Figur Surya Paloh dan Persepsi Pendukung Nasional Demokrat (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Pendukung Organisasi Massa Nasional Demokrat Terhadap Surya Paloh Sebagai Figur Sentral Dalam Bingkai Komunikasi Politik).

(1)

FIGUR SURYA PALOH DAN PERSEPSI PENDUKUNG

NASIONAL DEMOKRAT

(Studi Deskriptif Tentang Persepsi Pendukung Organisasi Massa Nasional Demokrat Terhadap Surya Paloh Sebagai Figur Sentral Dalam Bingkai

Komunikasi Politik)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Strata 1 (S-1) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Komuniakasi

Disusun Oleh: FANNY YULIA

060904040

Program Studi Jurnalistik

       

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul Persepsi Pendukung Organisasi Massa Nasional Demokrat Terhadap Surya Paloh Sebagai Figur Sentral Dalam Bingkai Komunikasi Politik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi pendukung ormas Nasional Demokrat, yang dalam hal ini adalah deklarator Nasional Demokrat tentang sosok Surya Paloh sebagai Ketua Umum Nasional Demokrat dan tokoh yang menjadi figur utama di organisasi tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori persepsi, konstruktivisme,

endorser atau penokohan, strategi komunikasi politik dan organisasi massa.

Subjek penelitian ini adalah deklarator Nasional Demokrat Pusat dan Wilayah Sumatera Utara. Jumlah deklarator Pusat dan Wilayah Sumut berjumlah 88 orang, dari jumlah tersebut diambil 7 orang deklarator Pusat dan 2 orang deklarator Wilayah Sumut sebagai narasumber. Pemilihan ini didasarkan pada kriteria subjek penelitian sebagai representasi komposisi latar belakang masing-masing deklarator yang cukup beragam.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Dalam pemilihan jumlah subjek penelitian yang diwawancarai, menggunakan jenis sampel purposive sampling. Penelitian ini menggunakan dua teknik pengumpulan data, yakni studi lapangan dengan metode wawancara mendalam dengan subjek penelitian, observasi non-partispan (pengamatan), dan dokumentasi, kemudian dengan studi kepustakaan untuk menghimpun data dari buku dan literatur lainnya. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipresentasikan. Kemudian diuraikan dalam bentuk narasi induktif.

Dari hasil penelitian ini diperoleh suatu kesimpulan bahwa proses persepsi terjadi sangat baik, deklarator mempersepsikan Surya Paloh dengan positif dikarenakan telah mengetahui track record Surya Paloh sebelumnya di kancah politik nasional. Mereka menerima sepenuhnya gagasan Surya Paloh yakni Restorasi Indonesia karena memiliki kesamaan komitmen dalam mewujudkan perubahan di Indonesia. Mereka juga menerima sepenuhnya Surya Paloh sebagai Ketua Umum dikarenakan Surya merupakan sumber visi dan spirit dari organisasi tersebut. Surya Paloh dengan komitmennya mengupayakan perubahan sedari dulu, pada deklarator tidak memiliki keraguan terhadap gagasan yang diusung Surya Paloh tersebut.

           


(3)

KATA PENGANTAR

Syukur dan doa tanpa putus selalu peneliti untaikan ke hadirat Dzat Maha Pengatur Kuasa Allah SWT, karena tiada kuasa yang dilimpahkan untuk manusia tanpa seizin-Nya, begitu pun kuasa untuk menyelesaikan skripsi ini hingga kuasa para pemimpin di negeri ini untuk membawa kebaikan hidup bagi rakyat. Shalawat senantiasa dilantunkan untuk Baginda Rasulullah SAW, seorang pemimpin sejati, dan pemimpin teragung sepanjang masa.

Skripsi yang berjudul Skripsi yang berjudul Figur Surya Paloh dan Persepsi Pendukung Nasional Demokrat (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Pendukung Organisasi Massa Nasional Demokrat Terhadap Surya Paloh Sebagai Figur Sentral Dalam Bingkai Komunikasi Politik) merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi peneliti di program sarjana Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sumatera Utara.

Proses pembelajaran yang diamanatkan Rasulullah, dimulai dari ayunan hingga ke menutup usia, merupakan pertanda proses ini selalu berkelanjutan. Demikian pula peneliti, skripsi ini merupakan salah satu dari sekian banyak pembelajaran menuju aktualisasi hidup. Dan dalam aktualisasi, diperlukan dukungan dan masukan bahkan teguran untuk bisa menghasilkan sesuatu yang lebih baik di kemudian hari.

Banyak pihak yang telah membantu dan mendukung peneliti untuk bisa sampai di titik ini. Peneliti mempersembahkan skripsi ini kepada kedua orang tua, Ayahanda Famizar dan Ibunda Arnita. Walaupun keduanya tidak pernah mengecap bangku perguruan tinggi, Ama dan Apa betul-betul bersimpah duka dan perjuangan untuk bisa melihat setiap anaknya menjadi sarjana. Skripsi ini menjadi skripsi pertama yang akan mengisi ruang di lemari buku. Dukungan dan motivasi dan materi tidak pernah diputus untuk membentangkan jalan Ananda dalam upaya ‘mambangkik batang tarandam.’ Doa yang hadir dari setiap tetes keringat Ama dan Apa, kiranya dapat Ananda balas nantinya dan diganti dengan jannah oleh Allah SWT. Kepada ke tiga adik peneliti, Malvino Lovianda, Ferlyana Jenifer, dan Fika Lindryani, semoga Unang bisa selalu memberi jalan terang bagi kalian,


(4)

setelah Unang dapat meretasnya terlebih dahulu. Menjadi role model untuk Adinda sekalian adalah motivasi yang tidak berkesudahan bagi Unang untuk terus memperbaiki diri.

Skripsi ini juga tidak dapat terlaksana jika tanpa bantuan banyak pihak. Terima kasih untuk semua keikhlasan dalam uluran tangan, tepukan di punggung, silang pendapat, dan diskusi yang panjang. Peneliti berterima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Drs. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakukltas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Amir Purba, MA, selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sumatera Utara

4. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku Dosen Wali.

5. Bapak Drs. Hendra Harahap, M.Si selaku Dosen Pembimbing.

6. Bapak Surya Paloh sebagai tokoh yang menjadi pokok penelitian dalam skripsi ini. Terima kasih telah memberikan ilmu kepemimpinan dan semangat nasionalisme secara tidak langsung ketika peneliti mengetahui lebih jauh perjalanan hidup Bapak di setiap proses pengerjaan skripsi ini.

7. Mbak Meutya Hafid yang telah sangat membantu peneliti mendapatkan akses untuk mewawancarai deklarator Nasional Demokrat Pusat dan Wilayah Sumatera Utara. Karena kepastian akses inilah, peneliti memberanikan diri berangkat ke Jakarta untuk penelitian.

8. Bapak H. Syamsul Mu'arif, B.A, Sekjen Nasional Demokrat yang bersedia membuat memo disposisi untuk memudahkan peneliti mewawancarai tokoh deklarator Nasional Demokrat.

9. Bapak Willy Aditya, narasumber peneliti sekaligus motivator untuk peneliti agar kembali menjadikan buku sebagai sahabat utama untuk merintis jalan kemajuan. Pemikiran dan komitmen Bapak secara tidak


(5)

langsung turut mempengaruhi Saya untuk bisa berbuat sesuatu bagi bangsa ini.

10.Bapak Djafar H. Assegaff, tokoh senior yang membuat peneliti merasa ‘nyambung’ dalam wawancara walaupun rentang pengalaman yang sangat jauh. Terima kasih untuk motivasinya, Pak. Kelak anak pedagang sapi ini akan menjadi pemimpin, dengan mendobrak dinding

close society, sehingga vertical mobility bisa berjalan efektif.

11.Semua deklarator yang telah peneliti wawancarai, Prof. Dr. Didik J. Rachbini, Ferry Mursyidan Baldan, Martin Manurung, Ali Umri, dan John Waas, yang telah bersedia peneliti wawancarai dan berbagi ilmu. Terima kasih untuk Bapak Anhar Monel, Sekretaris Nasional Demokrat Wilayah Sumut yang membantu peneliti menghubungi deklarator Sumut.

12.Abangda Febri Ichwan Butsi, Vinsensius Sitepu, dan Liston Damanik yang mau menerima penulis sebagai mahasiswa dadakan. Terima kasih yang tidak terhingga peneliti ucapkan, atas kesediaan Abangda sebagai tempat bertanya di kala tertumbuk, tempat berdiskusi di sela-sela masa.

13.Staf Renlitbang Nasional Demokrat, Bang Gandha, Mas Doni, dan Mas Koko yang membantu serta menerima peneliti untuk ‘duduk’ di ruangan Renlitbang. Bang Afik, Bang David, Mas Rifqi, dan Mas Opik yang juga menjadi teman peneliti selama di Jakarta. Bang Ardy yang membantu peneliti menghubungi beberapa deklarator, dan Mbak Deta. Tidak terkecuali, terima kasih peneliti ucapkan kepada semua pihak yang peneliti temui di sekretariat Nasional Demokrat Pusat.

14.Sahabat peneliti, Rodhiah dan Fiqi Listya Fujiasih yang mau menyibukkan diri dan banyak membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Semangat dan motivasi tanpa tendensi membuat peneliti memandang hidup lebih luas dan bergairah. Rizki Wahyuni, sahabat peneliti di rumah kos. Terima kasih untuk saling membantu kelangsungan hidup anak rantau.


(6)

15.Teman-teman, kakanda, dan adik-adik di SUARA USU tanpa terkecuali. Terima kasih semangat dan perjuangan yang pernah dilalui bersama di Jln. Universitas no. 32B. Tempat yang dinamis tak berjeda, tempat Saya merasa siap untuk kesulitan hidup di esok hari.

16.Semua keluarga peneliti yang telah membesarkan peneliti dengan penuh cinta dan semangat untuk maju, Ayek Ahmad Ramli, Ama Nenek Rosmalati, Etek Armailis, Adang Ardinal, Acik Erwin, dan semua sepupu. Keluarga di Medan, Pak Uwo Delfitri, Mak Uwo, Kak Lia, Kak Ana, Landa, dan Ridho. Keluarga di Jakarta, Tante Upik & Om Ketok, Tante Wila & Om Roni, Tek Ci & Pak Etek David, dan Uda Ang.

17.Teman-teman diskusi dan berbagi suka peneliti selama skripsi, Bang Adela Eka Putra Marza, Bang Roni Eko Wisuda Rambe, Bang Arifin Sufi, Imaniuri Silaban, dan Kak Gelora, yang mau meminjamkan buku-buku dan memberi semangat.

18.Teman-teman di Ilmu Komunikasi, Riri, Ryan, Ardi, Huda, Hendra, Bayu, Anggina, dan semua teman yang pernah menjadi bagian dari perjalanan 4,5 tahun peneliti di kampus ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Akhir kata, peneliti kembali menyebut asma Allah sebagai tanda kesyukuran, agar semua upaya yang telah dikerahkan tidak sia-sia kiranya. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan motivasi pembaca untuk bisa mengupayakan perubahan bagi bangsa. Jadilah bagian dari perubahan, karena perubahan adalah keniscayaan.

