53
Memiliki kekuasaan politik berbeda dengan memiliki kepemimpinan politik, karena berbeda jenis sumber pengaruh dan tujuan penggunaan pengaruh. Sebutan
politik dalam kepemimpinan politik menunjukkan kepemimpinan berlangsung dalam suprastruktur politik seperti lembaga-lembaga pemerintahan, dan yang
berlangsung dalam infrastruktur politik, seperti partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Pemimpin politik juga lebih menggunakan hubungan-hubungan
informal dan personal dalam menggerakkan pengikutnya untuk mencapai tujuan tertentu.
2.3.2 Endorser
Endorser merupakan salah satu komponen dari proses pencitraan dalam komunikasi politik. Dalam kajian komunikasi politik, endorser adalah strategi
penonjolan sosok ketokohan dalam sebuah partai. Merawat ketokohan dan memantapkan kelembagaan. Ketokohan adalah orang yang memiliki kredibilitas,
daya tarik, dan kekuasaaan. Dengan kata lain, ketokohan merupakan gabungan antara kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan.
55
Menurut Asto S. Subroto
56
, terdapat lima aspek yang harus dipenuhi oleh oleh seorang tokoh yang hendak dijadikan endorser di dalam ranah politik.
Pertama, adanya atribut sebagai orang yang terpercaya pada pribadinya trustworthiness, artinya kemampuan endorser telah dipercaya dan dijadikan
rujukan. Kepercayaan ini dapat tumbuh dari pencapaian yang telah didapat oleh
55
Anwar Arifin, op.cit., hlm. 146.
56
Asto S. Subroto. 2008. “Strategi Memilih Endorser dalam Politik.” www.sinarharapan.co.id [09042010]
Universitas Sumatera Utara
54
tokoh tersebut melalui track record yang baik di masa lalu. Kepercayaan ini juga tergantung persepsi pendukung terhadap motivasi endorser, apakah ketokohannya
atau posisinya demi kepentingan pribadi atau motivasi lainnya. Kedua, adanya keahlian yang dimiliki oleh endorser expertise.
Komponen ini berkaitan dengan keahlian, pengetahuan, atau kemampuan tertentu yang berhubungan dengan visi yang didukung atau dibawanya. Menurut Shimp,
berhasil atau tidaknya seorang endorser mengangkat suatu brand politik, akan lebih banyak ditentukan oleh persepsi audiens atau pengamat mengenai sejauh
mana keahlian yang dimilliki endorser. Jika seseorang dipersepsi publik sebagai seorang yang ahli, maka dia akan lebih mampu mengubah opini ketimbang
endorser yang tidak dipersepsi sebagai ahli. Ketiga, endorser harus memiliki daya tarik atau attractiveness. Aspek ini
bukan sekadar daya pikat fisik saja, namun juga karakter. Karakter yang dapat dipersepsi berbeda oleh audiens adalah kapasitas intelektual, identitas personal,
gaya hidup, dan keterampilan atau kelebihan yang dimilikinya. Jika audiens menemukan sesuatu pada diri endorser yang disukai, maka proses komunikasi
persuasif bekerja lewat identifikasi. Artinya, melalui identifikasi maka audiens akan mengadopsi perilaku, sikap, kepentingan atau preferensi, ketika mereka
menemukan hal menarik dalam diri endorser. Keempat, adalah aspek penghargaan atau respect. Aspek ini
merepresentasikan kualitas yang dihargai sebagai akibat dari kualitas atau pencapaian personal endorser. Dalam politik, maka ketokohan yang dijadikan
endorser adalah yang memiliki kepribadian dan kualitas argumentasi politiknya.
Universitas Sumatera Utara
55
Tokoh yang amat dihargai, akan meningkatkan ekuitas sebuah brand politik karena para komunikan bisa mendapatkan nilai value lewat brand politik
tersebut. Kelima, adalah aspek kesamaan atau similarity. Aspek ini mengacu
kepada kesamaan antara endorser dan audiens dalam hal umur, gender, etnis, status sosial, cara pandang, ekspektasi, dan sebagainya. Similaritas sangat penting
mengingat banyak orang cenderung menyukai keadaan berbagi shared dalam karakteristik yang sama.
2.4 Konstruktivisme