Metode Penerjemahan Teori Terjemahan 1. Definisi Penerjemahan

ke proses pengalihan. Hal ini dikarenakan hasil analisis teks akan sangat membantu penerjemah pada tahap pengalihan. Dalam tahap pengalihan inilah cerminan ‘mode’ dan ‘tenor dalam kalimat harus dilihat lagi dari segi norma bahasa sasaran. Setelah tahap analisis dan tahap pengalihan dilalui, tahap terakhir yang harus dijalani adalah tahap penyerasian. Dalam hal ini tahap penyerasian penerjemah dapat memilih apakah terjemahannya berorientasi ke bahasa sumber Bsu atau ke bahasa sasaran Bsa. Oleh karena itu, yang wajib diingat oleh seorang penerjemah bahwa pada tahap penyerasian ini penerjemah sudah tidak lagi kembali ke tahap sebelumnya analisis dan pengalihan. 3

3. Metode Penerjemahan

Problema ini ditanggulangi dengan membuat desain sasaran da analisis kebutuhan untuk menentukan metode penerjemahan mana yang akan diambil. Dalam hal ini, penerjemah perlu mempelajari delapan metode yang diperkenalkan oleh Newmark, berdasarkan “tujuan” dan pertimbangan “untuk siapa” penerjemahan dilakukan. Empat diantara delapan metode itu berorentasi pada BSU, sedangkan empat lainnya berorientasi pada BSA. Oleh Newmark delapan metode itu digambarkan dalam diagram yang disebutnya diagram V. kedelapan metode penerjemahan tersebut adalah 1 penerjemahan kata demi kata, 2 penerjemahan harfiah, 3 penerjemahan setia, 4 penerjemahan semantis, 3 Frans Sayogie. M. Pd, Penerjemahan Bahasa Inggris Ke dalam Bahasa Indonesia, Jakarta: Universitas Syarif Hidayatullah, 2008, h 10 19 5 saduran, 6 penerjemahan bebas, 7 penerjemahan idiomatis, 8 penerjemahan komunikatif. 4 Adapun pengertian serta contoh kedelapan penerjemahan di atas sebagai berikut: a. Penerjemahan Kata Demi Kata Dalam penerjemahan kata per kata ini sering disebut interlinear translation, yaitu susunan kata Bsu dipertahankan dan kata-kata diterjemahkan satu persatu dengan makna yang paling umum, di luar konteks. Kata-kata kultural diterjemahkan secara harfiah. Contoh: و ܲ ْݏﺪ ْي ܂ ݣ ܂ ﺔ آ ۿ ۷ Artinya: Dan di sisiku tiga buku-buku b. Penerjemahan Harfiah Dengan menggunakan metode harfiah ini, kontruksi gramatikal Tsu dicarikan padanannya yang terdekat dalam Tsa. Sebagai proses prapenerjemah, metode ini dapat membantu penerjemah melihat masalah yang harus diatasi. Contoh; ܆ ءﺎ ر ܆ ٌ݅ ݊ ْݍ ر ܆ ل ﺎ ْ݆ا ۹ ڲﺮ و ْا ﻹ ْﺣ ܛ نﺎ إ݆ ﻳ ﻰ ْﻮ ْܶ ݛ آﺎ ْﺮ ﺎ۾ ݆ ݋ ܛ ܲﺎ ﺪ ة ܦ ܋ ﻳﺎ ْ݆ا ﺎ ﺰ ْ݆ ﺰ لا Artinya: Datang seorang laki-laki baik ke Yogyakarta untuk membantu korban-korban goncangan. c. Penerjemahan Setia Penerjemahan Setia ini berupaya mereproduksi menghasilkan makna kontekstual Bsu, tetapi masih dibatasi oleh struktur gramatikal 4 Moch, Syarif Hidayatullah, Teori dan Permasalahan Penerjemahan, Diktat, Jakarta: 2007, h. 32 20 Bsa. Dalam menggunakan metode ini, penerjemah mentransfer kata- kata cultural dan mempertahankan tingkat ketidakwajaran gramatikal dan leksikal penyimpangan dari norma-norma Bsu dalam penerjemahan. Penerjemah berupaya setia sepenuhnya terhadap tujuan dan realisasi teks penulis Bsu. Contoh: ه ﻮ آ ܃ْݛ ﺮ ڲﺮ݆ا ݊ دﺎ Artinya: Dia laki-laki dermawan karena banyak abunya. d. Penerjemahan Semantis Berbeda dengan penerjemahan harfiah penerjemahan semantis lebih luwes karena penerjemahan semantis lebih bisa berkompromi dengan kaidah Tsa. Penerjemahan semantis juga mempertimbangkan unsur-unsur estetika teks Bsu dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran. Selain itu, kata yang hanya sedikit bermuatan budaya bisa diterjemahkan dengan kata yang netral atau istilah yang fungsional. Contoh: رأ ْﻳ ۽ ذ ْا ا ﻮ݆ ْ܆ ﻬ ْݛ ݍ أ݊ مﺎ ْا ܻ݆ ْܣ ݅ Artinya: Aku lihat si muka dua di depan kelas. Adapun metode kedua, yaitu yang lebih menekankan kepada bahasa sasaran Bsa, terbagi kepada empat metode, yaitu: e. Penerjemahan Adaptasi Metode ini merupakan bentuk penerjemahan yang paling bebas dan paling dekat dengan Bsa. Pada umumnya, jenis ini dipakai dalam 21 penerjemahan drama atau puisi yang di mana tema, karakter dan plot dipertahankan. Tetapi dalam penerjemahannya terjadi peralihan budaya Bsu ke budaya Bsa, dan teks aslinya ditulis kembali serta diadaptasi ke dalam Bsa. Contoh: ܲ ܞﺎ ْ۽ ۸ ﻌْݛ ﺪ ًة ﺣ ْݛ ܁ ﻻ ۾ ْﺨ ﻄ ْﻮ ﻗ ﺪ م ܲ ْݏﺪ ْ݆ا ݛݏ ۸ﺎ ْݛ ܱ ۸ ﺄ ْܲ ݇ ﱠݏ݆ا ݙ ﻬ ﺮ Artinya: Dia hidup jauh dari jangkauan Di atas gemericik air sungai yang terdengar jernih f. Penerjemahan Bebas Metode ini merupakan penerjemahan yang mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk teks Bsu. Biasanya metode ini berbentuk suatu parafrase yang dapat lebih pendek atau lebih panjang dari teks aslinya dan biasa dipakai di kalangan media massa. Contoh. berikut ini menunjukkan judul berita secara “ bebas”. ْا ﻮ݆ ْ܆ ﻪ ْا ܇݆ ﺪْﻳ ﺪ ܲ ܢﺎ ݋ ﺔ ْا ݋݆ ݎﺎ ݛﺎ Artinya: ‘Wajah baru Ibu Kota Baru’ g. Penerjemahan Idiomatik Metode ini bertujuan memproduksi pesan dalam teks Bsu, tetapi sering dengan menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya. Dengan demikian, banyak terjadi distorasi nuansa makna. Beberapa pakar penerjemahan caliber dunia seperti Selekovitch, misalnya, menyukai metode 22 terjemahan ini, yang dianggapnya “hidup” dan “alami” dalam arti akrab. Contoh: ْا ݋݆ لﺎ ْا ܋݆ ﺮ ما ﻻ ﻳﺪ ْو م Artinya: Harta haram tak akan bertahan lama h. Penerjemahan Komunikasi Metode ini adalah yang banyak dipergunakan dalam penerjemahan. Dalam metode ini yang dipentingkan adalah penyampaian pesannya, sedangkan terjemahannya sendiri lebih diarahkan pada bentuk yang berterima dan wajar dalam Bsa. 5 Contohnya penerjemahan ungkapan it’s raining cats and dogs. Metode penerjemahan komunikatif akan menghasilkan terjemahan Hujan lebat sekali. Contoh: ݎۿ ﻄ ﱠﻮ ر ݊ ْݍ ݎ ْﻄ ܻ ﺔ ܂ ﱠﻢ ݊ ْݍ ܲ ݇ܿ ﺔ ܂ ﱠﻢ ݊ ْݍ ݊ ْܧ ﻐ ﺔ Artinya: Kita tumbuh dari mani, lalu segumpal darah, dan kemudian segumpal daging awam. 6 Apa yang penting dari urian tentang metode di atas ialah bahwa cara menerjemahkan tak hanya satu jenis, tergantung untuk siapa dan untuk tujuan apa kita menerjemahkan. Ini merupakan hasil desain sasaran dan analisis kebutuhan. 7 5 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, Jakarta: Pustaka Jaya, 2006, h. 63 6 Moh. Mansyur dan Kustiawan, Pedoman bagi Penerjemah Arab- Indonesia, Indonesia- Arab, Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2002, h. 47 7 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, Jakarta: Pustaka Jaya, 2006, h. 65 23

4. Model Penerjemahan Al Qur’an