Perkembangan Ekonomi Makro Regional
19
1.3. Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Grafik 1.11. Indikator Ketenagakerjaan di Provinsi Bengkulu
Feb. 2007
Bekerja 95
Tdk Bekerja
5
Feb. 2008
Bekerja; 96
Tdk Bekerja;
4
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Indikator ketenagakerjaan di Provinsi Bengkulu, sebagaimana tergambar melalui indikator pada grafik 1.11 dibawah, terlihat membaik. Dibanding bulan
Februari 2007, tingkat pengangguran di bulan Februari 2008 terlihat menurun dari 5 menjadi 4. Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah angkatan kerja
di Bengkulu pada tahun 2008 berjumlah 0,84 juta orang dimana jumlah yang bekerja sebanyak 0,80 juta orang. Sehingga jumlah pengangguran sebanyak
33,29 ribu orang. Sementara jumlah pengangguran di tahun 2007 berjumlah 44,47 ribu orang.
Grafik 1.12. Perkembangan Nilai Tukar Petani di Provinsi Bengkulu
dalam m-t-m
Sumber : Badan Pusat Statistik; diolah -3
-2 -1
1 2
3 4
Jan Feb
Mar Apr
Mei 2008
Perkembangan Ekonomi Makro Regional
20
Indikator kesejahteraan petani hingga bulan Mei 2008 terlihat meningkat. Hal ini terlihat meningkatnya persentase perubahan Nilai Tukar Petani NTP.
Persentase perubahan NTP dihitung dari besarnya perubahan NTP secara bulanan. Pada periode bulan Mei, BPS melakukan perubahan tahun dasar dari tahun 2002
menjadi 2007.
Grafik 1.13. Perkembangan Penduduk Miskin di Provinsi Bengkulu
orang kecuali persentase
Sumber : Badan Pusat Statistik; diolah
Sedangkan perkembangan penduduk miskin di Bengkulu terlihat membaik. Hal ini terlihat dari menurunnya jumlah penduduk miskin. Jumlah penduduk
miskin menurun 5 dari 370.000 orang tahun 2007 menjadi 352.000 orang. Persentase jumlah penduduk miskin juga menurun dari 22,13 menjadi 20,64
tahun 2008.
340000 345000
350000 355000
360000 365000
370000 375000
2007 2008
20 20
21 21
22 22
23 Penduduk Miskin
BOKS 1 DAMPAK PENETAPAN PUNGUTAN EKSPOR CPO
TERHADAP HARGA TBS
Berkaitan dengan kegiatan ekspor ada hal yang perlu dicermati oleh pihak yang berkepentingan, bahwa dengan pengenaan pungutan ekspor PE yang
progresif untuk ekspor crude palm oil CPO ternyata berdampak negatif bagi petani kelapa sawit. Pada Bulan Juli 2008 harga tandan buah segar TBS kelapa
sawit di Provinsi Bengkulu jatuh cukup dalam hingga menjadi Rp1.200kg, padahal pada bulan sebelumnya masih mencapai Rp1.200kg. Ini akibat kenaikan
harga CPO pada pasar internasional mengakibatkan PE pada bulan berikutnya naik. Kenaikan ini oleh pengusaha CPO dibebankan kepada petani sawit. Dengan
demikian petani sawit sulit untuk memperoleh keuntungan dari kenaikan harga CPO.
Penetapan PE tersebut dihitung dari harga rata-rata CPO sebulan terakhir di Rotterdam yang ditetapkan sebagai harga referensi. Bila harga referensi mencapai
850 dollar AS per ton maka berlaku tarif PE 10 persen, berikutnya bila 1.100 dollar AS tarif 15 persen dan selanjutnya berturut-turut 1.200 dollar AS berlaku 20
persen dan 1.300 dollar PE dikenakan 25 persen. Dengan peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah sejak 3 September
2007 ini eksportir CPO berspekulasi dengan mengantisipasi harga rata-rata CPO. Hal ini dilakukan dengan mengamati harga CPO beberapa minggu terakhir di
Rotterdam. Selanjutnya eksportir berusaha mengambil untung sebelum tarif PE ini ditetapkan oleh Pemerintah. Kondisi ini yang menyebabkan harga CPO sudah
anjlok terlebih dahulu, sedangkan di pasar internasional harga masih tinggi. Berikutnya penurunan harga CPO dalam negeri ini menyebabkan harga TBS petani
anjok. Dari sisi konsumen minyak goreng penerapan PE ini cenderung
menguntungkan karena cukup efektif meredam kenaikan harga minyak goreng dipasaran. Saat ini harga minyak goreng stabil.
Namun demikian anjoknya harga TBS perlu mendapatkan perhatian serius, karena dampaknya dapat mempengaruhi produktifitas petani sawit. Pemerintah
Daerah khususnya Dinas Perkebunan dapat duduk bersama dengan ekportir, pengusaha dan petani sawit untuk mencari jalan penyelesaian. Namun, langkah
penyelesaian paling efektif ada di tangan pemerintah pusat.
Perkembangan Inflasi Daerah