BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dari penulisan skripsi ini adalah
1. Pengaturan dan pengawasan pasar modal setelah peralihan BAPEPAM kepada
Otoritas Jasa Keuangan OJK, ketentuan Pasal 8 dan Pasal 9 kewenangan OJK terkait dengan kegiatan jasa keuangan memisahkan secara limitatif jenis
kewenangannya, yakni pada Pasal 8 diatur yang berkaitan dengan pengaturan, dan pada Pasal 9 diatur mengenai kewenangan yang berkaitan dengan
pengawasan. 2.
Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan OJK dalam Menangani Kasus Kejahatan Pasar Modal berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, Penyidik
Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tugas dalam Pasal 49 menyampaikan hasil penyidikan kepada jaksa untuk dilakukan penuntutan, selanjutnya Jaksa
yang menerima laporan dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil wajib menindaklanjuti dan memutuskan tindak lanjut hasil penyidikan sesuai dengan
kewenangannya paling lama 90 sembilan puluh hari sejak diterimanya hasil penyidikan, sesuai dengan Pasal 50 UU OJK
B. Saran
Beberapa saran yang dapat dikemukakan sesuai dengan permasalahan
yang terdapat dalam skripsi ini yaitu:
77
Universitas Sumatera Utara
1. Harus dilakukan harmonisasi undang-undang terkait, seperti Undang-undang
Perbankan, Undang-undang Pasar Modal, Undang-undang LPS sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dalam penyidikan tindak pidana pasar
modal.
2. Dalam pelaksanaan kewenangan penanganan kejahatan manipulasi pasar di
pasar modal, diharapkan OJK tidak hanya menunggu adanya laporan dari konsumeninvestor mengenai adanya dugaan telah terjadinya manipulasi
pasar, namun harus mampu lebih aktif dalam melakukan penelitian terhadap
kegiatan jasa keuangan yang diduga melakukan manipulasi pasar.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PENGATURAN DAN PENGAWASAN PASAR MODAL SETELAH
PERALIHAN BAPEPAM KEPADA OTORITAS JASA KEUANGAN
A. Sejarah Otoritas Jasa Keuangan
Berdasarkan Pasal 34 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
BI, pemerintah diamanatkan membentuk lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen, selambat-lambatnya akhir tahun 2010. Lembaga ini
bertugas mengawasi industri perbankan, asuransi, dana pensiun, pasar modal, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.
26
Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa
keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong diperlukannya pembentukan lembaga pengawasan disektor jasa keuangan yang
terintegrasi. Sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu dilakukan penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan
tugas pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan yang mencakup perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan
lembaga jasa keuangan lainnya.
26
Afika Yumya, Pengaruh Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kewenangan Bank Indonesia Dibidang Pengawasan Perbankan, Skripsi sarjana Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Depok, 2008, hal. 28
24
Universitas Sumatera Utara
Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalaan yang timbul dalam sistem
keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan, pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut
harus dilakukan secara terintegrasi.
27
Menurut penjelasan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, OJK bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di
luar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan BPK dan Dewan Perwakilan Rakyat DPR. Sebelum OJK
dibentuk, maka Undang-undangnya harus dibuat terlebih dahulu. Jika mau dibentuk, undang-undangnya harus dibuat dulu, jika tidak OJK tidak punya dasar
hukum.
28
Alasan pembentukan OJK ini antara lain makin kompleks dan bervariasinya produk jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan
jasa keuangan, dan globalisasi industri jasa keuangan. Disamping itu, salah satu alasan rencana pembentukan OJK adalah karena pemerintah beranggapan bahwa
BI, sebagai Bank Sentral telah gagal dalam mengawasi sekor perbankan. Kegagalan tersebut dapat dilihat pada saat krisis ekonomi yang melanda Indonesia
mulai pertengahan tahun 1997, dimana sebanyak 16 bank dilikuidasi pada saat itu.
29
27
Undang-Undang Nomormor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomormor 111, hal 1
28
Afika Yumya Syahmi, Pengaruh Pembentukan Pengawasan Lembaga Perbankan Suatu Kajian Terhadap Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, Skripsi Sarjana, Depok, Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2004, hal 6.
29
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Pembentukan lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan, dan penyidikan yaitu OJK tidak terlepas dari situasi krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang menimpa wilayah Asia. Krisis ekonomi
selalu menelan biaya yang tidak sedikit, baik dilihat dari biaya ekonomi maupun biaya sosial yang diakibatkannya. Krisis ekonomi di tahun 1997-1998,
misalnya,membebani perekonomian Indonesia sebesar 50 dari Produk Domestik Bruto PDB dan pertumbuhan ekonomi minus 13. Di sisi lain, diperlukan
waktu yang tidak singkat untuk mengembalikan perekonomian ke kondisi sebelum krisis.
