Model Penerjemahan Al Qur’an

4. Model Penerjemahan Al Qur’an

Al Qur’an biasa didefinisikan sebagai firman-firman Allah yang disampaikan oleh malaikat jibril sesuai redaksi-Nya kepada nabi Muhammad s.a.w., dan diterima oleh umat islam secara tawatur. 8 Dalam penerjemahan al Qur’an Departemen Agama yang disusun oleh yayasan pelenggara atau penafsir al Qur’an Departemen Agama yang diterbitkan oleh Mujamma Khadim al Haramein asy- Syarifein al- Malik Fahdli Tiba’ah al- Mushaf as- Syarief di Madinah tahun 1990 banyak dijumpai kalimat terjemahan yang tetap dapat dipahami maknanya, tetapi jika diteliti dengan sesungguhnya banyak mengandung kesalahan menurut tata bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran. 9 Pada dasarnya, model penerjemahan al Qur’an menurut Manna Khalil Qaththan dapat digunakan pada dua arti, yaitu: a. Terjemahan Harfiah, yaitu mengalihkan lafadz-lafadz dari satu bahasa ke dalam lafaz- lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa pertama. b. Terjemahan Tafsiriyah Maknawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya. 10 8 M. Qurais Shihab, Mukjizat Al- Qur’an, Bandung: Mizan, 1998, cet. Ke-3, h.43 9 Ismail Lubis, Filsafat Terjemahan Al-Qur’an Depag Edisi 1990, Yogyakarta: P.T. Tiara WacanaYogya, 2001, cet. Ke-1, h. 8 10 Syihabuddin, M.A, Penerjemahan Arab Indonesia Teori dan Praktek, Bandung: Humaniora, 2005, cet. Ke-1, h. 69 24 Dalam hal ini, model penerjemahan al Qur’an lebih terarah kepada terjemahan harfiyah dan terjemahan tafsiriyah maknawiyah. Seperti halnya contoh yang terkait pada terjemahan tafsiriyah yaitu: ﺮ۸ڱﺰ݆او تﺎݏڲݛ۹݆ﺎ۸ ﻰ݇ﻗ ْﻢﻬْݛ݆ا لڲﺰݎﺎ݊ سﺎﱠݏ݆݇ ݍڲݛ۹ۿ݆ ﺮْآڲﺬ݆ا ﻚْݛ݆إ ﺎݏْ݆ﺰݎأو نْوﺮﱠﻜܻۿﻳ ْﻢﻬﱠ݇ﻌ݆و ݅ﺨݏ݆ا : ١٦ : ٤٤ Artinya: “Kami turunkan kepadamu al Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka”. Dalil ini berlaku dengan alasan bahwa menafsirkan al Qur’an dengan memakai bahasa yang dipahami oleh penerima sama dengan menafsirkannya dalam bahasa sumber untuk orang yang memahaminya. Model penerjemahan ini juga sama dengan menguraikan kandungan sebagian makna dan maksud ayat-ayat al Qur’an secara utuh, hal ini berarti sama dengan yang dilakukan oleh mufassir, terbatas sesuai dengan kemampuan manusia sendiri. Sedangkan menurut Ahmad Hasan az- Zayyat Khaursyid,1985:10, tokoh penerjemah modern, menegaskan bahwa metode penerjemahan yang diikutinya ialah yang memadukan kebaikan metode harfiah dan tafsiriah. Langkah-langkah yang dilaluinya ialah sebagai berikut. Pertama, menerjemahakan nas sumber secara harfiah dengan mengikuti struktur dan urutan nas sumber. 25 Kedua, mengalihkan terjemahan harfiah ke dalam struktur bahasa penerima yang pokok. Di sini terjadilah proses transposisi tanpa menambah atau mengurangi. Ketiga, mengulangi proses penerjemahan dengan menyelami perasaan dan spirit penulis melalui penggunaan metafora yang relevan. Kiranya metode yang diterapkan oleh az-Zayyat ini dapat diistilahkan dengan metode eklektik, karena metode tersebut mengambil dan mengaplikasikan kebaikan yang terdapat dalam metode harfiah dan metode tafsiriah. 11 Adapun contoh model penerjemahan Qur’an di atas sudah terlihat jelas bahwa kedua model penerjemahan Qur’an tersebut memakai penerjemahan harfiyah dan penerjemahan tafsiriyah maknawiyah. Yang mana model penerjemahan ini sangat berkaitan dengan bahasa sumber dan bahasa penerima. Jadi, seorang penerjemah harus pintar dalam mengalihkan pesan bahasa sumber Bsu ke bahasa sasaran Bsa. Dalam hal ini, seorang penerjemah harus lebih berhati-hati dalam menerjemahkan suatu teks. Karena menerjemahkan bukanlah sekedar mencari padanan kata yang umumnya dilakukan dengan cara membuka kamus. Tetapi harus pula dapat mencerminkan bahan yang di terjemahkan. 11 Syihabuddin, M.A, Penerjemahan Arab Indonesia Teori dan Praktek, Bandung: Humaniora, 2005, cet. Ke-1,h. 70 26

B. Wawasan Semantik 1. Pengertian Semantik