45
bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.
f. Disposisi Implementor
Ini mencakup tiga hal, yakni: a respon implementor terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, b
kognisi, pemahaman para agen pelaksana terhadap kebijakan, dan c intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh
implementor.
Gambar 1.2 Model Implementasi Van Meter Van Horn
3. Model Merilee S. Grindle
18
Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle 1980 dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan content of policy
18
A.G Subarsono. Op. Cit., hal. 93
Universitas Sumatera Utara
46
dan lingkungan implemnetasi context of implementation. Variabel isi kebijakan mencakup:
a. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups
termuat dalam isi kebijakan; b.
Jenis manfaat yang diterima oleh target groups; c.
Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan; d.
Apakah letak sebuah program sudah tepat; e.
Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci;
f. Apakah sebuah program didukung oleh sumber daya yang memadai.
Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup: a.
Seberapa besar kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan;
b. Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa;
c. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.
4. Model Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier
Menurut Mazmanian dan Sabatier ada tiga kelompok yang mempengarhui keberhasilan implementasi, yaitu:
19
a. Karakteristik Masalah
- Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan. Di satu
pihak ada beberapa masalah sosial secara teknis mudah dipecahkan, di pihak lain terdapat masalah-masalah sosial yang
relatif sulit dipecahkan. Oleh karena itu, sifat masalah itu sendiri
19
Ibid., hal. 86
Universitas Sumatera Utara
47
akan mempengaruhi mudah tidaknya suatu program
diimplementasikan. -
Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran. Dengan begitu suatu program akan relatif mudah diimplementasikan apabila kelompok
sasarannya homogen. Sebaliknya, apabila kelompok sasarannya heterogen, maka implementasi program akan relatif lebih sulit,
karena tingkat pemahaman setiap anggota kelompok sasaran terhadap program relatif berbeda.
- Proporsi kelompom sasaran terhadap total populasi. Sebuah
program akan relatif sulit diimplementasikan apabila sasarannya mencakup semua populasi. Sebaliknya sebuah program relatif
mudah diimplementasikan apabila jumlah kelompok sasarannya tidak terlalu besar.
- Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan. Sebuah program
yang bertujuan memberikan pengetahuan atau bersifat kognitif akan relatif mudah diimplementasikan daripada program yang
bertujuan untuk mnegubah sikap dan perilaku masyarakat. b.
Karakteristik Kebijakan -
Kejelasan isi kebijakan. ini berarti semakin jelas dan rinci isi sebuah kebijakan akan mudah diimplementasikan karena
implementor mudah memahami dan menterjemahkan isi kebijakan dalam tindakan nyata. Sebaliknya, ketidakjelasan isi kebijakan
merupakan potensi lahirnya distorsi dalam implementasi kebijakan.
Universitas Sumatera Utara
48
- Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis.
Kebijakan yang memiliki dasar teoritis memiliki sifat lebih mantao karena sudah teruji, walaupun untuk beberapa lingkungan sosial
tertentu perlu ada modifikasi. -
Besarnya alokasi sumber daya finansial terhadap kebijakan tersebut. Sumber daya keuangan adalah faktor krusial untuk setiap
program sosial. Setiap program juga memerlukan dukungan staf untuk melakuakan pekerjaan-pekerjaan administrasi dan teknis,
serta memonitor program, yang semuanya itu perlu biaya. -
Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana. Kegagalan program sering disebabkan
kurangnya koordinasi vertikal dan horizontal antarinstansi yang terlibat dalam implementasi program.
- Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana.
- Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan.
- Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi
dalam implementasi kebijakan. suatu program yang memberikan peluang luas bagi masyarakat untuk terlibat akan relatif mendapat
dukungan daripada program yang tidak melibatkan masyarakat. Masyarakat akan merasa terasing atau teralienasi apabila hanya
menjadi penonton terhadap program yang ada di wilayahnya. c.
