Terjemahan al Qur’an H.B. Jassin Bacaan Mulia

Kalau diperhatikan betul, setidak-tidaknya dari kedua penerjemahan ini ada tiga hal yang perlu dipersoalkan sehingga tidak dapat disebut sebagi penerjemahan mutlak harfiah, masing-masing: 1. ada dua buah kata kerja yang berbeda, tetapi terjemahannya sama, yaitu ‘ ﻳ ﺨ فﺎ ’ dan ‘ ﻳ ْﺨ ﺸ ﻰ ’. Kedua duanya diterjemahkan menjadi “takut”. 2. Terjemahan kosa kata yang ada tidak seluruhnya menghasilkan padanan satu lawan satu dan tidak pula mengikuti secara setia struktur bahasa sumber. 3. Masih diperlukannya catatan kaki dengan nomor 1223 yang dalam pembahasan ini berubah menjadi nomor 88 sebagai penyesuaian. Agar lebih jelas tiga masalah ini satu persatu akan diangkat ke permukaan, dan dibahas seperlunya. Kalau “ ﻳ ﺨ فﺎ ” dengan‘ ﻳ ْﺨ ﺸ ﻰ ’ disamakan dalam terjemahan, berarti tidak terlihat nuansa yang ada diantara kedua kata kerja tersebut. Ini bukan berarti bahwa tim penerjemah tidak mengerti. Hal ini terjadi karena bahasa penerima tidak sepenuhnya siap mendudukan wakilnya yang tepat. Di sinilah antara lain letak kesulitan dalam menerjemahkan, dan ini pulalah antara lain alasan pihak pakar yang mengatakan mustahilnya penerjemahan harfiah mutlak.

1. Terjemahan al Qur’an H.B. Jassin Bacaan Mulia

Sebelum masuk ke dalam pembahasan metode terjemahan al Qur’an H.B. Jassin. Ada baiknya kita mengetahui latar belakang penerjemahan al Qur’anul Karim Bacaan Mulia. 46 Latar belakang pembahasan penerjemahan al Qur’anul Karim Bacaan Mulia dimulai dengan pengalaman pribadi yang dialami oleh H.B. Jassin sendiri. Dalam pekerjaan menerjemahkan sudah barang tentu Jassin bertolak dari kitab induk al Qur’anul Karim sendiri yang berbahasa Arab artinya ia tidak menerjemahkan hasil terjemahan orang lain, di samping itu ia mempergunakan sebagai perbandingan terjemahan–terjemahan lain dalam bahasa asing sebagai bahan perbandingan dan Bahasa Indonesia serta beberapa kamus Arab-Inggris. Jadi, terjemahannya bukanlah terjemahan dari terjemahan Yusuf Ali ataupun terjemahan lainnya. Susunan sajak terjemahan dalam bahasa Indonesia adalah susunan karaya H.B. Jassin sendiri, sedang susunan sajak dalam Bahasa Arab al Qur’an disusun baru sesuai dengan baris-baris sajak dalam Bahasa Indonesia. Di samping itu, ketika H.B. Jassin menyampaikan rasa terima kasihnya pada penerbitan pertama al Qur’an Karim Bacaan Mulia, ia sudah mendengarkan pertanyaan tentang terjemahannya sebagaimana ia kemukakan: Sesudah tanggal 18 Desember 1974 saya selesai menterjemahkan Qur’an keseluruhannya, saya ketik baik-baik dan saya serahkan kepada Penerbit Djambatan berangsur-angsur sampai lengkap 27 Agustus 1975. tapi dalam pada itu di luaran timbul pertanyaan apakah terjemahan saya dapat dipertanggungjawabkan dari sudut isinya, mengingat bahwa saya bukan seorang ulama yang telah mempelajari isi al Qur’an secara 47 mendalam dari berbagai sudut sebagaimana yang diisyaratkan bagi seorang penterjemah kitab suci. 11 Sebelum terbit, kepada Majelis Ulama yang ketika itu diketuai oleh Hamka, datang permintaan supaya terjemahan itu diperiksa oleh para Ulama. Tugas itu oleh Majelis Ulama Indonesia Pusat diserahkan kepada Majelis Ulama DKI. Untuk keperluan penjelasan, Majelis Ulama DKI mengundang H.B. Jassin dalam satu pertemuan di Rumah kediaman Gubernur Jakarta Raya, Haji Ali Sadikin, tanggal 25 Agustus 1976. pertemuan ini dipimpin oleh K.H. Ramhatullah Shiddiq. Hasilnya ialah bahwa Majelis Ulama DKI dapat menghargai usaha penerjemahan yang dilakukan oleh H.B. Jassin, dan akan memberikan bantuan untuk meneliti isi terjemahan tersebut. Untuk itu, dibentuklah suatu panitia yang terdiri atas K.H. Saleh Suaidy, Mukhtar Lutfi al Anshar, dan H. Iskandar Idris. Oleh karena K.H. Saleh Suaidy kemudian meninggal dunia, kedudukannya digantikan oleh K.H. Abdul Aziz, itu pun hanya beberapa waktu saja karena kemudian beliau ditugaskan oleh Pemerintah DKI untuk mengepalai rombongan haji ke tanah suci menjelang akhir tahun 1976. Mukhtar Lutfi yang juga dikenal sebagi pengurus Lembaga Pendidikan al Irsyad Pusat menyebutkan tidak seluruh terjemahan al Qur’anul Karim Bacaan Mulia diteliti oleh Team Peneliti, tapi hanya sebagian saja. Itu pun dilakukan apabila H.B. Jassin meragukan sesuatu 11 H.B. Jassin. Al Qur’anul Karim Bacaan Mulia, Jakarta: Jambatan, 1977, h. 1X 48 ayat yang diterjemahkannya. Penelitian tersebut berlangsung lebih kurang 45 hari. 12 Apabila ditelaah secara mendalam karya H.B. Jassin yang berjudul Kontroversi al Qur’an Berwajah Puisi, kelihatan bahwa hal-hal yang melatarbelakangi kritikus sastra hans Bague Jassin ini menerjemahkan al Qur’an secara puitis bukan mempuisikan al Qur’an adalah sebagai berikut. 1. Yassin memandang al Qur’an baik edisi Indonesia, Turki, Mesir maupun Arab, semua susunanya sama, yakni berbentuk prosa. “Bentuk kalimat prosa ini adalah istilah saya, “kata H.B. Jassin. 2. Bahasa al Qur’an itu puitis, sehingga rasanya lebih indah kalau disusun berbentuk puisi dan tentu enak dibaca. 3. Dari segi spiritual pun keindahan bahasanya bisa diresapi, enak dibaca dan penuh irama. 13 Kitab Rujukan Menurut DR. Ismail Lubis M.A dalam disertasinya yang berjudul Falsifikasi Terjemahan Al Qur’an Departemen Agama 1990 menyatakan apabila dilihat dalam beberapa catatan H.B. Jassin yang dikutipnya dari media cetak Kompas tertanggal 08 November 1978 diuraikan kembali dalam polemik tentang Al Qur’anul Karim Bacaan Mulia, kiranya tidak tepat kalau H.B.Jassin dalam menerjemahkan Al Qur’an secara puitis 12 Mutiara. Polemik H. Oemar Bakry Dengan H.B. Jassin tentang al Qur’anul Karim Bacaan Mulia, Jakarta: Jambatan, 1979, h. 122 13 H.B. Jassin. Kontroversi Al Qur’an Berwajah Puisi, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1995, h. 9-10 49 dikatakan mempergunakan kitab rujukan tetapi lebih tepat mempergunakan bahan perbandingan, seperti tampak pada kutipan pernyataan berikut ini: “Tentulah ada untungnya bahwa Al Qur’an yang saya terjemahkan sudah ada terjemahannya dalam bahasa-bahasa yang saya kuasai. Tidak ada salahnya untuk mempergunakan terjemahan-terjemahan tersebut sebagai perbandingan, asalkan induk yang diterjemahkan tetap Al Qur’an dalam Bahasa Arab”. 14 Dari peryataan ini muncul alasan bahwa ia tidak mempergunakan kitab rujukan. Ia tidak mengingkari telah memakai berbagai terjemahan sebagai bahan. Perbandingan dalam fungsinya sebagi kamus dan buku tafsiran. Kemudian Jassin menambahkan bahwa ia mempergunakannya secara kritis, cermat dan hati-hati tidak sekedar ambil sana ambil sini. Bahan perbandingan yang dipergunakan dalam menerjemahkan bacaan mulia ke dalam Bahasa Indonesia secara puitis antara lain: 1. The Eternal Message Of Muhammad, oleh Abdul Rachman Azzam 2. Sejarah Al Qur’an, oleh Haji Aboebakar 3. The Message Of The Qur’an, oleh Ali Hasyim Amir 4. An Advanced Learner’s Arabic English Dictonariy, oleh H. Anthony Salamone 5. The Koran Interpreted, oleh Arthur J. Arberry 6. The Holy Qur’an, oleh A. Yusuf Ali 14 Ismail Lubis, M.A., Falsifikasi Terjemahan al Qur’an, Departemem Agama Edisi 1990, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2001, cet. Ke-1, h.40 50 7. Baidawi’s commentary on surat 12 of the Qur’an, oleh F.L. Basston 8. The Koran, oleh George Sale 9. Concordantiae Corani Arabicae, oleh Gustavus Flagel 10. Die Richtungen der Islamischen Koran Auslengung, oleh Ignaz Goldziher 11. Arabic-English Dictionary, oleh J.G. Have S.J 12. De Koran, oleh J.H. Kramers 13. The Koran, oleh J.H. Kramers 14. A Dictionary and Glossary of the Koran, oleh John Penrice 15. Al Qur’anul Karim beserta Terjemah dan Tafsirnya, oleh H.M Kasim Bakry 16. The Qur’an, oleh Muhammad Khan Zafrulla 17. The Meaning of the Glorius Koran, oleh M. Piicthall 18. The Koran, oleh NJ Dawood 19. Le Coran, oleh Regris Blachere 20. The Qura’an, oleh Richard Bell 21. Der Koran, oleh Rudy Paret 22. Sejarah dan Pengantar ilmu Tafsir, oleh T.M. Hasbi Ash Shiddiedy 23. An Introduction to the Qur’an, oleh W. Montgomery Bell Watt 24. Tafsir Qur’un Karim, oleh H. Zainuddin Hamidy 15 Adapun latar belakang penyebutan kalimat Bacaan Mulia yaitu setelah al Qur’anul Karim sengaja diletakkan oleh H.B. Jassin dalam kitab 15 Ismail Lubis, M.A., Falsifikasi Terjemahan al Qur’an, Departemem Agama Edisi 1990, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2001, cet. Ke-1, h. 114 51 terjemahan al Qur’anul Karim bertolak kepada ayat 77 surat al Waqia’ah yang berbunyi: ⌧ “ Bahwa ini, sesungguhnya Bacaan yang Mulia” Judul buku terjemahan karangan H.B. Jassin bukan “Bacaan Mulia”, tapi Al Qur’anul Karim Bacaan Mulia. Kata-kata itu jelas tertulis pada bagian kulit buku dengan huruf berbahasa Indonesia berwarna Emas. Kata-kata al Qur’anul Karim bahkan ditulis dengan huruf yang indah. Kemudian pada halaman Franse Titel, tertulis kata-kata yang sama dengan huruf-huruf yang sama dan kemudian lagi pada halaman judul dengan jelas dan terang tercantum pula di atas dengan kaligrafi yang artistiik “Al Qur’anul Karim” dan di bawahnya sebagai keterangan “Bacaan Mulia”. Prinsipnya sama dengan halaman-halaman terjemahan, yakni nama surah dengan tulisan Arab dan di sampingnya terjemahannya dalam Bahasa Indonesi: Al Baqarah dengan huruf Arab, di sebelahnya dengan huruf Latin: “Sapi Betina” dengan huruf Arab” Ali Imran, Annisa di sampingnya Keluarga Imran, dan Wanita-wanita dan seterusnya. Di punggung buku tertulis pula Al Qur’anul Karim Bacaan Mulia dan di atas kotak edisi istimewa memancar pula dengan huruf-huruf Emas. 16 Ada orang yang mengusulkan supaya “Al Qur’an” jangan diterjemahkna dengan “Bacaan”, karena dengan demikian Al Qur’an disamakan saja dengan sembarang bacaan, katanya. Apakah untuk 16 H.B. Jassin, Sastra Indonesia Sebagai Warga Sastra Dunia, Jakarta: PT. Gramedia, 1985, h.239 52 53 membaca Qur’an orang harus mengatakan “Mengqara’a Qur’an” karena membaca Qur’an dianggap ungkapan yang merendahkan martabat Qur’an.? Adakah suatu larangan berupa ayat atau hadits yang melarang utuk menerjemahkan kata “Qur’an” dengan “Bacaan”. 17 Dalam hal ini, H.B. Jassin berpendapat bahwa tidak ada suatu larangan untuk menerjemahkan kata Qur’an dengan Bacaan karena menurut H.B. Jassin dan Ulama Besar di Indonesia Al Qur’an adalah suatu pedoman bagi Umat Muslim di seluruh Indonesia. Jadi, tidak ada masalah jika Qur’an diterjemahkan dengan Bacaan. 18 17 H.B. Jassin, Sastra Indonesia Sebagai Warga Sastra Dunia, Jakarta: PT. Gramedia, 1985, h.239 18 H.B. Jassin, Sastra Indonesia Sebagai Warga Sastra Dunia, Jakarta: PT. Gramedia, 1985, h.301

BAB IV ANALISIS SEMANTIK PADA KATA