Seleksi Kandidat Kerangka Teori

23 Selain melakukan rekrutmen politik, di dalam partai politik perlu dikembangkan sistem pendidikan dan kaderisasi bagi anggota partainya. Sistem kaderisasi sangat penting mengingat perlu adanya transfer pengetahuan knowledge politik, tidak hanya yang terkait dengan sejarah, visi, misi, dan strategi partai politik, tetapi juga transfer keahlian berpolitik dan keterampilan. 20 Dengan adanya proses kaderisasi partai politik menghasilkan calon-calon pemimpin berkualitas yang nantinya akan berkompetisi dalam kegiatan pemilu. Berdasarkan pemaparan-pemaparan di atas, maka teori rekrutmen politik menurut Pippa Norris dalam penelitian ini digunakan untuk memahami realitas sosial yang ada, yaitu tentang rekrutmen politik yang terjadi dalam Partai Nasdem Sumatera Utara. Teori ini akan melihat tahapan-tahapan yang dilakukan oleh Partai Nasdem apakah sesuai atau tidak dengan teori dari Pippa Norris ini. Sehingga akan dibuktikan teori tersebut berlaku atau tidak dalam penelitian ini. Sementara teori pola rekrutmen dari Nazaruddin Syamsuddin digunakan untuk melihat pola rekrutmen mana yang diterapkan oleh Partai Nasdem dalam menetapkan calon legislatif, apakah sesuai dengan teorinya tentang pola terbuka ataukah pola tertutup.

