25 dilakukan dengan cara mengencerkan 100 mg sediaan krim dengan 10 ml air, bila
emulsi mudah diencerkan dengan air, maka emulsi tersebut adalah tipe ma Ditjen POM., 1985.
Pengecatan atau pewarnaan dilakukan dengan menambahkan larutan metilen biru sebanyak 1 tetes pada 500 mg sediaan di atas objek gelas. Tutup
dengan kaca penutup. Bila metil biru tersebar merata berarti sediaan tersebut tipe emulsi minyak dalam air ma, tetapi bila hanya bintik-bintik biru berarti sediaan
tersebut tipe emulsi air dalam minyak am Syamsuni, 2006.
3.5.5 Uji iritasi terhadap sukarelawan
Percobaan ini dilakukan pada 12 orang sukarelawan. Sediaan dioleskan di belakang telinga atau siku membentuk lingkaran dengan diameter 3 cm, lalu
dibiarkan selama 24 jam dengan diamati setiap 4 jam sekali apakah terjadi iritasi kulit atau tidak Ditjen POM., 1985. Eritema : tidak eritema 0, sangat sedikit
eritema 1, sedikit eritema 2, eritema sedang 3, eritema sangat parah 4. Edema : tidak edema 0, sangat sedikit edema 1, sedikit edema 2, edema sedang 3, edema
sangat parah 4 Barel, et al., 2009.
3.5.6 Uji total cemaran mikroba
Ditimbang 1 gram sampel ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 10 ml akuades lalu dihomogenkan selama lebih kurang 1 menit dengan alat vortex.
Dibuat pengenceran hingga 10
-5
, kemudian diambil 1 ml dari pengenceran dan dimasukkan ke cawan petri dan ditambahkan media Plate Count Agar PCA
sampai menutupi aliquot, lalu di homogenkan. Inkubasi pada suhu 37
o
C selama 24 jam. Dihitung semua koloni dalam cawan petri dengan coloni counter Ditjen
POM., 1994.
Universitas Sumatera Utara
26
3.5.7 Penentuan nilai SPF sediaan
Penentuan efektivitas sediaan adalah mengukur 0,02 larutan krim dengan spektrofotometer UV. Sebanyak 1 g krim ditimbang seksama kemudian
dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL dan dilarutkan dengan etanol p.a sampai batas tanda. Disaring larutan dan dibuang 10 mL pertama filtratnya. Sebanyak 5,0
mL aliquot dipipet, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, dan dicukupkan dengan etanol p.a sampai batas tanda. Sebanyak 5,0 mL larutan aliquot dipipet,
dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL dan dicukupkan dengan etanol p.a sampai batas tanda.
Nilai SPF diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200-400 nm dan menggunakan etanol sebagai blanko. Nilai
serapan absorbansi, abs dicatat setiap interval 5 nm dari panjang gelombang 290-320 nm. Nilai serapan yang diperoleh dikalikan dengan EE x I untuk masing-
masing interval. Nilai EE x I adalah konstan Lampiran 13. Jumlah EE x I yang diperoleh dikalikan dengan factor koreksi CF=10, akhirnya diperoleh nilai SPF
dari krim yang diuji Mansur, et al. 1986; Sayre, et al., 1979; Dutra, et al., 2004. ���
�������� ℎ���������
= �� × � ��� × ��
320 290
× ����
Dilakukan perlakuan yang sama sebanyak 6 kali untuk masing-masing formula. Untuk mengetahui adanya perbedaan nilai SPF yang bermakna antar
formula dilakukan uji statistik menggunakan metode Analysis of Variance ANOVA dengan program Statistical Package for the Social Sciences SPSS
dengan taraf tingkat kepercayaan 95, dan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan efektivitas sediaan.
Universitas Sumatera Utara
27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Organoleptis Sediaan
Sediaan yang dihasilkan adalah masa setengah padat berwarna putih, berbau khas minyak VCO, homogen, mudah menyebar, dan memberikan rasa
yang cukup nyaman ketika dioleskan pada kulit. Tidak terdapat perbedaan penampilan organoleptis dari setiap formula yang dihasilkan, namun terdapat
perbedaan konsistensi kepadatan krim mulai dari F4 kombinasi OMC dan TiO
2
sampai F7 Krim VCO 8 dengan kombinasi OMC dan TiO
2
. Hal ini disebabkan krim tersebut mengandung titanium dioksida yang bersifat kaku dapat
meningkatkan kepadatan dari krim.
4.2 Mutu Fisik Sediaan 4.2.1 Homogenitas sediaan
Dari percobaan yang telah dilakukan terhadap ke delapan sediaan tabir surya, hasil yang diperoleh menunjukkan tidak adanya butiran-butiran pada objek
gelas, sehingga dapat dikatakan bahwa semua sediaan tabir surya yang dihasilkan adalah homogen.
4.2.2 Stabilitas sediaan
Stabilitas krim rusak jika terganggu sistem campurannya terutama disebabkan perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan
salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain Ditjen POM., 1979. Emulsi
yang tidak stabil akan mengalami perubahan kimia dan perubahan fisika.
Universitas Sumatera Utara