30
Juli 1997 Indonesia terkena dampaknya karena struktur ekonomi nasional Indonesia yang masih lemah untuk menghadapi krisis global tersebut. Akibat dari
krisis yang terjadi tersebut berdampak sangat besar terhadap perekonomian di Indonesia. Pasar modal, kegiatan usaha di sektor riil maupun perbankan
mengalami penurunan yang cukup besar. Salah satu penyebab krisis yang melanda sebahagian besar perusahaan di Indonesia adalah karena kurang dimanfaatkannya
pasar modal sebagai sumber dana perusahaan. Ketidaksesuaian pembiayaan, karena dipakainya dana jangka pendek bagi pendanaan investasi jangka panjang
tersebut dapat dihindari apabila perusahaan memanfaatkan instrument pasar modal bagi kegiatan pembiayaannya baik dalam ekuitas equity maupun hutang debt.
Indonesia pada saat itu memusatkan sektor perbankan Banking Centric dalam
perkembangan perekonomiannya.
Terdapatnya Banking
Centric
30
Tim Kerjasama Penelitian FEB UGM FE UI, Alternatif Sturktur OJK Yang Optimum:Kajian Akademik, xa.yimg.comkq...KajiAkademikOJK-UI-UGMversi+230810.pdf, hal.
7, diakses tanggal 12 Mei 2016.
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan risiko sistemik terhadap jasa keuangan lain dan lebih jauh dapat menimbulkan gangguan stabilitas finansial sehingga krisis yang terjadi pada tahun
1997-1998 yang melanda Indonesia menyebabkan banyaknya bank mengalami kolaps. Fungsi pengawasan bank yang merupakan tugas dari BI banyak yang
dipertanyakan, bahkan dianggap krisis tersebut disebabkan oleh lumpuhnya sektor perbankan di Indonesia.
31
Dengan melakukan reformasi hukum terus menerus terhadap setiap komponen dalam sistem perekonomian nasional yaitu sistem
keuangan dan keseluruhan kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional
yang diharapkan dan dapat mencegah terulangnya krisis sekaligus penangkal dalam pemikiran permasalahan-permasalahan dimasa depan, sehingga program
pembangunan ekonomi nasional yakni dengan tujuan untuk menciptakan pondasi yang kuat harus dilaksanakan secara komprehensif dan mampu menggerakkan
kegiatan perekonomian nasional yang harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel yang berpedoman pada prinsip-prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana
diamanatkan Pancasila dan UUD 1945.
32
Sesuai dengan amanat Pasal 34 Undang-undang No. 23 tahun 1999 Tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 3
Tahun 2004, terakhir dengan Undang-undang No. 6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia yang menyatakan:
31
Paripurna P Sugarda, Status Hukum dan Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan, www.ugm.ac.id, diakses tanggal 12 Mei 2016.
32
Harry Koot, Analisis Pemebntukan Otoritas Jasa Keuangan, diakses dari http:www.geocities.wsjurnalhetdokumenringkasan-skripsi-harry-koot.pdf, diakses tanggal
15 Mei 2016.
Universitas Sumatera Utara
1 Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawas sektor jasa
keuangan yang independen dan di bentuk dengan undang-undang 2
Pembentukan lembaga pegawas sebagaimana di maksud pada ayat 1 akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010 pasal tersebut
mengamanatkan pembentukan sebuah lembaga jasa keuangan yang independen yang bertugas mengawasi kegiatan perbankan di Indonesia.
Sehingga tugas pengawasan tidak dilakukan oleh BI. Namun dalam perkembangan, lembaga jasa keuangan yang dimaksud
berganti nama menjadi OJK dan kewenangan meluas. Tidak hanya mengawasi perbankan saja, tetapi seluruh jasa keuangan yang ada. Termasuk pasar modal dan
jasa-jasa keuangan lainnya. Untuk keperluan tersebut akan menyatukan seluruh aktifitas pengawas sektor jasa keuangan di bawah satu atap yang jangka waktu
pendirian OJK tersebut di perpanjang menjadi paling lambat akhir Desember 2010, yang mencakup perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, sekuritas,
modal ventura dan perusahaan pembiayaan serta badan-badan lain yang mengelola dana masyarakat.
