c. Transaksi lebih lancar karena pemakai atau konsumen tidak perlu menguji
dulu barang-barang yang akan dibelinya.
68
C. Pelabelan Standardisasi Suatu Produk Elektronik
1. Jenis-jenis Produk Elektronik yang Mendapatkan Pelabelan SNI
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian UUSPK tidak menerangkan secara jelas terkait dengan
jenis standardisasi, namun pada Pasal 4 UU SPK mengatakan bahwa : “Standardisasi dan penilaian kesesuaian berlaku terhadap barang, jasa, sistem,
proses, atau personal.” Dalam pasal tersebut terdapat pembatasan bidang yang dapat dilakukan proses standardisasi dan penilaian kesesuaian. Dengan kata lain
pasal tersebut telah merumuskan jenis standardisasi. Jenis yang dimaksud ialah : a.
Standardisasi barang Standardisasi barang merupakan proses merencanakan, merumuskan,
menetapkan, menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi standar terhadap barang yang beredar dalam perdagangan yang
dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan. Dalam hal ini, barang adalah setiap benda, baik berwujud
maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau
dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.
69
b. Standardisasi jasa
68
Ibid, hal. 89.
69
Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Bab I, Pasal 1 angka 12.
Universitas Sumatera Utara
Standardisasi jasa merupakan proses merencanakan, merumuskan, menetapkan, menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi
standar terhadap jasa dalam perdagangan yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan. Dalam hal ini,
jasa adalah setiap layanan dan unjuk kerja berbentuk pekerjaan atau hasil kerja yang dicapai, yang disediakan oleh satu pihak ke pihak lain dalam
masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.
70
c. Standardisasi sistem
Standardisasi sistem merupakan proses merencanakan, merumuskan, menetapkan, menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi
standar terhadap jasa dalam perdagangan yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan. Dalam hal ini,
sistem adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan untuk menjalankan suatu kegiatan.
71
Kementerian Perindustrian Kemenperin telah menerapkan SNI wajib untuk beberapa jenis produk elektronik. Tujuannya ialah untuk melindungi pasar
dalam negeri dari serbuan produk impor dengan mengeluarkan ketentuan SNI wajib bagi barang elektronik yang telah memiliki kompetensi tinggi di Indonesia.
Kemenperin telah menerapkan SNI wajib untuk pompa air, setrika listrik, dan televisi tabung. Selain itu, Kemenperin juga tengah menyusun SNI wajib untuk 37
produk elektronik dan konsumsi, disamping penguatan balai besar bahan dan
70
Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Bab I, Pasal 1 angka 13.
71
Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Bab I, Pasal 1 angka 14.
Universitas Sumatera Utara
barang teknik BP4T serta balai riset dan standardisasi Baristan Surabaya untuk uji lab barang elektronik. Berikut adalah daftar produk elektronik dan konsumsi
tersebut:
72
Gambar 1. Produk elektronik bertanda SNI.
Sumber :
http:www.slideshare.netspiritneverdieramadhan-bersama-sni-1, diakses pada tanggal 24 Mei 2016.
Dalam hal ini, ketua Gabungan Elektronik Indonesia Gabel mengatakan bahwa pada dasarnya pemanfaatan hasil SNI mempunyai beberapa keuntungan.
72
http:www.slideshare.netspiritneverdieramadhan-bersama-sni-1, diakses pada tanggal 24 Mei 2016.
Universitas Sumatera Utara
SNI pada produk elektronik akan mengurangi ketergantungan kepada barang- barang impor. SNI akan meningkatkan daya saing dan kualitas produk nasional
sehingga bias diminati oleh masyarakat. Beliau juga berpendapat bahwa produsen siap mengikuti aturan SNI wajib untuk produk elektronik yang kini sedang dalam
proses notifikasi di World Trade Organization WTO. Produsen elektronik yang tergabung dalam Gabel akan memenuhi standar insulation yang dipersyaratkan
SNI.
73
Bagi para produsen dilarang memperdagangkan produk elektronika bila tidak memiliki Surat Petunjuk Penggunaan Tanda Standardisasi Nasional
Indonesia SPPT SNI wajib. Apabila produsen tetap memperdagangkannya, maka akan berpotensi dikenakan sanksi penjara seperti yang diatur dalam Pasal 62
UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
74
2. Kebijakan Standar Nasional Indonesia SNI
Di era perdagangan bebas, peranan standar sangat vital. Di samping untuk perlindungan konsumen, standar juga sangat mujarab untuk melindungi produk
lokal. Bahkan, standar dapat dijadikan senjata untuk menciptakan sentiment negatif terhadap suatu produk.
