19
Nasional Demokrat terhadap Surya Paloh sebagai figur sentral Nasional Demokrat dalam bingkai komunikasi politik.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimanakah persepsi pendukung organisasi
massa Nasional Demokrat terhadap Surya Paloh sebagai figur sentral dalam bingkai komunikasi politik?”
1.3 Pembatasan Masalah
Untuk menghindari terjadinya pengembangan masalah di luar ruang lingkup dan kekaburan dalam penelitian, maka peneliti merasa perlu melakukan
pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah yang peneliti kemukakan adalah:
1. Penelitian ini bersifat deskriptif, bertujuan untuk memberikan gambaran
mengenai persepsi pendukung Nasional Demokrat terhadap figur Surya Paloh sebagai tokoh sentral.
2. Subjek penelitian ini adalah pendukung Nasional Demokrat, baik itu
deklarator Nasional dan pengurus Nasional Demokrat di wilayah Sumatera Utara.
3. Subjek penelitian dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang telah
ditetapkan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian dan akan
Universitas Sumatera Utara
20
diwawancarai dengan metode wawancara mendalam dan observasi lapangan.
4. Waktu penelitian ini berkisar antara bulan Oktober-November 2010.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut; 1.
Untuk mengetahui gambaran mengenai persepsi pendukung ormas Nasional Demokrat terhadap figur Surya Paloh sebagai tokoh sentral.
2. Untuk mengetahui bentuk strategi komunikasi politik dalam menarik
dukungan dan penyampaian gagasan baru oleh Surya Paloh dalam pembentukan Nasional Demokrat.
1.4.2 Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, penelitian ini ditujukan untuk memperkaya khasanah
penelitian tentang komunikasi penghimpunan massa oleh pemilik gagasan dalam awal pembentukan sebuah organisasi massa.
2. Secara praktis, hasil analisis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca
agar mengetahui strategi komunikasi citra dan ketokohan, serta persepsi sebagai hasil dari komunikasi.
3. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada Departemen
Ilmu Komunikasi FISIP USU, guna memperkaya bahan penelitian dan sebagai sumber bacaan.
Universitas Sumatera Utara
21
4. Secara sosial, penelitian ini memiliki manfaat kritik bagi kondisi demokrasi
di Indonesia yang tidak menjangkau rakyat secara keseluruhan.
1.5 Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun
kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti.
7
Menurut Kerlinger, teori adalah himpunan konstruk atau konsep, defenisi, dan proporsi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan
menjabarkan relas di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
8
Dalam penelitian ini, teori yang dianggap relevan adalah sebagai berikut:
1.5.1 Organisasi Massa
Organisasi menurut William G, Scott, yang dalam hal ini dikategorikan ke dalam organisasi formal, adalah sebuah sistem kegiatan-kegiatan terkoordinasi
dari sekelompok orang yang bekerja bersama-sama, menuju arah tujuan bersama di bawah kewenangan dan kepemimpinan.
9
Organisasi massa atau ormas merupakan suatu gerakan politik yang pada prinsipnya juga bentuk dari partai.
7
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta, 1995, hlm. 39.
8
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta, 1993, hlm. 6.
9
Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, Jakarta, 2005, hlm. 7.
Universitas Sumatera Utara
22
Pengertian organisasi massa menurut undang-undang
10
adalah yang dimaksud dengan Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk
oleh anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila. Ada tiga prinsip dasar dari partai politik
11
, yakni partai sebagai koalisi, partai sebagai organisasi, dan partai sebagai pembuat kebijakan policy making.
Dari ketiga prinsip dasar partai politik di atas, organisasi massa masuk ke dalam prinsip ke dua, yaitu suatu gerakan movement, dan prinsip ketiga, yaitu
kelompok penekan pressure group. Gerakan adalah kelompok atau golongan yang ingin mengadakan
perubahan, atau menciptakan suatu lembaga baru dengan memakai cara – cara politik. Sedangkan kelompok penekan pressure group adalah kelompok yang
memperjuangkan kepentingan dan berusaha memberi pengaruh terhadap kekuatan politik yang ada di pemerintahan. Kelompok ini bisa terdiri dari perkumpulan,
golongan, ataupun partai yang berada di luar pemerintahan.
