilakukan pada kegiatan dialog yang kedua. Berdasarkan pengalaman guru menghadapi situasi kelas yang mengajarkan materi Bahasa Inggris, pengamatan langsung di kelas dan melalui diskusi yang disepakati bahwa permasalahan tindak kelas yang perlu segera diatasi untuk usaha meningkatkan hasil belajar siswa adalah :
1. Minat belajar Bahasa Inggris siswa masih kurang. 2. Keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran kurang.
(60)
46 3. Perhatian dan kemandirian siswa kurang
4. Perbedaan kemampuan masing-masing individu.
Masalah-masalah tersebut di atas, kiranya telah memenuhi syarat sebagai permasalahan yang dapat dipecahkan melalui penelitian tindakan kelas. Setelah mendapatkan masalah tersebut di atas, selanjutnya diskusi dilanjutkan mengidentifikasi faktor penyebabnya. Karena melalui memahami berbagai kemungkinan penyebab masalah suatu tindakan dapat dikenalkan. Hasil kerja kolaboratif guru Bahasa Inggris, kepala sekolah dan peneliti disepakati asumsi penyebab masalah tersebut di atas adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Masalah pembelajaran
No. Faktor Penyebab Masalah
1 Siswa • Mengnggap Bahasa Inggris suatu pelajaran yang sulit dan menakutkan
• Kesulitan memahami materi ajar
• Kurangnya minat belajar dan keaktifan
• Perhatian terhadap belajar kurang 2 Guru • Kurang mendorong siswa untuk aktif
• Kurang memperhatikan dan memahami karakeristik siswa
• Penyampaian materi cenderung monoton
• Penyampaian tugas kurang terperinci
3 Proses Pembelajaran • Kurang memaksimalkan pemanfaatan waktu belajar
• Penyampaian materi ajar terlalu singkat
• Pemanfaatan media belajar kurang maksimal
• Kurangnya bimbingan belajar
Berbagai kemungkinan penyebab masalah yang disajikan pada tabel di atas, kemudian dianalisis secara kolaboratif berdasarkan observasi kelas. Melalui kerja kolaboratif disimpulkan penyebab sesungguhnya yang tidak memperhatikan keaktifan siswa menjadikan hasil belajar yang rendah. Peneliti dan guru Bahasa
(61)
47
Inggris sepakat bahwa akar penyebab masalah adalah kualitas pembelajaran seperti : a) penyampaian materi ajar yang terlalu singkat, b) pembelajaran kurang memanfaatkan waktu dan media, dan c) tidak ada bimbingan guru dan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
c. Membuat Rencana Penelitian
Berdasarkan prinsip dan karakteristik dari pendekatan belajar tuntas maka proses pembelajaran di kelas harus memperhatikan :
a) Pengajaran didasarkan atas tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditentukan terlebih dahulu.
b) Memperhatikan perbedaan individu.
c) Evaluasi dilakukan secara kontinyu dan didasarkan atas kriteria. d) Menggunakan program perbaikan dan pengayaan.
e) Menggunakan prinsip siswa belajar aktif. f) Menggunakan satuan pelajaran yang kecil. 1) Penyusunan program tindakan pembelajaran
Solusi untuk mengatasi masalah peningkatan hasil belajar siswa perlu disusun ke dalam suatu program tindakan pembelajaran. Program yang ditawarkan guru Bahasa Inggris antara lain rencana pembelajaran bersifat fleksibel dan memberi kemungkinan guru untuk menyesuaikan dengan reaksi siswa dalam proses pembelajaran.
Sesuai dengan komponen-komponen rencana pembelajaran yang telah disebutkan terdahulu, hendaknya kegiatan pembelajaran dilakukan
(62)
48
secara bertahap, mulai dari yang telah diketahui siswa, berangsur-angsur bergerak menuju pemahaman materi baru.
d. Pelaksanaan Pembelajaran Menggunakan Metode Mastery Learning a. Perencanaan
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 11 Mei 2015 di kelas V SD N SONO yang disesuaikan dengan jadwal sekolah untuk mata pelajaran Bahasa Inggris. Pelaksanaan pembelajaran ini guru menggunakan metode belajar tuntas atau mastery learning yang telah di jelaskan sebelumnya oleh peneliti. Adapun perencanaan peneleiti dalam mendesain rancangan adalah sebagai berikut :
a) Menelaah kurikulum tingkat satuan pelajaran yang berbasis kompetensi kelas V SD N Sono
b) Melakukan konsultasi dengan kepala sekolah dan guru mata pelajaran bahasa inggris terkait teknis penelitian.
c) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan langkah-langkah penerapan metode mastery learning di setiap pembelajaranya.
d) Membuat kelompok belajar yang terdiri dari 7 kelompok. e) Menyiapkan alat bantu pembelajaran yaitu media kartu
bergambar dengan isi materi clothes.
f) Membuat lembar observasi untuk mrngamati kegiatan belajar mengajar ketika pembelajaran sedang berlangsung.