75
Pemberlakuan standardisasi barang dimaksudkan untuk melindungi kepentingan umum, keamanan negara, perkembangan ekonomi sosial dan
pelestarian fungsi lingkungan hidup. Apabila SNI ini diterapkan oleh semua produk maka sangatlah mendukung percepatan kemajuan di negeri ini. Seperti
73
http:www.kemenperin.go.idartikel3545Kemenperin-Segera-Terapkan-SNI-Produk- Elektronik, diakses pada tanggal 11 Juni 2016.
74
http:citraindonesia.comdaftar-sni-wajib-elektronika-dan-telematika, diakses pada tanggal 11 Juni 2016.
75
Khesali Renald, “Perang Standar.” SNI Valuasi Volume 5 No. 2, 2011, hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
halnya di negara-negara Eropa yang produk-produknya sudah memenuhi standar nasional bahkan internasional. Adanya standardisasi nasional maka akan membuat
acuan tunggal dalam mengukur mutu produk danatau jasa di dalam perdagangan, yaitu SNI, sehingga dapat meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku
usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Di Indonesia standardisasi barang digunakan sebagai refrensi konsumen memilih dan membeli produk tertuang dalam SNI.
76
a. Bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna
produksi, mutu barang, jasa, proses, sistem danatau personel, yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing, perlindungan konsumen,
pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat khususnya di bidang keselamatan, keamanan, kesehatan dan lingkungan hidup, maka efektifitas pengaturan di
bidang standardisasi perlu lebih ditingkatkan; Ketentuan mengenai
standardisasi nasional telah diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No. 102 Tahun 2000 berisi tentang Standardisasi Nasional yang ditetapkan oleh Presiden RI pada
tanggal 10 November 2000. Ketentuan ini adalah sebagai pengganti PP No. 151999 tentang Standardisasi Nasional Indonesia dan Keppres No. 121991
tentang Pentusunan, Penerapan, dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia. Di dalam Peraturan Pemerintah RI No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi
Nasional pada butir a dan b menjelaskan bahwa tujuan penerapan SNI adalah :
76
Badan Standardisasi Naional, “Perlindungan Konsumen Melalui Standar.” SNI Valuasi Vol. 5 No. 2,
2011, hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
b. Bahwa Indonesia telah ikut serta dalam persetujuan pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia World Trade Organization yang di dalamnya mengatur pula masalah standardisasi berlanjut dengan kewajiban untuk menyesuaikan
peraturan perundang-undangan nasional di bidang standardisasi; Mengingat bahwa penerapan standar memiliki jangkauan yang luas maka
standar perlu memenuhi kriteria berikut :
77
a. SNI tersebut harmonis dengan standar internasional dan pengembangannya
didasarkan pada kebutuhan nasional, termasuk industri; b.
SNI yang dikembangkan untuk tujuan penerapan regulasi teknis yang bersifat wajib didukung oleh infrastruktur penerapan standar yang kompeten sehingga
tujuan untuk memberikan perlindungan kepentingan, keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian fungsi lingkungan hidup danatau,
pertimbangan ekonomi dapat tercapai secara efektif dan efisien; c.
Infrastruktur yang diperlukan untuk menunjang penerapan standar tersebut memiliki kompetensi yang diakui di tingkat nasionalregionalinternasional.
Pengaturan mengenai penerapan dan pemberlakuan standardisasi dalam UU SPK mencakup 2 dua aspek penerapan standar yaitu :
a. Penerapan SNI dilaksanakan secara sukarela dan;
b. Penerapan SNI secara wajib.
SNI dapat diterapkan secara sukarela oleh pelaku usaha, kementerian danatau lembaga pemerintah nonkementerian, danatau Pemerintah Daerah.
78
77
Purwanggono Bambang, Abduh Syamsir, Nurjanah, dkk, Pengantar Standardisasi Jakarta : Badan Standardisasi Nasional, 2009, hal. 80.
78
Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Bab III, Pasal 21 ayat 1 .
Universitas Sumatera Utara
Pelaku usaha, kementerian danatau lembaga pemerintah nonkementerian, danatau pemerintah daerah yang telah mampu menerapkan SNI dapat
mengajukan sertifikasi kepada Lembaga Penilai Kesesuaian selanjutnya disebut LPK yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional KAN.
