88
Cakrawala Sejarah SMAMA Kelas XI Bahasa
Inskripsi
Budaya Islam berkembang pesat di Nusantara dalam berbagai segi kehidupan. Terbukti dari
adanya masjid bangunan untuk melakukan salat, keraton tempat raja-raja Islam berkuasa dan
menyebarkan agama di wilayah kekuasaannya, serta seni tulisan Arab yang disebut kaligrafi.
Kaligrafi-kaligrafi adalah seni menulis indah yang berfungsi sebagai hiasan. Umumnya terdapat di
masjid-masjid.
Buku Bustanus Salatina atau Taman Raja-Raja ditulis oleh Nuruddin ar-Raniri, seorang penulis dari Gujarat, atas perintah Sultan
Iskandar II dari Aceh pada tahun 1638. Buku ini terbagi dalam tujuh bab.
1. Perihal penciptaan bumi dan langit. 2. Perihal nabi-nabi dan raja-raja.
3. Perihal raja yang adil dan pejabat negeri yang bijaksana. 4. Perihal raja dan orang suci beriman.
5. Perihal raja zalim dan pegawai yang durhaka kepada raja. 6. Perihal orang dan pahlawan yang budiman serta murah hati.
7. Perihal akal dan pelbagai macam pengetahuan.
Seorang tokoh Islam bernama Abdul Rauf dari Singkel terkenal dengan nama Teuku di Kuala karena dimakamkan di Kuala. Makamnya
ini dianggap keramat. Ia pernah belajar selama empat tahun di Mekkah dan banyak hal yang diajarkannya untuk masyarakat sekembalinya ke Aceh. Abdul Rauf mengarang beberapa
buku, antara lain,
1. Mirat al Tulat Cermin dari Murid-Murid berisi tentang agama, sosial, dan politik;
2. Umdat al Muhtajin Tiang dari Orang Jahat berisi ajaran-ajaran mistik, terutama zikir
untuk menyatukan diri dengan Tuhan; 3. Mukjizat al Badi tentang teologi;
4. Kifarat al Muhtajin berisi tentang hal-hal mistik seperti halnya Umdat al Muhtajin.
Raja Ali Haji, saudara sepupu Raja Riau, mengarang Gurindam Duabelas. Saleha, saudara perempuan Raja Ali Haji, mengarang Syair
Abdul Muluk dan Syair Siti Zubaidah. Tun Sri Lanang menyusun Sejarah Melayu. Di Mataram, karya sastra Islam merupakan perkembangan dari masa sebelumnya.
Naskah-naskahnya merupakan saduran dari karya bahasa Jawa Kuno, misalnya, Serat Ramayudha, Serat Bharatayudha, Serat Mintaraga dari Arjunawiwaha, dan Serat Arjuna-
sasrabahu dari Arjunawiwaha. Di samping itu, berkembang juga cerita-cerita roman yang diilhami kisah Amir Hamzah, yakni Menak Amir Hamzah, Yusuf, dan Ahmad Hanafi. Ahli
tasawuf dan ulama terkenal yang menyebarkan Islam di Sumatra, Hamzah Fansyuri, menulis buku sastra Syair Perahu dan Syair Sri Burung Pingai. Buku-buku tersebut banyak memuat
ajaran tasawuf, yakni ajaran ketuhanan yang bercampur dengan hal-hal mistik.
Diskusi
Diskusikan apa sebab kesusastraan yang bercorak Islam pada mulanya berkembang di daerah Melayu
Sumber: Indonesia Indah Aksara
Gambar 3.12 Ragam hias
pada serat Ambiya
Perkembangan Kebudayaan Masa Hindu-Buddha ....
89
Sumber: Indonesia Indah, Aksara
Gambar 3.13 Pintu gerbang
masjid Kasepuhan Cirebon, salah satu contoh akulturasi Hindu-
Buddha dan Islam
E. Perpaduan antara Tradisi Lokal, Hindu-Buddha, dan Islam di Nusantara
1. Perpaduan tradisi lokal, Hindu-Buddha, dan Islam dalam institusi sosial masyarakat
Masuknya agama Islam ke Indonesia membawa banyak pengaruh dan perubahan berbagai aspek dalam sistem sosial
masyarakat Indonesia. Masuknya budaya Islam tidak menyebabkan hilangnya kebudayaan Indonesia pro-Islam, yaitu
kebudayaan prasejarah dan Hindu-Buddha, tetapi justru memperkaya budaya Indonesia. Kebudayaan Islam berpadu
dengan kebudayaan prasejarah dan Hindu-Buddha melalui proses akulturasi. Proses akulturasi ini terjadi karena masyarakat
Indonesia memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi sehingga budaya yang masuk menambah kekayaan budaya.
Selain itu, bangsa Indonesia juga memiliki kemampuan untuk menyesuaikan kebudayaan yang datang teori Local Genius.
a. Perpaduan dalam seni bangunan
Sumber: Ensiklopedi Indonesia Seri Geografi Sumber: Ensiklopedi Islam
Gambar3.14 Masjid Agung Demak Gambar 3.15 Masjid Raya Baiturrahman di Aceh
Adapun bentuk akulturasi budaya dapat dilihat pada seni bangunan, misalnya masjid. Masjid ada dua macam, yaitu masjid tradisional dan masjid modern. Perbedaan
kedua masjid ini terletak pada bentuk atapnya. Masjid tradisional beratap tingkat meru dan bahan bangunannya dari alam, sedangkan masjid modern beratap kubah dan
bahan bangunannya sudah memakai semen.
b. Perpaduan dalam bidang seni pahat dan ukir
Pada zaman madya, munculnya kepandaian pahat memahat menjadi terbatas pada seni ukir hias. Untuk seni hias, orang mengambil pola berupa daun-daunan, bunga-
bungaan teratai, bukit-bukit karang, pemandangan dan garis geometri. Sering juga terdapat pada kalamakara dan kalamarga yaitu kijang menjadi pengganti makaranya.
Hal itu sebenarnya kurang sesuai dengan peraturan Islam, namun dapat juga diterima karena tidak dirasakan sebagai pelanggaran. Begitu juga dengan gambar-gambar ular
90
Cakrawala Sejarah SMAMA Kelas XI Bahasa
naga yang terdapat di sana sini. Kedatangan Islam menambah lagi satu pola, yaitu huruf-huruf Arab. Pola itu sering kali digunakan untuk menyamarkan lukisan makhluk
hidup, biasanya binatang dan bahkan juga untuk gambar wayang.
Sumber: Indonesia Indah, Aksara
Gambar 3.16 Kitab Serap Panji, beraksara Arab dengan bahasa Jawa.
Ilustrasinya menunjukkan perpaduan pengaruh Hindu-Buddha, dan Islam.
2. Perbandingan konsep kekuasaan di kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha dengan kerajaan-kerajaan Islam
Bentuk akulturasi budaya yang lain adalah sistem pemerintahan. Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia, bangsa Indonesia telah mengenal sistem pemerintahan
kepala suku yang berlangsung secara demokratis. Akan tetapi, setelah masuknya pengaruh Hindu-Buddha, tata pemerintahan disesuaikan dengan sistem yang berkembang di India.
Seorang kepala pemerintah bukan lagi seorang kepala suku, melainkan seorang raja yang memerintah secara turun-temurun. Artinya, pemilihan raja bukan lagi ditentukan oleh
kemampuan melainkan keturunan.
Adapun pada masa Islam, sebutan raja berganti sultan yang berkuasa atas kekuasaan negara, agama, dan budaya. Namun ada juga sebutan sunan, misalnya gelar raja-raja
Mataram. Mereka bergelar sunan karena mereka lebih mementingkan sebagai kepala agama.
Dalam pandangan rakyat pada masa Hindu-Buddha, raja diidentikkan dengan dewa kultus dewa raja. Dalam diri raja terdapat roh dewa yang mengendalikan pribadinya.
Negara dianggap sebagai citra kerajaan para dewa. Raja memiliki kekuasaan yang tidak terbatas.
Setelah zaman Islam, kultus dewa raja sudah tidak berlaku. Hal ini terjadi karena agama Islam menempatkan raja sebagai penyebar agama Islam. Manusia yang terpilih
sebagai wali akan mendapatkan tanda khusus dari Tuhan dalam bentuk kalipatullah wali Tuhan, yaitu perlambang-perlambang tertentu. Berdasarkan hal itu, seorang raja harus
memiliki legitimasi pengesahan dari Tuhan. Bentuk legitimasi ini oleh orang Jawa disebut wahyu pulung. Seseorang yang telah mendapat wahyu keraton akan menjadi penguasa
seluruh tanah Jawa. Seorang raja harus memiliki perlambang-perlambang dengan kekuatan magis. Misalnya dalam Babad Tanah Jawi dikisahkan bahwa takhta Kerajaan Majapahit
harus diduduki terlebih dahulu oleh Sunan Giri selama 40 hari untuk menolak bala sebelum diserahkan kepada Raden Patah. Perlambang lain yang dapat menunjukkan kekuatan
magis menurut Babad Tanah Jawi adalah gong.