10
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Bab I, Pasal 1
11
M. Eric Harramain. 2010. “Persepsi Publik Terkait Pembentukan Ormas Nasional Demokrat Atas Partai Demokrat.” www.scribd.com [09042010]
Universitas Sumatera Utara
23
1.5.2 Strategi Komunikasi Politik
Komunikasi politik telah dikenal sejak zaman Aristoteles, dan sudah ada ketika manusia berpolitik dan berkomunikasi. Muller dalam Arifin
12
mengatakan bahwa komunikasi politik sebagai hasil yang bersifat politik dari kelas sosial, pola
bahasa, dan pola sosialisasi. Galnoor juga menyebutkan bahwa komunikasi politik merupakan infrastruktur politik, yakni suatu kombinasi dari berbagai interaksi
sosial di mana informasi yang berkaitan dengan usaha bersama dan hubungan kekuasaan masuk ke dalam peredaran.
Komunikasi politik yang bersinggungan dengan organisasi atau kelompok menjadi jiwa dari organisasi politik tersebut. Melalui itu, terdapat beberapa tujuan
yang hendak dicapai untuk memasyarakatkan suatu organisasi politik seperti yang dijelaskan oleh Redi Panuju, yakni dengan menyosialisasikan keberadaannya
kepada masyarakat, membangun citra positif dalam rangka mencari dukungan, menggalang opini publik dalam rangka membangun, menyeleksi isu, dan
merangkumnya menjadi formulasi kebijakan, dan membangun jaringan dalam rangka efektivitas kerja.
13
Oleh karena itu dibutuhkan suatu strategi komunikasi politik untuk mewujudkan empat tujuan tersebut.
Dalam realitas politik, yang banyak dialami oleh khalayak bukanlah sesuatu yang dirasakan secara langsung, melainkan disampaikan melalui
lambang-lambang yang signifikan dapat berupa slogan, logo, dan figur. Politik adalah kegiatan simbolik yang menyentuh sejumlah besar orang karena orang-
12
Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Paradigma-Teori-Aplikasi-Strategi Komunikasi
Politik Indonesia, Jakarta, 2003, hlm. 9.
13
Redi Panuju, Komunikasi Organisasi: Dari Konseptual-Teoritik ke Empirik, Yogyakarta, 2001, hlm. 55.
Universitas Sumatera Utara
24
orang menemukan makna dalam penggunaan lambang, pembuatan lambang, ataupun penyalahgunaan lambang pada komunikator politik.
14
Langkah dalam strategi komunikasi politik adalah merawat ketokohan, memantapkan kelembagaan, meningkatkan kemampuan dan dukungan lembaga
dalam menyusun pesan politik, menetapkan metode, dan memilih media politik yang tepat. Suatu strategi dalam komunikasi politik adalah keseluruhan keputusan
kondisional pada saat tertentu mengenai tindakan yang akan dijalankan guna mencapai tujuan politik pada masa depan.
15
Hal yang menjadi sangat penting dalam sebuah sistem politik atau ide politik baru agar dapat diterima khalayak adalah menumbuhkan citra yang baik
dan menjaga kredibilitas yang diasosiasikan kepada satu ketokohan. Ketokohan ini selalu diidentikkan sebagai suatu figur yang ditempatkan sebagai pemimpin,
sehingga erat kaitannya dengan kepemimpinan atau tokoh sentral. Kepemimpinan menurut Tannenbaum, Weschler, dan Massarik adalah pengaruh antarpribadi
yang dilaksanakan dan diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan tertentu.
16
Sehingga dalam kepemimpinan atau ketokohan selalu ada indikator yang menjadi karakteristik, sehingga bisa
dirumuskan menjadi bagian dari proses komunikasi, yang dalam hal ini adalah komunikasi politik. Penempatan figur yang tepat dalam menjalankan proses ini
merupakan langkah atau strategi untuk mencapai tujuan.
14
Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, Bandung, 2005, hlm. 114.
15
Anwar Arifin, op. cit., hlm. 145.
16
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Sosial, Psikologi Kelompok, dan Psikologi Terapan, Jakarta, 2005, hlm. 38.
Universitas Sumatera Utara
25
1.5.3 Endorser atau Ketokohan
Perlambangan yang merupakan suatu identitas merek yang dibawakan dalam komunikasi politik merupakan jalan untuk mencitrakan sesuatu yang
bertujuan untuk dikenal dan dilekatkan ke benak publik. Bagi personal yang memiliki identitas yang khas dan spesifik akan memudahkan untuk diidentifikasi
di antara yang lainnya. Dalam hal ini, perncitraan yang difokuskan adalah kepada personal atau tokoh. Menurut Anwar Arifin, pencitraan merupakan suatu tujuan
dari komunikasi politik yang terbentuk berdasarkan informasi yang diterima oleh khalayak. Pencitraan dalam politik berkaitan dengan pembentukan pendapat
umum yang terbangun melalui citra politik dan hal ini terwujud sebagai konsekuensi kognitif dari komunikasi politik.