79
Pelaku usaha yang telah mendapatkan sertifikat berkewajiban membubuhkan Tanda SNI
danatau Tanda Kesesuaian pada barang danatau kemasan atau label. Dalam hal ini pelaku usaha dilarang :
80
a. Membubuhkan Tanda SNI danatau Tanda Kesesuaian pada barang danatau
kemasan atau label di luar ketentuan yang ditetapkan dalam sertifikat; atau b.
Membubuhkan nomor SNI yang berbeda dengan nomor SNI pada sertifikatnya.
3. Praktek Pelaksanaan Standar Nasional Indonesia SNI di Indonesia Terkait
Produk Elektronik Menyambut era globalisasi dan liberalisasi perdagangan dunia melalui
forum internasional seperti WTO, APEC dan AFTA ASEAN motor perdagangan semakin dinamis dan cepat. Negara Indonesia merupakan bagian dari dunia yang
tidak bisa terlepas dalam perdagangan global. Standardisasi barang menjadi salah satu pilar utama dalam perdagangan bebas. Persaingan antar produsen dan juga
perlindungan konsumen menuntut adanya standardisasi barang. Standardisasi barang khususnya produk elektronik di Indonesia diarahkan untuk menjaga
79
Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Bab III, Pasal 21 ayat 2.
80
Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Bab III, Pasal 22 ayat 1.
Universitas Sumatera Utara
keamanan dan keselamatan para konsumen. Barang yang beredar dalam pasar harus memenuhi SNI serta persyaratan teknis yang diberlakukan secara wajib bagi
seluruh pelaku usaha.
81
Mulai tahun 2010 sampai 2014 diberlakukan kesepakatan bersama standar produk elektronik di lingkup ASEAN dalam ASEAN Harmonized Electrical and
Electronic Equiptment Regulatory Regime AHEEERR yang berlaku mulai
Januari 2011, yang menyepakati pelaksanaan harmonisasi standar, regulasi teknis dan penilaian kesesuaian, termasuk mendaftarkan lembaga penilai kesesuaian
listed conformity assessment bodies. Kesepakatan AHEEERR melingkupi seluruh peralatan listrik dan elektronik baru bukan bekas second hand yang
dihubungkan langsung dengan sumber listrik bervoltase rendah yakni 50-1.000 volt untuk arus AC dan 75-1.500 volt untuk arus DC atau yang menggunakan
baterai.
82
Pengaturan mengenai standardisasi barang ini dituangkan dalam UU Perdagangan pada Pasal 57 sampai dengan Pasal 59. Penerapan standardisasi
barang khususnya produk elektronik dalam UU Perdagangan mengharuskan barang yang telah diberlakukan SNI atau persyaratan teknis secara wajib, wajib
dibubuhi tanda SNI atau tanda kesesuaian atau dilengkapi sertifikat kesesuaian yang diakui oleh Pemerintah. Sementara itu produk elektronik yang
diperdagangkan dan belum diberlakukan SNI secara wajib dapat dibubuhi tanda SNI atau tanda kesesuaian sepanjang telah dibuktikan dengan sertifikat produk
81
Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Bab VII, Pasal 57 ayat 1.
82
http:m.okezone.comread201008013203586002014-24-sni-produk-elektronik- selesai, diakses pada tanggal 11 Juni 2016.
Universitas Sumatera Utara
penggunaan tanda SNI atau sertifikat kesesuaian. Sayangnya 60 elektronik asal China yang dijual di Indonesia ternyata tak punya SNI. Barang-barang elektronik
tersebut seperti rice cooker, home appliance, kotak kontak dan MCB. Produk- produk ini banyak yang tidak memiliki sertifikasi SNI.
83
Kewajiban penerapan standardisasi barang tersebut menimbulkan sanksi dimana pelaku usaha yang memperdagangkan barang yang telah diberlakukan
SNI atau persyaratan teknis secara wajib, tetapi tidak membubuhi tanda SNI, tanda kesesuaian, atau tidak melengkapi sertifikat kesesuaian akan dikenakan
sanksi administratif berupa penarikan barang dari distribusi. Dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian yang baru tertuang
adanya sanksi pidana bagi pihak yang melakukan pelanggaran. Pertama, setiap orang yang dengan sengaja memproduksi, mengedarkan barang, jasa industri yang
tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib di bidang industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1
huruf b, dipidana paling lama lima tahun dan denda paling banyak 3 miliar rupiah. Kedua, setiap orang yang karena kelalaiannya memproduksi, mengimpor,
mengedarkan barang, jasa industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknik, pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib di bidang industri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 huruf b, dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak 1 miliar rupiah. Selanjutnya, Pasal 53 ayat 1 huruf b
yang dimaksud adalah setiap orang dilarang memproduksi, mengimpor, danatau
83
http:m.liputan6.combisnisread66199360-elektronik-china-yang-dijual-di-indonesia- tak-punya-sni, diakses pada tanggal 11 Juni 2016.
