37
2.1.1 Gerakan Perubahan
Dalam analisis politik modern, partisipasi politik merupakan suatu masalah yang penting, dan akhir-akhir ini banyak dipelajari terutama dalam
hubungannya dengan negara berkembang. Pada awalnya studi mengenai partisipasi politik menfokuskan diri pada partai politik sebagai pelaku utama,
tetapi dengan berkembangnya demokrasi banyak muncul kelompok masyarakat yang juga ingin memengaruhi proses pengambilan keputusan mengenai kebijakan
umum. Kelompok-kelompok ini kecewa dengan kinerja partai politik dan cenderung untuk memusatkan perhatian pada satu masalah tertentu, dengan
harapan akan lebih efektif memengaruhi proses pengambilan keputusan melalui direct action
36
. Pendapat Miriam Budiardjo di atas juga dijelaskan secara lebih kongkrit
dengan melihat organisasi massa memakai prinsip pergerakan movement dan sebagai kelompok penekan pressure group. Gerakan adalah kelompok atau
golongan yang ingin mengadakan perubahan, atau menciptakan suatu lembaga baru dengan memakai cara – cara politik. Sedangkan kelompok penekan pressure
group adalah kelompok yang memperjuangkan kepentingan dan berusaha memberi pengaruh terhadap kekuatan politik yang ada di pemerintahan.
Kelompok ini bisa terdiri dari perkumpulan, golongan, ataupun partai yang berada di luar pemerintahan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Gabriel A. Almond dan
G. Bingham Powell Jr. melalui buku Comparative Politics: A Developmental Approach, mereka memperkenalkan suatu istilah ‘sistem politik’ yang keluar dari
36
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, 2008, hlm. 367.
Universitas Sumatera Utara
38
pemaknaan tradisional. Sistem politik yang mereka perkenalkan tidak hanya terdiri dari institusi pemerintahan, namun juga semua sturktur dalam aspek-aspek
politik di negara tersebut. Sehingga sistem yang ada menyebabkan ketergantungan antara satu dengan bagian lain, dan memiliki batas di antara mereka dan
lingkungannya.
37
Di negara-negara demokaratis pada umumnya dianggap jika lebih banyak partispasi masyarakat, maka lebih baik. Dalam alam pemikiran ini,, tingginya
tingkat partisipasi menunjukkan bahwa warga mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan itu. Hal itu juga
menunjukkan bahwa rezim yang bersangkutan memiliki kadar keabsahan atau legitimasi yang tinggi. Dalam kehidupan demokratis, juga dikenal istilah struktur
politik, yang memiliki sistem merujuk pada organisasi dan institusi yang memelihara atau mengubah struktur politik, dan secara khusus menampilkan
fungsi-fungsi sosialisasi, rekrutmen, dan komunikasi politik. Struktur politik ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni yang bersifat formal dan informal. Menurut
Almond dan Coleman, struktur politik dibedakan atas infrastruktur yang terdiri dari struktur masyarakat, suasana kehidupan masyarakat, dan sektor politiknya.
Sedangkan suprastruktur terdiri dari sektor pemerintahan, suasana, dan sektor politik pemerintahan.
38
Struktur formal merupakan mesin politik yang dengan absah mengidentifikasi segala masalah, menentukan dan melaksanakan segala keputusan
37
Almond dalam Riant Nugroho Dwidjowijoto, Komunikasi Pemerintahan: Sebuah Agenda Bagi Pemimpin Pemerintahan Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 59.
38
Almond dan Colleman dalam Budi Winarno, Sistem Politik Indonesia Era Reformasi , Yogyakarya, 2008, hlm. 85.
Universitas Sumatera Utara
39
yang mempunyai kekuatan mengikat kepada seluruh masyarakat, sedangkan sturktur informal merupakan struktur yang mampu memengaruhi cara kerja aparat
masyarakat untuk mengemukakan, menyalurkan, menerjemahkan, mengonversikan tuntutan, dukungan, dan masalah tertentu yang berhubungan
dengan kepentingan umum. Organisasi massa termasuk ke dalam struktur politik informal, sebagaimana partai politik, kelompok-kelompok kepentingan, media
massa, dan lembaga non-pemerintah lainnya. Salah satu sebab masyarakat mulai membentuk kelompok-kelompok ini,
karena mulai menyadari bahwa suara satu orang misalnya dalam pemilihan umum sangat kecil pengaruhnya, terutama di negara-negara berpenduduk dengan
jumlah besar seperti Indonesia. Gerakan kelompok ini dari upaya penggabunngan diri individu dengan orang lain, agar suara dan aspirasinya menjadi lebih didengar
oleh pemerintah. Tujuan kelompok ini adalah mempengaruhi kebijakan pemerintah agar lebih menguntungkan mereka. Pada era reformasi di Indonesia,
kelompok atau lembaga non-pemerintah ini semakin mengakar dalam masyarakat, dengan perhatian dan konstentrasi yang beragam, misalnya di bidang demokrasi,
globalisasi, good governance, pemberdayaan konsumen, media, pertanian, korupsi, isu lingkungan, pemberdayaan perempuan, dan lain-lain. Organisasi ini
terlibat aktif memengaruhi kebijakan publik berkenaan dengan bidang-bidang mereka masing-masing, terlibat dengan lobi-lobi politik di DPR dan pemerintah
agar kepentingan mereka diperhatikan dan tujuan mereka tercapai melalui sistem politik.
39
39
Ibid, hlm. 104
Universitas Sumatera Utara
40
Dasar dari kelompok ini adalah ‘protes’, dan mereka sangat kritis terhadap cara-cara berpolitik para politisi dan pejabat. Mereka menginginkan desentralisasi
dan kekuasaan negara, desentralisasi pemerintah, partisipasi dalam peningkatan swadaya masyarakat, terutama masyarakat lokal. Kelompok-kelompok ini
kemudian berkembang menjadi gerakan sosial social movement dan mulai berkembang istilah group politics ataupun new politics untuk mengidentifikasi
gerakan sosial ini. Sejalan memang dengan pasal 1 UU No 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan Ormas, bahwa gerakan sosial merupakan bentuk
perilaku kolektif yang berakar dalam kepercayaan dan nilai-nilai yang dianut bersama. T. Tarrow dalam bukunya Power in Movement 1994 berpendapat
bahwa gerakan sosial adalah tantangan kolektif oleh orang-orang yang mempunyai tujuan bersama berbasis solidaritas, yang dilaksanakan melalui
interaksi secara terus-menerus dengan para elite, lawan-lawannya dan pejabat- pajabat.
40
2.2 Strategi Komunikasi