(63)
49
g) Membuat soal tes berupa isian singkat dan uraian menyusun kalimat untuk mengetahui prestasi belajar siswa pada materi clothes.
b. Pelaksanaan
Setelah tanda bel pelajaran kedua dimulai peneliti masuk kedalam kelas. Siswa memberi salam kepada guru kemudian setelah menjawab salam guru memberikan motivasi untuk memulai pelajaran Bahasa Inggris pada pokok materi clothes, dalam hal ini merupakan kegiatan apersepsi. Kemudian guru menjelaskan dan menyajikan materi tersebut dengan metode mastery learning agar siswa lebih mudah untuk mengerti dan memahami materi tersebut. Pembelajaran dilaksanakan beberapa kali untuk menegaskan bahwa semua siswa telah paham terhadap materi clothes. Sebelum siswa melaksanakan pembelajaran, guru memberikan tes awal tau pre test, hal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa terhadap materi tersebut. Hasil daripada pre test dengan jumlah siswa keseluruhan adalah 24 siswa dengan rincian nilai sebagai berikut :
Tabel 4. Hasil pre test :
No. Nama Hasil
Pre Test
1. AVN 60
2. ADC 76,6
3. FM 73,3
4. RFN 53,3
(64)
50
6. MR 80
7. CPR 80
8. AB 66,6
9. FNR 60
10. RS 76,6
11. SA 76,6
12. W 70
13. AR 76,,6
14. RAD 76
15. NAS 76
16. GS 53,3
17. YF 76,6
18. DYA 70
19. FJ 63,3
20. TWN 70
21. RA 43,3
22. DDS 73,3
23. SR 60
24. DN 63,3
Jumlah 1641,6
RATA-RATA 68,3
Berdasarkan hasil pre test di atas terdapat hasil bahwa sebagian siswa belum memahami pembelajaran bahasa inggris materi clothes, diperoleh hasil bahwa siswa yang belum tuntas nilai kriteria minimal adalah 15 siswa. Sedangkan yang sudah memenuhi standar ketuntasan nilai minimal adalah 9 siswa, jika di hitung dalam jumlah presentase adalah 62,5 % siswa belum tuntas dan 37,5 % siswa telah tuntas, sedangkan untuk rata-rata hasil test pada pretest adalah 68,3 dimana nilai tersebut adalah nilai dibawah standar kelulusan minimal yaitu 75. Bila digambarkan melalui diagram sebagai berikut :
(65)
51
Gambar 3. Diagram Pre Test
Pada tahap ini peneliti memperhatikan bakat (Attitude) yaitu sejumlah waktu yang dimint oleh siswa untuk mencapai penguasaan suatu tugas pembelajaran. Selain itu peneliti juga memperhatikan (Perseverance) atau ketekunan sebagai waktu yang diinginkan oleh siswa untuk belajar dimana sebelumnya guru melakukan suatu kerangka pembelajaran (orientasi).
Setelah melakukan tes kemampuan awal siswa, guru melanjutkan kegiatan pembelajaran dengan menjelaskan kembali materi clothes dengan lebih jelas dan menggunakan contoh (tahap penyajian). Pada saat menjelaskan materi guru juga memperhatikan siswa dan aktivitas belajar siswa. Pada tahap ini guru menangkap masih banyak diantara siswa yang kurang begitu memusatkan perhatiannya kepada guru yang sedang menjelaskan materi clothes.
Untuk lebih memusatkan perhatian siswa pada pembelajaran yang sedang berlangsung guru memberikan (Quality of Instruction) atau kualitas pembelajaran yang baik dengan mengembangkan metode-metode pembelajaran. Dalam hal ini guru mengajak siswa ikut terlibat langsung dalam pembelajaran maka guru memberikan pertanyaan kepada siswa tentang
Belum Tuntas 62,5% Tuntas
37,5%
(66)
52
contoh kosa kata dan kalimat tentang clothes. Ternyata hanya ada beberapa siswa saja yang mau aktif dan kritis dalam menjawab pertanyaan guru kemudian memberikan pertanyaan lagi tentang contoh kalimat sederhana tentang materi clothes. Keaktifan siswa juga masih kurang dalam berpartisipasi dalam kegiatan belajar dan mengajar.