17
Endorser merupakan salah satu komponen dari proses pencitraan dalam komunikasi politik. Dalam kajian komunikasi politik, endorser adalah strategi
penonjolah sosok ketokohan dalam sebuah partai. Merawat ketokohan dan memantapkan kelembagaan. Ketokohan adalah orang yang memiliki kredibilitas,
daya tarik, dan kekuasaaan. Dengan kata lain, ketokohan merupakan gabungan antara kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan.
18
Selain pengertian di atas, endorser juga dapat dipahami
19
sebagai sebuah merek, dan lazim disebut sebagai tokoh ikon. Para tokoh ini biasanya dipilih
karena kecakapan, dan cukup dikenal luas oleh masyarakat. Pemilihan ikon tentu
17
Anwar Arifin, op. cit., hlm. 105.
18
Ibid., hlm. 146.
19
M. Eric Harramain. 2010. “Persepsi Publik Terkait Pembentukan Ormas Nasional Demokrat Atas Partai Demokrat.”
www.scribd.com [09042010]
Universitas Sumatera Utara
26
saja dilakukan dengan berbagai pertimbangan, misalnya kesesuaian personalitas dengan karakter mereknya. Keberadaan endorser sangat penting dalam
mempertegas pemosisian merek di mata khalayak. Dalam kajian komunikasi politik, endorser lebih cenderung kepada tokoh-tokoh politik yang memiliki
kecakapan dalam berpolitik dan beretorika, dan dapat mewakili intelek, berwibawa, tegas, bertenaga, modern, bersih dari korupsi, bersih dari catatan
buruk di masa lalu, berprestasi, dan lain sebagainya. Tanpa karakter yang sesuai, sebuah merek atau partai akan kehilangan ruhnya.
Menurut Asto S Subroto, endorser dilihat dari beberapa hal.
20
Kredibilitas dan daya pikat merupakan dua atribut yang berperan penting dalam memfasilitasi
komunikasi secara efektif. Kedua atribut tersebut juga penting dalam menilai seberapa efektif ketokohan bekerja. Kredibilitas berarti adanya tendensi kuat
dalam memercayai seseorang. Ketika seorang tokoh dipersepsikan sebagai kredibel, maka sikap komunikan akan berubah lewat sebuah proses psikologis
yang dinamakan internalisasi. Proses ini terjadi ketika penerima pesan menerima posisi endorser sebagai isu yang sama dengan dirinya. Kredibilitas sebagai
kriteria dasar kenapa seorang dijadikan endorser. Seseorang yang dipercaya dan dipersepsi memiliki pandangan dan visi yang yang baik terhadap partai akan
mudah memengaruhi khalayak. Dengan kata lain, kredibilitas adalah kata kunci efektivitas endorser atau tokoh.
20
Asto, S. Subroto. 2008. “Strategi Memilih Endorser dalam Politik”. www.sinarharapan.co.id
[09042010]
Universitas Sumatera Utara
27
1.5.4 Konstruktivisme
Dalam cara pandang melihat dan menilai realitas, terdapat beberapa pandanga, yakni positivisme, konstruktivisme, dan kritis. Positivisme percaya
bahwa realitas yang benar itu ada. Sedangkan paradigma konstruktivisme menolak secara radikal pandangan tersebut. Menurut aliran konstruktivisme,
realitas itu sebenarnya tidak ada, sebab yang ada hanya konstruksi individu atau suatu realitas yang diterimanya. Konstruksi itulah yang menentukan bagaimana
suatu peristiwa dipahami yang dianggap sebagai realitas.
21
Teori konstruktivis atau konstruktivisme menyatakan bahwa individu menginterpretasikan dan beraksi menurut kategori konseptual dari pikiran.
Realitas tidak menggambarkan diri individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas tersebut. Konstruktivis melakukan pendekatan
pemahaman produksi pesan dimulai dari sistem kognitif individu. Bentuk pengetahuan menurut konsep ini adalah memandang suatu subyek berperan aktif
dalam menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan dan subjek sebagai faktor sentral dalam menganalisis pesan serta
hubungan-hubungan sosialnya. Sehingga manusialah yang membangun makna terhadap suatu realita. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna
terhadap kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan.
22
Kajian pokok dalam paradigma konstruktivisme menurut Weber, menerangkan bahwa substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya
21
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarya, 2001, hlm. 54.
22
Ibid., hlm. 5.