Medan, Desember 2010 Peneliti


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR GAMBAR ...ix

DAFTAR TABEL ...x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Perumusan Masalah ...8

1.3 Pembatasan Masalah...8

1.4 Tujuan dan Manfaat Penulisan...9

1.4.1 Tujuan Penulisan...9

1.4.2 Manfaat Penulisan...9

1.5 Kerangka Teori...10

1.5.1 Organisasi Massa...10

1.5.2 Strategi Komunikasi Politik...12

1.5.3 Endorser atau Ketokohan...14

1.5.4 Konstruktivisme...16

1.5.5 Persepsi...17

1.6 Kerangka Konsep...19

1.7 Model Teoritis ...20

1.8 Variabel dan Definisi Variabel Operasional...20

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Organisasi Massa...23

2.1.1 Gerakan Perubahan...26

2.2 Strategi Komunikasi Politik...29

2.2.1 Komunikasi...29


(8)

2.2.3 Langkah Strategik...33

2.3 Endorser atau Ketokohan...36

2.3.1 Karakter Kepemimpinan...37

2.3.2 Endorser...42

2.4 Konstruktivisme...44

2.4.1 Pencitraan...48

2.5 Persepsi...52

2.5.1 Persepsi Interpersonal ...53

2.5.2 Dalil-Dalil Persepsi...55

2.5.3 Kesan...57

2.5.4 Atribusi...60

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian...63

3.1.1 Profil Organisasi Massa Nasional Demokrat...63

3.1.2 Deklarator Nasional Demokrat Pusat dan Wilayah Sumatera Utara...70

3.2 Metode Penelitian...73

3.3 Waktu Penelitian...74

3.4 Subjek Penelitian...75

3.5 Teknik Pengumpulan Data...76

3.6 Teknik Analisis Data...78

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Pengumpulan Data...80

4.1.1 Pelaksanaan Penelitian...80

4.1.2 Gambaran Umum Subjek Penelitian...82

4.1.2.1 Nasional Demokrat Pusat...84

4.1.2.1.1 Didik J. Rachbini...84

4.1.2.1.2 Willy Aditya...85


(9)

4.1.2.1.4 Ferry Mursyidan Baldan...89

4.1.2.1.5 Djafar H. Assegaff...90

4.1.2.1.6 Syamsul Mu’arif...92

4.1.2.1.7 Martin Manurung...93

4.1.2.2 Nasional Demokrat Wilayah Sumut...95

4.1.2.2.1 Ali Umri...95

4.1.2.2.2 John Waas...96

4.2 Analisis Pengamatan dan Hasil Wawancara...102

4.3 Kelemahan dan Kendala Penelitian...199

4.3.1 Kelemahan Penelitian...199

4.3.2 Kendala Penelitian...200

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan...201

5.2 Rekomendasi...207

5.2.1 Rekomendasi Teoritikal...207

5.2.2 Rekomendasi Praktikal...208

5.2.3 Rekomendasi Akademik...209

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

             


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model Teoritis Dalam Penelitian...20

Gambar 2. Proses Untuk Mencapai Kesamaan Makna Pesan...31

Gambar 3. Model Kepemimpinan Politik Integratif...41

Gambar 4. Pengaruh Terhadap Partisipasi Politik...47

Gambar 5. Konstruksi Citra Politik...51

Gambar 6. Logo Nasional Demokrat...63

Gambar 7. Platfom Organisasi Massa Nasional Demokrat...68

Gambar 8. Alur Pencapaian Restorasi Indonesia...70

Gambar 9. Surya Paloh...80

Gambar 10. Didik J. Rachbini...84

Gambar 11 Willy Aditya...85

Gambar 12 Meutya Hafid...87

Gambar 13 Ferry Mursyidan Baldan...89

Gambar 14 Djafar H. Assegaff...90

Gambar 15 Syamsul Mu’arif...92

Gambar 16 Martin Manurung...93

Gambar 17 Ali Umri...95

Gambar 18 John Waas...96

       


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Variabel Operasional Dalam Penelitian...21

Tabel 2. Daftar Deklarator Nasional Nasdem...70

Tabel 3. Deklarator Daerah Sumatera Utara...71

Tabel 4. Gambaran Umum Tentang Subjek Penelitian...97

Tabel 5. Gambaran Tentang Latar Belakang Pribadi Perihal Kesediaan Sebagai Deklarator...117

Tabel 6. Gambaran Terhadap Penerimaan Gagasan Yang Dibawa Surya Paloh...125

Tabel 7. Gambaran Mengenai Kesamaan Pandangan Terhadap Kondisi Indonesia...131

Tabel 8. Gambaran Tentang Pandangan Terhadap Surya Paloh Sebagai Ketua Umum...140

Tabel 9. Gambaran Pandangan Tentang Kemampuan Manajerial Surya Paloh...145

Tabel 10. Gambaran Tentang Pandangan Deklarator Mengenai Problem Eksterna/Isu dan Kaitannya dengan Surya Paloh...150

Tabel 11. Gambaran Mengenai Kemampuan Komunikasi Politik Surya Paloh...153

Tabel 12. Gambaran Mengenai Kemampuan Orasi Surya Paloh...158

Tabel 13. Gambaran Mengenai Percontohan Perilaku dalam Organisasi....161

Tabel 14. Gambaran Tentang Pengaruh Surya Paloh di Politik Nasional...166

Tabel 15. Gambaran Tentang Basis Massa Surya Paloh di Luar Nasdem...168

Tabel 16. Gambaran Kekuatan Organisasi dari Ketokohan Surya Paloh....174

Tabel 17. Gambaran Kekritisan Surya Paloh Mengenai Kondisi Bangsa dan Negara...180

Tabel 18. Gambaran Tentang Pandangan Terhadap Kepribadian Surya Paloh...192

Tabel 19. Gambaran Pendapat Mengenai Kharisma Surya Paloh...198  


(12)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul Persepsi Pendukung Organisasi Massa Nasional Demokrat Terhadap Surya Paloh Sebagai Figur Sentral Dalam Bingkai Komunikasi Politik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi pendukung ormas Nasional Demokrat, yang dalam hal ini adalah deklarator Nasional Demokrat tentang sosok Surya Paloh sebagai Ketua Umum Nasional Demokrat dan tokoh yang menjadi figur utama di organisasi tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori persepsi, konstruktivisme,

endorser atau penokohan, strategi komunikasi politik dan organisasi massa.

Subjek penelitian ini adalah deklarator Nasional Demokrat Pusat dan Wilayah Sumatera Utara. Jumlah deklarator Pusat dan Wilayah Sumut berjumlah 88 orang, dari jumlah tersebut diambil 7 orang deklarator Pusat dan 2 orang deklarator Wilayah Sumut sebagai narasumber. Pemilihan ini didasarkan pada kriteria subjek penelitian sebagai representasi komposisi latar belakang masing-masing deklarator yang cukup beragam.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Dalam pemilihan jumlah subjek penelitian yang diwawancarai, menggunakan jenis sampel purposive sampling. Penelitian ini menggunakan dua teknik pengumpulan data, yakni studi lapangan dengan metode wawancara mendalam dengan subjek penelitian, observasi non-partispan (pengamatan), dan dokumentasi, kemudian dengan studi kepustakaan untuk menghimpun data dari buku dan literatur lainnya. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipresentasikan. Kemudian diuraikan dalam bentuk narasi induktif.

Dari hasil penelitian ini diperoleh suatu kesimpulan bahwa proses persepsi terjadi sangat baik, deklarator mempersepsikan Surya Paloh dengan positif dikarenakan telah mengetahui track record Surya Paloh sebelumnya di kancah politik nasional. Mereka menerima sepenuhnya gagasan Surya Paloh yakni Restorasi Indonesia karena memiliki kesamaan komitmen dalam mewujudkan perubahan di Indonesia. Mereka juga menerima sepenuhnya Surya Paloh sebagai Ketua Umum dikarenakan Surya merupakan sumber visi dan spirit dari organisasi tersebut. Surya Paloh dengan komitmennya mengupayakan perubahan sedari dulu, pada deklarator tidak memiliki keraguan terhadap gagasan yang diusung Surya Paloh tersebut.

           


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di dalam kehidupan, dari segi apapun, selalu ada satu karakter atau pribadi yang menjadi sorotan, karena kemampuannya sebagai pemimpin. Karakter tersebut sedari awal sudah menunjukkan perbedaannya dengan pribadi yang lain, karena kemampuan dan kualitas kepemimpinan seperti datang dengan pemikiran yang visioner dan revolusioner dan selalu berorientasi kepada perubahan, atau sebagai orator yang ulung dengan semangat berapi-api. Namun tidak mudah menjadi pribadi seperti ini, dan oleh karena itu pula, sosok seperti di atas akan selalu menjadi sorotan dan tokoh di garda depan untuk mencitrakan kekuatan suatu kelompok atau komunitas. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa ditempatkan sebagai figur utama, yang tujuannya adalah pembawa visi kemudian juga berfungsi sebagai bagian dari pencitraan kelompok tersebut secara utuh melalui satu individu tersebut.

Indonesia sejak dulu memang mampu mencetak pribadi pemimpin yang berkualitas, dihargai di dunia internasional, umumnya menjadi pemimpin politik atau gerakan massa. Hingga sekarang pun, Indonesia memiliki puluhan sosok pemimpin dari berbagai organisasi yang memiliki kemampuan untuk mengumpulkan dan mempertahankan simpati para pendukung. Di antara


(14)

pemimpin di Indonesia ini, adalah Surya Paloh, yang kisah hidupnya sudah dibukukan dalam biografi berjudul Editorial Kehidupan Surya Paloh.1

Surya Paloh terlahir dengan nama Surya Dharma Paloh.2 Masa kecil dan remaja Surya Paloh lebih banyak dilalui di daerah Sumatera Utara, tepatnya di Labuhan Ruku, Serbelawan, dan Medan. Itulah sebabnya ia lebih akrab dengan kultur dan karakter sebagai anak Medan, daripada sebagai putra Tanah Rencong. Ia melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) dan menamatkan Strata satu di Fakultas Sosial Politik di Universitas Islam Sumatera Utara (UISU).

Pengalaman organisasinya dimulai sejak umur belia, dan ia banyak menggagas organisasi. Beberapa organisasinya adalah Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI).3 Karena kepiawaiannya di dunia bisnis sewaktu muda, ia pun pernah menjabat Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Sumut (1974-1977) dan salah satu ketua BPP HIPMI (1977-1979). Pada tahun 1969, ia pun mulai bersentuhan dengan Partai Golkar, dengan menjadi Ketua Koordinator PPMG (Pemuda Pelajar Mahasiswa Golkar) Medan tahun 1969-      

1

Buku Editorial Kehidupan Surya Paloh setebal 590 halaman ini ditulis oleh Usamah Hisyam, dkk untuk mempertingati ulang tahun Surya Paloh ke 50 tahun pada 16 Juli 2001. 

2

Surya Paloh merupakan putra pasangan Daud Paloh dan Nursiah pada tanggal 16 Juli 1951 di rumahnya, di Jalan Teuku Nyak Arief, Kutaraja (sekarang Banda Aceh), tepat di depan kantor Gubernur Daerah Istimewa Aceh. Bagi keluarga Daud Paloh, nama Paloh merupakan identitas keluarga, yakni singkatan dari Panglima Hasan, panggilan ayah Daud Paloh di lingkungan teman-temannya. Kebetulan di daerah kampung halamannya, Pidie, Aceh Utara, terdapat juga sebuah desa bernama Desa Paloh. 

3

Organisasi massa yang menentang kebijakan yang salah dari pemerintahan orde lama. Surya Paloh menjadi salah seorang pimpinan KAPPI. Setelah KAPPI bubar, ia menjadi Koordinator Pemuda dan Pelajar pada Sekber Golkar. Beberapa tahun kemudian, Surya Paloh mendirikan Organisasi Putra-Putri ABRI (PP-ABRI), lalu ia menjadi Pimpinan PT-ABRI Sumut. Bahkan organisasi ini, pada tahun 1978, didirikannya bersama anak ABRI yang lain, di tingkat pusat Jakarta, dikenal dengan nama Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan Indonesia (FKPPI). 