1.6.2 Seleksi Kandidat

Setiap sistem politik memiliki berbagai cara dalam mengisi struktur yang telah dibentuk. Di dalam masyarakat tradisional sekalipun, pengisisan suatu struktur politik atau jabatan dilakukan dengan model seleksi tersendiri. Proses seleksi terkadang bersifat kompleks, membentuk peran melalui perilaku dari mereka yang menyeleksi dan yang diseleksi. 21 Studi mengenai rekrutmen politik juga memfokuskan perhatian pada hal penting seperti mengenai proses seleksi kandidat. Seleksi kandidat adalah metode yang digunakan partai politik dalam memilih calon yang akan duduk di berbagai sektor kekuasaan, dalam proses hasil pemilihan. Beberapa kandidat tersebut kemudian dipilih satu diantara mereka. Karena bisaanya setiap partai menyeleksi hanya satu kandidat, atau menurut sistem perbandingan dari daftar pilihan partai. Penyeleksian kandidat merupakan satu dari hal yang harus dilakukan dalam sebuah partai politik dan parlemen. Kondisi ini untuk waktu yang panjang hingga batas waktu tersebut berakhir. 20 Firmanzah Ph.D., Mengelola Partai Politik . Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008, hal. 70. 21 Gabriel Almond dan G. Bingham Powel, Jr., Comparative Politics: Sistems, Process, and Policy. Second Edition, Boston: Little Brown and Company, 1978, hal. 108. Universitas Sumatera Utara 24 Studi mengenai proses seleksi kandidat memfokuskan perhatian pada beberapa hal seperti, apakah seleksi kandidat dilangsungkan oleh kalangan pimpinan partai saja, apakah anggota legislatif yang sudah duduk di parlemen juga ikut, bagaimana peran anggota bisaa, faksi-faksi dalam lingkungan partai, adakah partai di daerah dilibatkan, demikian juga orang- orang yang menjadi konstituen partai. 22 Proses seleksi kandidat idealnya mencakup proses pemilihan, penseleksian, dan pengangkatan dari seseorang atau sekelompok orang. Agar nantinya mampu melaksanakan sejumlah peran dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintah pada khususnya, partai politik memiliki cara tersendiri dalam melakukan seleksi tersebut terutama berkaitan sistem dan prosedur penyeleksiannya. Menurut Austin Ranney, seleksi kandidat adalah proses utama resmi yang dimiliki oleh sebuah partai untuk memutuskan seseorang yang secara resmi dipilih untuk memegang sebuah jabatan yang ditandai oleh suara pemilih dalam komunikasi pemilihan sebagai rekomendasi dan kandidat yang didukung atau dari daftar kandidat. Proses seleksi tersebut terbatas pada partai politik saja, untuk menentukan calon yang bakal dinominasikan dalam pemilu. 23 Dalam proses seleksi kandidat ada empat hal yang paling penting untuk diperhatikan menurut Reuven Y. Hazan and Gideon Rahat. Keempat hal itu adalah: 24 1. Siapa aktor yang bisa ikut serta dalam proses seleksi candidacy ? Candidacy menjelaskan tentang siapa yang dapat dicalonkan atau ditetapkan sebagai kandidat dari sebuah partai. Proses ini dikualifikasikan dalam dua tingkat yaitu inklusifitas, dan eksklusifitas. Dalam inklusifitas, setiap orang dapat mencalonkan diri menjadi kandidat dalam partai, tidak hanya terbatas pada anggota partai ataupun pengurus partai saja, namun terbuka bagi semua warga negara. Sementara dalam eksklusifitas ada beberapa kondisi yang membatasi dan menutup ruang hak seseorang maupun anggota kader partai untuk dapat ikut serta dalam seleksi kandidat itu dilaksanakan, sehingga pola rekrutmen ini bersifat tertutup dan tidak demokratis. 22 Alan Ware, Political Parties and Party Sistems, New York: Oxford University Press, 1996, hal. 275. 23 Austin Ranney, Candidate Selection, dalam Reuven Y. Hazan dan Gideon Rahat, “Candidate Selection: Methods and Consequences”, dalam Richard S. Katz dan William Crotty, “Handbook of Party Politics”, London: Sage Publication, 2006, hal.109. 24 Reuven Y. Hazan dan Gideon Rahat, Candidate Selection: Methods and Consequences, dalam Bimby Hidayat, Tesis “Seremonialisasi Proses Seleksi Kandidat Studi Pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Yogyakarta Tahun 2011 oleh Partai Demokrat”, 2012, Yogyakarta: FISIPOL UGM, hal. 20-23. Universitas Sumatera Utara 25 2. Siapa yang menjadi penyeleksi selectorate ? Proses ini terkait tentang sebuah lembaga partai yang dibentuk dalam menyeleksi kandidat. Lembaga tersebut berkaitan dengan berapa banyak orang yang terlibat dalam menentukan proses seleksi. Terdiri dari anggota internal partai tertentu atau melibatkan warga negara secara luas. Ketika warga negara dilibatkan dalam proses seleksi kandidat maka pola tersebut dapat diklasifikasikan sebagai model seleksi inklusif. Sebaliknya, seleksi eksklusif yaitu ketika seleksi kandidat ditentukan oleh pimpinan oleh pimpinan atau elit partai saja. Lebih rinci hal ini bertautan dengan seberapa besar peran pimpinan partai menentukan hasil seseorang dalam proses pencalonan. apakah ditentukan oleh pimpinan pusat ataukah sebagian didistribusikan kepada pimpinan regional lokal. 3. Dimana proses seleksi dilakukan derajat desentralisasi ? Proses ini menjelaskan persoalan dimana lingkup pengambilan keputusan terkait persoalan derajat desentralisasi dan sentralistik. Ketika kandidat diseleksi secara eksklusif oleh penyeleksi pada tataran pusat nasional maka metode ini disebut derajat sentralistik. Sebaliknya ketika seleksi kandidat dilakukan oleh penyeleksi partai pada tataran lokal dan berlangsung secara otonom maka disebut dengan metode desentralisasi. 4. Bagaimana kandidat dinominasikan oleh partai voting atau penunjukan ? Dalam hal ini terdapat dua model penominasian. Pertama, model sistem pemilihan voting yaitu penominasian berdasarkan suara dimana semua kandidat diseleksi melalui prosedur pemilihan tanpa seorang penyeleksi pun dapat mengubah daftar komposisi. Kedua, model sistem penunjukan dimana penentuan calon ditunjuk tanpa menggunakan prosedur pemilihan, calon diangkat tanpa mebutuhkan persetujuan yang lain kecuali oleh partai atau pemimpin partai. Berdasarkan pemaparan di atas teori Reuven Y. Hazan and Gideon Rahat pada dasarnya berkaitan dengan mekanisme, persyaratan, dan prosedur seleksi yang diselenggarakan oleh suatu partai politik. Model seleksi kandidat dalam suatu partai tidak sama dengan partai lain. Maka dalam penelitian ini teori tersebut akan digunakan untuk menjadi dasar dalam melihat realitas seleksi kandidat yang terjadi dalam proses penetapan calon anggota legislatif dalam Partai Nasdem Sumatera Utara. Dengan teori ini akan dilihat apakah proses seleksi calon kandidat legislatif di Partai Nasdem dilakukan secara inklusifitas yang terbuka dan demokratis atau eksklusifitas yang tertutup dan bersifat oligarkis. Universitas Sumatera Utara 26 Sesuai teori Hazan dan Rahat tentang prosedur dalam pemilihan calon kandidat dalam partai, Alan Ware juga mengemukakan secara umum ada tiga cara utama dimana prosedur pemilihan untuk kandidat partai dibedakan, yaitu: 25  Public and private rules, yaitu apakah pemilihan dijalankan sesuai peraturan dan prosedur yang telah dilukiskan oleh partai itu sendiri atau apakah negara menentukan peraturan dan prosedur pemilihannya.  Centralized or decentralized selection, ialah ditingkatan mana proses pemilihan terjadi, apakah dalam sebuah lembaga pusat dari partai atau didesentralisasikan kepada daerah.  Democratic or elite control, yaitu dalam tingkat pembuatan keputusan, kekuasaan untuk memilih dipegang oleh beberapa aktor kunci atau diedarkan secara luas diantara anggota-anggota dan aktivis di dalam partai itu. Dapat kita lihat bahwa teori Alan Ware tersebut sebenarnya berbicara tentang pemilihan kandidat apakah dilaksanakan secara demokratis atau dikontrol oleh para elit partai dengan melihat indikator-indikator yang dipaparkannya. Apabila dalam proses penetapan kandidat dilaksanakan secara tidak demokratis dan hanya ditentukan oleh pimpinan atau elit partai, maka hal ini sesuai dengan teori dari Robert Michels. Menurut Michels di dalam sebuah organisasi, baik itu partai, terjadi kecenderungan oligarkis oleh pimpinan organisasi tersebut. 26 Dalam suatu partai, kepentingan suatu massa yang membentuk partai itu tidak nyata, sejalan dengan kepentingan birokrasi yang terjelmakan oleh partai itu. Kepentingan para pimpinan dan para petugas selalu bersifat konservatif, dan dalam suatu keadaan politik tertentu kepentingan itu dapat mendikute suatu keadaan politik. Kepentingan yang khas ini pastinya bertentangan dengan kepentingan kolektif. Gejala sosiologis ini membuktikan bahwa dalam suatu masyarakat selalu ada kelas yang dominan. Jadi, mayoritas umat manusia akan tetap berada di bawah, dan menyerah kepada suatu kelompok minoritas yang menjadi tempat oligarki berpijak. Keadaan dimana suatu kelas mau tidak mau didominasi oleh kelas yang lain, dapat menjadi kesimpulan bahwa oligarki seolah-olah merupakan bentuk semula bagi kehidupan seluruh satuan sosial yang ada. 25 Alan Ware, Ibid, hal. 259. 26 Robert Michels, Partai Politik. Kecenderungan Oligarkis dalam Birokrasi, Jakarta: Rajawali, 1984, hal. 427- 431. Universitas Sumatera Utara 27 Maka dalam penelitian ini ketiga teori yang telah dipaparkan sebelumnya diatas, akan digunakan untuk melihat derajat demokratisasi Partai Nasdem dalam melakukan proses rekrutmen calon legislatif. Melalui teori-teori tersebut akan dapat dilihat, dalam menetapkan calon anggota legislatif apakah Partai Nasdem bersifat inklusif ataukah eksklusif.