Universitas Sumatera Utara
mengedarkan barang danatau jasa industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, danatau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib.
84
Penerapan serta pemberlakuan SNI tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan aspek antara lain:
85
a. Keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup;
b. Daya saing produsen nasional dan persaingan usaha yang sehat;
c. Kemampuan dan kesiapan dunia usaha nasional; danatau
d. Kesiapan infrastruktur lembaga penilaian kesesuaian.
Menyadari peran standardisasi yang penting dan strategis tersebut, pemerintah dengan Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1984 yang kemudian
disempurnakan dengan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1989 membentuk Dewan Standardisasi Nasional. Disamping itu telah dikeluarkan pula Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia SNI dan Keppres Nomor 12 Tahun 1991 tentang Penyusunan, Penerapan dan Pengawasan
SNI dalam Rangka Pembinaan dan Pengembangan Standardisasi Secara Nasional.
86
84
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian, Bab VII, Pasal 53 ayat 1 huruf b.
85
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, INSTRA : Indonesia Trade Inside, Jakarta : Kemendag, 2014 hal. 12, diakses pada tanggal 12 Juni 2016.
86
Agung Putra, Pengendalian dan Pengawasan Mutu Produk, Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang – Kanwil Departemen Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur,
November 1995, hal. 1, diakses pada tanggal 12 Juni 2016.
Setelah dibentuknya Dewan Standardisasi Nasional dan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar
Nasional Indonesia, dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1991 tentang Penyusunan, Penerapan dan Pengawasan SNI, yang kemudian ditindaklanjuti
dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 22KPII95, maka sejak 1
Universitas Sumatera Utara
Februari 1996 hanya ada satu standar mutu saja di Indonesia, yaitu Standar Nasional Indonesia SNI.
Pemberlakuan SNI ini merupakan suatu usaha penningkatan mutu, yang disamping menguntungkan produsen, juga menguntungkan konsumen, tidak
hanya konsumen dalam negeri tapi juga konsumen di luar negeri, karena standar yang berlaku di Indonesia telah disesuaikan dengan standar mutu internasional,
yaitu dengan telah diadopsinya ISO 9000 oleh Dewan Standardisasi Nasional dengan Nomor Seri SNI 19-9000:1992.
87
Dimana ISO 9000 sendiri adalah suatu standar yang ditetapkan oleh badan standardisasi dunia atau yang dikenal dengan
The International Organization for Standardization ISO berkaitan dengan
Penerapan Sistem Manajemen Mutu yang menjadi syarat minimal bagi setiap perusahaan yang ikut serta dalam perdagangan dunia. Sebagai tindak lanjut dari
penerapan Standar ISO 9000 adalah pelaksanaan Sertifikasi Perusahaan berdasarkan Standar Manajemen Mutu ISO 9000 yang telah dilaksanakan.
88
Pemberlakuan SNI wajib perlu didukung oleh pengawasan pasar, baik pengawasan pra-pasar untuk menetapkan kegiatan atau produk elektronik yang
telah memenuhi ketentuan SNI wajib tersebut maupun pengawasan pasca-pasar untuk mengawasi dan mengoreksi kegiatan atau produk elektronik yang belum
memenuhi ketentuan SNI itu. Apabila fungsi penilaian kesesuaian terhadap SNI yang bersifat sukarela merupakan pengakuan, maka bagi SNI yang bersifat wajib
penilaian kesesuaian merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh
87
Ahmadi Miru Sutarman Yodo, Op. Cit, hal. 69.
88
Endang Sri Wahyuni, Op. Cit, hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
semua pihak yang terkait. Dengan demikian, penilaian kesesuaian berfungsi sebagai bagian dari pengawasan pra-pasar yang dilakukan oleh regulator.
Direktur Jendral Standardisasi dan Perlindungan Konsumen SPK Kementrian Perdagangan Widodo pada saat itu mengatakan, ada pengusaha yang
mendapat Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia SPPT-SNI yang tidak konsisten memenuhi syarat tersebut saat mengedarkan
produknya. Hal itu terbukti saat pihaknya melakukan uji laboratorium produk yang telah beredar saat melakukan kegiatan penelusuran konsistensi mutu barang.