Lingkungan Kebijakan -
Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi. Masyarakat yang sudah terbuka dan terdidik akan relatif
Universitas Sumatera Utara
49
mudah menerima program-program pembaruan dibanding dengan masyarakat yang masih tertutup dan tradisional. Demikian juga,
kemajuan teknologi akan membantu dalam proses keberhasilan implementasi program, karena program-program, tersebut dapat
disosialisasikan dan diimplementasikan dengan bantuan teknologi modern.
- Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan. Kebijakan yang
memberikan insentif biasanya mudah mendapatkan dukungan publik.
- Sikap dari kelompok pemilih constituency groups. Kelompok
pemilih yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi implementasi kebijakan melalui berbagai cara, antara lain: a
kelompok pemilih dapat melakukan intervens terhadap keuputusan yang dibuat badan-badan pelaksana melalui berbagai komentar
dengan maksud untuk mengubah keputusan; b kelompok pemilih dapat memiliki kemampuan untuk mempengaruhi badan-badan
pelaksana secar tidak langsung melalui kritik yang dipublikasikan terhadap kinerja badan-badan pelaksana dan membuat pernyataan
yang ditujukan kepada badan legislatif. -
Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor. Pada akhirnya, komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan
tujuan yang telah tertuang dalam kebijakan adalah variabel yang paling krusial. Aparat badan pelaksana harus memiliki
Universitas Sumatera Utara
50
keterampilan dalam membuat prioritas tujuan dan selanjutnya merealisasikan prioritas tujuan tersebut.
Namun, meskipun kondisi tersebut terpenuhi tetap juga ada faktor-faktor yang harus diperhatikan sebagai berikut:
20
a. Informasi yang tidak valid;
b. Konflik tujuan dan kompleksitas politik di legislatif;
c. Kesulitan melakukan aktifitas, terutana pada tataran implementasi dan
evaluasi, yang disebabkan oleh masalahnya tidak jelas; d.
Tidak adanya dukungan dari kelompok kepentingan; dan e.
Validitas teknik dan teori yang tidak memadai.
1.5.3 Otonomi Daerah dan Desentralisasi 1.5.3.1 Otonomi Daerah
Otonomi daerah menyangkut pada pembicaraan seberapa besar wewenang untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang telah diberikan sebagai
wewenang daerah, demikian pula sebaliknya. Syariff Saleh mengatakan otonomi itu sebagai hak mengatur dan memerintah daerah sendiri. Sementara Wayong
mengemukakan bahwa otonomi daerah itu adalah kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus daerah, dengan keuangan sendiri,
menentukan hukum sendiri dan berpemerintahan sendiri. Sugeng Istanto menyatakan bahwa otonomi diartikan sebagai hak atau wewenang untuk mengatur
dan mengurus rumah tangga daerah.
21
20
Fadillah Putra.Op. Cit., hal. 87
21
Edie Toet Henratno. 2009. Negara Kesatuan, Desentralisasi Federalisasi. Jakarta: Graha Ilmu, hal. 63-64
Universitas Sumatera Utara
51
Selanjutnya Rondinelli dan Cheema 1983 mendefenisikan otonomi daerah sebagai proses pelimpahan wewenang perencanaan, pengambilan
keputusan atau pemerintahan dari pemerintah pusat kepada organisasi unit-unit pelaksana daerah, kepada organisasi semi-otonom dan parastatal, ataupun kepada
pemerintah daerah atau organisasi non-pemerintah.
22
1. Otonomi daerah merupakan sarana untuk demokratisasi.
Beberapa pengertian ahli tersebut menunjukkan bahwa otonomi daerah merupakan proses pelimpahan
kekuasaan dan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yaitu
pemerintah provinsi maupun kabupatenkota.
Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-
luasnya, dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah pusat yang
ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Otonomi daerah itu sendiri didasarkan pada pemikiran-pemikiran bahwa:
Otonomi daerah dapat memajukan demokrasi dalam artian otonomi daerah menjadikan pemerintah lebih dekat dengan masyarakat, menjadikan
dukungan masyarakat lebih nyata, menyediakan kesempatan yang lebih luas bagi partisipasi masyarakat dalam proses politik, membantu
terbangunnya kebijakan-kebijakan dan pelayanan-pelayanan jas yang lebih responsif.
22
Mas’ud Said. 2008. Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, hal. 5
Universitas Sumatera Utara
52
2. Otonomi daerah membantu meningkatkan kualitas dan efisiensi
pemerintahan. Otonomi daerah bisa menjamin administrasi pemerintahan yang lebih
efisien dan kreatif, yang mengadopsi prinsip subsidiary menegaskan bahwa otonomi daerah dapat meningkatkan efektivitas sektor publik.
Treisman mengidentifikasi tiga dasar alasan munculnya ekspektasi bahwa otonomi daerah pasti akan meningkatkan kualitas pemerintahan: yaitu
karena meningkatnya pengetahuan para pejabat publik atas kondisi lokal; karena semakin mudah terciptanya kesesuaian antara kebijakan dengan
selera dan kebutuhan lokal; dan karena semakin meningkatnya akuntabilitas para pejabat daerah.
3. Otonomi daerah dapat mendorong stabilitas dan kesatuan nasional.
Tujuan otonomi daerah ialah untuk mempertahankan stabilitas nasional saat berhadapan dengan tekanan kedaerahan. Ketika sebuah negara sangat
terpecah-belah, terutama atas dasar letak geografis dan etnis, otonomi daerah akan lebih bisa menjadi sebuah mekanisme institusional sebagi
kelompok-kelompok yang bertentangan untuk terlibat dan proses tawar- menawar yang bersifat formal dan sesuai aturan. Hal ini sangat tepat untuk
Indonesia dengan keragaman sosial, geografis dan ekonomis. 4.
Otonomi daerah memajukan pembangunan daerah. Otonomi daerah dalam hal ini menjanjikan kepedulian yang lebih besar
kepada daerah dalam merancang dan mengimplementasikan program pembangunannya. Rondinelli dan Cheema menegaskan bahwa otonomi
Universitas Sumatera Utara
53
daerah telah menjadi sebuah proses alternatif untuk menjalankan pembangunan daerah.
23
1. Pendapatan Asli Daerah PAD, yang terdiri dari Pajak Daerah,
Retribusi Daerah dan lain-lain Pendapatan yang sah. Penjelasan otonomi daerah diatas menunjukkan bahwa pemerintah daerah
memiliki kebebasan untuk memajukan pembangunan daerahnya untuk kesejahteraan rakyatnya. Sehingga untuk melaksanakan penyelenggaraan
pemerintah dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat dan melaksanakan pembangunan tersebut, pemerintah daerah sangat membutuhkan
pembiayaan untuk semua kegiatan daerah. Oleh karena itu, setiap daerah harus memiliki sumber-sumber pendapatan daerah untuk dimanfaatkan bagi
pembagunan daerah. Dalam Undang-Undang No.33 Tahun 2004 ditetapkan bahwa sumber-sumber pendapatanpenerimaan daerah bersumber dari:
2. Dana Perimbangan, yang terdiri dari Dana Bagi Hasil DBH, Dana
Alokasi Umum DAU dan Dana Alokasi Khusus DAK 3.
Lain-lain Pendapatan, yang terdiri dari Hibah dan Dana Darurat.
1.5.3.2 Desentralisasi
Istilah Desentralisasi dan Otonomi daerah sebenarnya memiliki pengertian yang berbeda. Istilah otonomi lebih cenderung berada dalam aspek politik-
kekuasan negara political aspect, sedangkan desentralisasi lebih cenderung berada dalam aspek administrasi negara administrative aspect. Namun jika
dilihat dari pembagian kekuasaan, kedua istilah tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak dapat dipisahkan. Desentralisasi sendiri berasal dari bahasa
23
Ibid., hal. 22
Universitas Sumatera Utara
54
Latin, yaitu De yang berarti lepas dan Centrum yang artinya pusat. Decentrum berarti melepas dari pusat. Dengan demikian, maka desentralisasi memiliki arti
melepas atau menjauh dari pemusatan. Konsep desentralisasi yang diberlakukan di Indonesia telah memberikan
implikasi yang sangat mendasar terutama menyangkut kebijakan fiskal dan kebijakan administrasi negara. PBB sendiri memberi batasan terhadap
desentralisasi, yaitu merujuk pada pemindahan kekuasaan dari pemerintah pusat baik melalui dekonsentrasi delegasi pada pejabat wilayah maupun melalui
devolusi pada badan-badan otonomi daerah. Sementara itu, Rondinelli mengartikan desentralisasi sebagai penyerahan perencanaan, pembuatan
keputusan atau kewenangan administrastif dari pemerintah pusat kepada organsasi wilayah, satuan administratif daerah, organisasi semi otonom, pemerintah daerah
atau organisasi non pemerintahlembaga swadaya masyarakat. Rondinelli menggambarkan desentralisasi dengan empat dimensi sebagai berikut:
1. Dekonsentrasi adalah penyerahan beban kerja dari kementrian pusat
kepada pejabat-pejabatnya yang berada di wilayah. Penyerahan ini tidak diikuti oleh kewenangan keputusan dan diskresi untuk melaksanakannya.
2. Devolusi yaitu pelepasan fungsi-fungsi tertentu dari pemerintah pusat
untuk membuat satuan pemerintah baru yang tidak dikontrol secara langsung. Tujuan devolusi untuk memperkuat satuan pemerintahan di
baeah pemerintah pusat dengan cara mendelegasikan fungsi dan kewenangan. Devolusi dalam bentuknya yang paling murni memiliki lima
ciri fundamental, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
55
a. Unit pemerintahan setempat bersifat otonom, mandiri, dan secara tegas
terpisah dari tingkat-tingkat pemerintahan. Pemerintah pusat tidak melakukan pengawasan terhadapnya,
b. Unit pemerintahan tersebut diakui memiliki batas geografi yang jelas
dan legal, yang mempunyai wewenang untuk melakukan tugas-tugas umum pemerintahan,
c. Pemerintah daerah berstatus badan hukum dan memiliki kekuasaan
untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk mendukung pelaksanaan tugasnya,
d. Pemerintah daerah diakui oleh warganya sebagai suatu lembaga yang
akan memberikan pelayaanan kepada masyarakat dan memenuhi kebutuhan mereka. Oleh karena itu, pemerintah daerah ini mempunyai
pengaruh dan kewibawaan terhadap warganya, e.
Terdapat hubungan saling menguntungkan melalui koordinasi antara pemerintah pusat dan pemrintah daerah serta unit-unit organisasi
lainnya dalam suatu sistem pemerintahan. Oleh karena itu, pemerintah daerah adalah bagian dari pemerintah nasional dan bukan sebagai
elemen yang independen dari pemerintah pusat. Dalam devolusi tidak ada hirarmi anatara pemerintah daerah satu dengan pemerintah daerah
lainnya, karena yang menjadi dasar adalah koordinasi dan sistem daling hubungan antara satu unit dengan unit lain secara independen
dan timbal balik. 3.
Pelimpahan wewenang pada lembaga semi otonom, desentralisasi juga bisa dilakukan dengan cara pendelegasian pembuatan keputusan dan
Universitas Sumatera Utara
56
kewenangan administratif kepada organisasi-organisasi yang melakukan fungsi-fungsi tertentu, yang tidak di bawah pengawasan kementrian pusat.
Pendelegasian tersebut meyebabkan pemindahan atau penciptaan kewenangan yang luas pada suatu organisasi yang secara teknis adn
administatif mampu menanganinya, baik dalam merencanakan maupun melaksanakan. Semua kegiatan yang dilakukan tersebut mendapatkan
supervisi langsung dari pemerintah pusat. 4.
Penyerahan fungsi pemerintah pusat kepada lembaga non-pemerintah privatisasi. Di samping ketiga bentuk di atas, desentralisasi juga dapat
berupa penyerahan fungsi-fungsi tertentu dari pemerintah pusat kepada lembaga non-pemerintah atau swadaya masyarakat. Bentuk ini sering
dikenal dengan privatisasi. Privatisasi adalah suatu tindakan pemberian wewenang dari pemerintah kepada badan-badan sukarela atau swasta.
24
Berbeda dengan Rondinelli, Logemann membagi Desentralisasi menjadi dua macam :
1. Dekonsentrasi atau Desentralisasi Jabatan ambtelijke decentalisatie yaitu
pelimpahan kekuasaan dari alat perlengkapan negara tingkatan lebih atas kepada bawahannya guna melancarkan pekerjaan di dalam melaksanakan
tugas pemerintah. Misalnya pelimpahan menteri kepada gubernur, dari gubernur kepada bupatiwalikota dan seterusnya secara berjenjang.
Desentralisasi semacam ini rakyat daerah tidak ikut campur atau dibawa- bawa.
24
Hanif Nurcholis. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta: Grasindo., hal. 11-13
Universitas Sumatera Utara
57
2. Desentralisasi ketatanegaraan atau Desentralisasi Politik staatkundige
decentralisatie yaitu pelimpahan kekuasaan perundangan dan
pemerintahan relegende en bestUndang-Undangrende bevoerheid kepada daerah-daerah otonom di dalam lingkungannya. Di dalam desentralisasi
politik semacam ini, rakyat dengan menggunakan dan memanfaatkan saluran-saluran tertentu perwakilan ikut serta di dalam pemerintahan,
dengan batas wilayah daerah masing-masing. Desentralisasi ini dibedakan menjadi dua:
a. Desentralisasi teritorial territoriale decentralisatie yaitu penyerahan
kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri autonomie, batas pengaturannya adalah daerah, Desentralisasi
teritorial mengakibatkan adanya otonomi pada daerah yang menerima penyerahan.
b. Desentralisasi fungsional funcionale decentralisatie yaitu pelimpahan
kekuasaan untuk mengatur dan mengurus fungsi tertentu. Batas pengaturan tersebut adalah jenis fungsi.
25
1.5.4 Pendapatan Asli Daerah PAD 1.6.4.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah PAD
Di dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi Pemerintah Daerah, kepada Daerah KabupatenKota diharapkan dapat mengelola dan memanfaatkan seluruh
sumber pendapatan daerah yang dimilikinya secara optimal, khususnya di era Otonomi Daerah saat ini dimana kewenangan pemerintahan diserahkan secara
luas dan nyata kepada Daerha KabupatenKota. Dengan kata lain diharapkan
25
Ibid., hal. 3-4
Universitas Sumatera Utara
58
kepada Daerah KabupatenKota didalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan daerah tidak terus-menerus selalu menggantungkan
dan anggaran dari Pemerintah Pusat melalui pembagian Dana Perimbangan. Daerah tingkat II dalam hal ini perlu jelas dalam membudayakan potensi alam
setempat agar lebih berdaya guna dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah PAD memang salah satu kriteria dalam pemantapan otonomi daerah
adalah pendapatan asli daerah. Terlepas dari itu, sebenarnya penyerahan dari pemerintah pusat dan
pemerintah daerah tingkat I kepada daerah tingkat II, bukan sekedar PAD, tetapi meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dengan demikian yang
diharapkan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab itu adalah peningkatan kualitas pelayan aparatur dan semua jajaran kepada masyarakat.
26
Menurut Mardiasmo, pendapatan asli adalah adalah penerimaan yang diperolah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah,
Salah satu konsekuensi pada setiap Negara yang melaksanakan azas desentralisasi yang pada gilirannya melahirkan otonomi daerah untuk mengetur
dan mengurus sendiri urusan-urusan pemerintahan yang menjadi urusan pada pemrintahan daerah yang menjalankannya. Sehingga menimbulkan pembagian
kewenangan pada sektor keuangan untuk membiayai penyelenggaraan urusan rumah tangga pada pemrintahan daerah tersebut. Meskipun demikian, bukan
berarti pemerintah nasional atau pusat melepaskan tanggung jawabnya dalam masalah pembiayaan pemerintah daerah, bila pemerintah daerah yang
bersangkutan mengalami kesulitan didalam mencari sumber-sumber pembiayaan keuangan daerahnya.
26
Widjaya. 1998. Percontohan Otonomi Daerah di Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta, hal. 153
Universitas Sumatera Utara
59
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
27
Pendapatan Asli Daerah sebagai salah satu sumber keuangan daerah, pada hakekatnya menempati posisi yang paling strategis bila dibandingkan dengan
sumber keuangan lainnya. Hal ini disebabkan PAD mempunyai keleluasaan yang lebih besar dan disarkan pada kreatifitas masing-masing daerah untuk semaksimal
mungkin memperoleh pendapatannya sendiri berdasarkan kewenangan yang ada padanya. Selain itu, secara bebas pula dapat menggunakan hasil-hasil sumber
keuangan daerah dari sektor ini guna membiayai jalannya pemerintahan dan pembangunan daerah yang telah menjadi tugas pokoknya. Dengan demikian dapat
Dalam pelaksanaan otonomi daerah tingkat II berbagai upaya dan terobosan dalamm meningkatkan perolehan pendapatan asli daerah, sebab faktor
dana sangat menentukan lancar tidaknya roda pemerintahan daerah. Pelayanan kepada masyarakat akan terlambat akibat terbatasnya kemampuan dalam bidang
pendanaan. Dengan terbatasnya sumber pendapatan asli daerah tidak banyak yang dilakukan dalam memberikan pelayanan maupun kemudahan bagi masyarakat.
Diantara bebagai jenis penerimaan daerah yang menjadi sumber daya sepenuhnya dapat dikelola oleh daerah adalah pendapatn asli daerah. Oleh karena
itu, upaya peningkatan penerimaan dari pendapatan asli daerah perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah daerah baik dengan cara intessifikasi
maupun dengan cara ekstensifikasi dengan maksud agar daera tidak terlalu mengandalkanmenggantungkan harapan pada pemerintah tingkat atas tetapi harus
mampu mandiri sesuai cita-cita otonomi nyata dan bertanggung jawab.
1.6.4.2 Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
27
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Jakatra: Andi, hal. 132
Universitas Sumatera Utara
60
dikatakan bahwa PAD ini merupakan sumber pendapatan yang menjadi tulang punggung ekonomi daerah, bahkan sektor Pendapatan Asli Daerah inilah menjadi
salah satu ukuan penting untuk menilai apakah daerah-daerah akan mampu menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan dalam mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri. Sumber pendapatan daerah menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004
antara lain: 1.
Pendapatan Asli Daerah terdiri dari: -
Pajak daerah -
Retribusi daerah -
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan -
Lain-lain PAD yang sah 2.
Dana Perimbangan terdiri dari: -
Dana Bagi Hasil DBH -
Dana Alokasi Umum DAU -
Dana Alokasi Khusus DAK
1.5.5 Pajak 1. Pengertian Pajak
Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara pemerintah berdasarkan Undang-Undang yang bersifat dapat dipaksakan dan
terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali kontra prestasibalas jasa secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk
membiayai pengeluaran negara dalam penyelengaraan pemerintahan dan
Universitas Sumatera Utara
61
pembangunan. Hal ini menunjukkan bahwa pajak adalah pembayaran wajib yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang yang tidak dapat dihindari bagi yang
berkewajiban dan bagi mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dilakukan paksaan.
28
Berdasarkan defenisi pajak, dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri melekat pada pengertian pajak, yaitu sebagai berikut:
Pajak merupakan sarana yang digunakan pemerintah untuk memperoleh dana dari rakyat. Hasil penerimaan pajak tersebut untuk mengisi anggaran Negara
sekaligus membiayai keperluan belanja Negara belanja rutin dan belanja pembangunan. untuk itu, Negara memerlukan dana yang cukup besar guna
membiayai kegiatan pembangunan yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan. Disamping sebagai sumber dana untuk mengisi anggaran
Negara, Pajak juga digunakan sebagai sumber kebijakan di bidang moneter dan investasi yang berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi sehingga
kesejahteraan rakyat semakin baik. Pajak adalah iuran kepada Negara berdasarkan undang- undang yang
dapat dipaksakan, dimana rakyat sebagai pembayar pajak tidak dapat menerimah imbalan secara langsung, imbalan berupah pelayanan yang baik oleh Negara baik
secara fisik maupun non fisik. Pelayanan ini bisa berupa fasilitas umum yang digunakan secara bersama- sama.
29
1. Pajak dipungut oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,
berdasarkan kekuatan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya.
28
Marihot Pahala Siahaan. 2010. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 7
29
Ibid., hal. 7-8
Universitas Sumatera Utara
62
2. Pembayaran pajak harus masuk kepada kas negara, yaitu kas
pemerintah pusat kas pemerintah daerah sesuai dengan jenis pajak yang dipungut.
3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra
prestasi individu oleh pemerintah tidak ada imbalan langsung yang diperoleh si pembayar pajak. Dengan kata lain, tidak ada hubungan
langsung antara jumlah pembayaran pajak dengan kontra prestasi secara langsung.
4. Penyelenggaraan pemerintahan secara umum merupakan manifestasi
kontra prestasi dari negara kepada para pembayar pajak. Pajak dipungut karena adanya suatu keadaan, kejadian dan oerbuatan yang
menurut peraturan perUndang-Undangan pajak dikenakan pajak. 5.
Pajak memiliki sifat dapat dipaksakan. Artinya wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran pajak, dapat dikenakan sanksi, baik
sanksi pidana maupun denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Fungsi Pajak
Dilihat dari definisi pajak diatas, pajak mempunyai fungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum. Namun sebenarnya fungsi
membiayai pengeluaran secara umum hanyalah salah satu dari fungsi pajak sebab pajak memiliki dua macam fungsi yaitu:
1. Fungsi Penerimaan Budgetair
Dalam fungsi budgetair pajak berfungsi sebagai sumber dana untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara. Contoh penerimaan yang
berasal dari pajak sebesar 71,4 dari keseluruhan penerimaan negara pada
Universitas Sumatera Utara
63
RAPBN 2001. Fungsi ini menjelaskan bahwa penerimaan pajak dari rakyat dimasukkan dalam anggaran pendapatan dan belanja Negara.
2. Fungsi Mengatur Regulair
Pajak berfungsi sebagai alat untuk membantu atau melaksanakan kebijakan Negara dibidang social dan ekonomi. Contoh: adanya lapisan
tarif pajak penghasilan dimana tarif yang tertinggi dikenakan untuk penghasilan tinggi, pajak untuk minuman keras dengan maksud untuk
menguranggi kosumsi minuman keras, tarif tinggi yang dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk menguranggi gaya hidup konsumtif,
tarif ekspor sebesar 0 untuk mendorong ekspor. Fungsi ini menjelaskan bahwa pajak merupakan negara dalam mengatur kebijakan ekonomi dan
sosialnya.
3. Asas Pemungutan Pajak