Universitas Sumatera Utara
28
dilihat dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan perorangan yang timbul dari alasan-alasan subjektif. Konstruktivisme juga menjelaskan
bahwa perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam. Manusia bertindak sebagai agen dalam bertindak mengkonstruksi realias sosial.
Cara konstruksi yakni dengan memahami atau memberikan makna terhadap perilaku mereka sendiri.
23
Konsep k
onstruktivisme berpendapat bahwa semesta secara epistimologi merupakan hasil konstruksisosial. Pengetahuan manusia adalah konstruksi yang
dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan
bukan reproduksi kenyataan. Keberagaman kognitif merupakan hasil dari lingkungan historis, kultural, dan personal yang digali secara terus-menerus.
1.5.5 Persepsi
Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan, dan proses
tersebut mempengaruhi perilaku.
24
Sedangkan menurut Desideto
25
, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan yang memberikan makna pada stimulus inderawi manusia.
23
M. Eric Harramain. 2009. “Fondasi Filosofi dan Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi Perspektif Konstrukstivisme Kritikal” www.scribd.com [25052010]
24
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Jakarta, 2005, hlm. 167.
25
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Bandung, 2005, hlm.51
Universitas Sumatera Utara
29
Proses menerima dan menafsirkan pesan pada banyak model komunikasi sering disebut dengan penyandian-balik decoding, proses ini melibatkan
persepsi atau meliputi rangsangan perasaan dan proses komunikasi selanjutnya. Psikologi modern seperti yang diungkapkan oleh Berelson dan Steiner, persepsi
merupakan proses yang kompleks di mana orang memilih, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan respon terhadap suatu rangsangan ke dalam situasi
masyarakat dunia yang penuh arti dan logis. Sedangkan Scott menyatakan bahwa persepsi merupakan tindakan melihat sebuah pembelajaran tingkah laku yang
melibatkan aktivitas kognitif.
26
Tahapan terpenting dalam persepsi adalah interpretasi atas informasi yang diperoleh melalui panca indera, namun sebenarnya manusia tidak dapat
menginterpretasikan makna setiap objek secara langsung, melainkan menginterpretasikan makna informasi yang dipercayai mewakili suatu objek.
Maka pengetahuan melalui persepsi bukanlah mengenai objek itu sebenarnya, namun bagaimana tampaknya objek tersebut.
27
Persepsi manusia terhadap manusia disebut juga dengan persepsi sosial, dan hal ini lebih kompleks, karena manusia adalah makhluk yang dinamis.
Persepsi manusia terhadap manusia lainnya dan reaksi mereka terhadap hal-hal yang berkaitan dengan itu, berdasarkan pengalaman dan pembelajaran di masa
lalu, yang berkaitan dengan orang objek yang sama.
26
Werner Severin dan James Tankard, Jr, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Komunikasi Massa, Jakarta, 2008, hlm. 84.
27
Deddy Mulyana, op. cit., hlm. 170.
Universitas Sumatera Utara
30
1.6 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Kerangka
konsep akan menuntun penelitian dalam menentukan hipotesa
28
. Pembatasan konsep dalam penelitian ini tidak saja untuk menghindari salah maksud dalam
memahami konsep penelitian, tetapi batasan konsep diperlukan untuk penjabaran variabel penelitian maupun indikator variabel.
29
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Figur Surya Paloh sebagai Tokoh Sentral Ormas Nasional Demokrat Sosok Surya Paloh sebagai inisiator ormas Nasional Demokrat memiliki
citra dan nilai tersendiri yang dapat dilihat dari rekam jejak pengalaman organisasi, buah pemikiran, dan kepribadian berciri pemimpin.
Penempatan Surya Paloh sebagai tokoh sentral bagi organisasi massa yang baru berdiri dianggap sebagai salah satu langkah strategi komunikasi
politik dalam hal kekuatan ketokohan. 2.
Persepsi Pendukung Organisasi Massa Nasional Demokrat Persepsi yang dimiliki oleh komunikan yang menerima pesan ketokohan
Surya Paloh dalam organisasi massa Nasional Demokrat, berdasarkan pengalaman mengenai figur tersebut, peristiwa, atau hubungan-hubungan
lainnya yang dapat membentuk suatu persepsi penyimpulan informasi dan penafsiran pesan. Para pendukung organisasi massa ini terdiri dari
28
Hadari Nawawi, op. cit., hlm. 40.
29
Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif , Surabaya, 2001, hlm. 92.
Universitas Sumatera Utara
31
kalangan yang terpelajar dan juga mengetahui seluk beluk politik. Mereka memiliki persepsi tertentu yang membuat kalangan ini mendukung
Nasional Demokrat.
1.7 Model Teoritis