Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap sistem pemerintahan

Perkembangan Kebudayaan Masa Hindu-Buddha .... 73 Inskripsi Kehidupan primus inter pares di mana kepala desa tidak bersifat diktator, tidak memiliki hak-hak istimewa, dan tidak sewenang-wenang menunjukkan sifat demokratis masyarakat pedesaan yang asli. Kehidupan desa masa itu bersifat: 1. sosial patembayan, sambat sinambat, gotong royong; 2. komunal kelompok; 3. teritorial wilayah tempat tinggal; 4. genealogis keturunan atau sedarah; 5. religius kepercayaan; 6. segala masalah diselesaikan dengan musyawarah untuk mufakat. Dalam perkembangannya, ada dua corak kerajaan berdasarkan budaya Hindu- Buddha. Kerajaan-kerajaan bercorak Hindu, antara lain, Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Mataram Hindu Mataram Kuno, Kahuripan Airlangga, dan Majapahit. Kerajaan Majapahit dikenal sebagai kerajaan Hindu terbesar. Adapun kerajaan-kerajaan bercorak Buddha, antara lain, Kerajaan Holing Kalingga, Melayu, Sriwijaya, dan Mataram Buddha. Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan Buddha terbesar di Indonesia.

e. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap sistem kepercayaan

Pada saat budaya Hindu-Buddha masuk ke Indonesia, masyarakat masih menganut kepercayaan asli, yaitu animisme dan dina- misme. Akibat adanya proses akulturasi, agama Hindu dan Buddha lalu diterima penduduk asli. Dibandingkan agama Hindu, agama Buddha lebih mudah diterima oleh masyarakat kebanyakan sehingga dapat berkembang pesat dan menyebar ke berbagai wilayah. Sebabnya adalah agama Buddha tidak mengenal kasta, tidak membeda-bedakan manusia, dan menganggap semua manusia itu sama derajatnya di hadapan Tuhan tidak diskriminatif. Menurut agama Buddha, setiap manusia dapat mencapai nirwana asalkan baik budi pekertinya dan berjasa terhadap masyarakat. Akulturasi dan sinkretisasi budaya Indonesia-Hindu berawal dari kehidupan sosial-politik. Tradisi hinduisme yang masuk ke pedesaan diakulturasikan dengan tradisi animisme yang merupakan tradisi asli Nusantara. Terciptalah pola hidup kotaraja, pola hidup pantai, dan pola hidup pedesaan atau agraris. Masyarakat pun dikelompokkan menjadi masyarakat istana yang sudah terkena pengaruh kuat budaya Hindu dan masyarakat adat atau desa atau primus inter pares yang berpegang pada budaya tradisi nenek moyang. Pola hidup kotaraja berbentuk keningratan dan kepriaian yang mengutamakan status dan kewibawaan. Pola hidup pantai atau pelabuhan mengutamakan kebebasan, kesamaan hak, derajat, terbuka, dan mudah menerima pengaruh. Adapun pola hidup pedesaan mengutamakan kesamaan, kelompok, adat, animisme, dan mempertahankan tradisi leluhur. Dengan berubahnya pola hidup masyarakat, berubah pula sistem politik pemerintahannya. Sistem primus inter pares kepala suku berubah menjadi kerajaan raja. Raja-raja diangkat melalui upacara penobatan yang disebut abhiseka. Dikenal pula adanya pembuatan silsilah raja-raja atau kulapanjika. Para raja menggunakan gelar Sri atau Batara, Sri Batara, Prabu, atau Batara Prabu. Prosedur penggantian raja tidak melalui pemilihan rakyat, melainkan Dewan Raja atau Dewan Sapta Prabu. Inskripsi Masyarakat pantai tidak hanya terdiri atas pribumi Nusantara, melainkan banyak bangsa, seperti Cina, India, dan Arab. Oleh karena itu, alat komunikasi yang digunakan adalah bahasa Melayu Kuno. 74 Cakrawala Sejarah SMAMA Kelas XI Bahasa Tugas 1. Bagaimana kebudayaan Hindu-Buddha berpengaruh dalam bidang kesenian? 2. Apakah bentuk akulturasi budaya yang dapat disaksikan dalam kehidupan sehari-hari? 3. Apakah bentuk peninggalan yang bercorak Hindu-Buddha di sekitar Anda? Laporkan hasilnya dalam bentuk tulisan singkat

B. Perkembangan Kebudayaan dan Kesusastraan Zaman Kerajaan- Kerajaan Hindu-Buddha

1. Kehidupan budaya dan sastra zaman Kerajaan Mataram Kuno a. Kehidupan kebudayaan

Ketika wangsa Sanjaya menyingkir ke Pegunungan Dieng sejak masa Panangkaran hingga Rakai Pikatan, banyak didirikan candi yang kini dikenal sebagai kompleks candi Dieng. Kompleks candi ini, antara lain, terdiri atas candi Bimo, Puntadewa, Arjuna, dan Nakula. Adapun di Jawa Tengah bagian selatan ditemukan candi Prambanan Roro Jonggrang, Sambi Sari, Ratu Boko, dan Gedung Songo Ungaran sebagai hasil budaya Mataram Kuno.

b. Kehidupan sastra

Kitab yang berasal dari zaman Mataram Hindu adalah Ramayana dan Mahabharata. Ramayana berasal dari India, ditulis oleh Mpu Walmiki. Pada abad ke-9, kitab tersebut disadur ke dalam bentuk kakawin yang sangat indah, terdiri dari tujuh kanda, yakni Bala Kanda, Ayodya Kanda, Aranya Kanda, Keskenda Kanda, Sudara Kanda, Uddha Kanda, dan Uttara Kanda. Kitab Mahabharata, juga berasal dari India, ditulis oleh Mpu Wiyasa. Kitab yang aslinya terdiri atas delapan belas parwa ini kemudian digubah ke dalam bahasa Jawa Kuno dalam bentuk gancaran atau prosa ringkas. Penggubahannya dilakukan pada zaman Raja Dharmawangsa oleh Vyasa Kres Dwipayana. Kedelapan belas parwa dalam kitab Mahabharata adalah Adi Parwa, Sbha Parwa, Wana Parwa, Wirata Parwa, Udyoga Parwa, Bisma Parwa, Drona Parwa, Kama Parwa, Salya Parwa, Saptika Parwa, Stri Parwa, Santi Parwa, Anusa Parwa, Aswamedika Parwa, Asramawiseka Parwa, Mausala Parwa, Mahaprasanika Parwa, dan Swargarahana Parwa. Mahabharata mengisahkan kehidupan keluarga Raja Bharata dan keturunannya. Dua kelompok keturunannya, Pandawa dan Kurawa, memperebutkan takhta kerajaan yang ditinggalkan Bharata. Pandawa terdiri atas Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa mewakili sisi protagonis. Adapun Kurawa yang berjumlah seratus mewakili sifat antagonis. Pada pokoknya, isi Mahabharata ada tiga.