Kegiatan selanjutnya adalah guru memperjelas materi dengan media kartu bergambar. Pada kegiatan ini guru menjelaskan apa arti dari gambar dan apa nama gambar tersebut, kemudian memberikan contoh membuat kalimat sederhana, hal ini dilakuan untuk mrnarik dan memfokuskan perhatian siswa. guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok untuk melakukan kerja kelompok. Kelompok terbentuk menjadi 7 bagian. Kegiatan yang dilakuakan dalam kelompok adalah mengerjakan soal lembar kerja siswa yang didalamnya terdapat kegiatan yaitu memasangkan gambar dan kosa kata kemudian di buat menjadi sebuah kalimat.
Kegiatan selanjutnya guru memberikan contoh soal yang berhubungan dengan materi clothes dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab secara sukarela. Untuk siswa yang berani menjawab guru memberikan poin atau nilai tambahan, kemudian soal yang dijawab tersebut dibahas kembali untuk memastikan jawaban tersebut benar.
Kegiatan selanjutnya adalah guru menanyakan kepada siswa terhadap materi yang telah dijelaskan apakah sudah paham atau belum dan adakah kesulitan terhadap materi clothes yang telah dijelaskan. Dalam hal ini guru
(67)
53
melakukan pengamatan tentang (Ability to understand instruction) atau kemampuan siswa dalam menerima pembelajaran.
Setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode mastery learning guru kemudian menguji kemampuan siswa melalui post test. Dalam kegiatan ini guru menerapkan (Time allowed for learning) atau kesempatan siswa yang tersedia untuk belajar dimana dalam hal ini guru memberikan latihan terstruktur, latihan terbimbing dan latihan mandiri. Adapun hasil dari post test adalah sebagai berikut :
Tabel 5. Hasil post test
No. Nama Hasil
Post Test
1. AVN 73,3
2. ADC 73,3
3. FM 86,6
4. RFN 86,6
5. GT 73,3
6. MR 83,3
7. CPR 80
8. AB 73,3
9. FNR 73,3
10. RS 80
11. SA 80
12. W 76,6
13. AR 80
14. RAS 86,6
15. NAS 76,6
16. GS 80
17. YF 83,3
18. DYA 86,6
19. FJ 93,3
20. TWN 76,6
21. RA 73,3
22. DDS 83,3
(68)
54
24. DN 86,6
Jumlah 1.922,4
RATA-RATA 76,6
Berdasarkan hasil post test di atas terdapat hasil yang cukup signifikan yaitu jumlah siswa yang masih belum tunytas adalah 6 siswa dengan presentase 25 % dari keseluruhan siswa, sedangkan untuk siswa yang tuntas adalah 18 siswa dengan presentase 75 % dari keseluruhan siswa dan nilai rata-rata hasil belajar siswa terhadap materi clothes adalah 76,6 nilai tersebut merupakan diatas kriteia kelulusan minimal yaitu 75. Hasil tersebut menujukan bahwa hasil atau prestasi belajar Bahasa Inggris dengan menggunakan metode mastery learning siswa kelas 5 SD N Sono meningkat. Jika digambarkam dalam bentu diagram adalah sebagai berikut
Gambar 4. Diagram Post Test c. Intrepetasi hasil dan perumusan kesimpulan
Pada penelitian ini secara kolaboratif dilakukan didapatkan hasil yaitu selama proses penelitian tindakan ini dilaksanakan, yaitu sejak dialog awal sampai selesainya serangkaian tindakan, selalu terjadi interaksi timbal balik yang saling mempengaruhi antara guru Bahasa Inggris, kepala sekolah, dan peneliti. Melalui
Belum tuntas 25%
Tuntas 75%
(69)
55
dialog awal dan diskusi-diskusi yang dilaksanakan dengan komunikasi terbuka, hubungan yang baik, dan adanya kebersamaan dapat menimbulkan rasa ingin berubah kepada guru Bahasa Inggris yang terlibat.
Dari treatment yang telah dilaksanakan dapat dilaporkan perubahan-perubahan tindak mengajar antara lain : 1) guru bisa merubah kebiasaan otoriter menjadi fasilator, membimbing dan mengembangkan inisiatif siswa, 2) pembelajaran yang biasanya hanya menerapkan ceramah dan menjelaskan secara singkat berubah menjadi proses pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas, 3) pada setiap pembelajaran guru selalu memperhatikan : a) perbedaan karakter siswa, b) organisasi kelas, c) inisiatif kelas, d) isi materi ajar, e) variasi pembelajaran dan f) kondisi / iklim belajar yang nyaman dan menyenangkan. Keseluruhan pemberian treatment yang telah dilakukan dapat menjadi indikasi bahwa upaya pengembangan kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan baik.