Seperti lampu hemat energy merek Citylam yang diimpor PT. Golden Batam dan mesin air Lakoni dengan tipe SP-127 seri produk 4000001 sampai 4059999 yang
diimpor PT. Perkakas Sumber Karya. Dari hasil uji lab terdapat hasil yang menunjukkan tidak sesuai standar SNI lagi. Sehingga dapat dikatakan bahwa
perusahaan itu tidak lagi menjaga konsistensi mutu yang diberlakukan di Indonesia.
89
Permasalahan mengenai kebijakan pemerintah dalam penerapan SNI di Indonesia terkait produk elektronik masih terlalu longgar dan tidak banyak
berpengaruh terhadap standar mutu dan kualitas barang elektronik yang beredar di pasar. Hal tersebut didasarkan atas ungkapan yang disampaikan oleh Santo
Kadarusman, Public Relation Marketing Event Manager PT. Hartono Istana Teknologi saat ditemui di pameran Polytron Home Appliances Road Show 2010-
Living Green, di Royal Plaza. Beliau juga mengatakan bahwa untuk bisa masuk ke negara lain, seperti Thailand, India, Bahrain dan Uni Emirat Arab UAE,
89
http:m.liputan6.combisnisread2352698logo-sni-juga-tak-jamin-mutu-barang, diakses pada tanggal 12 Juni 2016.
Universitas Sumatera Utara
produk kita harus melewati uji teknis dan kelayakan sampai 20-an rangkaian tes. Sedang di Indonesia paling hanya tiga atau empat tes saja.
90
a. Perlindungan sengatan listrik;
Tes pengujian keamanan produk listrik dan elektronika dilakukan mengacu kepada SNI, yyang
meliputi parameter uji:
b. Perlindungan bahaya mekanis dan api;
c. Perlindungan daya dan arus listrik;
d. Pengujian kenaikan suhu dan pengujian tidak normal.
Proses pengujian ini dilakukan di laboratorium pengujian produk listrik dan elektronika bernama SUCOFINDO berdasarkan Peraturan Menteri
Perdagangan RI No. 48M-DAGPER122011 tentang Ketentuan Impor Barang Modal Bukan Baru.
91
D. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Pembelian Produk Elektronik Berlabel SNI Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999
Apabila hal yang sama seperti negara lain juga diterapkan oleh pemerintah terhadap barang impor yang masuk ke Indonesia dengan sistem
yang lebih ketat, persaingan pasar dalam negeri bakal semakin fair dan konsumen sebagai end user pasti diuntungkan karena kualitas produk terjamin.
1. Perlindungan Hukum Terhadap Perjanjian Jual-Beli Produk Elektronik
90
http:nasional.news.viva.co.idnewsread158598-kebijakan-label-sni-tak-bertaring, diakses pada tanggal 17 Juni 2016.
91
http:www.sucofindo.co.idproduk-testing203pengujian-keamanan-produk-listrik- dan-elektronika.html, diakses pada tanggal 16 Agustus 2016
Universitas Sumatera Utara
Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain
untuk membayar harga yang telah dijanjikan, hal inilah yang dirumuskan dalam Pasal 1457 KUH Perdata.
92
a. Perlindungan hukum terhadap pihak penjual produsen
Dalam perjanjian jual beli produk elektronik yang berlangsung di Indonesia maka para pihak yang terlibat di dalamnya akan
mendapatkan perlindungan hukum. Jadi dalam hal ini yang mendapatkan perlindungan hukum adalah pihak penjual produsen dan pihak pembeli.
Penjual mendapat perlindungan hukum dalam hal memasarkan produknya melalui jaminan produkgaransi, karena jika barang yang dijual tersebut ternyata
rusak karena kesalahan pabrikan maka pihak produsen akan menanggung sepenuhnya kerugian yang timbul. Selain itu, bentuk perlindungan hukum
terhadap penjual diatur dalam Pasal 1236 KUHPerdata yang merumuskan bahwa pembeli harus membayar harga barang-barang berdasarkan kontrak, hukum dan
peraturan-peraturan saat terjadinya juak beli. Apabila terjadi wanprestasi dari pembeli tentang pembayaran angsuran maka pihak penjual berhak untuk menarik
barang tersebut dari tangan pembeli dengan ketentuan yang telah disepakati seperti yang diatur pada Pasal 1236-1243 KUHPerdata pembeli harus membayar
harga barang pada tanggal yang telah ditentukan dalam kontrak. Hal tersebut dilindungi oleh pemerintah dengan melibatkan aparat negara, jika pihak pembeli
tidak bersedia menyerahkan barang tersebut kepada pihak penjual.