1.7 Defenisi Konsep

Dokumen yang terkait

Kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) Dalam Proses Verifikasi Calon Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014(Studi Kasus : KPU Sumatera Utara)

2 84 93

Sistem Rekrutmen Calon Anggota Legislatif 2014 ( Studi Kasus: Penetapan Calon Anggota Legislatif Partai Gerindra DPC Kota Medan )

0 34 98

Partisipasi Calon Legislatif Perempuan di Sumatera Utara pada Pemilu 2009

0 28 95

Peran Elite Lokal Dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014 (Studi Deskriptif: Elite Partai Golkar Di Kabupaten Padang Lawas)

1 49 102

POLA REKRUTMEN PARTAI POLITIK TERHADAP CALON LEGISLATIF PEREMPUAN PADA PEMILIHAN UMUM PERIODE 2004-2009 KE DPRD SUMATERA BARAT (Studi Kasus: DPW PKS dan DPW PBB SUMBAR).

2 3 16

POLA REKRUTMEN CALON LEGISLATIF PARTAI GERINDRA PADA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014 DI KABUPATEN JEPARA -

0 0 52

Sistem Rekrutmen Calon Anggota Legislatif 2014 ( Studi Kasus: Penetapan Calon Anggota Legislatif Partai Gerindra DPC Kota Medan )

0 0 36

2.1 Sejarah Singkat Berdirinya Partai Nasdem - Rekrutmen Calon Legislatif (Studi Tentang Mekanisme Penetapan Calon Legislatif DPRD Provinsi Sumatera Utara 2014 di DPW Partai Nasdem Sumatera Utara)

0 1 18

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Rekrutmen Calon Legislatif (Studi Tentang Mekanisme Penetapan Calon Legislatif DPRD Provinsi Sumatera Utara 2014 di DPW Partai Nasdem Sumatera Utara)

0 0 22

Rekrutmen Calon Legislatif (Studi Tentang Mekanisme Penetapan Calon Legislatif DPRD Provinsi Sumatera Utara 2014 di DPW Partai Nasdem Sumatera Utara)

0 0 11