Kebiasaan otoriter guru sebelum penelitian dilaksanakan, yaitu seperti tingkah laku cenderung menilai, mengarahkan, mencela, memberi perintah dan sebagainya. Guru sebagai fasilitator, selalu menjamin siswa merasa aman dan bebas mengungkapkan ide. Mendorong siswa bersifat aktif dan saling bekerjasama dan menolong siswa untuk melakukan belajarnya sendiri.
Sebelum penelitian, guru Bahasa Inggris kelas 5 SD yang terlibat
cenderung mengajar dengan metode ceramah. Pembaharuan diantaranya adalah menetapkan strategi pembelajaran yang demokratis yang dapat mengaktifkan siswa, yaitu pembelajaran melalui pendekatan belajar tuntas. Selain itu dalam
(70)
56
penyelesaian soal-soal latihan menggunakan pemecahan masalah. Pembaharuan dilaksanakan perlahan-lahan dan secara bertahap.
Berkaitan dengan materi ajar Bahasa Inggris, penerapan pembelajaran pada penelitian ini tidak semata-mata disajikan sebagai latihan menghafal suku kata atau definisi, namun lebih ditekankan kepada proses penyelidikan. Pemecahan masalah dalam kegiatan pembelajaran ini diwujudkan oleh guru Bahasa Inggris yang melakukan tindakan melalui pembahasan materi ajar dengan tuntas dan guru berperan sebagai fasilitator maupun pembimbing. Perubahan yang lain, pada setiap pembelajaran guru selalu memperhatikan aspek aspek pembelajaran.
Pertama, aspek perhatian guru terhadap perbedaan individu siswa pada setiap pembelajaran guru selalu berusaha menghargai dan menjamin / memberi pelayanan terhadap perbedaan individu siswa.
Kedua, aspek perhatian guru terhadap organisasi kelas, pada setiap pembelajaran guru selalu mengorganisasi kelas baik yang menyangkut aspek fisik maupun aspek psikologis. Aspek fisik misalnya, pengaturan tempat duduk siswa (secara kombinasi, klasikal, kelompok, dan individual) selalu berubah beraturan, sedangkan aspek psikologis termasuk pengendalian atau bimbingan terhadap siswa.
Ketiga, aspek perhatian guru terhadap inisiatif siswa. Pada setiap pembelajaran guru selalu memberikan kelonggaran dan mendorong kepada siswa untuk bertanya, mengeluarkan ide, menjawab pertanyaan, dan mengerjakan soal.
(71)
57
Keempat, aspek perhatian guru terhadap isi materi ajar. Pada setiap organisasi guru selalu menunjukkan tujuan dan sumber materi ajar serta mengorganisasi isi materi ajar dengan baik dan benar. Konsep-konsep disusun berhubungan dan disampaikan dengan pendekatan belajar tuntas.
Kelima, aspek perhatian guru terhadap variasi pembelajaran. Pada setiap pembelajaran guru selalu berusaha mengadakan variasi penyajian penemuan, atau pemecahan masalah, penggunaan media dan tugas (kelompok atau mandiri)
Keenam, aspek perhatian guru terhadap iklim belajar. Pada setiap pembelajaran guru selalu memberikan iklim belajar. Pada setiap pembelajaran guru selalu memberikan iklim yang aman bagi siswa, dalam hal ini guru selalu berusaha tidak memarahi siswa.
a. Kesimpulan secara umum
a) Guru Bahasa Inggris menyatakan bahwa dengan penerapan pembelajaran melalui pendekatan belajar tuntas yang dicobakan, siswa lebih senang belajar Bahasa Inggris, kepercayaan diri siswa meningkat, dan siswa tidak lagi ragu-ragu setiap kali mau mengemukakan pendapat atau menanyakan sesuatu kepada gurunya. Keaktifan belajar siswa dalam menerima pelajaran menjadi lebih meningkat.
b) Perubahan yang signifikan pada proses pembelajaran hubungan guru dan siswa lebih baik siswa menjadi berani dan aktif berkomuniksi di dalam pembelajaran matematika menjadi lancar sehingga hasil belajar siswa semakin meningkat pada tiap-tiap penelitian.
(1)
91 Foto 3 : siswa memperhatikan materi
Foto 4 : pre test siswa
(2)
92 Foto 6 : post test siswa
(3)
93 LAMPIRAN 5 Surat – surat
(4)
94 2. Surat Permohonan Ijin
(5)
95 3. Surat Keterangan Validasi Instrumen
(6)
96