(15)

1972. Pada pemilu 1971, pemilu pertama di era Orde Baru, Surya Paloh masuk dalam Daftar Calon Sementar (DCS) anggota legislatif termuda untuk DPRD II Kota Medan, saat umur 19 tahun. Namun ia mengundurkan diri, karena menyadari kemampuan belum cukup untuk memasuki politik praktis dan Surya membidik posisi legislatif di DPR-RI. Pada pemilu berikutnya, di umur 25 tahun, ia pun lolos sebagai Anggota MPR pada tahun 1977-1982 dan kembali menjadi Anggota MPR tahun 1982-1987. Terakhir, pada tahun 1987 juga terpilih sebagai Anggota MPR/DPR RI dari Golkar namun urung dilantik karena Prioritas, koran miliknya dibredel.4

Pembredelan koran di masa Soeharto ini5 mengakhiri umur Prioritas yang baru 13 bulan. Bagi Surya Paloh, walau ia dibesarkan di Golkar, namun ia tidak segan-segan menelanjangi berbagai penyimpangan yang ada pada masa Orde Baru yang merupakan masa berjaya Golkar. Semangat dalam mewujudkan demokrasi politik, yang dilandasi dengan kemerdekaan dan kebebasan pers menjadi pokok pikiran dan tujuannya. Konsistensi Surya Paloh terhadap keyakinannya dengan kebebasan pers tetap dipertahankan hingga sekarang. Media       

4

Pembredelan inilah puncak sekaligus awal kontroversi politik Surya Paloh, yang membawanya ke sebuah vonis kematian perdata dan hak-hak politik dalam waktu lama sampai ia memunculkan gagasan Konvensi Presiden Partai Golkar pada tahun 2004. 

5

Periode 1966-1973, kebebasan pers seolah-olah dibuka dan sikap pemerintah seakan-akan siap dikritik. Namun setelah peristiwa 15 Januari 1974, 12 media ditutup sekaligus oleh pemerintah. Rezim Orde Baru memperkenalkan lembaga perizinan berupa SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers). Lalu, sejak 1984, pelaksanaan pembredelan pers diperparah dengan dikeluarkannya Permenpen Nomor 01/Per/Menpen/1984. Padahal, undang-undang pers tahun 1966 dan tahun 1967 melarang sensor dan pembredelan terhadap pers. Tahun 1978, tangan besi pemerintah kembali menimpa tujuh koran—kali ini sehubungan dengan Sidang Umum MPR tahun 1978. Pembredelan tetap berlanjut, termasuk terhadap tiga media ber-SIUPP, yakni Sinar Harapan, Prioritas, dan Monitor. Selain banyak media yang dibredel, banyak juga wartawan yang dipenjarakan, beberapa di antaranya dibuang ke Pulau Buru.


(16)

Group yang membawahi Harian Media Indonesia dan stasiun televisi berita Metro TV merupakan jalannya untuk berkiprah di dunia pers Indonesia. Semenjak berdirinya stasiun tersebut pada 25 Oktober 1999, Surya Paloh lebih dikenal publik Indonesia. Dengan mengambil spesifikasi siaran yang 70 persen berita, menempatkan stasiun ini menjadi stasiun televisi berita pertama di Indonesia. Dan hal ini tentu menjadi salah satu keinginan Surya Paloh dalam mengembangkan dunia pers dan jurnalistik yang lebih matang, bebas, serta demokratis di Indonesia. Kiprah politiknya kembali ditunjukkan pada era reformasi, yaitu gagasannya untuk mengadakan Konvensi Calon Presiden Partai Golkar Menuju Pemilu Presiden 2004 untuk membangun kembali citra Golkar. Ia pun ikut menjadi salah satu calon dan mengusung sebuah konsep tentang kepemimpinan nasional serta menyiapkan sejumlah agenda penyelamatan bangsa dari krisis multidimensional, yang disebutnya sebagai Restorasi Nasional.6 Visi yang       

6

Gagasan Restorasi Nasional terdapat 12 program restorasi non-konvensional di bidang politik, ekonomi dan kesra. Bidang politik adalah prioritas utama. Pertama, adalah program memantapkan stabilitas politik melalui rekonsiliasi dan pardon nasional, kemudian menciptakan keamanan, ketertiban masyarakat, menghentikan konflik sosial, etnik, dan agama, serta peningkatan peran aparat Kepolisian untuk melindungi dan mengayomi masyarakat.

Kedua, meningkatkan partisipasi publik agar mendukung penuh program pembangunan.

Setiap kebijakan publik harus dikomunikasikan terlebih dahulu dengan bebagai komponen masyarakat dengan hubungan komunikasi bottom up. Ketiga, memperkuat kembali kekuatan pemersatu bangsa yakni semangat kebhineka tunggal ika-an yang kini mulai rapuh. Keempat, menegakkan supremasi hukum dalam rangka menciptakan clean and good governance, masyarakat yang tertib hukum, serta berorientasi kepada “hukum sebagai panglima”. Kelima, melanjutkan otonomi daerah dalam kerangka NKRI dengan meningkatkan percepatan pembangunan di daerah dalam segala bidang agar dapat mengejar ketertinggalannya.

Sementara di bidang ekonomi, restorasi nasional terdapat lima prioritas program restorasi sebagai langkah pemulihan. Pertama, menjaga stabilitas ekonomi makro. Kedua, melaksanakan restrukturisasi manajemen hutang luar negeri. Ketiga, mencanangkan reformasi pajak yang mengarah pada prinsip keadilan. Keempat, mendorong tumbuhnya investasi dengan memberikan insentif serta kemudahan-kemudahan perizinan. Kelima, membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya dalam rangka mengurangi angka pengangguran.

Di bidang kesejahteran rakyat, ada dua program. Pertama, menekan tingkat kemiskinan serendah mungkin dengan mengupayakan terciptanya lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Kedua, mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan memberikan dan membuka prasarana pendidikan yang mudah, murah, dan seluas-luasnya. 


(17)

tujuannya memperbaiki kondisi kebangsaan dari semua aspek dan dari seluruh masyarakat Indonesia ini. Namun di 2004, dia tidak berhasil terpilih, begitu juga pada pemilihan Ketua Umum Partai Golkar tahun 2009.

Surya Paloh tidak berhenti hanya karena kekalahan sebelumnya di politik, bahkan ia tetap konsisten mengusung tema perubahan dan menawarkan solusi alternatif untuk perbaikan kondisi kebangsaan. Sehingga di tahun 2010 ini, Surya Paloh bersama 44 deklarator lainnya pada tanggal 1 Februari lalu mendeklarasikan sebuah gerakan massa baru yang bernama Nasional Demokrat, mengusung tema restorasi yang hampir sama dengan slogannya ketika di Konvensi Golkar 2004, yakni Restorasi Indonesia. Gerakan ini sebagai tujuan dan jalan yang ditempuh gerakan massa ini. Surya Paloh sebagai inisiator organisasi ini menempatkan pokok pemikirannya yang paling mendasar, yaitu merestorasi seperti prinsip Restorasi Meiji di Jepang pada 1866-1869, yang merupakan rangkaian kejadian untuk perubahan pada struktur politik dan sosial Jepang di awal kekaisaran Meiji. Sehingga Surya Paloh dan deklarator yang ikut dalam mengumumkan berdirinya organisasi massa tersebut meyakini gerakan Restorasi Indonesia dapat mengembalikan kejayaan Indonesia dan memberikan wadah demokrasi bagi warga negara.

Sebenarnya mendirikan organisasi massa (ormas) adalah hal yang biasa dalam era reformasi ini. Tetapi Nasional Demokrat ini memang mencuri perhatian, karena banyaknya tokoh yang menjadi deklarator ormas ini. Para pendiri atau inisiator sentral ormas ini adalah Surya Paloh dan Sultan Hamengku Buwono X. Bersama mereka ada sederet nama yang ikut serta, seperti Syafii


(18)

Maarif, Siswono Yudhohusodo, Anies Baswedan, Eep Saifulloh Fatah, Khofifah Indar Parawansa, Ferry Mursyidan Baldan, Syamsul Mua'rif, Enggar Tyasto Lukito, Didik J. Rachbini, Akbar Faisal, Franky Sahilatua, Budiman Sudjatmiko, dan beberapa tokoh dari latar belakang yang beragam. Bahkan deklarasi ini turut dihadiri oleh Megawati, Jusuf Kalla, Akbar Tanjung, dan Wiranto.

Sebagai inisiator, Surya Paloh dan Sri Sultan Hamengku Buwono X cukup berhasil merangkul berbagai kalangan dan dari berbagai partai. Ada tokoh Muhammadiyah, Syafii Maarif, Khofifah Indar Parawansa dari PKB, Ferry Mursyidan dari Golkar, Budiman Sudjatmiko dari PDIP, Didik J. Rachbini dari PAN, dan Akbar Faisal dari Hanura. Ada pengamat politik yang terjun berpolitik praktis seperti Anies Baswedan dan Eep Saifulloh Fatah, ada pula akademisi dan beberapa guru besar, seperti Prof. Dr. T. Bahri Anwar dari Universitas Sumatera Utara dan Prof. Dr. Bachtiar Aly, M.A dari Universitas Indonesia. Tidak itu saja, Nasional Demokrat juga didukung oleh budayawan Franky Sahilatua, dan wartawan senior Djaffar H. Assegaff.

Untuk memperkuat dasar ormas ini hingga ke akar rumput, dari awal pendirian Nasional Demokrat, para deklarator yang diwakili oleh Meutya Hafid saat konferensi pers di Istora Senayan pada 1 Februari 2010 mengatakan bahwa organisasi massa ini memang juga akan didirikan di daerah sebagai perwakilan dan cabang dari Nasional Demokrat pusat. Karena dari awal, organisasi massa ini ingin memeratakan semua arus demokrasi hingga ke seluruh Indonesia. Oleh karena itu, tidak berselang beberapa lama, Nasional Demokrat cabang Makassar sebagai perwakilan untuk Propinsi Sulawesi Selatan diresmikan pada 22 Februari


(19)

2010. Kemudian disusul di Propinsi Bangka Belitung pada tanggal 3 April, di DI Yogyakarta pada 15 April, dan 18 April di Nangroe Aceh Darussalam. Hingga November ini, telah 18 daerah di Indonesia yang telah resmi mendeklarasikan Nasional Demokrat daerah, dan rencananya deklarasi ini akan digenapkan di 33 propinsi seluruh Indonesia sebelum ulang tahun Nasional Demokrat yang pertama.

Restorasi Indonesia yang diusung oleh Surya Paloh memang membutuhkan otoritas dan dukungan. Faktor pemimpin yang mampu mengomunikasikan ide dan gagasannya dalam tujuan memperbaiki kondisi dan mencari jalan keluar, memang dibutuhkan di dalam kondisi kemasyarakatan Indonesia saat ini. Nasional Demokrat sebagai organisasi massa yang berbasis nasional dan merambah ke daerah telah mendapatkan sambutan yang sangat baik. Tokoh sentralnya, Surya Paloh meletakkan dasar pemikirannya dalam organisasi ini. Banyaknya tokoh nasional yang bergabung ke dalam organisasi massa ini, serta tingginya respon masyarakat terutama pejabat daerah yang menyatakan dukungannya, menunjukkan adanya satu keterkaitan antara sosok Surya Paloh dengan dukungan yang meluas ini. Dukungan yang sangat besar dalam jangka waktu yang cukup singkat, yakni 3 bulan sejak dideklarasikan secara resmi di Jakarta ini melibatkan persepsi para komunikannya dalam memandang sebuah organisasi yang dipimpin oleh sosok Surya Paloh. Oleh karena tingginya antusiasme para tokoh dan pejabat daerah untuk bergabung ke dalam ormas ini, membuat peneliti tertarik untuk meneliti persepsi pendukung organisasi massa


(20)

Nasional Demokrat terhadap Surya Paloh sebagai figur sentral Nasional Demokrat dalam bingkai komunikasi politik.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimanakah persepsi pendukung organisasi massa Nasional Demokrat terhadap Surya Paloh sebagai figur sentral dalam bingkai komunikasi politik?”

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari terjadinya pengembangan masalah di luar ruang lingkup dan kekaburan dalam penelitian, maka peneliti merasa perlu melakukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah yang peneliti kemukakan adalah:

1. Penelitian ini bersifat deskriptif, bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai persepsi pendukung Nasional Demokrat terhadap figur Surya Paloh sebagai tokoh sentral.

