Ketidakdisiplinan Terhadap Tata Tertib

commit to user 9 membaca buku terlarang, berkelahi di dalam maupun di luar kelassekolah. c. Tugas Siswa Melaksanakan Tata Tertib Sekolah Tata tertib dibuat sebagai upaya memperlancar kegiatan belajar mengajar di sekolah dan pembentukan sikap siswa. Oleh karena itu semua siswa dan seluruh komponen yang ada disekolah, wajib melaksanakan tata tertib sebaik mungkin. Ketidakdisiplinan terhadap tata tertib dapat merugikan diri sendiri juga dapat merugikan orang lain. Slameto 1995 : 67 menegaskan agar siswa dapat belajar lebih maju, siswa harus disiplin dalam belajar. Dengan demikian bila siswa tidak disiplin dalam belajar siswa tidak akan maju, dalam kata lain prestasi belajarnya rendah. Karena disiplin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar. Siswa dalam jangka panjang dipersiapkan menjadi warga masyarakat ataupun warga negara yang harus disiplin terhadap undang-undang ataupun peraturan negara. Di masa anak-anak inilah siswa harus sudah ditanamkan sikap disiplin terhadap tata tertib, agar mereka terbiasa untuk berperilaku disiplin baik di sekolah maupun di luar sekolah.

