Karakter Kepemimpinan Endorser atau Ketokohan

48 kuatnya pesona kepribadian dibanding determinasi partai. Kecenderungan ini misalnya sudah lama dijumpai di negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, beberapa negara Eropa. Fenomena yang seperti ini disebut oleh Capara dan Zimbardo sebagai era personalisasi politik. 49 Kecenderungan ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti semakin tingginya tingkat pendidikan masyarakat serta semakin mudahnya mendapatkan informasi, peran mobilisasi dan elit politik yang semakin terbatas, dan peran media massa yang semakin gencar sebagai alat kampanye. Sehingga dalam kondisi seperti itu, dapat dimengerti bahwa karakteristik kepribadian menjadi patokan bagi masyarakat untuk memilih pemimpin mereka.

2.3.1 Karakter Kepemimpinan

Ada dua pendapat yang berbeda, mengenai apa yang menyebabkan seseorang dapat menjadi pemimpin. Pendapat pertama menekankan pada karakteristik unik dari sang pemimpin, dan pendapat kedua menekankan pada kekuatan situasi yang menekan kelompok. 50 Teori The Great Man atau Orang Besar menyatakan bahwa beberapa orang yang karena personalitas dan karakteristik uniknya, ditakdirkan untuk memimpin. Banyak studi yang membandingkan bagaimana perbedaan antara pemimpin dengan pengikutnya. Pertama, pemimpin cenderung unggul dalam kemampuan membantu kelompok meraih tujuan, karena pemimpin memiliki keunggulan intelektual, 49 Hamdi Muluk, Mozaik Psikologi Politik Indonesia. Jakarta, 2010, hlm. 61. 50 Chemers dalam Shellye E. Taylor et.al., Psikologi Sosial: Edisi Kedua Belas, 2009, hlm. 403. Universitas Sumatera Utara 49 keahlian politik, kekuatan fisik, atau keterampilan relevan dengan aktivitas dan tujuan kelompok. Kedua, pemimpin cenderung memiliki keterampilan interpersonal yang membantu menyukseskan interaksi kelompok, seperti lebih kooperatif, terorganisir, dan empatik. Ketiga, pemimpin memiliki motivasi untuk memiliki pengakuan dan keunggulan, lebih ambisius, berorientasi prestasi, dan mau mengemban tanggung jawab. Keempat, pemimpin cenderung lebih percaya diri terhadap kemampuan sendiri dan lebih optimis terhadap kesuksesan kelompoknya. 51 Menurut Prof. Dr. Hamdi Muluk dalam bukunya Mozaik Psikologi Politik Indonesia, terdapat empat model kepemimpinan politik, yakni sebagai berikut 52 : 1. Model Atribut Kepribadian Personality Attibute Model Studi-studi yang menggunakan model ini mementingkan karakteristik kepribadian aktor atau pemimpin politik sebagai determinan utama untuk menentukan kinerja kepemimpinan yang ditampilkan. Model ini dipelopori oleh beberapa tokoh, seperti Erikson dan Gardner. Model ini menempatkan pemimpin politik sebagai The Great Man yang memiliki kemampuan unggul dibandingkan orang rata-rata. Namun pada perkembangannya, ciri kepribadian pemimpin tersebut tidaklah konsisten dari satu waktu ke waktu lain, dari satu situasi ke situasi yang lain. Herman pada tahun 1986 mengatakan terdapat tujuh aspek dari karakter pemimpin yang relevan dan dapat menentukan kepemimpinan, yakni pertama, keyakinan atau paham-paham politik mendasar dari seorang pemimpin, kedua, 51 Ibid. 52 Hamdi Muluk, op.cit,. hlm. 63-68 Universitas Sumatera Utara 50 gaya politiknya, ketiga, motif politik pemimpin dalam mencapai posisi politiknya, keempat, pola reaksi pemimpin dalam menghadapi situasi stres terutama dalam tekanan politik, kelima, bagaimana kondisi psikologis waktu pertama kali ia memasuki dunia politik, keenam, pengalaman dan kemampuan politik sebelumnya, dan ketujuh, iklim politik ketika ia memasuki dunia politik. 2. Model Pemimpin dan Pengikut Leader and Constituent Model Model ini mementingkan faktor bagaimana pemimpin memperlakukan pengikutnya, bagaimana model pertukaran antara pemimpin dan pengikutnya. Dalam model ini terdapat tiga pola yang mungkin terjadi dalam model ini. Pertama, pemimpin yang dominan sementara pengikut sangat lemah. Hal ini juga mengasumsikan pemimpin tahu apa-apa yang akan dicapainya. Model seperti ini juga mirip dengan ‘Model Atribut Kepribadian’. Kedua, pemimpin yang mengetahui apa yang diinginkan oleh pengikutnya dan menawarkan apa yang mampu ia penuhi. Pola ini bersifat transaksional. Ketiga, pola yang mengasumsikan pemimpin hanya sebagai boneka, yang lemah dan pengikutnya kuat. Pemimpin diberi arahan dan sasaran, sebagai agen dari kepentingan kelompok. 3. Model Faktor Konteks Contextual Factor Model Model ini beranggapan bahwa kepemimpinan politik adalah fungsi dari faktor situasi atau konteks tertentu. Konteks yang dimaksud adalah setting Universitas Sumatera Utara 51 atau latar situasi di mana pemimpin ini tampil. Corak kepemimpinan ini sangat tergantung dengan situasi kapan, pada latar budaya apa, dan dalam konteksi situasi politik seperti apa. Pemetaan terhadap situasi atau konteks ini sangat penting karena berfungsi sebagai faktor tuntutan, faktor pengendala, ataupun faktor yang menfasilitasi munculnya suatu tindakan tertentu dari seorang pemimpin. Dalam hal ini, dapat dimengerti mengapa suatu keputusan politik tertentu dapat muncul, dan pada situasi lain tidak. Asumsi dasarnya adalah kepemimpinan politik merupakan respon timbal balik antara si pemimpin dengan faktor situasi, lingkungan, dan konteks tertentu. 4. Model Integratif Integrative Model Model ini mengintegrasikan fungsi dan interaksi dari ketiga model di atas, yakni kepribadian, pola hubungan pemimpin-pengikut, dan lingkungan yang melatarinya. Sehingga untuk mengerti hakikat dari pemimpin politik, harus mengetahui karakter atau atribut kepribadian pemimpin, termasuk latar belakangnya sebelum menjadi pemimpin, karakteristik orang-orang atau kelompok yang menjadi pengikutnya, bagaimana interaksi antara pemimpin dengan yang dipimpin, konteks lingkungan di mana pemimpin berada, serta perilaku kepemimpinan yang ditampilkannya. Universitas Sumatera Utara 52 Secara skematik, model ini dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 3. Model Kepemimpinan Politik Integratif Sumber: Hamdi Muluk, 2010. Mozaik Psikologi Politik Indonesia, hlm. 67. Kepemimpinan menjadi bagian dari kekuasaan, tetapi tidak sebaliknya. Pemimpin harus memiliki empat syarat, yakni memiliki kekuasaan, kewibawaan, kemampuan, dan yang terpenting memiliki pengikut-pengikut. Tiga syarat sebelumnya adalah cara bagaimana pemimpin memiliki dan mendapatkan pengikut. Pemimpin tidak memiliki arti jika ia tidak memiliki pengikut. 53 Dan kepemimpinan merupakan hubungan antara pihak yang memilki pengaruh dan orang yang dipengaruhi, dan juga merupakan kemampuan menggunakan sumber pengaruh secara efektif. Namun kepemimpinan lebih menekankan pada kemampuan persuasi untuk mempengaruhi pengikut. Selain itu, kepemimpinan juga merupakan upaya untuk melaksanakan suatu tujuan yang menjadi kepentingan bersama, baik pemimpin maupun pengikut. Oleh karena itu, kepemimpinan politik berbeda dengan elit politik, karena menurut Pareto 54 , elit politik adalah orang-orang yang memiliki nilai-nilai yang paling dinilai tinggi dalam masyarakat, seperti kekayaan atau wewenang. 53 Riant Nugroho Dwidjowijoto, op.cit,. hlm. 76. 54 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta, 1999, hlm. 134. Periaku Kepemimpinan Karakteristi k Pemimpin Hubungan antara pemimpin dan pengikut Pengikut Universitas Sumatera Utara 53 Memiliki kekuasaan politik berbeda dengan memiliki kepemimpinan politik, karena berbeda jenis sumber pengaruh dan tujuan penggunaan pengaruh. Sebutan politik dalam kepemimpinan politik menunjukkan kepemimpinan berlangsung dalam suprastruktur politik seperti lembaga-lembaga pemerintahan, dan yang berlangsung dalam infrastruktur politik, seperti partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Pemimpin politik juga lebih menggunakan hubungan-hubungan informal dan personal dalam menggerakkan pengikutnya untuk mencapai tujuan tertentu.

2.3.2 Endorser

Dokumen yang terkait

Opini Mahasiswa Terhadap Iklan Nasional Demokrat (Studi Deskriptif Opini Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU Terhadap Iklan Nasional Demokrat Di Metro TV)

0 54 90

PENGARUH TERPAAN IKLAN TELEVISI PARTAI NASIONAL DEMOKRAT TERHADAP PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (Studi Pada Masyarakat Dusun Geneng Desa Pacalan Kec. Plaosan Kab. Magetan)

1 51 29

Media dan Pemilu 2014: Analisis wacana kolom "Indonesia Memilih" Harian Umum Media Indonesia

0 6 98

Kepemilikan media dalam mencitrakan partai politik: analisis wacana kritis berita partai politik nasional Demokrat dalam kolom Indonesia memilih harian umum Media Indonesia

0 4 98

Pencitraan Partai Politik Nasional Demokrat Melalui Iklan Versi Sepak Bola (Studi Wacana Kritis Norman Fairclough Mengenai Iklan Partai Politik Nasional Demokrat Versi Sepak Bola

0 9 1

PROFILING SURYA PALOH DALAM SKH MEDIA INDONESIA PROFILING SURYA PALOH DALAM SKH MEDIA INDONESIA (Analisis Framing Profiling Surya Paloh dalam Surat Kabar Harian Media Indonesia Terkait dengan Pemilihan Ketua Umum Partai Golkar pada Musyawarah Nasional G

0 3 13

PENDAHULUAN PROFILING SURYA PALOH DALAM SKH MEDIA INDONESIA (Analisis Framing Profiling Surya Paloh dalam Surat Kabar Harian Media Indonesia Terkait dengan Pemilihan Ketua Umum Partai Golkar pada Musyawarah Nasional Golkar ke VIII).

0 4 27

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN PROFILING SURYA PALOH DALAM SKH MEDIA INDONESIA (Analisis Framing Profiling Surya Paloh dalam Surat Kabar Harian Media Indonesia Terkait dengan Pemilihan Ketua Umum Partai Golkar pada Musyawarah Nasional Golkar ke VIII).

0 3 26

Nasional Demokrat, Jabar Golkar.

0 0 1

Tabel 1: Berita tentang Surya Paloh

0 0 8