LPKSM, dibandingkan dengan peran pemerintah yang pelaksanaannya dilakukan oleh menteri danatau menteri teknis terkait. Seperti yang terdapat dalam pasal
tersebut, pemerintah diserahi tugas melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya. Sementara pengawasan oleh masyarakat dan LPKSM,
selain tugas pemerintah di atas, juga diserahi tugas pengawasan terhadap barang danatau jasa yang beredar di pasar. Ayat 4 dari pasal tersebut juga menentukan
bahwa, apabila pengawasan oleh masyarakat dan LPKSM ternyata mendapatkan hal-hal yang menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
membahayakan konsumen, menteri danatau menteri teknis mengambil tindakan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini berarti,
untuk mengetahui ada atau tidaknya suatu barang danatau jasa yang tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang beredar di pasar,
pemerintah sepenuhnya menyerahkan dan menanti laporan masyarakat danatau LPKSM untuk kemudian diambil tindakan.
134
B. Kendala-kendala Dalam Menerapkan Perlindungan Konsumen Terkait Pembelian Produk Berlabel SNI
Dalam konteks perlindungan konsumen, standar memang seharusnya punya peran penting. Seperti yang dimuat dalam Pasal 7 huruf d UUPK, kata-
kata standar muncul diantara kewajiban pelaku usaha yakni menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau diperdagangkan berdasarkan
134
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
ketentuan standar mutu barang danatau jasa yang berlaku. Demikian juga, pasal 8 menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi danatau
memperdagangkan barang danatau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dari
pasal-pasal ini jelas bahwa pelaku usaha harus mengikuti standar yang berlaku. Apabila ketentuan Pasal 8 tersebut dilanggar, maka akan dikenakan sanksi pidana
kurungan maksimal 5 tahun atau denda maksimal 2 milyar rupiah Pasal 62. Indonesia telah menerbitkan tidak kurang dari 6.000 standar, termasuk di
dalamnya standar terkait produk pangan, kosmetik, elektronik, alat kebutuhan rumah tangga, otomotif, dan lain sebagainya. Standar ini disusun melalui proses
yang tidak sederhana. Harus melalui konsensus, yang diikuti oleh seluruh pemangku kepentingan seperti pemerintah dari berbagai sektor, pelaku usaha,
konsumen dan akademisi. Mengingat proses ini, semestinya tidak ada alasan untuk tidak menerapkan standar ini. Pelaku usaha secara otomatis mengikuti
standar dalam memproduksi produknya, pemerintah juga melakukan pengawasan berdasarkan standar ini. Namum kenyataannya masih banyak yang tidak
menerapkannya. Seperti hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI terhadap 30 sampel produk, hanya satu
sampel yang memenuhi persyaratan yang diterapkan dalam standar. Pada saat temuan hasil penelitian ini dibawa dalam suatu diskusi, para pelaku usaha produk
Universitas Sumatera Utara
ini mengaku sulit, atau bahkan tidak mungkin, memenuhi standar yang telah ditetapkan.
135
Kemenperin juga melakukan penelitian terhadap alasan perusahaan yang memiliki kendala dan hambatan dalam menerapkan SNI yang dibuat dalam
bentuk persentasi yakni, terutama karena diharuskan oleh peraturan 18,6, meskipun sebagian juga diantaranya menyadari bahwa penerapan SNI berdampak
pada kemudahan keberterimaan pasar 14,3, dan meningkatkan citra perusahaan 10,1, juga bahwa pasar sudah mulai mengetahui perlunya standar
dalam perdagangan 8,1, dan adanya Keppres 802003 terakhir diubah menjadi Perpres 542010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah belum
mampu mendorong industri dalam menerapkan standar 11,6. Dari hal tersebut perusahaan menghadapi beberapa kendala, antara lain keterbatasan sumber daya
manusia, kesulitan mengkalibrasikan peralatan laboratorium maupun produksi, adanya pesaing pasar yang memasarkan produknya di bawah standar dengan
harga yang rendah pula, biaya pengujian sertifikasi mahal, kepedulian konsumen terhadap standar yang kurang, proses sertifikasi yang tidak mudah, lokasi
laboratorium inspeksi lembaga sertifikasi jauh dari perusahaan, dan faktor lain misalnya kurangnya sosialisasi sistem manajemen mutu di industri.
136
135
http:ylki.or.id201411sni-efektifkah-melindungi-konsumen-2, diakses pada tanggal 26 Juni 2016.
136
Eddy Herjanto, “Pemberlakuan SNI Secara Wajib di Sektor Industri: Efektifitas dan Berbagai Aspek Dalam Penerapannya”, Riset Industri Vol. 5, No. 2, 2011, hal. 121-130, diakses
pada tanggal 26 Juni 2016.
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor lain yang menghambat pelaksanaan standardisasi adalah:
137
1. Kesiapan Pelaku Usaha
Menghadapi standar ISO 9000 dan ISO 14000 sebagai acuan mengenai SNI di Indonesia, pelaku usaha menunjukkan sikap yang kurang proaktif dan
cenderung menunggu. Pelaku usaha nasional pada umumnya hanya berorientasi pada pasar domestic. Hal ini tidak terlalu salah karena dengan jumlah penduduk
Indonesia yang 200.000.000 dua ratus juta orang dan wilayah geografis yang demikian luas, potensi pasar domestic memang cukup besar. Tetapi jika pelaku
usaha nasional masih bertahan dengan pola tersebut, maka cepat atau lambat potensi usaha di dalam negeri akan dikuasai oleh pengusaha asing. Dengan kata
lain, supaya pelaku usaha nasional tidak menjadi penonton dirumahya sendiri maka perlu memiliki semangat kompetisi yang tinggi dan juga sikap yang
inovatif, proaktif, dan kompetitif. 2.
Sistem Informasi Sistem informasi memegang peranan yang sangat penting. Minimnya
sistem informasi yang dimiliki Indonesia dalam penerapan sistem standardisasi merupakan kendala tersendiri. Hal itulah yang menyebabkan pelaku usaha tidak
mengetahui perkembangan dengan baik. Dengan demikian, berarti kehilangan kesempatan yang berharga bagi bisnisnya. Jika pelaku usaha juga tidak memiliki
akses ke informasi mengenai standar internasional yang sedang berlaku di pasar dunia, maka kesempatan untuk memulai kompetisi dari start yang sama menjadi
hilang, akibatnya kesempatan yang baik akan selalu dimenangkan oleh mereka
137
Endang Sri Wahyuni, Op. Cit, hal. 53-58.
Universitas Sumatera Utara
yang cepat dapat mengakses informasi, memiliki inovasi tinggi dan kompetitif serta mampu memanfaatkan peluang pasar yang ada secara optimal.
Bagi mereka yang cepat dapat mengakses informasi mengenai peluang pasar serta segala sesuatu yang berkaitan dengan perdagangan dunia, termasuk
salah satunya adalah penerapan standar, maka kesempatan untuk maju dan memperoleh keuntungan yang besar sangat dimungkinkan. Apalagi jika peluang
yang ada dapat dioptimalkan dengan membuat spesifikasi produk yang dibutuhkan oleh pasar.
3. Budaya
Faktor budaya sangatlah penting, karena akan sangat menentukan perilaku dari pelaku usaha. Misalnya, sangat tidak mudah untuk mengubah perilaku pelaku
usaha Indonesia yang terbiasa dengan unfair trade karena mendatangkan kemudahan dan keuntungan baginya, dan pada umumnya pelaku usaha
memilikiorientasi bisnis berjangka pendek, kemudian harus berubah menjadi pelaku usaha yang jujur, adil, etis dan bertanggung jawab, dan di satu sisi hal ini
akan mengurangi keuntungan yang dapat diperolehnya. Kendala dalam menerapkan SNI tersebut maka akan berpengaruh terhadap
perlindungan konsumen. Berbagai kendala masih menghadang dalam upaya implementasinya. Kendala utama bukanlah teknis, tetapi lebih kepada kendala
politis. Saat ini tampaknya pemerintah memiliki prioritas politik tersendiri dan tidak cukup energi untuk serius menegakkan hak konsumen dengan
Universitas Sumatera Utara
mengimplementasikan UUPK ini. Secara lebih rinci dapat disebutkan bahwa kendala yang dihadapi paling tidak ada 3 tiga, yaitu:
138
1. Belum berdirinya BPSK dahulu sehingga dalam menyelesaikan sengketa
yang terjadi antara produsen dan konsumen sulit dilaksanakan. Namun untuk sekarang, hal yang perlu diperhatikan menurut penulis ialah fungsi
dari BPSK tersebut sudah berjalan atau tidak sesuai tugas dan fungsinya. 2.
Masih rendahnya kesadaran konsumen dalam memperhatikan dan menegakkan hak-haknya.
3. Kendala kulturbudaya dalam memperhatikan kepentingan konsumen oleh
pemerintah sendiri. Para pihak yang terkait dalam proses penegakan hak konsumen ini, baik
konsumen, pemerintah maupun pelaku usaha diharapkan secara sadar memberikan kontribusi positif dalam menciptakan iklim kondusif bagi terciptanya keadilan
konsumen. Terciptanya keadilan bagi konsumen akan mampu menjadi tonggak terbangunnya produktifitas nasional. Sangat disesalkan jika kepentingan
konsumen dipandang sebagai hal yang remeh dan patut disepelekan.
C. Upaya Pemerintah Dalam Melindungi Konsumen Yang Menangani
Masalah Sengketa Terhadap Pembelian Produk Elektronik Berlabel SNI
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum publik. Dikatakan
demikian karena sebenarnya di sinilah peran dan kewenangan pemerintah atau
138
http:lpkjawatengah.blogspot.co.id201001perlindungan-konsumen-masih-jalan- di.html?m=1, diakses pada tanggal 26 Juni 2016.
Universitas Sumatera Utara
pihak-pihak yang terkait untuk melindungi seluruh konsumen dari produk-produk yang tidak berkualitas atau dari pelaku usaha yang beritikad buruk.
139
Instrumen hukum perlindungan konsumen yang termasuk di dalamnya hukum administrasi negara mempunyai sumbangan besar dalam rangka
melindungi kepentingan konsumen. Sumbangan terbesar pada hukum publik di sini adalah kemampuan untuk mengawasi, membina dan mencabut izin sesuai
dengan ketentuan apabila terbukti melanggar undang-undang dan merugikan kepentingan konsumen.
140
Produk elektronik berlabel SNI palsu yang beredar di pasar membuat konsumen harus lebih berhati-hati dalam memilih sebelum membelinya. Seperti
yang terjadi di Aceh pada tahun 2014, Dirjen SPK Kemendag, Widodo menemukan sebanyak 72 pompa air yang berlabel SNI palsu, yang
membahayakan konsumen karena saat dilakukan pengujian, mesin pompa air bermerek Motoyama tersebut terbakar dan meledak.
141
Berdasarkan kejadian tersebut pihak pemerintah yang dimaksud untuk melakukan pengawasan, pembinaan bahkan mencabut izin usaha perdagangan
IUP sebagai bentuk sanksi administratif adalah pihak dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan DISPERINDAG
142
139
Ayu Wandira, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Telematika Dan Elektronika Yang Tidak Disertai Dengan Kartu JaminanGaransi Purna Jual Dalam Bahasa
Indonesia, Skripsi S1 Ilmu Hukum, Universitas Hasanuddin, 2013, hal. 86,
dan pihak dari YLKI. Disperindag
http:repository.unhas.ac.idbitstreamhandle1234567898482SKRIPSI20LENGKAP- PERDATA-AYU20WANDIRA.pdf?sequence=1, diakses pada tanggal 26 Juni 2016.
140
Ibid.
141
http:m.liputan6.combisnisread2229875masyarakat-perlu-aktif-bedakan-barang- sni-asli-dan-palsu, diakses pada tanggal 26 Juni 2016.
142
Lihat Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19M- DAGPER52009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan Dan Kartu JaminanGaransi Purna
Jual Dalam Bahasa Indonesia, Bab VI, Pasal 19.
Universitas Sumatera Utara
bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap peraturan ini dan mencabut IUP. Sedangkan YLKI selaku organisasi masyarakat yang bertugas
sebagai lembaga perwakilan konsumen bertanggung jawab untuk melakukan pembinaan dan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat.
143
Kehadiran lembaga ini diatur dalam Pasal 44 UUPK, yang isinya:
144
1. Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat yang memenuhi syarat; 2.
Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan
konsumen;
3. Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat meliputi:
a. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas
hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengonsumsi barang danatau jasa;
b. Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;
c. Bekerjasama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan
perlindungan konsumen; d.
Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen;
e. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap
pelaksanaan perlindungan konsumen. 4.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur dalam
peraturan pemerintah. Berdasarkan uraian di atas, dikatakan bahwa pihak disperindag dan YLKI
mempunyai peranan dalam mengatasi peredaran produk elektronik yang tidak bersertifikat SNI. Dalam kegiatan pengawasan ini, pihak disperindag bersama
dengan pihak kementerian Kemendag langsung turun ke lapangan secara spontan, dan apabila ditemukan produk yang melanggar ketentuan maka langsung
disegel.
145
143
Ayu Wandira, Op.Cit, hal. 87.
144
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab IX, Pasal 44.
145
Ayu Wandira, Op.Cit, hal. 90.
Universitas Sumatera Utara
Masalah-masalah konsumen secara kuantitatif di pengadilan tidak diketahui dengan pasti. Namun, ada saja pertimbangan-pertimbangan hakim yang
bernuansa perlindungan konsumen meskipun minim. Seperti halnya perkara Merek Kamper Bagus dan Lily Ball Putusan Mahkamah Agung Nomor 3994
KPdt1985 tanggal 9 September 1987, Mahkamah Agung memberikan catatan tentang perlindungan konsumen terhadap perbuatan-perbuatan yang lazim disebut
unfair trade practices dari para produsen.
146
Minimnya masalah-masalah sengketa konsumen di pengadilan tidak termasuk di luar pengadilan, disebabkan sikap konsumen Indonesia yang enggan
berperkara di pengadilan dengan alasan:
147
1. Belum jelasnya norma-norma perlindungan konsumen;
2. Peradilan kita yang belum sederhana, cepat, dan biaya ringan; dan
3. Sikap menghindari konflik meskipun hak-haknya sebagai konsumen
dilanggar. Pengalaman konsumen saat mengalami sengketa pada saat pembelian
produk elektonik berlabel SNI yang mendapat bantuan hukum dari YLKI, merasakan bahwa mencari keadilan melalui pengadilan memakan waktu, biaya
yang tak sedikit, serta pengorbanan dari keluarga. Tidak jarang pengorbanan yang diberikan tidak sebanding dengan pemulihan hak-hak yang dilanggar.
148
Dari perspektif konsumerisme, saat mengajukan gugatan sengketa antara produsen dengan konsumen kalah atau menang bukanlah itu tujuannya.
146
Yusuf Shofie, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia,Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008, hal. 29.
147
Ibid, hal. 30.
148
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Tujuannya, yaitu memperbaiki nasib kebanyakan konsumen, terutama yang berakses lemah terhadap hukum, apalagi di negara-negara yang belum
menempatkan konsumennya sebagai subjek hukum. Adapun pengadilan dalam menjalankan fungsinya tidaklah sama dari masa ke masa. Diharapkan akan
semakin bertambah terobosan-terobosan baru melalui pengadilan untuk menyuarakan rasa keadilan masyarakat sebagai konsumen dan pengadilan tidak
lagi hanya menunggu undang-undang sebagai dasar hukum mengadili sengketaperkara yang diajukan oleh konsumen.
149
149
Ibid, hal. 31.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan