Paripurna P Sugarda, Status Hukum dan Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan, www.ugm.ac.id, diakses tanggal 12 Mei 2016.
Harry Koot, Analisis Pemebntukan Otoritas Jasa Keuangan, diakses dari http:www.geocities.wsjurnalhetdokumenringkasan-skripsi-harry-
koot.pdf, diakses tanggal 15 Mei 2016.
http:azarasidi.blogspot.com201310peran-ojk-dalam-pengaturan-keuangan.html diakses tgl 3 Juni 2016.
http:www.pulausumbawanews.comdaerahojk-berwenang-ciptakan-investasi- yangkondusif diakses tgl 3 Juni 2016.
Zulkarnain Sitompul, Menyambut Kehadiran Otoritas Jasa Keuangan, http:Sippm.unas.ac.id, hal. 1, diakses tanggal 15 Mei 2016.
http:www.bisnis-kti.com, Berita Ekonomi dan Bisnis, tanggal 3092013. diakses tanggal 21 Mei 2016.
http:www.kabarbisnis.comread2844036, diakses tanggal 21 Mei 2016. Zaidatul Amina, Kajian Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia:
Melihat Dari Pengalaman Negara Lain, www.unesa.ac.id, diakses tanggal 15 Mei 2016
Darmin Nasution,
Konsepsi Pemikiran
Otoritas Jasa
Keuangan, http:books.google.co.id, diakses tanggal 12 Mei 2016.
Fitrianti Lestari,
http:fitrianalestari.blogspot.com201110kejahatan- pelanggaran-dibidangpasar.html diakses tgl 1 Juni 2016
http:www.kompasiana.comminnieperanan-otoritas-jasa-keuangan-dalam- melindungi-praktek-praktek-kecurangan-yang-terjadi-dalam-pasar-
modal_56bd1c2a7193731b05dfe710 diakses tanggal 1 Juni 2016
D. ArtikelJurnal
Rebekka Dosma Sinaga, Sistem Koordinasi Antara Bank Indonesia Dan Otoritas
Jasakeuangan Dalam Pengawasan Bank Setelah Lahirnya Undang-Undang Nomormor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Hukum
EkoNomormi Universitas Sumatera Utara, 2013, hal 2
Universitas Sumatera Utara
Afika Yumya Syahmi, Pengaruh Pembentukan Pengawasan Lembaga Perbankan Suatu Kajian Terhadap Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, Skripsi
Sarjana, Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
Afika Yumya, Pengaruh Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kewenangan Bank Indonesia Dibidang Pengawasan Perbankan, Skripsi
sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2008.
Rizka Maulida, dkk. Pengalihan Kewenangan BAPEPAM-LK Kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam hal Pengawasan Transaksi Efek Studi di Kantor
Otoritas Jasa Keuangan Pusat, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2015, hal 11.
Nurhaida Anggota Dewan komisioner Kepala Eksekutif Pangawas Pasar Modal, Reformasi Pengawasan Jasa Keuangan Melalui Pembentukan Otoritas Jasa
keuangan Sebagai Upaya Mendorong pertumbuhan PerekoNomormian Nasional, www.itb.ac.id, diakses tanggal 28 Desember 2012
Afika Yumya, Pengaruh Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kewenangan Bank Indonesia Dibidang Pengawasan Perbankan, Skripsi
sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2008.
Stephen M. Bainbridge, SECURITIES LAW insider trading, Foundation Press, New York, hal. 150.
Universitas Sumatera Utara
BAB III KEDUDUKAN DAN FUNGSI OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM
MENANGANI KASUS KEJAHATAN PASAR MODAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 21 TAHUN 2011
A. Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Sistem Peradilan Pidana
Criminal Justice System
Sistem Peradilan Pidana adalah sistem yang dibuat untuk menanggulangi masalah-masalah kejahatan yang dapat mengganggu ketertiban dan mengancam
rasa aman masyarakat, merupakan salah satu usaha masyarakat untuk mengendalikan terjadinya kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi yang
dapat diterima.
55
Pelaksanaan peradilan pidana adalah upaya untuk menanggulangi kejahatan yang terjadi di masyarakat dengan mengajukan para pelaku kejahatan
ke pengadilan sehingga menimbulkan efek jera kepada para pelaku kejahatan dan membuat para calon pelaku kejahatan berpikir dua kali sebelum melakukan
kejahatan. Marjono Reksodipoetro memberikan batasan bahwa sistem peradilan
pidana adalah sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan.