92
Gunawan Widjaja Kartini Muljadi, Jual Beli, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
b. Perlindungan hukum terhadap pihak pembeli konsumen
Dalam rangka pemenuhan kepuasan konsumen atas barang yang dibelinya maka produsen memberikan perlindungan kepada pembeli berupa garansi
terhadap kualitas tiap-tiap produk elektronik dengan cara memperliatkan tanda sertifikasi SNI pada produk tersebut. Dengan adanya jaminangaransi tersebut
maka para konsumen mempunyai hak untuk mengajukan claim atas kerusakan, cacat dan kekurangan sebagai akibat dari kesalahan pabrik.
Sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian jual beli pada Pasal 1457 KUHPerdata, bahwa produsen harus menjamin kenikmatan konsumen dalam
menikmati barangnya dan mengganti kerugian bila konsumen dirugikan dalam menikmati barang yang dibelinya. Begitu juga dalam Pasal 1480 KUHPerdata
menjeaskan bahwa pembeli berhak menuntut pembatalan pembelian, jika penyerahan barang tidak dapat dilaksanakan karena akibat kelalaian penjual,
begitu juga apabila barang yang telah dibeli oleh pembeli diambil oleh orang lain karena suatu hal, maka berdasaran Pasal 1456 KUHPerdata pembeli dapat
menuntut pengembalian uang harga pembelian serta pembeli dapat menuntut hasil yang diperoleh pembeli dari barang tersebut kepada penjual. Pertanggungjawaban
produsen terhadap barang yang dijualnya adalah wajar sebab konsumen telah membayar harga dari barang yang akan dinikmatinya. Dalam hal ini bukanlah
semata-mata untuk menyudutkan pihak produsen tetapi karena konsumen telah membayar sejumlah harga, tentu produsen juga harus menjamin barang sesuai
dengan yang dimaksud guna memenuhi hak konsumen. Seperti pada Pasal 18 UUPK mengenai larangan pencantuman klausula baku oleh produsen yang
Universitas Sumatera Utara
menjamin ketentraman dan kenikmataan saat menggunakan mengonsumsi produk yang dibeli. Sesuai asas keseimbangan dalam hukum perlindungan
konsumen, seharusnya kepentingan semua pihak harus dilindungi termasuk kepentingan pemerintah dalam pembangunan nasional dan harus mendapat porsi
yang seimbang.
93
2. Hak Mendapatkan Keamanan
Hak atas keamanan dan keselamatan ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang atau jasa yang
diperolehnya, sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian fisik maupun psikis apabila mengonsumsi suatu produk.
94
Penanggungan mengenai keamanan dan ketentraman oleh produsen kepada konsumen sebagai wujud pemenuhan atas
hak konsumen sebagai bentuk perlindungan konsumen. Ketentuan Pasal 1497 KUH Perdata menentukan bahwa produsen tetap berkewajiban untuk
mengembalikan seluruh uang harga pembelian kepada konsumen. Tetapi jika konsumen telah memperoleh manfaat dari kebendaaan tersebut, yang
menyebabkan kerugian pada kebendaan yang dibeli dan telah diterima olehnya tersebut, maka penjual berhak untuk mengurangi harga pembelian kebendaaan
tersebut dengan nilai manfaat atau keuntungan yang telah diperoleh pembeli.
95
Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan mengandung pengertian bahwa konsumen berhak mendapatkan produk yang nyaman, aman,
dan yang memberi keselamatan. Oleh karena itu, konsumen harus dilindungi dari
93
Ahmadi Miru Sutarman Yodo, Op. Cit, hal. 110.
94
Ibid, hal. 41.
95
Gunawan Widjaja Kartini Muljadi, Op. Cit, hal.172.
Universitas Sumatera Utara
segala bahaya yang mengancam kesehatan, jiwa, dan harta bendanya karena memakai atau mengonsumsi produk dalam hal ini produk elektronik. Setiap
konsumen berhak mendapatkan perlindungan atas barang jasa yang dikonsumsi. Misalnya, konsumen merasa aman jika produk elektronik berlabel SNI yang
digunakannya dirasa aman saat penggunaannya. Artinya produk elektronik tersebut memenuhi standar yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan tidak
membahayakan bagi jiwa manusia.
96
Dengan demikian, setiap produk, baik dari segi komposisi bahannya, dari segi desain dan konstruksi, maupun dari segi
kualitasnya harus diarahkan untuk mempertinggi rasa kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
97
3. Hak Atas Jaminan Ganti Kerugian
Konsumen yang telah menentukanmenetapkan pilihannya atas suatu produk berdasarkan informasi yang tersedia berhak untuk mendapatkan produk
tersebut sesuai dengan kondisi serta jaminan yang tertera di dalam informasi. Sesuai dengan Pasal 4 huruf h Undang-Undang No, 8 Tahun 1999, hak untuk
mendapatkan kompensasi, ganti kerugian, dan apabila setelah mengonsumsi, konsumen merasa dirugikan atau dikecewakan karena ternyata produk yang
dikonsumsinya tidak sesuai dengan perjanjian dan informasi yang diterimanya, produsen seharusnya mendengar keluhan itu dan memberikan penyelesaian yang
baik. Hal ini berkaitan dengan hak konsumen sesuai dengan Pasal 4 huruf d Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yakni hak
96
Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta: Visi Media, 2008, hal. 24.
97
Janus Sidabalok, Op. Cit, hal. 40.
Universitas Sumatera Utara
untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang danatau jasa yang digunakan. Perlu ketulusan hati dari produsen untuk mengakui kelemahannya dan
senantiasa meningkatkan pelayanannya kepada konsumen. Termasuk dalam hal ini adalah hak konsumen untuk mendapatkan penggantian atas kerugian yang
dideritanya setelah mengonsumsi produk tersebut atau jika produk tidak sesuai dengan perjanjian, atau jika produk tidak sebagaimana mestinya.
98
Pada Pasal 1365 tercantum bahwa setiap perbuatan melanggar hukum , yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena
salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian itu. Dari hal ini dapat dilihat bahwa adanya jaminan kepastian hukum mengenai ganti rugi yang wajib
ditaati apabila seseorang merasa dirugikan. Mengingat bahwa produsen berada dalam kedudukan yang lebih kuat, baik secara ekonomis maupun dari segi
kekuasaan bargaining power, bargaining position dibanding dengan konsumen, maka konsumen perlu mendapatkan advokasi, perlindungan, serta upaya
penyelesaian sengketa secara patut atas hak-haknya. Perlindungan itu dibuat dalam suatu peraturan perundang-undangan serta dilaksanakan dengan baik. Hak-
hak itu perlu ditegaskan dalam suatu perundang-undangan sehingga semua pihak, baik konsumen itu sendiri, produsen, maupun pemerintah mempunyai persepsi
yang sama dalam mewujudkannya. Hal ini berkaitan dengan upaya hukum dalam mempertahankan hak-hak konsumen. Artinya, hak-hak konsumen yang dilanggar
dapat dipertahankan melalui jalan hukum, dengan cara dan prosedur yang diatur di dalam suatu peraturan perundang-undangan. Di dalam pedoman perlindungan
98
Ibid, hal. 41.
Universitas Sumatera Utara
bagi konsumen yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB melalui Resolusi PBB No. 39248 pada tanggal 9 April 1985 pada bagian II, Nomor 3
angka 4 tentang prinsip umum yang menjamin hak atas ganti kerugian.
99
Menurut Janus Sidabalok, bagian inilah yang paling penting, yaitu bahwa bagaimana seorang konsumen yang dilanggar haknya atau menderita kerugian
dapat memperoleh haknya kembali. Ini merupakan inti dari penyebutan dan penegasan tentang adanya hak-hak konsumen. Menetapkan hak-hak konsumen
dalam suatu perundang-undangan tanpa dapat dipertahankan atau dituntut secara hukum pemenuhannya, tidaklah cukup karena hanya berfungsi sebagai huruf-
huruf mati saja dan tidak bermanfaat bagi konsumen.
100
4. Hak Menuntut Produsen Dalam Hal Perbuatan Melawan Hukum PMH
Berbeda dengan tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perikatan yang lahir dari perjanjian karena terjadinya wanprestasi yang diatur pada Pasal
1236-1243 KUHPerdata, tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada Perbuatan Melawan Hukum PMH tidak perlu didahului dengan perjanjian antara
konsumen dengan produsen seperti yang telah dibahas sebelumnya, sehingga tuntutan ganti kerugian dapat dilakukan setiap pihak yang dirugikan, walaupun
tidak pernah terdapat hubungan perjanjian antara konsumen dengan produsen. Dengan demikian pihak ketiga juga dapat menuntut ganti kerugian.
101
99
Ibid, hal. 38-39.
100
Ibid, hal. 42.
101
Ahmadi Miru Sutarman Yodo, Op. Cit, hal. 129.
