Komposisi Komunitas Amfibi pada Lokasi penelitian Amfibi yang Memiliki Nilai KR 10 dan FK 25

Nilai kepadatan terendah pada lokasi 2 yaitu Leptobrachium hendricksoni dengan nilai 0,22 indHa. Hal ini disebabkan spesies ini juga termasuk katak serasah dan berudunya sensitif terhadap lingkungan. Iskandar 1998 menyatakan berudu Leptobrachium sensitif terhadap kondisi mineral lingkungannya, apabila ada kekurangan mineral tertentu pada tahap perkembangan larvanya berudu akan gagal melakukan metamorfosis dan akan tetap menjadi larva selama hidupnya. Frekuensi kehadiran atau konstansi amfibi dapat dikelompokkan menjadi empat golongan. Golongan aksidental sangat jarang bila konstansinya 0-25, golongan assesori jarang bila konstansinya 25-50, golongan konstan sering bila konstansinya 50-75, dan golongan absolut sangat sering bila konstansinya lebih dari 75 Suin, 2002. Dari Tabel 4.2. terlihat bahwa pada lokasi 1 terdapat 2 spesies yang termasuk kategori konstan, 2 spesies yang termasuk kategori assessori dan 9 spesies termasuk kategori aksidental. Pada lokasi 2 terdapat 2 spesies yang termasuk kategori konstan, 2 spesies yang termasuk kategori assessori dan 8 spesies termasuk kategori aksidental. Hasil ini menunjukkan ada spesies pada lokasi 1 dan lokasi 2 yang lebih mendominasi yaitu Bufo asper dan Rana hosii pada lokasi 1 sedangkan pada lokasi 2 yaitu Bufo asper dan Rana chalconata. Hal ini disebabkan lokasi penelitian sesuai dengan habitat kesukaan spesies-spesies tersebut. Banyaknya spesies yang termasuk kategori aksidental disebabkan lokasi penelitian ini berada di kawasan wisata. Lokasi 1 dekat dengan objek wisata air terjun sedangkan lokasi 2 berada di perkebunan yang dilewati oleh pengunjung yang menuju air terjun tersebut.

4.3. Komposisi Komunitas Amfibi pada Lokasi penelitian

Berdasarkan nilai kepadatan relatif dapat ditentukan komposisi komunitas amfibi yang disusun dari urutan tertinggi sampai terendah pada masing-masing lokasi penelitian seperti pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Komposisi Komunitas Amfibi di Kawasan Ekowisata Lau Bertu Desa Rumah Galuh Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat Sumatera Utara No Spesies Komposisi Lokasi 1 Lokasi 2 1. Bufo asper 2 2 2. Bufo divergens 4 5 3. Bufo juxtasper 7 6 4. Leptophryne borbonica 5 3 5. Fejervarya limnocaris 8 7 6. Limnonectes blythii 9 4 7. Limnonectes kuhlii 6 5 8. Limnonectes macrodon 10 - 9. Leptobrachium hendricksoni - 8 10. Megophrys nasuta 10 - 11. Microhyla berdmorei - 6 12. Huia sumatrana 10 - 13. Rana chalconata 3 1 14. Rana debussy 5 - 15. Rana hosii 1 2 16. Rana nigrovittata - 5 Keterangan : Lokasi 1 = Sungai di Hutan, lokasi 2 = Sungai di Perkebunan, Pada Tabel 4.3. terlihat bahwa komposisi komunitas amfibi yang sama antara lokasi 1 dengan lokasi 2 adalah Bufo asper. Pada lokasi 1 spesies Rana hosii memiliki urutan yang paling tinggi sedangkan yang paling rendah adalah Limnonectes macrodon, Megophrys nasuta dan Huia sumatrana. Hal ini menunjukkan bahwa pada lokasi ini Rana hosii memiliki kehidupan yang lebih baik. Inger et al 2007 menyatakan bahwa Rana hosii hidup dan tinggal di sungai yang jernih dan sungai besar. Pada lokasi 2 spesies Rana chalconata memiliki urutan yang paling tinggi dan yang paling rendah adalah Leptobrachium hendricksoni, hal ini sesuai dengan pernyataan Inger Stuebing 1999 bahwa Rana chalconata hidup di air yang tenang, tepian kolam, hutan terganggu dan kebun yang teduh, biasanya di pohon-pohon kecil.

4.4. Amfibi yang Memiliki Nilai KR 10 dan FK 25

Nilai Kepadatan Relatif KR ≥ 10 dan Frekuensi Kehadiran FK ≥ 25 menunjukkan amfibi yang memiliki karakteristik dapat hidup dan berkembang dengan baik pada suatu areal Suin, 2002. Berdasarkan nilai tersebut didapatkan hasil seperti yang terlihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 . Amfibi yang Memiliki Nilai KR ≥ 10 dan FK ≥ 25 pada Lokasi Penelitian No Spesies Lokasi 1 Lokasi 2 KR FK KR FK 1. Bufo asper 21,23 60 12,59 55 2. Rana chalconata - - 43,36 75 3 Rana hosii 47,34 75 12,59 35 Keterangan : Lokasi 1 = Sungai di Hutan, Lokasi 2 = Sungai di Perkebunan, KR = Kepadatan Relatif, FK = Frekuensi Kehadiran Tabel 4.4. memperlihatkan bahwa dari 16 spesies yang ditemukan pada lokasi penelitian, hanya 3 spesies yang dapat hidup dan berkembangbiak dengan baik. Bufo asper dan Rana hosii dapat hidup dan berkembangbiak dengan baik pada kedua lokasi penelitian, sedangkan Rana chalconata karakteristik dapat hidup dan berkembangbiak dengan baik hanya pada lokasi 2. Darmawan 2008 menyatakan Bufo asper dijumpai di sepanjang sungai dan anak sungai. Bufo asper merupakan salah satu jenis yang menyebar luas bukan hanya di Sumatera tapi juga pulau-pulau lain di Indonesia. Iskandar 1998 menyatakan bahwa spesies Rana hosii memiliki racun sesuai namanya dan mempunyai variasi warna yang banyak untuk menghindari pemangsa, mudah mendapatkan mangsa dan dapat hidup di berbagai tipe sungai. Rana chalconata kadang-kadang mengunjungi habitat manusia, dimana terdapat air bahkan mulai dari dataran rendah sampai ketinggian di atas 1200 m, tetapi biasanya lebih menyukai genangan air seperti kolam ikan, sering juga di atas tumbuhan yang tumbuh di sekitar atau di dalam air. Suin 2002 menyatakan bahwa jika suatu hewan memiliki nilai KR ≥ 10 dan FK ≥ 25 maka habitat tersebut tergolong dapat mendukung kehidupan dan perkembangbiakan spesies hewan tersebut termasuk amfibi. Jika frekuensi kehadirannya tinggi umumnya kepadatan relatifnya tinggi pula. Kedua lokasi potensial untuk mendukung kehidupan dan perkembangbiakan spesies-spesies Amfibi tertentu yang berbeda sifat antar spesiesnya.

4.5 . Indeks Keanekaragaman H’ dan Keseragaman E Amfibi