2. Ketidakdisiplinan Terhadap Tata Tertib

a. Pengertian Tidak Disiplin Dengan mengacu pada pengertian disiplin di atas maka pengertian ketidakdisiplinan berarti kondisi yang berlawanan dengan hal-hal tersebut, yang intinya adalah sebagai berikut : Ketidak disiplinan adalah sikap tidak taat yang diwarnai oleh tidak adanya kesadaran dan keiklasan dalam melaksanakan tata tertib, peraturan yang berlaku maupun kesepakatan bersama yang bersifat formal maupun non formal yang berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai, waktu dan pelaksanaan kegiatan. commit to user 10 b. Ciri-ciri Ketidakdisiplinan Siswa yang tidak memiliki kedisiplinan sangat berbeda dengan siswa yang berdisiplin diri. Siswa yang tidak disiplin adalah siswa yang tidak memiliki keteraturan diri berdasarkan nilai agama, nilai budaya, aturan-aturan pergaulan, pandangan hidup dan sikap hidup yang bermakna bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan Negara. Secara umum ciri tingkah laku tidak disiplin yaitu tingkah laku siswa yang tidak sesuai atau menyimpang dari peraturan atau tata tertib yang berlaku. Khususnya dalam hubungannya dengan tata tertib sekolah, siswa tidak disiplin dapat dilihat misalnya dalam hal berpakaian : tidak memakai seragam sekolah lengkap dengan atributnya, baju tidak dimasukkan, memakai sepatu tanpa kaos kaki, tidak memakai kaos waktu pelajaran olah raga, tidak memakai ikat pinggang, memakai sepatu atau kaos kaki yang warnanya tidak sesuai dengan ketentuan di sekolah. Dalam hal kegiatan belajar mengajar : membolos, tidak mengerjakan PR atau tugas, terlambat datang ke sekolah, terlambat masuk kelas, keluar kelas tanpa ijin pada jam pelajaran, bersenda gurau dan tidak memperhatikan guru pada waktu mengajar, menyontek, tidur pada waktu jam pelajaran. Tingkah laku siswa tersebut biasanya tidak diketahui olah orang tua, apabila tidak ada pemberitahuan dari pihak sekolah, dan tingkah laku seperti itu sangat merugikan diri sendiri dan sekolah. c. Faktor yang Mempengaruhi Ketidakdisiplinan Terhadap Tata Tertib Sekolah Perilaku tidak disiplin melaksanakan tata tertib atau kaidah yang ada merupakan sesuatu hal yang menghambat tujuan yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan pendidikan. Perilaku tersebut dapat terjadi karena adanya sesuatu hal yang mempengaruhi penyebab. Priyatno dan Amti 1994:61 menjelaskan kemungkinan penyebab perilaku tidak disiplin melaksanakan tata tertib ada 5, yaitu: 1 Tidak begitu memahami kegunaan masing-masing aturan atau tata tertib yang berlaku di sekolah, aturan tersebut tidak didiskusikan dengan siswa sehingga siswa hanya terpaksa mengikutinya. commit to user 11 2 Siswa yang bersangkutan terbiasa hidup terlalu bebas, baik di rumah maupun di masyarakat. 3 Tindakan yang dilakukan terhadap pelanggaran terlalu keras sehingga siswa mereaksi secara tidak wajar negatif. 4 Ciri khas perkembangan remaja yang agak “ sukar diatur ” tetapi “ belum dapat mengatur diri sendiri “. 5 Ketidaksukaan terhadap mata pelajaran tertentu dilampiaskan pada tidak disiplin melaksanakan tata tertib sekolah. Menurut Bimo Walgito 2003:54 pelanggaran kedisiplinan terhadap tata tertib sekolah seringkali disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal yang terdapat dalam diri sendiri dan faktor ekternal dari pengaruh lingkungan luar. Secara rinci dilihat dibawah ini : 1 Faktor internal misalnya, rasa malas yang timbul dari dalam diri sendiri, kurangnya rasa tanggung jawab, ingin mencari perhatian dan kurang religius. 2 Faktor eksternal misalnya, lingkungan keluarga atau orang tua yang kurang memperhatikan anak, orang tua bercerai, tinggal terpisah dengan orang tua, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat yang kurang baik juga sangat mempengaruhi. d. Pengertian kedisiplinan Disiplin mempunyai berbagai arti, tergantung sudut pandang dan kepentingannya. C.S.T Kansil 1995:215 mengartikan secara ringkas bahwa disiplin ialah ketaatan atau kepatuhan pada peraturan, tata tertib dan sebagainya. Tata tertib yang dimaksud di sini misalnya tata tertib sekolah, kemiliteran dan peraturan yang berlaku di masyarakat. Peraturan, tata tertib dan berbagai ketentuan lainnya yang berupaya mengatur perilaku siswa disebut disiplin sekolah. Disiplin sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara perilaku siswa agar tidak menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk commit to user 12 berperilaku sesuai dengan norma, peraturan dan tatatertib yang berlaku disekolah. Menurut Wikipedia 1993 bahwa disiplin sekolah “refers to students complying with a code of behavior often known as the school rules”. Aturan sekolah school rule yang dimaksud, seperti aturan tentang standar berpakaian standards of clothing, ketepatan waktu, perilaku sosial dan etika belajarkerja. Pengertian disiplin dalam Lemhannas 1997:12 adalah berperilaku sesuai dengan tata peraturan yang berlaku, baik formal non formal maupun yang disepakati. Pengertian disiplin di dalam Departemen Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan menengah 1993:3 adalah tingkat konsistensi dan konsekuen seseorang terhadap suatu komitmen atau kesepakatan bersama yang berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai, waktu dan proses pelaksanaan suatu kegiatan. Pengertian disiplin lainnya dalam Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah 1985:34 diartikan sebagai sikap mental yang mengandung kerelaan mematuhi semua ketentuan, peraturan dan norma yang berlaku dalam menunaikan tugas dan tanggung jawab. Berbagai pengertian tentang disiplin di atas, dapat disimpulkan bahwa disiplinadalah sikap taat melaksanakan dengan sdar dan ikhlas terhadap tata tertib, peraturan yang berlaku maupun kesepakatan bersama baik yang bersifat formal maupun non formal yang berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai, waktu dan pelaksanaan kegiatan. e. Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Ensiklopedia Indonesia 1997 : 371 memuat bahwa disiplin bukan merupakan bawaan, disiplin sepenuhnya merupakan faktor ajar atau faktor pendidikan. Hal ini didukung olah teori tabularasa, bahwa manusia lahir itu bagaikan kertas putih atau botol kosong. Akan menjadi seperti apa tergantung pendidikan yang diberikan. Disiplin merupakan sikap dan bagian tingkah laku. Y. Singgih D. Gunarso 1981 : 166 menjelaskan bahwa disiplin diri pada anak sudah mulai terbentuk commit to user 13 apabila anak sudah dapat bertingkah laku sesuai dengan pola tingkah laku yang baik. Hal ini menguatkan bahwa disiplin itu bukan faktor bawaan. Setelah anak bertingkah laku, barulah ada dorongan untuk disiplin atau tidak disiplin. Dorongan yang mempengaruhi disiplin, oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah 1985 : 34 digolongkan ada 2 jenis yaitu Pertama, dorongan yang datang untuk berbuat disiplin. Kedua, dorongan yang datang dari luar yaitu perintah, larangan, pengawasan, ujian. ancaman, ganjaran dan sebagainya. Faktor pendidikan yang mempengaruhi kedisiplinan siswa itu tidak hanya dari pendidikan formal saja, tetapi dari luar pengalaman hidup siswa dalam pergaulan. Banyak hal yang memicu ketidakdisiplinan siswa, antara lain kondisi keluarga dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak dan kurang harmonis, siswa mempunyai masalah di sekolah dan pergaulan dalam lingkungan sosial yang kurang sehat. Sekretaris Negara 1996 : 133 menjelaskan bahwa masalah disiplin nasional bersumber dari masyarakat yang belum memahami pentingnya disiplin dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masalah ketidakdisiplinan juga dipengaruhi oleh teman bergaul. Hal itu sejalan dengan pendapat Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono 1990 : 87 yang menyatakan teman bergaul berpengaruh sangat besar dan lebih cepat masuk dalam jiwa anak. Apabila siswa suka bergaul dengan mereka yang tidak bersekolah, maka ia akan malas belajar dan sekolah, sebab cara hidup anak yang tidak sekolah berlainan dengan anak yang bersekolah. Beberapa asumsi yang menjadikan lemahnya disiplin nasional di dalam Lemhamnas 1997 :31 yaitu : 1 Berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia kurang sesuai dan kurang efektif atau penerapan dan sanksinya tidak dilaksanakan secara konsisten. 2 Karena masyarakat sekarang lebih fermisif, dimana batas antara yang baik dan yang buruk, benar dan salah sudah tidak begitu jelas atau kabur. commit to user 14 3 Otoritas para pejabat dan para pemimpin diberbagai lapisan masyarakat kurang berbobot, pengaruhnya sudah pudar sehingga orang cenderung berbuat semaunya. 4 Sistem pendidikan kurang merangsang para anak didik untuk mandiri, kreatif dan bertanggung jawab. Berbagai pandangan diatas dapat diketahui bahwa disiplin sepenuhnya didapat dari faktor pendidikan. Sikap dan perilaku disiplin ini didapat dari pendidikan dalam pergaulan, baik itu pergaulan dalam keluarga, sekolah maupun lingkungan sosial. f. Pembentukan Sikap Disiplin Pembentukan disiplin tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan melalui proses belajar, dan pembentukannya selalu berlangsung dalam interaksi yang berkenaan dengan obyek tertentu. Di depan telah dipaparkan bahwa sikap disiplin tidak dibawa sejak lahir, tetapi dibentuk sepanjang perkembangan individu yang bersangkutan. Y. Singgih D. Gunarso 1981 :166 menjelaskan bahwa pembentukan disiplin diri erat hubungannya dengan penerimaan dengan otoritas, anak yang menerima otoritas orang tua akan melakukan tugas-tugas yang diinginkan daripadanya. Bila ia sudah terbiasa akan “ kekuasaan ” orang tua maka pada umumnya otoritas guru di sekolah juga dapat diterimanya. Pembentukan sikap disiplin terjadi sepanjang perkembangan individu, maka seharusnya pembentukan sikap disiplin ini dimulai sedini mungkin. E.G White dalam terjemahan Sumarna 1994 : 22 memaparkan bahwa, pada saat seorang anak mulai merintis kemauan dan jalannya, pada saat itulah pendidikannya dalam hal disiplin harus dimulai. Zulkifi L 1987:85 mengemukakan bahwa anak yang berusia 12 atau 13 sampai 19 tahun sedang berada dalam pertumbuhan masa remaja. Masa remaja merupakan masa yang sangat menentukan karena masa ini mengalami banyak perubahan fisik dan psikis. Terjadinya perubahan tersebut menimbulkan kebingungan di kalangan remaja, karena mereka mengalami gejolak emosi dan tekanan jiwa commit to user 15 sehingga mudah menyimpang dari norma-norma dan aturan yang berlaku. Goncangan emosi pada masa remaja terjadi tidak hanya disebabkan oleh hormon seks dalam tubuh tetapi juga akibat dari kondisi keluarga, lingkungan bermain disekolah dan lingkungan masyarakat. Menurut Zakiah Darojat 1994:35 perilaku remaja yanh tidak stabil, keadaan emosinya goncang, mudah condong kepada ekstrim, sering terdorong barsemangat, peka, mudah tersinggung, pemikiran dan perhatiannya berpusat pada dirinya. Melly Sri Sulastri Rifai 1977:40 mengatakan bahwa pada masa remaja ada empat ciri utama yang perlu diperhatikan dalam perkembangan kehidupan remaja, yaitu : 1 Adanya kesadaran akan adanya perubahan-perubahan dalam kenyataan dirinya sebagai makhluk biologis. Terutama adanya perubahan- perubahan bentuk tubuh sebagai akibat adanya perubahan fisiologis karena bakarjanya kelenjar tertentu menjadi lebih aktif. 2 Sejak masa anak sekolah sampai tiba masa remaja si anak yang menjadi remaja merasakan adanya keterkaitan kepada kelompok sebayanya dalam lingkup ”Heteroxualitas” 3 Timbulnya dorongan untuk mencapai ”kebebasan pribadi” dalam usaha memantapkan status dirinya dalam lingkungan hidupnya sebagai individu yang berdiri sendiri. 4 Adanya keinginan remaja untuk memantapkan filsafat hidupnya dan pola hidup tertentu berdasarkan kesatuan norma kehidupan yang dianutnya yang akan dijadikan pedoman di dalam ia bertingkah laku dalam perkembangannya sebagai manusia dewasa. M. Ngalim Purwanto 1980:149 mengatakan bahwa siswa sampai dengan usia 18 tahun secara psikologis berada didalam keadaan sebab tidak menentu, bimbang ragu, pemenang tapi juga petualang, pemilik tapi juga pelamun, pemberani tetapi juga penakut, kadang-kadang optimis tetapi juga pesimis. Keadaan tersebut akan menyebabkan remaja mudah sekali berubah dan terpengaruh dengan commit to user 16 lingkungan. Pengaruh ini tidak hanya pengaruh yang baik tetapi banyak sekali pengaruh buruk. Keluarga sebagai tempat pendidikan yang pertama bagi anak sangat menetukan pembentukan sikap disiplin. Dengan kata lain bahwa pola asuh oaring tua besar pengaruhnya terhadap pembentukan sikap disiplin anak. Moch Shochib 1998:15 menjelaskan tentang pola asuh orang tua dan pengembangan disiplin sebagai berikut : Pola asuh orang tua dalam membantu anak untuk mengembangkan disiplin diri ini adalah upaya orang tua yang diaktualisasikan terhadap penataan : 1 Lingkungan fisik; 2 Lingkungan sosial; 3 Pendidikan internal dan eksternal; 4 Dialog dengan anak-anak; 5 Suasana psikologis; 6 Sosial budaya; 7 Perilaku yang ditampilkan pada saat terjadi “ pertemuan ” dengan anak- anak; 8 Kontrol terhadap perilaku anak-anak; 9 Menentukan nilai-nilai moral sebagai dasar berperilaku dan yang diupayakan kepada anak-anak. Bagian lain, Moch Shochib 1998 : 16 menjelaskan pada keterkaitan pola asuh orang tua dengan anak berdisiplin diri sebagai berikut : Keterkaitan pola asuh orang tua dengan anak berdisiplin diri dimaksudkan sebagai orang tua dalam meletakkan dasar-dasar disiplin diri kepada anak dan membantu mengembangkannya sehingga anak memiliki disiplin diri. Itensitas kebutuhan anak untuk mendapatkan bantuan dari orang tua bagi kepemilikan dan pengembangan dasar-dasar disiplin diri menunjukkan adanya kebutuhan internal yaitu : 1 Tingkat rendah, manakala anak masih membutuhkan banyak bantuan dari orang tua untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri berdasarkan naluri commit to user 17 2 Tingkat menengah, manakala anak-anak masih membutuhkan banyak bantuan dari orng tua untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri berdasarkan nalar dan 3 Tingkat tinggi, mana kala anak sedikit sekali atau tidak lagi memerlukan bantuan serta kontrol orang tua untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri berdasarkan kata hati Sekolah merupakan pendidikan formal, tidak kalah pentingnya dalam berperan sebagai tempat pembentukan sikap disiplin. Sekolah harus lebih tegas dalam menegakkan disiplin. Kepala Sekolah dan Guru bukan sekedar membuat contoh, tetapi harus menjadi teladan dalam hal kedisiplinan, sehingga apa yang tidak diperoleh anak dalam keluarga akan diperoleh disekolah. Tujuan disiplin sekolah adalah: untuk memberikan dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang, mendorong siswa berperilaku yang baik dan benar, membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan menjauhi perilaku yang tidak sesuai dengan tata tertib sekolah, kemudian melatih siswa untuk hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat bagi dirinya sendiri serta lingkungannya. Demikian upaya membentuk sikap disiplin anak, sekolah perlu menciptakan suasana belajar yang kondusif. Upaya yang dapat dilakukan antara lain membuat tata tertib yang harus ditaati bersama. Hal tersebut sependapat dengan apa yang ada di dalam Lemhannas Disiplin Nasional 1997:15 bahwa disiplin tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan harus ditumbuhkan, dikembangkan dan diterapkan dalam semua aspek, menerapkan sanksi serta dengan bentuk ganjaran dan hukuman sesuai dengan amal perbuatan para pelaku. Slameto 1995 :67 juga menegaskan bahwa kedisiplinan sekolah erat hubunganya dengan kerajinan dan kedisiplinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar. Seluruh staf sekolah yang mengikuti tata tertib dan bekerja dengan disiplin membuat siswa menjadi disiplin pula. Menurut Madson dalam Moch Shochib 1998 : 21 mengatakan bahwa kepemilikan disiplin memerlukan proses belajar. Selanjutnya Moch Shochib commit to user 18 1998:21 juga merangkum pendapat Craw tentang proses belajar dalam pembentukan disiplin dapat dilakukan dengan cara melatih dan membiasakan diri berperilaku sesuai dengan nilai-nilai berdasarkan acuan moral serta diperlukan adanya kontrol orang tua untuk mengembangkannya. Dengan demikian dalam pembentukan sikap disiplin pada anak sangat diperlukan hal-hal sebagai berikut : 1 Adanya keteladanan baik dari staf sekolah maupun orang tua dalam keluarga. 2 Melatih dan membiasakan diri berperilaku sesuai dengan nilai-nilai berdasarkan acuan moral. 3 Adanya kontrol orang tua untuk mengembangkannya. g. Akibat Tidak Disiplin Ketidakdiisiplinan terhadap tata tertib yang berlaku dapat mengakibat menghambat suatu tujuan dari kegiatan pembelajaran, nilai dari keefektifan dan keefisienannya dapat berkurang sehingga dapat mempengaruhi pola keteraturan yang telah dibentuk dan dijalankan, hal ini dapat pula mengganggu proses kegiatan pembelajaran yang lainnya. Apabila perilaku tidak disiplin ini dibiarkan dan tidak ada suatu kontrol atau pengawasan dan tindakan secara tegas dalam penanganannya, maka dalam jangka panjang dapat mempengaruhi kredibilitas nama baik sekolah secara keseluruhan baik bagi sekolah maupun penilaian dari masyarakat. Bentuk- bentuk kerugian pada diri sendiri akibat tidak disiplin melaksanakan tata tertib itu antara lain terhambat prestasinya, sering terkena sanksi, bisa dijauhi teman, tidak disukai oleh guru, dimarahi orang tua kalau dilaporkan, tidak mandiri, dikeluarkan dari sekolah, bisa celaka dan bila berlanjut sampai dewasa akan dikucilkan orang. Elizabeth B. Hurlock 1978:105 menyatakan bahwa pelanggaran merupakan bahaya yang serius bagi penyesuaian diri dan sosial. Kerugian yang dialami orang lain dari ketidakdisiplinan seseorang juga banyak jenisnya, misalnya tembok-tembok rumah jelek atau rusak akibat tangan- commit to user 19 tangan jahil siswa-siswa yang suka mencorat-coret, nama baik sekolah dan orang tua tercemar karena perbuatan siswa yang tidak terpuji, terjadi kecelakaan lalu lintas akibat salah satu pihak melanggar peraturan lalu lintas, kelompok kerja kacau akibat salah seorang anggota kelompok tidak disiplin, ada anak jatuh terpeleset karena ada kulit pisang tidak dibuang pada tempatnya dan lain sebagainya. Contoh diatas adalah akibat pelanggaran disipilin secara umum kerugiannya ada yang kecil ringan dan ada yang besar, bahkan bisa kehilangan nyawa. Sedangkan untuk pelanggaran disiplin tata tertib di sekolah biasanya diberi sanksi. Adapun bentuk sanksi atau tindakan yang dikenakan kepada siswa yang tidak disiplin itu juga tidak sama dan bertingkat, yaitu : 1 Teguran secara lisan; 2 Teguran secara tertulis sebagai peringatan sebanyak tiga kali; 3 Skors dan; 4 Pengeluaran dari sekolah. Penerapan disiplin yang pelaksanaannya tercantum dalam tata tertib pendidikan akan menghasilkan mental, watak, dan kepribadian siswa yang kuat dan dinamis sesuai dengan taraf perkembangan siswa Sekolah Dasar. Hal tersebut disebabkan pada jenjang sekolah dasar siswa harus sudah belajar disiplin, belajar mencintai sesama, belajar hidup teratur dan menyesuaikan diri. Pembudayaan disiplin tidak cukup hanya melalui peraturan tata tertib yang diumumkan secara lisan atau tertulis saja. Tetapi diperlukan keteladanan, dorongan serta bimbingan dalam bentuk-bentuk kongkrit dan keikutsertaan semua komponen sekolah secara langsung. Oleh karena itu sangat diperlukan adanya kesadaran yang penuh, kesiapan untuk melakukan serta langkah-langkah nyata dalam perbuatan dari semua pihak warga sekolah agar disiplin siswa terhadap tata tertib sekolah dapat terwujud. commit to user 20 h. Studi Kasus Penelitian ini menggunakan studi kasus dengan alasan untuk mendapatkan hasil penelitian yang mendalam mengenai pelanggaran kedisiplinan yang dilakukan oleh siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Karanganom Klaten. Riset dengan metode kasus menghendaki suatu kajian yang rinci, mendalam, dan menyeluruh atas objek tertentu yang biasanya relatif kecil selama kurun waktu dan lingkungan tertentu. Studi kasus merupakan sebuah metode penelitian yang dilakukan pada objek dan subjek di suatu tempat dan waktu tertentu dengan melakukan pengamatan terhadap kejadian tertentu untuk dilakukan studi analisa kasus yang diamati untuk diambil suatu tindakan, dimana kaitannya dengan penelitian ini adalah tindakan untuk meningkatkan disiplin siswa baik dengan membuat aturan baru untuk mengurangi pelanggaran kedisiplinan di sekolah, hal ini dilakukan dengan tujuan menanamkan jiwa disiplin dalam diri siswa. Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap subjek pengamatan, dalam hal ini subjek yang diamati adalah siswa yang berperilaku sering melanggar kedisiplinan terhadap tata tertib di SMP Negeri 2 Karanganom Klaten. Studi kasus yang dilakukan mempunyai tujuan melakukan evaluasi terhadap suatu kejadian yang menjadi obyek penelitian untuk dilakukan analisa dengan menggunakan metode tertentu yang nantinya dapat digunakan sebagai pembelajaran. Robert K Yin 2008: 27 mengemukakan bahwa penelitian studi kasus harus mempunyai desain penelitian, dan definisi dari desain penelitian adalah suatu rencana tindakan untuk berangkat dari sini ke sana, dengan demikian maka tujuan penelitian studi kasus harus jelas. Penelitian ini mempunyai tujuan khusus, yaitu: 1 Untuk mendiskripsikan, mengungkapkan dan menjelaskan perilaku siswa yang sering melanggar tata tertib sekolah. 2 Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab perilaku melanggar tata tertib sekolah. 3 Untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan dari perilaku siswa yang tidak disiplin terhadap tata tertib sekolah. commit to user 21 4 Untuk mengetahui pandangan pihak-pihak terkait terhadap pelanggaran tata tertib sekolah oleh siswa. Pelaksanaan penelitian dan pelaksanaan pengumpulan data didasarkan pada sumber-sumber bukti yang berlaian. Menurut Robert K Yin 2008: 103, sumber bukti ini adalah dokumen, wawancara, dan observasi langsung. Langkah-langkah studi kasus yang peneliti kerjakan ini adalah pengumpulan data, penafsiran data, dan verifikasi data Juhana Wijaya, 1988: 286. Pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari setting-nya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah natural setting. Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. Penafsiran data yang dimaksud adalah mengatahui data yang telah didapatkan dalam tahap penelitian untuk selanjutnya ditampilkan dalam penyajian data sesuai dengan bagian yang sesuai dengan hal yang dimaksud. Pada tahap verifikasi data peneliti mengambil kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukannya dan kemudian data tersebut perlu diverifikasi. Analisis data kualitatif ini merupakan upaya berulang terus menerus dan terjalin hubungan yang saling terkait antara kegiatan reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan. Jika kesimpulan yang diambil masih kurang maka dilakukan pengumpulan data tambahan yang dianalisis melalui rangkaian kegiatan yang sama. commit to user 22

B. Alternatif Penyelesaian Masalah

Dokumen yang terkait

UPAYA GURU BK DALAM MENANGANI SISWA YANG MELANGGAR TATA TERTIB SEKOLAH (SUATU PENELITIAN DI SMP NEGERI TAKENGON)

2 14 1

Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Kredit Poin Pelanggaran Tata Tertib Dengan Kedisiplinan Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Jatibarang

2 17 156

PENGARUH PERSEPSI TENTANG TATA TERTIB SEKOLAH DAN PARTISIPASI DALAM KEGIATAN OSIS TERHADAP SIKAP Pengaruh Persepsi Tentang Tata Tertib Sekolah Dan Partisipasi Dalam Kegiatan Osis Terhadap Sikap Disiplin Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Kartasura Kabupa

0 2 17

PENGARUH PERSEPSI TENTANG TATA TERTIB SEKOLAH DAN PARTISIPASI DALAM KEGIATAN OSIS TERHADAP SIKAP Pengaruh Persepsi Tentang Tata Tertib Sekolah Dan Partisipasi Dalam Kegiatan Osis Terhadap Sikap Disiplin Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Kartasura Kabupa

0 2 11

IMPLEMENTASI KETAATAN HUKUM PADA SISWA (Studi Kasus Pelaksanaan Tata Tertib Sekolah di SMP Muhammadiyah 1 Implementasi Ketaatan Hukum Pada Siswa (Studi Kasus Pelaksanaan Tata Tertib Sekolah di SMP Muhammadiyah 1 Kartasura Tahun Pelajaran 2012/2013).

0 2 12

PENGARUH KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK DAN LINGKUNGAN PERGAULAN TERHADAP KENAKALAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 DELANGGU KABUPATEN KLATEN TAHUN PELAJARAN 2009/2010.

0 1 8

Teknik Self Monitoring untuk Meningkatkan Disiplin Tata Tertib Di Sekolah Siswa Kelas VIII SMP Negeri 17 Surakarta.

0 0 18

Persepsi Guru dan Siswa Tentang Peranan Pendidikan Pramuka dalam Peningkatan Kesadaran Tata Tertib pada Siswa MAN Wonogiri ( Studi Kasus Tentang Kesadaran Tata Tertib Sekolah Pada Siswa MAN Wonogiri Tahun 2015 ).

0 0 2

PERBEDAAN SIKAP MORAL SISWA YANG TERLIBAT PELANGGARAN TATA TERTIB SEKOLAH DENGAN YANG TIDAK TERLIBAT PELANGGARAN TATA TERTIB SEKOLAH (Studi Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 8 Surakarta).

0 0 18

STUDI KASUS TENTANG SISWA YANG MELANGGAR TATA TERTIB DI SMP NEGERI 7 PONTIANAK Citra Ayu Ningtyas, Purwanti, Abas Yusuf Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Untan Pontianak Email: citra.oppo8899gmail.com Abstract - STUDI KASUS TENTANG SISWA YANG MEL

1 1 7