Universitas Sumatera Utara
Untuk dapat menuntut ganti kerugian, maka kerugian tersebut harus merupakan akibat dari perbuatan melanggar hukum. Hal ini berarti bahwa untuk
dapat menuntut ganti kerugian, harus dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut: e.
Ada perbuatan melangggar hukum; f.
Ada kerugian; g.
Ada hubungan kausalitas antara perbuatan melanggar hukum dan kerugian; dan
h. Ada kesalahan
Adapun bentuk dari ganti rugi pada asasnya yang lazim dipergunakan adalah uang, oleh karena menurut ahli-ahli hukum perdata maupun yurisprudensi,
uang merupakan alat yang paling praktis, yang paling sedikit menimbulkan selisih dalam menyelesaikan suatu sengketa. Dalam menentukan besarnya ganti kerugian
yang harus dibayar, pada dasarnya harus berpegang pada asas bahwa ganti rugi yang harus dibayar sedapat mungkin membuat pihak yang rugi dikembalikan pada
kedudukan semula.
102
Berdasarkan Pasal 23 UUPK bahwa adanya pengaturan tempat pengajuan gugatan ganti kerugian “di tempat kedudukan konsumen”, baik melalui BPSK
maupun Badan Peradilan, dimana akan sangat memudahkan konsumen dalam menuntut haknya. Hal ini bertolak belakang dengan ketentuan Pasal 118 HIR
yang mengatur secara umum pengajuan gugatan perdata dilakukan ditempat tinggal tergugat, ini berarti di tempat pelaku usaha berdomisili. Pengaturan seperti
ini akan banyak membawa kesulitan bagi konsumen yang akan menuntut haknya.
102
Ibid, hal. 134.
Universitas Sumatera Utara
Dengan ditentukannya tempat pengajuan gugatan ganti kerugian “di tempat kedudukan konsumen”, maka sangat memberikan kemudahan bagi konsumen.
103
Selanjutnya dalam Pasal 28 UUPK menentukan bahwa beban pembuktian unsur “kesalahan” dalam gugatan ganti kerugian merupakan beban dan tanggung
jawab pelaku usaha. Hal ini membuat konsumen tidak ragu lagi dalam memperoleh perlindungan
hukum atas pembelian produk elektronik yang berlabel SNI yang bermasalah atau menggunakan produk tersebut tetapi tidak sesuai dengan SNI sehingga membuat
para konsumen dirugikan.
104
Artinya pelaku usaha harus membuktikan bahwa kerugian bukan merupakan kesalahannya sehingga terbebas dari tanggung jawab ganti
kerugian. Setelah lahirnya UUPK, pembuktian tentang ada tidaknya kesalahan produsen tersebut dibebankan kepada produsen. Ini berarti bahwa prinsip
tanggung gugat berdasarkan kesalahan dengan pembalikan beban pembuktian.
105
103
Ibid, hal. 155.
104
Lihat Republik Indonesia, Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab VI, Pasal 28.
105
Lihat Republik Indonesia, Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab VI, Pasal 22.
Berdasarkan prinsip tersebutlah konsumen hanya dibebani adanya kerugian yang dialaminya sebagai akibat memakai produk elektronik berlabel SNI yang
diperolehberasal dari produsen, sedangkan pembuktian tentang ada tidaknya kesalahan produsen yang mengakibatkan timbulnya kerugian konsumen
dibebankan kepada produsen, sehingga dapat dikatakan bahwa konsumen berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam bentuk ganti kerugian yang diberikan
oleh produsen.
Universitas Sumatera Utara
Perlu diketahui ada perbedaan antara ganti kerugian berdasarkan UUPK dengan Pasal 1365 KUHPerdata, yakni jika dilihat dari sudut UUPK bahwa hak
atas ganti kerugian bertujuan untuk memulihkan keadaan yang tidak seimbang akibat adanya penggunaan barang danatau jasa yang tidak memenuh harapan
konsumen. Dari hal ini dapat dilihat yang melakukan perbuatan melawan hukum ialah pihak produsen pelaku usaha. Sedangkan pada Pasal 1365 KUHPerdata
tuntutan ganti kerugian ditujukan bagi setiap orang yang melanggar hukum merugikan orang lain wajib mengganti kerugian itu. Dari hal ini dilihat bahwa
bukan hanya pihak produsen yang dapat melakukan kesalahan bahkan konsumen juga dapat dituntut ganti kerugian apabila melanggar hukum dalam perjanjian jual
beli.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang