BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Perlindungan hukum bagi konsumen dapat meliputi berbagai aspek dan dapat
dilakukan dengan instrumen hukum perlindungan konsumen, yakni instrumen hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi. Dari aspek
keperdataan dapat dilihat bentuk perlindungan hukum bagi konsumen yakni hak memperoleh informasi yang benar serta adanya unsur perjanjian yang
memperkuat hak konsumen untuk memperoleh perlindungan yuridis dari lawan sengketanya apabila terjadi tuntutan ganti kerugian sesuai dengan Pasal
1365 KUHPerdata, dari aspek hukum pidana secara implisit dapat ditarik dalam beberapa pasal seperti pada Pasal 383 KUHP yang menyatakan
larangan mengenai penjual menipu pembeli tentang berbagai barang, keadaan, sifat, dst. yang menunjukkan perlindungan hukum bagi konsumen,
sedangkan dari aspek hukum administrasi yakni mengatur tentang penataan dan kendali pemerintah dalam membuat peraturan perundang-undangan,
pemberian izin atau lisensi, mengadakan perencanaan dan pemberian subsidi yang dilatarbelakangi itikad baik melindungi masyarakat dari bahaya yang
berkenaan dengan kesehatan dan jiwa. Oleh karena itu, pelanggaran yang dilakukan oleh produsen atau pelaku usaha terhadap ketentuan Standar
Nasional Indonesia SNI dapat dikenakan pertanggung jawaban atau sanksi secara perdata, pidana dan administratif. Perlindungan terhadap konsumen
Universitas Sumatera Utara
ditandai dengan adanya pemberian garansi terhadap kualitas produk elektronik berlabel SNI oleh pihak produsen. Dengan adanya jaminangaransi
tersebut maka para konsumen mempunyai hak untuk mengajukan claim atas kerusakan, cacat dan kekurangan sebagai akibat dari kesalahan pabrik.
Adapun bentuk dari ganti rugi pada asasnya yang lazim dipergunakan adalah uang, oleh karena menurut ahli-ahli hukum perdata maupun yurisprudensi,
uang merupakan alat yang paling praktis, yang paling sedikit menimbulkan selisih dalam menyelesaikan suatu sengketa.
2. Tanggung jawab produsen terhadap konsumen yang membeli produk
elektronik berlabel SNI dimulai saat konsumen masih memilih barang elektronik yang akan dibeli, dan akan terus berlanjut meskipun barang
tersebut telah dibeli. Pertanggungjawaban berlanjut apabila barang elektronik tersebut menimbulkan masalah yang menyebabkan kerugian kepada
konsumen berupa produk yang dibeli cacat atau berlabel SNI palsu dan dapat membahayakan konsumen. Pelaku usaha harus menunjukkan itikad baik
dengan cara melayani konsumen serta memberikan informasi yang benar dan jelas serta tidak mencantumkan klausula baku dalam berdagang, serta
bertanggung jawab atas informasi yang diberikan kepada konsumen. Apabila produsen mengabaikan tanggung jawabnya, maka dapat dituntut ke
Pengadilan melalui BPSK untuk tuntutan ganti kerugian dan bahkan dapat dikenai sanksi pidana kurungan 5 lima tahun atau denda maksimal 2 milyar
rupiah sesuai dengan Pasal 62 UUPK apabila tetap mengabaikan tanggung jawabnya dalam memenuhi standar produk yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
3. Upaya pemerintah dalam melindungi konsumen melalui cara pembinaan
penyelenggaraan perlindungan konsumen sesuai dengan Pasal 29 ayat 1 UUPK, mengawasi penyelenggaraan perlindungan konsumen sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001, serta mengendalikan produksi dengan pemberdayaan setiap unsur masyarakat dan LPKSM, distribusi dan
peredaran produk sudah sangat membantu dalam menghindari konsumen sebagai korban dari perilaku produsen yang memproduksi dan mengedarkan
produk elektronik yang berlabel SNI tetapi tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia yang membahayakan dan tidak memiliki sertifikat asli
SNI yang dikeluarkan oleh Kemendag. Kendala yang ditemukan setelah dianalisis secara kualitatif ialah bahwa banyak produsen yang sulit
mendapatkan sertifikat SNI atas produk elektronik yang diproduksinya sehingga konsumen yang menanggung akibat dari penggunaan produk
tersebut sehingga dapat menimbulkan kerugian dan ancaman bahaya keselamatan saat penggunaannya.
B. Saran