2. Subjek penelitian ini adalah pendukung Nasional Demokrat, baik itu deklarator Nasional dan pengurus Nasional Demokrat di wilayah Sumatera Utara.

3. Subjek penelitian dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian dan akan


(21)

diwawancarai dengan metode wawancara mendalam dan observasi lapangan.

4. Waktu penelitian ini berkisar antara bulan Oktober-November 2010.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Untuk mengetahui gambaran mengenai persepsi pendukung ormas Nasional Demokrat terhadap figur Surya Paloh sebagai tokoh sentral.

2. Untuk mengetahui bentuk strategi komunikasi politik dalam menarik dukungan dan penyampaian gagasan baru oleh Surya Paloh dalam pembentukan Nasional Demokrat.

1.4.2 Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini ditujukan untuk memperkaya khasanah penelitian tentang komunikasi penghimpunan massa oleh pemilik gagasan dalam awal pembentukan sebuah organisasi massa.

2. Secara praktis, hasil analisis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca agar mengetahui strategi komunikasi citra dan ketokohan, serta persepsi sebagai hasil dari komunikasi.

3. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, guna memperkaya bahan penelitian dan sebagai sumber bacaan.


(22)

4. Secara sosial, penelitian ini memiliki manfaat kritik bagi kondisi demokrasi di Indonesia yang tidak menjangkau rakyat secara keseluruhan.

1.5 Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti.7

Menurut Kerlinger, teori adalah himpunan konstruk atau konsep, defenisi, dan proporsi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relas di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.8 Dalam penelitian ini, teori yang dianggap relevan adalah sebagai berikut:

1.5.1 Organisasi Massa

Organisasi menurut William G, Scott, yang dalam hal ini dikategorikan ke dalam organisasi formal, adalah sebuah sistem kegiatan-kegiatan terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerja bersama-sama, menuju arah tujuan bersama di bawah kewenangan dan kepemimpinan.9 Organisasi massa atau ormas merupakan suatu gerakan politik yang pada prinsipnya juga bentuk dari partai.

      

7

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta, 1995, hlm. 39. 

8

Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta, 1993, hlm. 6. 

9

Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, Jakarta, 2005, hlm. 7.  


(23)

Pengertian organisasi massa menurut undang-undang10 adalah yang dimaksud dengan Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Ada tiga prinsip dasar dari partai politik11, yakni partai sebagai koalisi, partai sebagai organisasi, dan partai sebagai pembuat kebijakan (policy making). Dari ketiga prinsip dasar partai politik di atas, organisasi massa masuk ke dalam prinsip ke dua, yaitu suatu gerakan (movement), dan prinsip ketiga, yaitu kelompok penekan (pressure group).

Gerakan adalah kelompok atau golongan yang ingin mengadakan perubahan, atau menciptakan suatu lembaga baru dengan memakai cara – cara politik. Sedangkan kelompok penekan (pressure group) adalah kelompok yang memperjuangkan kepentingan dan berusaha memberi pengaruh terhadap kekuatan politik yang ada di pemerintahan. Kelompok ini bisa terdiri dari perkumpulan, golongan, ataupun partai yang berada di luar pemerintahan.

      

10

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Bab I, Pasal 1 

11

M. Eric Harramain. 2010. “Persepsi Publik Terkait Pembentukan Ormas Nasional Demokrat Atas Partai Demokrat.” < www.scribd.com> [09/04/2010] 


(24)

1.5.2 Strategi Komunikasi Politik

Komunikasi politik telah dikenal sejak zaman Aristoteles, dan sudah ada ketika manusia berpolitik dan berkomunikasi. Muller dalam Arifin12 mengatakan bahwa komunikasi politik sebagai hasil yang bersifat politik dari kelas sosial, pola bahasa, dan pola sosialisasi. Galnoor juga menyebutkan bahwa komunikasi politik merupakan infrastruktur politik, yakni suatu kombinasi dari berbagai interaksi sosial di mana informasi yang berkaitan dengan usaha bersama dan hubungan kekuasaan masuk ke dalam peredaran.

Komunikasi politik yang bersinggungan dengan organisasi atau kelompok menjadi jiwa dari organisasi politik tersebut. Melalui itu, terdapat beberapa tujuan yang hendak dicapai untuk memasyarakatkan suatu organisasi politik seperti yang dijelaskan oleh Redi Panuju, yakni dengan menyosialisasikan keberadaannya kepada masyarakat, membangun citra positif dalam rangka mencari dukungan, menggalang opini publik dalam rangka membangun, menyeleksi isu, dan merangkumnya menjadi formulasi kebijakan, dan membangun jaringan dalam rangka efektivitas kerja.13 Oleh karena itu dibutuhkan suatu strategi komunikasi politik untuk mewujudkan empat tujuan tersebut.

Dalam realitas politik, yang banyak dialami oleh khalayak bukanlah sesuatu yang dirasakan secara langsung, melainkan disampaikan melalui lambang-lambang yang signifikan (dapat berupa slogan, logo, dan figur). Politik adalah kegiatan simbolik yang menyentuh sejumlah besar orang karena orang-      

12 Anwar Arifin, 

Komunikasi Politik: Paradigma-Teori-Aplikasi-Strategi & Komunikasi Politik Indonesia, Jakarta, 2003, hlm. 9. 

13

Redi Panuju, Komunikasi Organisasi: Dari Konseptual-Teoritik ke Empirik, Yogyakarta, 2001, hlm. 55. 


(25)

orang menemukan makna dalam penggunaan lambang, pembuatan lambang, ataupun penyalahgunaan lambang pada komunikator politik.14

Langkah dalam strategi komunikasi politik adalah merawat ketokohan, memantapkan kelembagaan, meningkatkan kemampuan dan dukungan lembaga dalam menyusun pesan politik, menetapkan metode, dan memilih media politik yang tepat. Suatu strategi dalam komunikasi politik adalah keseluruhan keputusan kondisional pada saat tertentu mengenai tindakan yang akan dijalankan guna mencapai tujuan politik pada masa depan.15

Hal yang menjadi sangat penting dalam sebuah sistem politik atau ide politik baru agar dapat diterima khalayak adalah menumbuhkan citra yang baik dan menjaga kredibilitas yang diasosiasikan kepada satu ketokohan. Ketokohan ini selalu diidentikkan sebagai suatu figur yang ditempatkan sebagai pemimpin, sehingga erat kaitannya dengan kepemimpinan atau tokoh sentral. Kepemimpinan menurut Tannenbaum, Weschler, dan Massarik adalah pengaruh antarpribadi yang dilaksanakan dan diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan tertentu.16 Sehingga dalam kepemimpinan atau ketokohan selalu ada indikator yang menjadi karakteristik, sehingga bisa dirumuskan menjadi bagian dari proses komunikasi, yang dalam hal ini adalah komunikasi politik. Penempatan figur yang tepat dalam menjalankan proses ini merupakan langkah atau strategi untuk mencapai tujuan.

      

14

Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, Bandung, 2005, hlm. 114. 

15

Anwar Arifin, op. cit., hlm. 145. 

16

Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Sosial, Psikologi Kelompok, dan Psikologi


(26)

1.5.3 Endorser atau Ketokohan

Perlambangan yang merupakan suatu identitas merek yang dibawakan dalam komunikasi politik merupakan jalan untuk mencitrakan sesuatu yang bertujuan untuk dikenal dan dilekatkan ke benak publik. Bagi personal yang memiliki identitas yang khas dan spesifik akan memudahkan untuk diidentifikasi di antara yang lainnya. Dalam hal ini, perncitraan yang difokuskan adalah kepada personal atau tokoh. Menurut Anwar Arifin, pencitraan merupakan suatu tujuan dari komunikasi politik yang terbentuk berdasarkan informasi yang diterima oleh khalayak. Pencitraan dalam politik berkaitan dengan pembentukan pendapat umum yang terbangun melalui citra politik dan hal ini terwujud sebagai konsekuensi kognitif dari komunikasi politik.17

Endorser merupakan salah satu komponen dari proses pencitraan dalam

komunikasi politik. Dalam kajian komunikasi politik, endorser adalah strategi penonjolah sosok ketokohan dalam sebuah partai. Merawat ketokohan dan memantapkan kelembagaan. Ketokohan adalah orang yang memiliki kredibilitas, daya tarik, dan kekuasaaan. Dengan kata lain, ketokohan merupakan gabungan antara kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan.18

Selain pengertian di atas, endorser juga dapat dipahami19 sebagai sebuah merek, dan lazim disebut sebagai tokoh ikon. Para tokoh ini biasanya dipilih karena kecakapan, dan cukup dikenal luas oleh masyarakat. Pemilihan ikon tentu

      

17

Anwar Arifin, op. cit., hlm. 105.  18Ibid., hlm. 146. 

19

 M. Eric Harramain. 2010. “Persepsi Publik Terkait Pembentukan Ormas Nasional Demokrat Atas Partai Demokrat.” < www.scribd.com> [09/04/2010] 


(27)

saja dilakukan dengan berbagai pertimbangan, misalnya kesesuaian personalitas dengan karakter mereknya. Keberadaan endorser sangat penting dalam mempertegas pemosisian merek di mata khalayak. Dalam kajian komunikasi politik, endorser lebih cenderung kepada tokoh-tokoh politik yang memiliki kecakapan dalam berpolitik dan beretorika, dan dapat mewakili intelek, berwibawa, tegas, bertenaga, modern, bersih dari korupsi, bersih dari catatan buruk di masa lalu, berprestasi, dan lain sebagainya. Tanpa karakter yang sesuai, sebuah merek atau partai akan kehilangan ruhnya.

Menurut Asto S Subroto, endorser dilihat dari beberapa hal.20 Kredibilitas dan daya pikat merupakan dua atribut yang berperan penting dalam memfasilitasi komunikasi secara efektif. Kedua atribut tersebut juga penting dalam menilai seberapa efektif ketokohan bekerja. Kredibilitas berarti adanya tendensi kuat dalam memercayai seseorang. Ketika seorang tokoh dipersepsikan sebagai kredibel, maka sikap komunikan akan berubah lewat sebuah proses psikologis yang dinamakan internalisasi. Proses ini terjadi ketika penerima pesan menerima posisi endorser sebagai isu yang sama dengan dirinya. Kredibilitas sebagai kriteria dasar kenapa seorang dijadikan endorser. Seseorang yang dipercaya dan dipersepsi memiliki pandangan dan visi yang yang baik terhadap partai akan mudah memengaruhi khalayak. Dengan kata lain, kredibilitas adalah kata kunci efektivitas endorser atau tokoh.

      

20

Asto, S. Subroto. 2008. “Strategi Memilih Endorser dalam Politik”. <www.sinarharapan.co.id> [09/04/2010] 


(28)

1.5.4 Konstruktivisme

Dalam cara pandang melihat dan menilai realitas, terdapat beberapa pandanga, yakni positivisme, konstruktivisme, dan kritis. Positivisme percaya bahwa realitas yang benar itu ada. Sedangkan paradigma konstruktivisme menolak secara radikal pandangan tersebut. Menurut aliran konstruktivisme, realitas itu sebenarnya tidak ada, sebab yang ada hanya konstruksi individu atau suatu realitas yang diterimanya. Konstruksi itulah yang menentukan bagaimana suatu peristiwa dipahami yang dianggap sebagai realitas.21

Teori konstruktivis atau konstruktivisme menyatakan bahwa individu menginterpretasikan dan beraksi menurut kategori konseptual dari pikiran. Realitas tidak menggambarkan diri individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas tersebut. Konstruktivis melakukan pendekatan pemahaman produksi pesan dimulai dari sistem kognitif individu. Bentuk pengetahuan menurut konsep ini adalah memandang suatu subyek berperan aktif dalam menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan dan subjek sebagai faktor sentral dalam menganalisis pesan serta hubungan-hubungan sosialnya. Sehingga manusialah yang membangun makna terhadap suatu realita. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan.22

Kajian pokok dalam paradigma konstruktivisme menurut Weber, menerangkan bahwa substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya       

21

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarya, 2001, hlm. 54. 

22


(29)

dilihat dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan perorangan yang timbul dari alasan-alasan subjektif. Konstruktivisme juga menjelaskan bahwa perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam. Manusia bertindak sebagai agen dalam bertindak mengkonstruksi realias sosial. Cara konstruksi yakni dengan memahami atau memberikan makna terhadap perilaku mereka sendiri.23

Konsep konstruktivisme berpendapat bahwa semesta secara epistimologi

merupakan hasil konstruksisosial. Pengetahuan manusia adalah konstruksi yang dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan. Keberagaman kognitif merupakan hasil dari lingkungan historis, kultural, dan personal yang digali secara terus-menerus.

1.5.5 Persepsi

Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku.24 Sedangkan menurut Desideto25, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan yang memberikan makna pada stimulus inderawi manusia.

      

23

M. Eric Harramain. 2009. “Fondasi Filosofi dan Perspektif Kajian Ilmu Komunikasi Perspektif Konstrukstivisme & Kritikal” < www.scribd.com> [25/05/2010] 

24

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Jakarta, 2005, hlm. 167.  

25


(30)

Proses menerima dan menafsirkan pesan pada banyak model komunikasi sering disebut dengan penyandian-balik (decoding), proses ini melibatkan persepsi atau meliputi rangsangan perasaan dan proses komunikasi selanjutnya. Psikologi modern seperti yang diungkapkan oleh Berelson dan Steiner, persepsi merupakan proses yang kompleks di mana orang memilih, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan respon terhadap suatu rangsangan ke dalam situasi masyarakat dunia yang penuh arti dan logis. Sedangkan Scott menyatakan bahwa persepsi merupakan tindakan melihat sebuah pembelajaran tingkah laku yang melibatkan aktivitas kognitif.26

Tahapan terpenting dalam persepsi adalah interpretasi atas informasi yang diperoleh melalui panca indera, namun sebenarnya manusia tidak dapat menginterpretasikan makna setiap objek secara langsung, melainkan menginterpretasikan makna informasi yang dipercayai mewakili suatu objek. Maka pengetahuan melalui persepsi bukanlah mengenai objek itu sebenarnya, namun bagaimana tampaknya objek tersebut.27

Persepsi manusia terhadap manusia disebut juga dengan persepsi sosial, dan hal ini lebih kompleks, karena manusia adalah makhluk yang dinamis. Persepsi manusia terhadap manusia lainnya dan reaksi mereka terhadap hal-hal yang berkaitan dengan itu, berdasarkan pengalaman dan pembelajaran di masa lalu, yang berkaitan dengan orang (objek) yang sama.

      

26

Werner Severin dan James Tankard, Jr, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan

Terapan di Dalam Komunikasi Massa, Jakarta, 2008, hlm. 84.  27


(31)

1.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Kerangka konsep akan menuntun penelitian dalam menentukan hipotesa28. Pembatasan konsep dalam penelitian ini tidak saja untuk menghindari salah maksud dalam memahami konsep penelitian, tetapi batasan konsep diperlukan untuk penjabaran variabel penelitian maupun indikator variabel.29

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Figur Surya Paloh sebagai Tokoh Sentral Ormas Nasional Demokrat

Sosok Surya Paloh sebagai inisiator ormas Nasional Demokrat memiliki citra dan nilai tersendiri yang dapat dilihat dari rekam jejak pengalaman organisasi, buah pemikiran, dan kepribadian berciri pemimpin. Penempatan Surya Paloh sebagai tokoh sentral bagi organisasi massa yang baru berdiri dianggap sebagai salah satu langkah strategi komunikasi politik dalam hal kekuatan ketokohan.

2. Persepsi Pendukung Organisasi Massa Nasional Demokrat

Persepsi yang dimiliki oleh komunikan yang menerima pesan ketokohan Surya Paloh dalam organisasi massa Nasional Demokrat, berdasarkan pengalaman mengenai figur tersebut, peristiwa, atau hubungan-hubungan lainnya yang dapat membentuk suatu persepsi (penyimpulan informasi dan penafsiran pesan). Para pendukung organisasi massa ini terdiri dari       

28 

Hadari Nawawi, op. cit., hlm. 40.  29

Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif , Surabaya, 2001, hlm. 92. 


(32)

kalangan yang terpelajar dan juga mengetahui seluk beluk politik. Mereka memiliki persepsi tertentu yang membuat kalangan ini mendukung Nasional Demokrat.

1.7 Model Teoritis

Model teoritis merupakan pradigma yang mentransformasikan

permasalahan terkait antara satu dengan yang lainnya. Adapun model teoritis dalam penelitian ini adalah:

Gambar 1. Model Teoritis Dalam Penelitian

1.8 Variabel dan Definisi Variabel Operasional

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas, maka dapat dibuat operasional variabel untuk membentuk kesatuan dan kesesuaian dalam penelitian. Komponen indikator untuk variabel Surya Paloh

Figur Surya Paloh Persepsi Pendukung

Organisasi Massa Nasional Demokrat

1. Organisasi Massa 2. Strategi Komunikasi

Politik

3. Endorser atau Penokohan 4. Konstruktivisme


(33)

Sebagai Figur Sentral disarikan dari uraian Sarlito Wirawan Sarwono30, sedangkan untuk variabel Persepsi Pendukung Organisasi Massa Nasional Demokrat, indikatornya disarikan dari Deddy Mulyana.31 Adapun variabel operasional dalam penelitian ini sebagai berikut:

KOMPONEN INDIKATOR DEFINISI

Surya Paloh sebagai figur sentral

1. Citra atau Image

2. Rekam jejak atau track record 3. Keahlian berkomunikasi

4. Karakter

5. Visi

6. Kredibilitas

7. Kharisma

8. Kekuasaan

Pandangan terhadap Surya Paloh yang tersusun melalui persepsi yang berkaitan dengan gejala politik. Pengalaman dan sejarah kehidupan politik Surya Paloh yang diketahui. Teknik komunikasi Surya Paloh dalam menyampaikan visi (gagasan dalam politik) ketika diskusi dan orasi.

Sifat-sifat Surya Paloh yang tampak dan telah dikenal.

Pola pikir dan cara pandang Surya Paloh dalam permasalahan

demokrasi dan ke-Indonesia-an. Mencakup prestasi dan kompetensi Surya Paloh dalam pengelolaan organisasi.

Aspek atraktif yang menjadi penarik dalam pribadi Surya Paloh, baik fisik dan non fisik

Kemampuan Surya Paloh dalam mempengaruhi orang dan aspek-      

30

Sarlito Wirawan Sarwono, op. cit., hlm. 40-64 

31


(34)

aspek pendukung yang dimilikinya untuk tetap memiliki pengaruh. Persepsi

pendukung organisasi massa Nasional

Demokrat

1. Sensasi

2. Atensi atau Perhatian

3. Interpretasi

4. Kontekstual

Pengalaman dasar yang berhubungan dengan alat indera objek penelitian. Perhatian berdasarkan selektivitas yang juga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal objek

penelitian. Perhatian didorong oleh motivasi yang timbul dalam diri secara sadar ataupun tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan. Tahapan menganalisa dan memaknai informasi mengenai suatu peristiwa, menjadi nilai-nilai yang dipercaya dan dipegang teguh.

Informasi yang diterima objek penelitian diorganisasikan dan dianalisis sehingga mempengaruhi struktur kognitif. Karena ada kesamaan atau kedekatan konteks serta melihat informasi dari esensi dan latar belakangnya.

Tabel 1. Variabel Operasional Dalam Penelitian

Karakteristik objek penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menjadi salah satu dari dua hal berikut; deklarator Nasional Demokrat dan/atau Pengurus Nasional Demokrat cabang propinsi.

2. Berlatar belakang pekerjaan salah satu dari pekerjaan berikut; penggiat sosial, aktivis, wartawan, akademisi (civitas akademika), pejabat daerah, dan politisi.


(35)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Organisasi Massa

Masyarakat kita merupakan masyarakat yang terdiri dari organisasi-organisasi, karena masyarakat sekarang sangat berbeda dengan masyarakat di masa lampau. Masyarakat modern dewasa ini lebih mengutamakan rasionalitas efektivitas dan efisiensi sebagai nilai-nilai moral yang tinggi. Peradaban modern pada hakikatnya sangat bergantung pada organisasi sebagai bentuk pengelompokkan sosial yang paling rasional dan efisien. Organisasi menggabungkan sumber daya tenaga manusia yang dimilikinya dengan sumber daya lain, yaitu dengan menjalin para pemimpin, kelompok pengikut atau pekerja, dan sistem serta sturktur.32

Menurut De Vito33 yang dikutip oleh Burhan Bungin menjelaskan bahwa pengertian organisasi adalah sebagai suatu kelompok individu yang diorganisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Jumlah anggota organisasi bervariasi, dari tiga atau empat hingga mencapai ribuan orang. Organisasi memiliki tujuan umum dan tujuan spesifik, untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibuat norma aturan yang diatuhi oleh semua anggota organisasi.

      

32

Amitai Etzioni, Organisasi-Organisasi Modern , Jakarta, 1985, hlm. 1. 

33

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi


(36)

Organisasi massa atau ormas merupakan suatu gerakan politik yang pada prinsipnya juga bentuk dari partai. Pengertian organisasi massa menurut undang-undang. Dalam Pasal 1 UU No 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Bab I (1), yang dimaksud dengan Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Organisasi massa di Indonesia didirikan pada dasarnya dilatarbelakangi oleh kepentingan.34 Seperti misalnya kepentingan sosial dengan mengangkat isu-isu sosial dan usaha-usaha pembelaan terhadap kaum marginal, kepentingan ekonomi sebagai upaya mengangkat derajat kemakmuran dan kesejahteraan kelompoknya, kepentingan politik sebagai upaya rektrutmen massa politik untuk kemudian disalurkan aspirasi politiknya melalui partai politik tertentu yang mempunyai kesepahaman ideologi yang sama pada awalnya. Kemudian kepentingan religius yang merupakan upaya untuk perkuatan kelompok religi dalam melakukan pembinaan dan rekrutmen, selanjutnya kepentingan budaya yang fokus pada upaya konservasi kebudayaan, kepentingan profesi untuk peningkatan kualitas profesionalime di bidang profesi tertentu, dan kepentingan

networking atau lobi sebagai upaya perluasan jaringan (network) dalam rangka

penguatan pengaruh yang bermanfaat untuk melobi kekuasaan.

       34


(37)

Namun di era demokrasi sekarang kepentingan lebih menjadi faktor perekat yang signifikan, nilai-nilai kesamaan ideologi menjadi tidak esensial selama tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Dalam perjalanan mencapai tujuannya, ormas memerlukan suatu pondasi yang menjadi basis kekuatan dari ormas tersebut.

Kekuatan Ormas di Indonesia masih mengandalkan beberapa faktor.35

Pertama, figur sentris atau ketokohan para pemimpin, karena menjadi suatu hal

yang sangat krusial dalam membangun dan memperkuat kekuatan ormas tersebut.

Kedua, fleksibilitas ideologi menjadi titik awal kebesaran ormas dikarenakan

besar kecilnya ormas akan tergantung dari eksklusifitas atau ekstrofertifitas dari ormas tersebut. Ketiga, adanya dukungan pemerintah, karena rekognisi dari pemerintah dan dukungan fasilitas pemerintah masih menjadi darah untuk keberlangsungan ormas. Keempat, faktor militansi dari segenap organ ormas yang menjadi isu sentral dalam perjalanan pembinaan ormas, terutama dalam hal voluntarisme kader untuk membesarkan ormas. Intinya benefit secara ekonomis dan politis masih menjadi daya tarik terkuat untuk kader bergabung dengan ormas. Kelima, faktor moral dari segenap organ ormas, dan kepatuhan dan ketaatan terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ormas. Keenam, faktor administrasi, karena ormas-ormas yang ada masih memiliki kesulitan dalam hal administrasi, terutama dalam hal pembukuan keuangan dan pendataan anggota.

       35


(38)

2.1.1 Gerakan Perubahan

Dalam analisis politik modern, partisipasi politik merupakan suatu masalah yang penting, dan akhir-akhir ini banyak dipelajari terutama dalam hubungannya dengan negara berkembang. Pada awalnya studi mengenai partisipasi politik menfokuskan diri pada partai politik sebagai pelaku utama, tetapi dengan berkembangnya demokrasi banyak muncul kelompok masyarakat yang juga ingin memengaruhi proses pengambilan keputusan mengenai kebijakan umum. Kelompok-kelompok ini kecewa dengan kinerja partai politik dan cenderung untuk memusatkan perhatian pada satu masalah tertentu, dengan harapan akan lebih efektif memengaruhi proses pengambilan keputusan melalui

direct action36.

Pendapat Miriam Budiardjo di atas juga dijelaskan secara lebih kongkrit dengan melihat organisasi massa memakai prinsip pergerakan (movement) dan sebagai kelompok penekan (pressure group). Gerakan adalah kelompok atau golongan yang ingin mengadakan perubahan, atau menciptakan suatu lembaga baru dengan memakai cara – cara politik. Sedangkan kelompok penekan (pressure

group) adalah kelompok yang memperjuangkan kepentingan dan berusaha

memberi pengaruh terhadap kekuatan politik yang ada di pemerintahan. Kelompok ini bisa terdiri dari perkumpulan, golongan, ataupun partai yang berada di luar pemerintahan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell Jr. melalui buku Comparative Politics: A Developmental

Approach, mereka memperkenalkan suatu istilah ‘sistem politik’ yang keluar dari

      

36


(39)

pemaknaan tradisional. Sistem politik yang mereka perkenalkan tidak hanya terdiri dari institusi pemerintahan, namun juga semua sturktur dalam aspek-aspek politik di negara tersebut. Sehingga sistem yang ada menyebabkan ketergantungan antara satu dengan bagian lain, dan memiliki batas di antara mereka dan lingkungannya.37

Di negara-negara demokaratis pada umumnya dianggap jika lebih banyak partispasi masyarakat, maka lebih baik. Dalam alam pemikiran ini,, tingginya tingkat partisipasi menunjukkan bahwa warga mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan itu. Hal itu juga menunjukkan bahwa rezim yang bersangkutan memiliki kadar keabsahan atau legitimasi yang tinggi. Dalam kehidupan demokratis, juga dikenal istilah struktur politik, yang memiliki sistem merujuk pada organisasi dan institusi yang memelihara atau mengubah struktur politik, dan secara khusus menampilkan fungsi-fungsi sosialisasi, rekrutmen, dan komunikasi politik. Struktur politik ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni yang bersifat formal dan informal. Menurut Almond dan Coleman, struktur politik dibedakan atas infrastruktur yang terdiri dari struktur masyarakat, suasana kehidupan masyarakat, dan sektor politiknya. Sedangkan suprastruktur terdiri dari sektor pemerintahan, suasana, dan sektor politik pemerintahan.38

Struktur formal merupakan mesin politik yang dengan absah mengidentifikasi segala masalah, menentukan dan melaksanakan segala keputusan       

37

Almond dalam Riant Nugroho Dwidjowijoto, Komunikasi Pemerintahan: Sebuah

Agenda Bagi Pemimpin Pemerintahan Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 59.  38

Almond dan Colleman dalam Budi Winarno, Sistem Politik Indonesia Era Reformasi , Yogyakarya, 2008, hlm. 85.  


(40)

yang mempunyai kekuatan mengikat kepada seluruh masyarakat, sedangkan sturktur informal merupakan struktur yang mampu memengaruhi cara kerja aparat masyarakat untuk mengemukakan, menyalurkan, menerjemahkan, mengonversikan tuntutan, dukungan, dan masalah tertentu yang berhubungan dengan kepentingan umum. Organisasi massa termasuk ke dalam struktur politik informal, sebagaimana partai politik, kelompok-kelompok kepentingan, media massa, dan lembaga non-pemerintah lainnya.

Salah satu sebab masyarakat mulai membentuk kelompok-kelompok ini, karena mulai menyadari bahwa suara satu orang (misalnya dalam pemilihan umum) sangat kecil pengaruhnya, terutama di negara-negara berpenduduk dengan jumlah besar seperti Indonesia. Gerakan kelompok ini dari upaya penggabunngan diri individu dengan orang lain, agar suara dan aspirasinya menjadi lebih didengar oleh pemerintah. Tujuan kelompok ini adalah mempengaruhi kebijakan pemerintah agar lebih menguntungkan mereka. Pada era reformasi di Indonesia, kelompok atau lembaga non-pemerintah ini semakin mengakar dalam masyarakat, dengan perhatian dan konstentrasi yang beragam, misalnya di bidang demokrasi, globalisasi, good governance, pemberdayaan konsumen, media, pertanian, korupsi, isu lingkungan, pemberdayaan perempuan, dan lain-lain. Organisasi ini terlibat aktif memengaruhi kebijakan publik berkenaan dengan bidang-bidang mereka masing-masing, terlibat dengan lobi-lobi politik di DPR dan pemerintah agar kepentingan mereka diperhatikan dan tujuan mereka tercapai melalui sistem politik.39

      

39


(41)

Dasar dari kelompok ini adalah ‘protes’, dan mereka sangat kritis terhadap cara-cara berpolitik para politisi dan pejabat. Mereka menginginkan desentralisasi dan kekuasaan negara, desentralisasi pemerintah, partisipasi dalam peningkatan swadaya masyarakat, terutama masyarakat lokal. Kelompok-kelompok ini kemudian berkembang menjadi gerakan sosial (social movement) dan mulai berkembang istilah group politics ataupun new politics untuk mengidentifikasi gerakan sosial ini. Sejalan memang dengan pasal 1 UU No 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), bahwa gerakan sosial merupakan bentuk perilaku kolektif yang berakar dalam kepercayaan dan nilai-nilai yang dianut bersama. T. Tarrow dalam bukunya Power in Movement (1994) berpendapat bahwa gerakan sosial adalah tantangan kolektif oleh orang-orang yang mempunyai tujuan bersama berbasis solidaritas, yang dilaksanakan melalui interaksi secara terus-menerus dengan para elite, lawan-lawannya dan pejabat-pajabat.40

2.2 Strategi Komunikasi Politik 2.2.1 Komunikasi

Gordon I. Zimmerman yang dikutip oleh Deddy Mulyana41 mengatakan bahwa manusia melakukan komunikasi dengan dua tujuan besar, yakni untuk menyelesaikan tugas-tugas penting yang menjadi kebutuhan manusia yang mendasar, dan selanjutnya untuk menciptakan dan memupuk hubungan dengan orang lain. Sehingga komunikasi memiliki fungsi isi, melibatkan pertukaran       

40

T. Tarrow dalam Miriam Budiardjo, op. cit., hlm. 383. 

41


(42)

informasi yang diperlukan oleh manusia untuk menyelesaikan tugas, dan fungsi hubungan yang melibatkan pertukaran informasi mengenai hubungan dengan pihak lain. Fungsi komunnikasi tidak dapat dilepaskan dari kegunaannya dalam konteks sosial, dan dalam hal pengambilan keputusan untuk melakukan sesuatu atau tidak. Karena dalam keputusan terdapat suatu proses informasi yang melibatkan persuasi sehingga manusia memperoleh dukungan terhadap apa yang diputuskan dan dilakukannya. Dengan tujuan adalah menyamakan pengertian terhadap suatu informasi yang diproses dengan apa yang dipahami oleh orang lain.

Komunikasi memiliki banyak ruang dan sisi, sehingga pada prakteknya komunikasi juga bersifat multifaset. Riant N. Dwidjowijoto mengungkapkan bahwa faset komunikasi mencakup dua hal pokok yang bersifat teknis yakni pesan dan media.42 Komunikasi yang efektif hanya bisa dicapai minimal, pesannya benar, mudah dipahami, dan mudah dikomunikasikan, serta media atau cara penyampaiannya sesuai dengan kondisi komunikator dan komunikannya. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan gambar berikut:

      

42


(43)

Konteks Psikologis

Komunikator Pesan Media Komunikan

Konteks Sosiologis

Gambar 2. Proses Untuk Mencapai Kesamaan Makna Pesan

Sumber: Riant Nugroho Dwidjowijoto, 2004. Komunikasi Pemerintahan: Sebuah Agenda Bagi Pemimpin Pemerintahan Indonesia, hlm. 74

Dari gambar di atas tampak bahwa proses untuk mencapai kesamaan makna dipengaruhi oleh tiga faset atau sisi, yaitu sisi komunikasinya sendiri, sisi psikologi dari masing-masing, dan sisi sosiologis dari masing-masing. Faset psikologis berkenaan dengan nilai psikologis dari komunikator dan komunikan. Dalam bahasa yang lebih umum yang disebut sebagai nilai psikologis adalah kondisi kebutuhan dari masing-masing individu dalam melaksanakan komunikasi tersebut. Faset sosiologis merupakan konteks sosial dari individu, misalnya lingkungan, sistem nilai budaya, dan bentuk-bentuk sosial lainnya yang dapat mempengaruhi pengertian pesan antara komunikator dan komunikan.

Jika komunikasi dipandang dalam arti yang lebih luas meliputi seluruh pertukaran pesan di antara individu-individu warga masyarakat dari mulai kelompok terkecil hingga sampai pada kelompok yang lebih luas. Dalam jangkauannya, komunikasi tidak hanya berlangsung dalam ruang lingkup internal, namun juga eksternal.


(44)

2.2.2 Komunikasi Politik

Politik dan komunikasi merupakan dua entitas yang saling berhubungan, baik dilihat dari sudut panndang relasi empirik ataupun dalam tinjauan akademis. Secara empirik, politik adalah sebuah proses kekuasaan yang menyebabkan dinamika kehidupan berjalan secara struktural, formal, dan asimetris. Sedangkan untuk kajian maupun tinjauan akademis, politik dilihat dari bagaimana kekuasaan dan pemerintahan dilihat dari teori-teori yang ada, digunakan dalam menganalisis fenomena yang terjadi. Dalam kaitannya dengan komunikasi, di sini komunikasi menjadi instrumen yang akan menjelaskan baik secara vertikal maupun horizontal. Kata menjelaskan di sini adalah mempertegas dan menyebarluaskan inti dan hakikat dari politik kepada masyarakat.

Jurgen Habermas mengatakan bahwa untuk mencapai kekuasaan melalui politik, caranya adalah dengan meletakkan komunikasi sebagai sebuah politik, karena komunikasi merupakan sebuah proses perebutan pengaruh yang paling demokratis yang pernah ada. Cara memperoleh legitimasi atau dukungan ada beberapa jalan, antara lain melalui kekuatan fisik (termasuk militer), dengan uang, jabatan, dan pemerasan. Namun keempat hal di atas bukanlah sarana yang cukup fair jika dibandingkan dengan komunikasi. Di dalam komunikasi, mereka yang berebut kekuasaan harus mampu memengaruhi orang banyak baik dengan cara-cara yang kharismatikal ataupun cara-cara-cara-cara yang intelektual. Karena komunikasi merupakan sarana paling adil, bahkan paling manusiawi untuk saling mempertukarkan pengaruh dan memperebutkan kekuasaan.43

      

43


(45)

Komunikasi politik yang bersinggungan dengan organisasi atau kelompok menjadi jiwa dari organisasi politik tersebut.44 Melalui itu, terdapat beberapa tujuan yang hendak dicapai untuk memasyarakatkan suatu organisasi politik seperti yang dijelaskan oleh Redi Panuju, yakni dengan menyosialisasikan keberadaannya kepada masyarakat, membangun citra positif dalam rangka mencari dukungan, menggalang opini publik dalam rangka membangun, menyeleksi isu, dan merangkumnya menjadi formulasi kebijakan, dan membangun jaringan dalam rangka efektivitas kerja. Oleh karena itu dibutuhkan suatu strategi komunikasi politik untuk mewujudkan empat tujuan tersebut.

2.2.3 Langkah Strategik

Di kalangan militer terdapat ungkapan yang amat terkenal yang berbunyi “To win the war, not to win the battle” yang berarti memenangkan perang, bukan memenangkan pertempuran. Dalam hal ini, sangat diperlukan strategi untuk memenangkan perang, sedangkan taktiknya adalah untuk memenangkan pertempuran. Demikian pula dalam komunikasi, lebih-lebih komunikasi yang dilancarkan suatu organisasi, apakah itu komunikasi politik atau komunikasi bisnis. Pada ahli komunikasi, terutama di negara-negara yang sedang berkembang, dalam tahun-tahun terkahir ini menumpahkan perhatian yang besar terhadap strategi komunikasi atau communication strategy, dalam hubungannya dengan penggiatan pembangunan nasional di negara masing-masing. Fokus perhatian ini memang penting untuk ditujukan kepada strategi komunikasi, karena berhasil       

44


(46)

tidaknya kegiatan komunikasi secara efektif banyak ditentukan oleh strategi komunikasi.45

Dengan demikian, strategi komunikasi, baik secara makro (planned

multi-media strategy) maupun secara mikro (single communication medium strategy)

mempunya fungsi ganda. Pertama, untuk menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif, dan instruktif secara sistematik kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal. Kedua, untuk menjembatani ‘cultural gap’ akibat kemudahan diperolehnya dan kemudahan dioperasionalkannya media massa yang begitu ampuh, yang apabila dibiarkan akan merusak nilai-nilai budaya. Strategi komunikasi pada hakikatnya adalah perencanaan komunikasi dan manajemen komunikasi untuk mencapai suatu tujuan dari suatu aktivitas komunikasi. Tetapi untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah, melainkah harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya. Dalam arti kata, ada pendekatan atau approach yang bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung dari situasi dan kondisi. Pendekatan yang dilakuan terhadap efek yang ditimbulkan juga bisa bermacam-macam, seperti penyebaran informasi, melakukan persuasi, atau melaksanakan instruksi.

Dalam strategi komunikasi, peranan komunikator sangatlah penting, karena strategi komunikasi harus luwes sedemikian rupa sehingga komunikator sebagai pelaksana dapat segera membuat suatu perubahan apabila ada suatu faktor yang mempengaruhi.46 Tahapan komunikasi hendaknya dimulai dengan       

45 

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, Bandung, 2003, hlm.299. 

46


(47)

membangkitkan perhatian atau atensi, dan dalam hubungan ini komunikator harus menimbulkan daya tarik. Pada diri komunikator memang harus terdapat faktor daya tarik komunikator (source attractiveness). Seorang komunikator memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan sikap, pendapat, dan tingkah laku komunikasi melalui mekanisme daya tarik, jika komunikan merasa bahwa komunikator ikut serta dengan pendapatnya, dengan kata lain pihak komunikan merasa adanya kesamaan dengan komunikator. Sikap komunikator yang berusaha menyamakan diri dengan komunikasi ini akan menimbulkan simpati komunikan.

Dalam kaitannya dengan fenomena politik, maka langkah strategi untuk memenangkan suatu ‘peperangan’ dalam tataran politik, dengan mengidentifikasi siapa yang pantas menjadi komunikator dalam komunikasi politik. Langkah utama dalam strategi komunikasi politik adalah merawat ketokohan, selain dari memantapkan kelembagaan, meningkatkan kemampuan dan dukungan lembaga dalam menyusun pesan politik, menetapkan metode, dan memilih media politik yang tepat. Suatu strategi dalam komunikasi politik adalah keseluruhan keputusan kondisional pada saat tertentu mengenai tindakan yang akan dijalankan guna mencapai tujuan politik pada masa depan.47

Langkah awal yang umumnya ditempuh adalah menguatkan faktor ketokohan sebagai komunikator dalam suatu gerakan politik. Dalam kepemimpinan atau ketokohan selalu ada indikator yang menjadi karakteristik, sehingga bisa dirumuskan menjadi bagian dari proses komunikasi, yang dalam hal ini adalah komunikasi politik. Penempatan figur yang tepat dalam menjalankan

      

47


(48)

proses ini merupakan langkah atau strategi untuk mencapai tujuan. Uraian di atas merupakan deskripsi kemanfaatan analisis dengan mengambil objek atau subjek komunikasi dan politik sebagai kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh dukungan atau legitimasi, mempengaruhi khalayak, kegiatan mobilisasi massa, membangun citra dan kepercayaan (kredibilitas), serta menyebarluaskan ide-ide baru politik sehingga semua fungsi dalam sistem politik bekerja.

2.3 Endorser atau Ketokohan

Perlambangan yang merupakan suatu identitas merek yang dibawakan dalam komunikasi politik merupakan jalan untuk mencitrakan sesuatu yang bertujuan untuk dikenal dan dilekatkan ke benak publik. Bagi personal yang memiliki identitas yang khas dan spesifik akan memudahkan untuk diidentifikasi di antara yang lainnya. Dalam hal ini, percitraan yang difokuskan adalah kepada personal atau tokoh. Ketokohan ini selalu diasosiasikan sebagai suatu figur yang ditempatkan sebagai pemimpin, sehingga erat kaitannya dengan kepemimpinan atau tokoh sentral. Kepemimpinan menurut Tannenbaum, Weschler, dan Massarik (1961) adalah pengaruh antarpribadi yang dilaksanakan dan diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan tertentu48.

Sebagai contoh umum, dengan terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemilihan umum 2004, yang berasal dari partai baru, yakni Partai Demokrat yang hanya memperoleh suara sekitar 8%, jelas memperlihatkan

       48


(49)

kuatnya pesona kepribadian dibanding determinasi partai. Kecenderungan ini misalnya sudah lama dijumpai di negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, beberapa negara Eropa.

Fenomena yang seperti ini disebut oleh Capara dan Zimbardo sebagai era personalisasi politik.49 Kecenderungan ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti semakin tingginya tingkat pendidikan masyarakat serta semakin mudahnya mendapatkan informasi, peran mobilisasi dan elit politik yang semakin terbatas, dan peran media massa yang semakin gencar sebagai alat kampanye. Sehingga dalam kondisi seperti itu, dapat dimengerti bahwa karakteristik kepribadian menjadi patokan bagi masyarakat untuk memilih pemimpin mereka.

2.3.1 Karakter Kepemimpinan

Ada dua pendapat yang berbeda, mengenai apa yang menyebabkan seseorang dapat menjadi pemimpin. Pendapat pertama menekankan pada karakteristik unik dari sang pemimpin, dan pendapat kedua menekankan pada kekuatan situasi yang menekan kelompok.50 Teori The Great Man atau Orang Besar menyatakan bahwa beberapa orang yang karena personalitas dan karakteristik uniknya, ditakdirkan untuk memimpin. Banyak studi yang membandingkan bagaimana perbedaan antara pemimpin dengan pengikutnya.

Pertama, pemimpin cenderung unggul dalam kemampuan membantu

kelompok meraih tujuan, karena pemimpin memiliki keunggulan intelektual,       

49

Hamdi Muluk, Mozaik Psikologi Politik Indonesia. Jakarta, 2010, hlm. 61. 

50

Chemers dalam Shellye E. Taylor (et.al.), Psikologi Sosial: Edisi Kedua Belas, 2009, hlm. 403. 


(50)

keahlian politik, kekuatan fisik, atau keterampilan relevan dengan aktivitas dan tujuan kelompok. Kedua, pemimpin cenderung memiliki keterampilan interpersonal yang membantu menyukseskan interaksi kelompok, seperti lebih kooperatif, terorganisir, dan empatik. Ketiga, pemimpin memiliki motivasi untuk memiliki pengakuan dan keunggulan, lebih ambisius, berorientasi prestasi, dan mau mengemban tanggung jawab. Keempat, pemimpin cenderung lebih percaya diri terhadap kemampuan sendiri dan lebih optimis terhadap kesuksesan kelompoknya.51

Menurut Prof. Dr. Hamdi Muluk dalam bukunya Mozaik Psikologi Politik Indonesia, terdapat empat model kepemimpinan politik, yakni sebagai berikut 52: 1. Model Atribut Kepribadian (Personality Attibute Model)

Studi-studi yang menggunakan model ini mementingkan karakteristik kepribadian aktor atau pemimpin politik sebagai determinan utama untuk menentukan kinerja kepemimpinan yang ditampilkan. Model ini dipelopori oleh beberapa tokoh, seperti Erikson dan Gardner. Model ini menempatkan pemimpin politik sebagai The Great Man yang memiliki kemampuan unggul dibandingkan orang rata-rata. Namun pada perkembangannya, ciri kepribadian pemimpin tersebut tidaklah konsisten dari satu waktu ke waktu lain, dari satu situasi ke situasi yang lain.

Herman pada tahun 1986 mengatakan terdapat tujuh aspek dari karakter pemimpin yang relevan dan dapat menentukan kepemimpinan, yakni pertama, keyakinan atau paham-paham politik mendasar dari seorang pemimpin, kedua,       

51

 Ibid. 

52


(51)

gaya politiknya, ketiga, motif politik pemimpin dalam mencapai posisi politiknya, keempat, pola reaksi pemimpin dalam menghadapi situasi stres terutama dalam tekanan politik, kelima, bagaimana kondisi psikologis waktu pertama kali ia memasuki dunia politik, keenam, pengalaman dan kemampuan politik sebelumnya, dan ketujuh, iklim politik ketika ia memasuki dunia politik.

2. Model Pemimpin dan Pengikut (Leader and Constituent Model)

Model ini mementingkan faktor bagaimana pemimpin memperlakukan pengikutnya, bagaimana model pertukaran antara pemimpin dan pengikutnya. Dalam model ini terdapat tiga pola yang mungkin terjadi dalam model ini.

Pertama, pemimpin yang dominan sementara pengikut sangat lemah. Hal ini

juga mengasumsikan pemimpin tahu apa-apa yang akan dicapainya. Model seperti ini juga mirip dengan ‘Model Atribut Kepribadian’. Kedua, pemimpin yang mengetahui apa yang diinginkan oleh pengikutnya dan menawarkan apa yang mampu ia penuhi. Pola ini bersifat transaksional. Ketiga, pola yang mengasumsikan pemimpin hanya sebagai boneka, yang lemah dan pengikutnya kuat. Pemimpin diberi arahan dan sasaran, sebagai agen dari kepentingan kelompok.

3. Model Faktor Konteks (Contextual Factor Model)

Model ini beranggapan bahwa kepemimpinan politik adalah fungsi dari faktor situasi atau konteks tertentu. Konteks yang dimaksud adalah setting


(52)

atau latar situasi di mana pemimpin ini tampil. Corak kepemimpinan ini sangat tergantung dengan situasi kapan, pada latar budaya apa, dan dalam konteksi situasi politik seperti apa. Pemetaan terhadap situasi atau konteks ini sangat penting karena berfungsi sebagai faktor tuntutan, faktor pengendala, ataupun faktor yang menfasilitasi munculnya suatu tindakan tertentu dari seorang pemimpin. Dalam hal ini, dapat dimengerti mengapa suatu keputusan politik tertentu dapat muncul, dan pada situasi lain tidak. Asumsi dasarnya adalah kepemimpinan politik merupakan respon timbal balik antara si pemimpin dengan faktor situasi, lingkungan, dan konteks tertentu.

4. Model Integratif (Integrative Model)

Model ini mengintegrasikan fungsi dan interaksi dari ketiga model di atas, yakni kepribadian, pola hubungan pemimpin-pengikut, dan lingkungan yang melatarinya. Sehingga untuk mengerti hakikat dari pemimpin politik, harus mengetahui karakter atau atribut kepribadian pemimpin, termasuk latar belakangnya sebelum menjadi pemimpin, karakteristik orang-orang atau kelompok yang menjadi pengikutnya, bagaimana interaksi antara pemimpin dengan yang dipimpin, konteks lingkungan di mana pemimpin berada, serta perilaku kepemimpinan yang ditampilkannya.


(53)

Secara skematik, model ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3. Model Kepemimpinan Politik Integratif

Sumber: Hamdi Muluk, 2010. Mozaik Psikologi Politik Indonesia, hlm. 67.

Kepemimpinan menjadi bagian dari kekuasaan, tetapi tidak sebaliknya. Pemimpin harus memiliki empat syarat, yakni memiliki kekuasaan, kewibawaan, kemampuan, dan yang terpenting memiliki pengikut-pengikut. Tiga syarat sebelumnya adalah cara bagaimana pemimpin memiliki dan mendapatkan pengikut. Pemimpin tidak memiliki arti jika ia tidak memiliki pengikut.53 Dan kepemimpinan merupakan hubungan antara pihak yang memilki pengaruh dan orang yang dipengaruhi, dan juga merupakan kemampuan menggunakan sumber pengaruh secara efektif. Namun kepemimpinan lebih menekankan pada kemampuan persuasi untuk mempengaruhi pengikut. Selain itu, kepemimpinan juga merupakan upaya untuk melaksanakan suatu tujuan yang menjadi kepentingan bersama, baik pemimpin maupun pengikut.

Oleh karena itu, kepemimpinan politik berbeda dengan elit politik, karena menurut Pareto54, elit politik adalah orang-orang yang memiliki nilai-nilai yang paling dinilai tinggi dalam masyarakat, seperti kekayaan atau wewenang.       

53

 Riant Nugroho Dwidjowijoto, op.cit,. hlm. 76. 

54 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta, 1999, hlm. 134. 

Periaku Kepemimpinan

Karakteristi k Pemimpin

Hubungan antara pemimpin

dan pengikut


(1)

DAFTAR PERTANYAAN

Narasumber : Deklarator Nasional Demokrat Pewawancara : Fanny Yulia

A. Pribadi Narasumber

1. Bagaimana kronologis Anda bergabung bersama ormas Nasional Demokrat?

Pertanyaan ini untuk mengetahui bagaimana kondisi sosial dan politik ketika

subjek bergabung dengan Nasdem, sehingga dapat diketahui siapa atau apa yang

melatarbelakangi subjek memutuskan untuk bergabung dengan Nasdem.

B. Pandangan terhadap Surya Paloh dalam tataran organisasi Nasdem

1. Apakah Anda menerima sepenuhnya gagasan Restoras Indonesia dan Gerakan Perubahan yang dibawa oleh Surya Paloh di Nasdem?

2. Menurut Anda, apakah ada kesamaan pandangan antara Anda dengan Surya Paloh dalam hal kondisi kekinian Indonesia?

3. Bagaimana Anda memandang posisi Surya Paloh sebagai pemimpin Nasdem? 4. Bagaimana kedekatan emosional Anda dengan Surya Paloh dalam tataran dan

kegiatan organisasi massa ini?

5. Dalam manajerial organisasi, apakah Surya Paloh orang yang cepat mengambil tindakan, dan dapat menilai situasi secara tepat?

6. Bagaimana tannggapan Anda tentang pemberitaan media massa yang mengatakan adanya pelarangan kader parpol yang turut aktif di Nasdem?


(2)

7. Bagaimana tanggapan Surya Paloh dan bagaimana ia komunikasi internal dengan anggota Nasdem mengenai hal tersebut?

8. Bagaimana menurut Anda keahlian berkomunikasi Surya Paloh, dalam orasi, komunikasi politik, komunikasi interpersonal, sebagai pemimpin Nasdem?

9. Sebagai pemimpin organisasi, apakah Surya Paloh dapat membangun hubungan interpersonal dengan pendukung/deklarator Nasdem, misalnya memberikan arahan atau pedoman, mengakomodasi gagasan anggota, dan memberikan percontohan perilaku ideal bagi organisasi ini?

10.Apakah Surya Paloh dapat memantau informasi yang berkenaan dengan proses organisasi, seperti kekuatan, kelemahan, dan kendala?

11.Bagaimana kemampuan negosiasi Surya Paloh?

12.Bagaimana Anda memandang citra Surya Paloh sebagai Ketua Umum Nasdem, baik di kalangan internal (deklarator/pengurus) dan di masyarakat luas?

13.Dari segi apakah kekuatan Nasdem jika ditilik dari poin Surya Paloh sebagai kepemimpinan atau tokoh sentral?

Narasumber diminta untuk mendeskripsikan secara detail bagaimana sosok Surya

Paloh di dalam ranah organisasi, sebagai organisatoris, bagaimana dia dulu di

organisasi lama, dalam pengambilan keputusan, kemampuan koordinasi, dan

mobilisasi pendukung.

C. Pandangan tentang situasi nasional dan kaitannya dengan Surya Paloh


(3)

2. Bagaimana Anda memandang sosok Surya Paloh untuk branding politik untuk Nasdem?

3. Seberapa kritiskah Surya Paloh dalam menilai dan menimbang kebijakan-kebijakan pemerintah, terlebih beliah selalu berada di luar zona pemerintahan? 4. Apakah kritikan dan saran yang disampaikan Surya Paloh mendapat perhatian dari

pemerintah?

5. Apakah dalam tataran sosial politik Indonesia, Surya Paloh memiliki pengikut atau basis massa yang banyak di luar Nasdem?

D. Pandangan terhadap Kepribadian Surya Paloh

1. Sejak kapan, seberapa lama, dan seberapa jauh Anda mengenal Surya Paloh? Sebagai seorang pribadi, politisi, dan pemimpin?

2. Apa hal yang menurut Anda paling berkesan bagi kehidupan pribadi Surya Paloh? 3. Seberapa besar atensi dan pengetahuan Anda tentang rekam jejak Surya Paloh? 4. Dari hal tersebut, manakah yang paling berkesan dan Anda ingat?

5. Apa prestasi politik Surya Paloh yang menurut Anda paling baik?

6. Apakah ia termasuk orang yang supel, setia kawan, dan dapat bergaul dengan semua kalangan?


(4)

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Jl. Dr. A. Sofyan No. 1 Telp. (061) 8217168

NO TANGGAL PERTEMUAN PEMBAHASAN PARAF PEMBIMBING 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

26 April 2010 06 Mei 2010 20 Mei 2010 26 Mei 2010 26 Agustus 2010 30 Agustus 2010 04 September 2010

12 November 2010 04 Desember 2010 06 Desember 2010

Penyerahan Proposal Judul ACC Proposal Judul ACC Seminar Proposal

Seminar Proposal Penyerahan Bab I, II, dan III

Bimbingan Bab I, II, dan III Penyerahan dan Bimbingan Draft Pertanyaan Indepth

Interview Bimbingan Bab IV

ACC Bab IV ACC Sidang Meja Hijau


(5)

BIODATA PENELITI

Nama Lengkap : Fanny Yulia Tempat, tanggal lahir : Solok, 25 Juli 1988 Nomor KTP : 13.02.06.2001.002093 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Anak ke : Satu

Jumlah Saudara : Tiga Orang Nama Orang Tua

Ayah : Famizar Ibu : Arnita Kontak Pribadi

Telepon : 08566333691

Email : fanny.yulia691@ymail.com Alamat

Kos : Jl. Dr.Mansur Gg. Idris Ahmad no.53 – Medan, Sumatera Utara

Rumah : Jl. Tangah no. 6 Koto Kaciak, Nagari Muaro Paneh, Bukit Sundi Kab. Solok – Sumatera Barat

Deskripsi Diri : Berjiwa pemimpin, organisator, mudah beradaptasi

Riwayat Pendidikan

2006 - 2010 : Program Strara 1 Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

2003 – 2006 : SMA Negeri 1 Kota Solok

2002 – 2003 : MTs Negeri Koto Baru, Kab. Solok

2000 – 2002 : MTs Negeri Model Gunung Pangilun, Kota Padang 1994 – 2000 : SD Negeri 01 Muara Panas, Kec. Bukit Sundi, Kab. Solok


(6)

Pengalaman Organisasi

2008 – 2009 :Pemimpin Umum, UKM Pers Mahasiswa SUARA USU 2007 – 2008 :Redaktur, UKM Pers Mahasiswa SUARA USU

2007 – 2008 :Pemimpin Redaksi, Buletin JENAWI HmI Komisariat FISIP USU

2006 – 2008 :Anggota Bidang Pendidikan dan Penalaran IMAJINASI FISIP USU

2006 – 2008 : Anggota Ikatan Mahasiswa Imam Bonjol (IMIB) USU

Prestasi

2008 – 2009 : Beswan Djarum DSO Medan

2009 : Finalis Mahasiswa Berprestasi Universitas Sumatera Utara 2009 : Finalis 20 Besar Nasional ‘Daihatsu Innovation For

Tomorrow’ dan Penerima Beasiswa DIT Scholarship 2009

Pengalaman Kerja/Magang

Juni – Juli 2008 : Sumut Pos Medan, sebagai reporter magang Oktober – November 2008 : Kajian Informasi, Pendidikan dan Penerbitan

Sumatra (KIPPAS) sebagai Freelance Januari – Februari 2010 :Metro TV Jakarta, Departemen Produksi dan

Kreatif sebagai staf magang di Program Healthy Life, dan Departemen News Gathering sebagai reporter magang.

Februari – April 2010 :Luxo Magazine sebagai Editor Mei – Juni 2010 :Inti Grafika di Bagian Editorial


Dokumen yang terkait

Opini Mahasiswa Terhadap Iklan Nasional Demokrat (Studi Deskriptif Opini Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU Terhadap Iklan Nasional Demokrat Di Metro TV)

0 54 90

PENGARUH TERPAAN IKLAN TELEVISI PARTAI NASIONAL DEMOKRAT TERHADAP PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (Studi Pada Masyarakat Dusun Geneng Desa Pacalan Kec. Plaosan Kab. Magetan)

1 51 29

Media dan Pemilu 2014: Analisis wacana kolom "Indonesia Memilih" Harian Umum Media Indonesia

0 6 98

Kepemilikan media dalam mencitrakan partai politik: analisis wacana kritis berita partai politik nasional Demokrat dalam kolom Indonesia memilih harian umum Media Indonesia

0 4 98

Pencitraan Partai Politik Nasional Demokrat Melalui Iklan Versi Sepak Bola (Studi Wacana Kritis Norman Fairclough Mengenai Iklan Partai Politik Nasional Demokrat Versi Sepak Bola

0 9 1

PROFILING SURYA PALOH DALAM SKH MEDIA INDONESIA PROFILING SURYA PALOH DALAM SKH MEDIA INDONESIA (Analisis Framing Profiling Surya Paloh dalam Surat Kabar Harian Media Indonesia Terkait dengan Pemilihan Ketua Umum Partai Golkar pada Musyawarah Nasional G

0 3 13

PENDAHULUAN PROFILING SURYA PALOH DALAM SKH MEDIA INDONESIA (Analisis Framing Profiling Surya Paloh dalam Surat Kabar Harian Media Indonesia Terkait dengan Pemilihan Ketua Umum Partai Golkar pada Musyawarah Nasional Golkar ke VIII).

0 4 27

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN PROFILING SURYA PALOH DALAM SKH MEDIA INDONESIA (Analisis Framing Profiling Surya Paloh dalam Surat Kabar Harian Media Indonesia Terkait dengan Pemilihan Ketua Umum Partai Golkar pada Musyawarah Nasional Golkar ke VIII).

0 3 26

Nasional Demokrat, Jabar Golkar.

0 0 1

Tabel 1: Berita tentang Surya Paloh

0 0 8