33
Sebagaimana Pasal 34 UU BI dijadikan landasan pembentukan dan pengaturan lembaga pengawasan keuangan dalam UU BI kurang tepat. Karena
pengaturan pengalihan kewenangan kepada lembaga pengawas keuangan bukan merupakan kompetensinya dan terdapat kesan pasal tersebut merupakan sisipan
bagi pembentukan lembaga pengawas keuangan. Berdasarkan hal tersebut maka
33
Tim Panitia antar Departemen Rancangan Undang-undangan Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Naskah akedemik pembentukan Otoritas Jasa Keuangan OJK, 2010, hal. 3
Universitas Sumatera Utara
harus dipahami mengapa UU BI berlaku.
34
Norma tertinggi atau norma dasar dan dalam konteks Indonesia norma dasar tersebut adalah UUD 1945, dalam hal ini
Pasal 23D UUD 1945 “Negara memiliki suatu Bank Sentral yang susunannya, kedudukannya, kewenangan, tanggung jawab dan indepedensi di atur dengan
Undang- undang”. Pada dasarnya UU OJK memuat ketentuan tentang Organisasi
dan tata kelola governance dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap industri jasa keuangan, sedangkan ketentuan mengenai
jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan
pengaturan prudensial serta ketentuan jasa penunjang industri jasa keuangan dan lain sebagainya menyangkut transaksi jasa keuangan di atur dalam undang-undang
sektoral tersendiri yaitu UU No. 6 Tahun 2009 Tentang BI, UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Perasuransian, UU No. 11
Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sektor jasa keuangan lannya.
Landasan filosofis mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia,
bersumber dari Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. OJK dibentuk dengan tujuan agar keselurahan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan
dapat terselenggarakan secara teratur, adil, transparan dan akuntabel, serta dapat mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. OJK
di bentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi
34
Tim Panitia antar Departemen Rancangan Undang-undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Naskah Akademik UU OJK, hal. 3
Universitas Sumatera Utara
independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi dan kewajaran fairness.
35
Untuk menjamin tercapainya tujuan pembentukan OJK tersebut di atas, maka OJK harus merupakan bagian dari penyelenggaraan urusan kenegaraan yang
integrasi secara baik dengan lembaga-lembaga Negara dan pemerintahan lainnya di dalam mencapai tujuan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tercantum
dalam konstitusi Republik Indonesia. Di samping itu, agar OJK dapat melaksanakan fungsinya secara efektif, maka OJK harus memiliki independensi di
dalam melaksanakan fungsinya agar dapat terlindungi dari berbagai kepentingan yang dapat menghambat tercapainya tujuan tersebut. Independensi ini diwujudkan
dengan dua hal. Pertama, secara kelembagaan OJK tidak berada di bawah otoritas lain di dalam Pemerintah Negara Republik Indonesia, dan kedua, secara orang
perseorangan yang memimpin OJK harus memiliki kepastian atas jabatannya berupa jangka waktu jabatan yang tidak bias diganti sejauh melaksanakan tugas
dengan benar dan tidak terlibat dalam kriminalitas.
36
Landasan filosofis berkaitan dengan “rechtside” di mana semua masyarakat mempunyai yaitu apa yang mereka harapkan dari hukum, misalnya
untuk menjamin keadilan, ketertiban, kesejahteraan dan sebagainya. Cita hukum tersebut tumbuh dari sistem nilai masyarakat mengenai baik atau buruk. Sehingga
hukum diharapkan mencerminkan sistem nilai tersebut baik sebagai sarana yang
35
Ibid, hal 4
36
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
melindungi nilai-nilai maupun sebagai sarana mewujudkan dalam tingkah laku masyarakat.
37
Dasar sosiologis artinya, mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Dalam suatu masyarakat industri, hukumnya harus sesuai dengan
kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat industri tersebut. Dengan landasan ini diharapkan suatu Undang-undang yang akan di buat akan di terima
masyarakat secara wajar bahkan spontan. Peraturan perundang-undangan yang diterima secara wajar akan mempunyai daya berlaku efektif dan tidak begitu
banyak memerlukan pengerahan institusional untuk melaksanakannya. Landasan yuridis, yaitu Pasal 34 UU No. 33 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, UU No. 6 tahun 2009 tentang Penetapan Perppu No. 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No.33 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia menjadi undang-undang.
38
Seperti yang dikemukan oleh Bagir Manan, bahwa kecenderungan- kecenderungan dan harapan-harapan masyarakat dalam kenyataan dalam
masyarakat merupakan dasar sosiologi. Kelumpuhan peranan hukum akan terjadi apa bila peraturan perundang-undangan apa bila tidak memasukkan faktor
kecenderungan dan harapan masyarakat tersebut karena hanya akan sekedar merekam seketika momen opname. OJK harus menemparkan dirinya secara
proporsional dan mengayomi berbagai kepentingan dari pelaku industri dan pemangku kepentingan lainnya. Apabila seluruh pemangku kepentingan
stakeholders industri dapat menata perilakunya sendiri, OJK dapat menjadi
37
Bagir Manan, Dasar-dasar Konstitusi Peraturan Perundang-Undangan Nasioanal, Padang, Fakultas Hukun Universitas Andalas, 1994, hal 135
38
Kasmir. Dasar-Dasar Perbankan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hal 270
Universitas Sumatera Utara
fasilitator terhadap pasar. Fungsi surveillance dari OJK melalui pengaturan dan pengawasan menjadi penting. Pemberian keleluasaan kepada industri untuk
mengatur dirinya harus tetap ditempatkan dalam kerangka bahwa fungsi pengaturan dan pengawasan tetap merupakan tugas dan wewenang OJK dan
senantiasa diarahkan untuk menjaga keberlangsungan sektorkeuangan yang sehat dan stabil.
39
Otoritas Jasa Keuangan OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara
teratur, adil, transparan dan akuntabel, serta dapat mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Untuk menjamin tercapainya tujuan
pembentukan otoritas jasa keuangan, maka otoritas jasa keuangan memiliki kewenangan untuk pengaturan dan pengawasan. Selain dari hal tersebut, peran
pengaturan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh otoritas jasa keuangan harus diarahkan untuk menciptakan efesiensi, persaingan yang sehat, perlindungan
konsumen serta memelihara mekanisme pasar yang sehat. Pembentukan OJK di Indonesia telah diatur dalam sebuah Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang diundangkan pada tanggal 22 November 2011. Dalam peraturan tersebut
disebutkan bahwa definisi dari Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur
tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam UU OJK ini. Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia ditetapkan bahwa
39
Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-undangan Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Op. Cit. hal. 5
Universitas Sumatera Utara
Otoritas Jasa Keuangan akan dibentuk paling lambat tahun 2010. Namun sebelum diamandemen Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
menjadi Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia bunyi ketentuannya adalah “Lembaga Pengawas Jasa KeuanganLPJK yang kemudian
menjadi Otoritas Jasa Keuangan paling lambat sudah harus dibentuk pada akhir Desember 2002” Pasal 34 Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank
Indonesia merupakan respon dari krisis yang terjadi di Asia pada tahun 1997-1998 yang sangat berpengaruh terhadap Indonesia, khususnya pada sektor perbankan.
Krisis pada tahun 1997-1998 yang melanda Indonesia mengakibatkan banyaknya bankbank yang mengalami koleps sehingga banyak yang mempertanyakan
pengawasan Bank Indonesia terhadap bank-bank. Kelemahan kelembagaan dan pengaturan yang tidak mendukung diharapkan dapat diperbaiki sehingga tercipta
kerangka sistem keuangan yang lebih tangguh. Lembaga OJK ini akan mengambil alih kewenangan pengawasan perbankan yang selama ini dipegang oleh Bank
Indonesia BI.
40
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang OJK menyebutkan, bahwa lembaga-lembaga yang akan berada di bawah pengawasan OJK adalah
perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan atau multifinance, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Lembaga jasa keuangan ini
mencakup pergadaian PT Pegadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, lembaga pembiayaan sekunder perumahan dan lembaga yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, yaitu
40
Afika Yumya Syahmi, Pengaruh Pembentukan Pengawasan Lembaga Perbankan Suatu Kajian Terhadap Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, Skripsi Sarjana, Depok: Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2004, hal 132
Universitas Sumatera Utara
penyelenggaraan program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan. OJK bertugas untuk mengatur dan mengawasi semua kegiatann yang berhubungan
dengan jasa keuangan di sektor berbankan. Diharapkan dengan adanya pengawasan yang serius dari OJK tersebut, tidak ada lagi penyelewengan pada
jasa keuangan di sektor perbankan. Selain bertugas untuk mengawasi jasa keuangan di sektor perbankan, tugas
lain yang tidak kalah penting yang harus diemban oleh OJK adalah melakukan pengawasan pada kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal. Pengawasan lain
yang juga merupakan tanggung jawab dari OJK adalah pengawasan pada lembaga peransuransian, lembaga pembiayaan, lembaga dana pensiun, dan jasa keuangan
lain.
41
Dalam melaksanakan kewenangan pengawasannya, OJK bertanggung jawab kepada publik melalui DPR sebagai reprentatif atau perwakilan publik.
Berdasarkan UU OJK, OJK dibekali kewenangan pemeriksaan dan penyidikan, baik secara rutin maupun insidentil, onside maupun offside.
42
B. Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan