108
Cakrawala Sejarah SMAMA Kelas XI Bahasa
Golongan bangsa Eropa harus menganut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda, sedangkan golongan bangsa Indonesia dan timur asing dapat dikenakan ketentuan
hukum orang Eropa apabila dikehendaki.
Pada tahun 1855 sebagian dari kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah memuat hukum kekayaan, begitu juga hukum dagang bagi orang-orang Cina. Adapun dalam
membentuk kitab undang-undang bagi orang Indonesia, pemerintah kolonial Belanda selalu menggunakan hukum adat sebagai bahan pertimbangan hukum.
Pada tahun 1819 didirikan Hoog Gerechtschof Mahkamah Agung, yang kemudian memiliki kekuasaan untuk mengawasi pengadilan di Jawa. Pada tahun 1869 berdasarkan
keputusan raja, para pegawai pamong praja dibebaskan dari pengadilan pribumi. Pada tahun 1918 berlaku hukum pidana Hindia Belanda yang didasarkan pada kitab undang-
undang untuk pengadilan bagi orang Eropa dan pribumi tidak ada perbedaan hukum.
Analisis
1. Buatlah rangkuman mengenai pengaruh Barat yang masih ada dan hidup di sekitar kita 2. Carilah bahan dari berbagai sumber buku, majalah, surat kabar, atau internet
3. Laporkan hasilnya dalam kertas folio dan nilaikan kepada guru Anda
C. Perlawanan Rakyat Indonesia Melawan Belanda
1. Perlawanan Sultan Agung Sultan Agung adalah Raja Mataram yang bergelar Sultan Agung Anyokrokusumo.
Pada masa kecilnya ia dipanggil Mas Rangsang. Ia bercita-cita untuk mempersatukan tanah Jawa. VOC harus dilawannya sebab menjadi penghalang cita-citanya. Untuk
melawan Belanda di Batavia, Sultan Agung dibantu oleh Suro Agul-Agul dan Adipati Ukur. Penyerangan dilakukan pada tahun 1628 dan 1629. Namun, akhirnya mengalami
kegagalan disebabkan oleh:
a. persediaan makanan dibakar oleh Belanda, b. terjadinya wabah penyakit di kalangan tentara,
c. persenjataan yang tidak seimbang, dan d. jarak Mataram – Batavia jauh sekali dan cukup melelahkan sehingga pertahanan
Mataram kurang memadai.
2. Perlawanan Sultan Hasanuddin Sultan Hasanuddin diberi julukan Ayam Jantan dari Timur karena keberaniannya
dalam melawan penjajah. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Makassar menjadi pelabuhan transito untuk daerah Indonesia Timur sehingga ramai dan sangat menarik
perhatian. Belanda yang selalu merugikan rakyat itu berusaha menguasai daerah Maluku dan Makassar. Untuk kepentingan ini, Belanda melakukan politik adu domba, yakni
membantu Arupalaka, Raja Bone. Usaha Belanda ini berhasil sehingga timbul perang
Perkembangan Budaya dan Masyarakat Indonesia ....
109
saudara antara Makassar melawan Bone. Dalam hal ini, Belanda membantu Bone. Akibatnya, Hasanuddin gagal dalam menghadapinya sehingga harus menandatangani
Persetujuan Bongaya tahun 1667 yang isinya:
a. Hasanuddin memberi kebebasan VOC dalam melaksanakan perdagangan di Makassar; b. VOC memegang monopoli perdagangan di wilayah Indonesia Timur dengan pusat di
Makassar; c. wilayah Bone yang pernah diduduki Hasanuddin dikembalikan kepada Arupalaka, Raja
Bone.
3. Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa 1650 – 1682 Sultan Ageng Tirtayasa adalah Raja Banten yang terbesar dalam perlawanan
terhadap kekuasaan Belanda. Dalam rangka mengembalikan kejayaan Banten seperti pada masa pemerintahan Hasanuddin dan Yusuf, Sultan Ageng berusaha memerangi kekuasaan
VOC. Namun, putra mahkotanya, Sultan Haji, justru terjerat kerja sama dengan Belanda dan berbalik melawan ayahnya. Terjadilah perang saudara yang dimenangkan Sultan Haji
dengan dukungan Belanda. Dalam pertempuran tersebut, Sultan Ageng ditangkap dan dibawa ke Batavia, sementara takhta Banten diserahkan kepada Sultan Haji dengan
campur tangan Belanda.
4. Perlawanan Sultan Nuku dari Tidore 1797 – 1885 Usaha Sultan Nuku untuk mengusir penjajah Belanda di Maluku yang menyengsarakan
rakyat diawali dengan meningkatkan angkatan perangnya. Ia juga berhasil mendamaikan Gubernur Ambon dengan Gubernur Ternate yang sedang berselisih agar mau bersatu
dan bersama-sama mengusir penjajah. Sultan Nuku juga mengadakan hubungan dengan Inggris yang waktu itu kebetulan sedang berselisih dengan Belanda. Mereka bersama-sama
melawan Belanda dan berhasil merebut kota Soa Siu dari kekuasaan Belanda pada tanggal 20 Juni 1801. Maluku pun dapat dipersatukan kembali.
5. Perlawanan Kapitan Pattimura 1817
Tindakan Belanda yang sewenang-wenang terhadap rakyat dan monopolinya yang
merugikan menyebabkan Pattimura merasa berkewajiban membebaskan rakyat Saparua, Maluku. Penolakan Residen Van den Berg membayar harga perahu menurut kesepakatan
menambah kemarahan rakyat. Pattimura yang juga dikenal dengan nama Thomas Matulessi menyerbu benteng Duurstede dan berhasil menguasainya, sementara Residen
Van den Berg terbunuh. Penggantinya ialah Letkol Groot yang berpolitik licik serta berusaha memecah belah. Banyak pemimpin yang ditangkapnya, sehingga kekuatan rakyat
semakin lemah. Dalam pertempuran selanjutnya, Pattimura beserta kawan-kawannya tertangkap dan pada tanggal 16 Desember 1817 Pattimura dijatuhi hukuman mati dengan
cara digantung di benteng Niew Victoria. Perjuangan Pattimura dibantu Christina Martha Tiahahu.