56
Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Marjono tersebut terlihat bahwa komponen atau sub
sistem dalam sistem peradilan pidana adalah kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Selanjutnya Marjono juga mengemukakan bahwa
55
Abdussalam dan DPM Sitompul, Sistem Peradilan Pidana, Jakarta: Restu Agung, 2007, hal 4.
56
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2010, hal. 2
47
Universitas Sumatera Utara
tujuan dari sistem peradilan pidana adalah mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan, menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas
bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah diadili, mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak lagi mengulangi perbuatannya.
57
Muladi mengemukakan bahwa sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan network peradilan yang menggunakan hukum pidana materiil, hukum
pidana formal maupun hukum pelaksanaan pidana. Namun kelembagaan ini harus dilihat dalam konteks sosial.
58
Hal ini dimaksudkan untuk mencapai keadilan sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh masyarakat.
Hukum adalah keseluruhan asas dan kaidah yang mengatur pergaulan hidup manusia dalam masyarakat yang bertujuan untuk memelihara ketertiban dan
mencapai keadilan, juga meliputi lembaga serta proses yang mewujudkan berlakunya kaidah tersebut sebagai kenyataan di masyarakat.
59
Wewenang untuk menunjuk penyidik tersebut dapat dilimpahkan oleh Kapolri kepada Pejabat Kepolisian Negara RI. Sedangkan penyidik yang dijabat
oleh Pegawai Negeri Sipil, pengangkatannya dilakukan oleh Menteri atas usul Departemen yang membawahi Pegawai Negeri Sipil tersebut. Mentri sebelum
melaksanakan pengangkatan terlebih dahulu mendengarkan pertimbangan Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian RI. Dan wewenang pengangkatan itu dapat
dilimpahkan oleh Menteri Kepada Pejabat yang ditunjuknya. Pasal 2 6 PPRI No. 27 Tahun 1983.
57
Ibid, hal 3
58
Ibid, hal 5-6
59
P. Sitorus, Pengantar Ilmu Hukum Dilengkapi Tanya Jawab , Ba du g: Pasu da Law Faculty, Alumnus Press, 1998, hal. 94.
Universitas Sumatera Utara
Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan UU OJK yang mengatur tentang acara sendiri khususnya perihal penyidikan. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan
akankah terjadi penyidikan oleh penyidik OJK di dalam tindak pidana yang sama, dimana hak dan kewenangan penyidikan pada tindak pidana OJK dipunyai juga
oleh penyidik lain yang telah ada. Keadaan ini nampaknya akan tidak selaras dengan integrated criminal justice system. Integrated criminal justice system
mempunyai pengertian adanya keterpaduan penyidik bidang tindak pidana. Salah satu pilar dari sistem penanganan terpadu, adalah harus adanya koordinasi dari
para penyidik.
60
Dengan adanya penyidik OJK, hal ini akan menimbulkan rebutan perkara dalam penyidikan tindak pidana OJK dan akan terjadi tumpang tindih
kewenangan yang berujung kepada adanya nebis in idem. Otoritas Jasa Keuangan OJK adalah lembaga yang mandiri dan independen serta bebas dari campur
tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan di sektor perbankan, pasar modal,
pengasuransian, dana pensiun, lembaga pembayaran dan lembaga keuangan lainnya. Dengan demikian termasuk penyidikan terhadap tindak pidana korupsi,
perdagangan obat bius, perdagangan senjata dan manusia, penyelundupan, kejahatan di bidang perpajakan, pasar modal dan kejahatan di industri asuransi. Itu
dapat disidik oleh penyidik OJK apabila terindikasi adanya kejahatan. Dengan demikian penyidik OJK mempunyai kewenangan yang besar selain berwenang
melakukan penyidikan yang tidak dipunyai oleh penyidik lain. Dalam hal
60
Barda Nawawi Arief, Bu ga Ra pai Kebijaka Huku Pida a , Cetaka Kesatu, Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 61.
