2.1.5 Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Paru
Dalam program pencegahan penyakit tuberkulosis paru dilakukan secara berjenjang, mulai dari pencegahan primer, kemudian pencegahan sekunder, dan
pencegahan tertier, sebagai berikut:
A. Pencegahan Primer
Konsep pencegahan primer penyakit tuberkulosis paru adalah mencegah orang sehat tidak sampai sakit. Upaya pencegahan primer sesuai dengan
rekomendasi WHO dengan pemberian vaksinasi Bacille Calmette-Guérin BCG segera setelah bayi lahir. Walaupun BCG telah diberikan pada anak sejak tahun
1920-an, efektivitasnya dalam pencegahan TB masih merupakan kontroversi karena kisaran keberhasilan yang diperoleh begitu lebar antara 0-80. Namun
ada satu hal yang diterima secara umum, yaitu BCG memberi perlindungan lebih terhadap penyakit tuberkulosis yang parah seperti tuberkulosis milier atau
meningitis tuberkulosis. Karena itu kebijakan pemberian BCG disesuaikan dengan prevalensi tuberkulosis di suatu negara. Di negara dengan prevalensi tuberkulosis
yang tinggi, BCG harus diberikan pada semua anak kecuali anak dengan gejala HIVAIDS, demikian juga anak dengan kondisi lain yang menurunkan kekebalan
tubuh. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa vaksinasi BCG ulangan memberikan tambahan perlindungan, dan karena itu hal tersebut tidak dianjurkan.
Sebagian kecil anak 1-2 dapat mengalami efek samping vaksinasi BCG seperti pembentukan kumpulan nanah abses lokal. Selain pemberian imunisasi BCG,
pencegahan primer juga dapat didukung dengan konsumsi gizi yang baik.
Universitas Sumatera Utara
B. Pencegahan Sekunder
Upaya pencegahan sekunder pada penyakit tuberkulosis paru perlu dilakukan dengan skrining screaning, yaitu pemeriksaan menggunakan sistem
skoring. Bila hasil evaluasi dengan skoring sistem didapat skor 5, kepada anak tersebut diberikan Isoniazid INH dengan dosis 5
–10 mgkg BBhari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG
dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai Depkes, 2006. Upaya pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
laboratorium terhadap penderita tuberkulosis paru. Laboratorium tuberkulosis paru merupakan bagian dari pelayanan laboratorium kesehatan mempunyai peran
penting dalam Penanggulangan Tuberkulosis paru berkaitan dengan kegiatan deteksi pasien tuberkulosis paru, pemantauan keberhasilan pengobatan serta
menetapkan hasil akhir pengobatan Depkes RI, 2007. Diagnosis tuberkulosis paru melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak
merupakan metode baku emas gold standard. Namun, pemeriksaan kultur memerlukan waktu lebih lama paling cepat sekitar 6 minggu dan mahal.
Pemeriksaan 3 spesimen SPS dahak secara mikroskopis nilainya identik dengan pemeriksaan dahak secara kultur atau biakan. Pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan pemeriksaan yang paling efisien, mudah, murah, bersifat spesifik, sensitif dan dapat dilaksanakan di semua unit laboratorium Depkes RI, 2007.
Untuk mendukung kinerja penanggulangan, diperlukan ketersediaan Laboratorium tuberkulosis paru dengan pemeriksaan dahak mikroskopis yang
terjamin mutunya dan terjangkau di seluruh wilayah Indonesia. Tujuan
Universitas Sumatera Utara
manajemen laboratorium tuberkulosis paru adalah untuk meningkatkan penerapan manajemen laboratorium tuberkulosis paru yang baik di setiap jenjang
laboratorium dalam upaya melaksanakan pelayanan laboratorium yang bermutu dan mudah dijangkau oleh masyarakat Depkes RI, 2007.
Ruang lingkup manajemen laboratorium tuberkulosis paru meliputi beberapa aspek yaitu; organisasi pelayanan laboratorium tuberkulosis paru,
sumber daya laboratorium, kegiatan laboratorium, pemantapan mutu laboratorium tuberkulosis paru, keamanan dan kebersihan laboratorium, dan monitoring
pemantauan dan evaluasi Depkes RI, 2007. Selanjutnya upaya pencegahan sekunder dilakukan dengan kegiatan
diagnosis penderita tuberkulosis paru dengan mengkaji : 1 Gejala-gejala Tuberkulosis Paru
Menurut Mason et al 2005 dalam textbook of respiratory medicine, disebutkan bahwa batuk adalah gejala yang paling umum dari TB paru.
Peradangan pada parenkim paru yang berdekatan dengan permukaan pleura dapat menyebabkan nyeri pleuritik tanpa penyakit pleura jelas. Pneumotoraks spontan
juga dapat terjadi, sering dengan nyeri dada dan mungkin dyspnea bahwa hasil dari keterlibatan parenkim tidak biasa kecuali ada penyakit yang lain.
2 Penemuan Penderita Tuberkulosis Paru Pada Orang Dewasa Penemuan penderita tuberkulosis paru dilakukan secara pasif, artinya
penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut
didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun
Universitas Sumatera Utara
masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. Selain itu semua kontak penderita tuberkulosis paru BTA positif dengan gejala sama,
harus diperiksa dahaknya. Semua tersangka penderita diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut-berturut, yaitu Sewaktu
–Pagi–Sewaktu SPS Depkes RI, 2002.
Berdasarkan penemuan penderita tuberkulosis paru, maka dilakukan klasifikasi penyakit dan tipe penderita tuberkulosis paru sebagai berikut:
1 Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis paru yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura selaput paru. Berdasarkan
hasil pemeriksaan dahak, tuberkulosis paru dibagi dalam : a. Tuberkulosis paru BTA Positif. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak
SPS hasilnya BTA positif atau 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis paru aktif.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif. Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan tuberkulosis paru aktif.
Tuberkulosis paru negatif tetapi rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu berat dan ringan.
2 Tuberkulosis Paru Ekstra Paru. Tuberkulosis paru ekstra paru adalah tuberkulosis paru yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Tuberkulosis paru
ekstra paru dibagi lagi pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu tuberkulosis
Universitas Sumatera Utara
paru ekstra paru ringan dan tuberkulosis paru ekstra paru berat Depkes RI, 2002.
Menurut Depkes RI 2002, tipe penderita dibagi ke dalam beberapa tipe, yaitu kasus baru; kambuh relaps; pindahan transfer in; setelah lalai drop-out;
gagal dan kasus kronik.
C. Pencegahan Tertier