Universitas Sumatera Utara
penyidikan terhadap tindak pidana jasa keuangan undangundang OJK mengaturnya dalam Pasal 49 yang berbunyi:
1 Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi pengawasan sektor jasa keuangan di lingkungan OJK,
diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
2 Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat 2 dapat
diangkat menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
3 Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat 1
berwenang: a.
menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di sektor jasa keuangan;
b. melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak pidana di sektor jasa keuangan; c.
melakukan penelitian terhadap Setiap Orang yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan;
d. memanggil, memeriksa, serta meminta keterangan dan barang bukti
dari Setiap Orang yang disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan;
e. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana di sektor jasa keuangan;
Universitas Sumatera Utara
f. melakukan penggeledahan di setiap tempat tertentu yang diduga
terdapat setiap barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat dijadikan
bahan bukti dalam perkara tindak pidana di sektor jasa keuangan; g.
meminta data, dokumen, atau alat bukti lain, baik cetak maupun elektronik kepada penyelenggara jasa telekomunikasi;
h. dalam keadaan tertentu meminta kepada pejabat yang berwenang
untuk melakukan pencegahan terhadap orang yang diduga telah melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; i.
meminta bantuan aparat penegak hukum lain; j.
meminta keterangan dari bank tentang keadaan keuangan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan; k.
memblokir rekening pada bank atau lembaga keuangan lain dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di sektor
jasa keuangan; l.
meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan; dan m. menyatakan saat
dimulai dan dihentikannya penyidikan. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 menyampaikan hasil
penyidikan kepada Jaksa untuk dilakukan penuntutan dan Jaksa wajib menindaklanjuti dan memutuskan tindak lanjut hasil penyidikan sesuai
Universitas Sumatera Utara
kewenangannya paling lama 90 sembilan puluh hari sejak diterimanya hasil penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
Tentang kewenangan penyidikan yang dipunyai oleh penyidik OJK ini, seperti penyidikan terhadap semua tindak pidana yang menyangkut jasa keuangan
seperti diatur dalam sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan. Sementara terhadap tindak pidana perbankan telah ada
penyidik sebelumnya yaitu pejabat polisi negara. Polisi sebagai penyidik tindak pidana perbankan diatur dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Pasal 6 ayat 1 a. Penyidik adalah Polisi Negara Republik Indonesia, selain itu Polisi sebagai penyidik diatur pula
dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI Pasal 14 ayat 1 a: Melaksanakan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundangundangan lainnya. Dengan demikian Polisi sebagai penyidik termasuk penyidik mempunyai hak dan
kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap semua tindak pidana, termasuk tindak pidana di sektor jasa keuangan Perbankan dan lainlain. Begitu
juga Kejaksaan. Jaksa sebagai penyidik mempunyai kewenangan melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu seperti tindak pidana korupsi, ini diatur
dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 30 ayat 1 d. Di bidang Pidana Kejaksaan mempunyai tugas dan
wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.
Universitas Sumatera Utara
Jadi apabila terindikasi adanya tindak pidana korupsi di sektor jasa keuangan sektor perbankan dan lain-lain maka Jaksa berwenang melakukan
penyidikan. Dengan adanya kewenangan penyidikan dari penyidik OJK, maka akan terjadi diverifikasi penyidik dan akan membuat makin tumpang tindihnya
penyidikan dalam tindak pidana tertentu yaitu tindak pidana yang diatur di luar KUHAP.
Kedudukan hukum Otoritas Jasa Keuangan OJK ditetapkan sebagai lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas
dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal tertentu yang diatur tegas dalam UU Nomor 21 Tahun 2011.Akan tetapi, meski independen, anggaran OJK
bersumber pada APBN, danatau pungutan dari penyelenggara jasa. Independensi OJK tercermin dalam kepemimpinan OJK.Secara orang
perorangan, pimpinan OJK memiliki kepastian masa jabatan dan tidak dapat diberhentikan, kecuali memenuhi alasan yang secara tegas diatur dalam UU OJK.
Disamping itu, untuk mendapatkan pimpinan yang tepat, dalam UU OJK diatur juga mekanisme seleksi yang transparan, akuntabel, dan melibatkan partisipasi
publik melalui suatu panitia seleksi yang unsur-unsurnya terdiri atas pemerintah, Bank Indonesia, dan masyarakat sektor jasa keuangan.
61
Sebagai lembaga yang bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di
luar pemerintah. OJK berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat.
62
61
Wahyu Uto o, OJK Bagia Refor asi Eko o i I do esia , artikel da Jur al Nasional, 12 Juni 2012, hal. 222.
62
Ibid
Universitas Sumatera Utara
B. Unsur-Unsur Kejahatan dalam Pasar Modal yang terdapat di dalam