a. Teresterial: hidup di atas permukaan tanah dan agak jauh dari air kecuali pada saat musim kawin. Kodok buduk Duttaphrynus melanostictus merupakan salah
satu contoh. b. Arboreal: kelompok yang hidup di atas pohon. Jenis-jenis katak pohon
umumnya arboreal misalkan Rhacophorus reinwardtii, R. margaritifer, Nyxticalus margaritifer dan Polypedates leucomystax.
c. Akuatik: kelompok yang sepanjang hidupnya selalu terdapat di sekitar badan air. Phrynoidis aspera, Limnonectes kuhlii dan Limnonectes macrodon
merupakan jenis yang umum dijumpai di sekitar perairan. d. Fossorial: kelompok yang hidup di dalam lubang-lubang tanah. Jenis-jenis
seperti Kalaula baleata atau K. Pulchra biasanya berada di dalam lubang- lubang tanah dan hanya keluar pada saat hujan. Sesilia juga umumnya bersifat
fossorial. Sudrajat 2001 membagi amfibi menurut perilaku dan habitatnya menjadi
tiga grup besar yaitu: jenis yang terbuka pada asosiasi dengan manusia dan tergantung pada manusia, jenis yang dapat berasosiasi dengan manusia tapi tidak
tergantung pada manusia, dan jenis yang tidak berasosiasi dengan manusia. Amfibi teresterial mempunyai daya adaptasi tersendiri dan perlahan-lahan
dalam mengatasi kehilangan cairan dalam tubuh ketika mempertahankan kelembaban kulit pada saat pertukaran udara. Amfibi teresterial umumnya
nokturnal, dengan mempertahankan temperatur harian yang tinggi dan kelembaban yang rendah. Pada siang hari biasanya amfibi mempunyai kandungan
kelembaban yang lebih tinggi daripada lingkungan sekitarnya yang terbuka dari sinar matahari dan udara yang hangat. Tempat berlindung pada siang hari yaitu di
bawah batu, batang pohon daun jerami, celah-celah yang terlindung dan daun- daun Duellman Trueb, 1986.
2.6. Manfaat dan Peranan Amfibi
Kusrini 2013 menyatakan bahwa sebagai bagian dari suatu ekosistem, amfibi memegang peranan penting dalam rantai makanan. Kebanyakan amfibi
adalah predator yang memakan berbagai jenis serangga atau larva serangga. Katak yang tinggal di daerah persawahan diketahui memakan berbagai jenis serangga
yang menjadi hama bagi pertanian. Katak juga dapat menekan keberadaan serangga yang merugikan kesehatan manusia. Amfibi terutama pada tahap telur
dan berudu sangat sensitif terhadap kerusakan lingkungan. Seringkali terjadi perubahan yang terukur baik secara morfologis maupun pada populasi satu jenis
amfibi sebelum hewan lain terkena dampak kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, amfibi menjadi indikator biologi yang penting dimana adanya perubahan
populasi katak menjadi ukuran kesehatan lingkungan di sekitarnya. Manfaat amfibi sangat beragam baik itu untuk konsumsi, sibernetik
maupun bahan percobaan penelitian. Di samping sebagai sibernetik, amfibi berperan besar dalam dunia kedokteran di mana amfibi telah lama digunakan
sebagai alat tes kehamilan. Beberapa ahli pada saat sekarang telah banyak melakukan penelitian untuk mencari bahan anti bakteri dari berbagai spesies
amfibi yang diketahui memiliki ratusan kelenjar yang terdapat di bawah kulitnya Siregar, 2010. Iskandar 1998 menjelaskan bahwa amfibi telah banyak dimakan
khususnya di restoran-restoran Cina. Dua spesies yang paling sering dikonsumsi adalah Fejervarya cancrivora dan Limnonectes macrodon yakni spesies yang
cukup bertubuh besar yang sering dijadikan sumber protein tinggi.
2.7. Konservasi Amfibi
Stuart et al. 2005 dalam Kusrini 2007 menyatakan bahwa tahun 2004 IUCN melakukan evaluasi terhadap 5743 jenis amfibi di dunia yang dikenal dengan
nama Global Amphibian Assessment GAA dengan melibatkan tidak kurang dari 500 peneliti dari 60 negara termasuk Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa
sedikitnya 1,856 jenis 32 terancam punah, sedikitnya 9 jenis punah sejak 1980, 113 species tidak ditemukan lagi akhir-akhir ini dan 43 dari semua jenis
mengalami penurunan populasi. Penyelamatan amfibi tidak bisa dilepaskan dari kerusakan habitat maupun
pemanasan global. Suhu atmosfer bumi saat ini telah meningkat 0,5ºC dibanding suhu pada zaman praindustri Murdiyarso, 2003. Terutama karena amfibi
merupakan satwa yang membutuhkan kondisi lingkungan yang stabil. Secara umum diketahui amfibi memiliki persebaran yang luas namun perlindungan
mikrohabitatnya mutlak dilakukan karena amfibi diketahui berendemisitas yang
tinggi Mistar, 2003. Sesuai dengan penjelasan Iskandar 1998 bahwa ordo Anura katak dan kodok di Sumatera didapatkan 89 jenis di mana sekitar 21 jenis
di antaranya adalah endemik. Ancaman kelestarian amfibi dapat berupa satu atau kombinasi dari
berbagai penyebab seperti pengurangan habitat, pencemaran, introduksi spesies eksotik, penyakit dan parasit, serta penangkapan lebih. Amfibi sangat tergantung
pada air. Lahan basah dan tempat memijah amfibi lainnya seringkali menjadi tempat pembuangan dan penampungan bahan pencemar. Lahan basah dan hutan
tempat tinggal katak kini banyak yang hilang umumnya untuk pembangunan Kusrini, 2013.
Mistar 2003 menyatakan bahwa upaya konservasi amfibi yang mutlak dilakukan adalah usaha perlindungan dan pengelolaan habitat yang lebih baik dan
efesien. Untuk itu pengetahuan dan pemahaman tentang mikrohabitat sangatlah penting. Pada skala makro amfibi dapat ditemukan di hutan primer, sekunder,
hutan rawa, aliran sungai dengan air jernih serta tutupan tajuk hutan yang masih baik. Perubahan iklim global juga menyebabkan banyak spesies amfibi yanng
mengalami penurunan populasi akibat meningkatnya radiasi Ultra Violet B terutama pada spesies-spesies yang hidup di dataran tinggi dan daerah subtropik.
Pemakaian pestisida dan pupuk kimia yang terus meningkat di negara-negara berkembang juga menjadi ancaman yang besar bagi kelestarian berbagai spesies
amfibi yang hidup di kawasan pertanian dan pemukiman. Kusrini 2007 menyatakan bahwa salah satu upaya konservasi amfibi
adalah dengan memberikan pendidikan konservasi amfibi melalui berbagai cara antara lain penyuluhan bagi anak-anak sekolah dan masyarakat umum baik secara
langsung di kelas maupun melalui media lainnya misalkan penyebaran poster dan leaflet, pelatihan bagi guru sekolah, maupun pelatihan khusus bagi peneliti
muda mengenai metode penelitian amfibi. Diharapkan dengan adanya pendidikan ini dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat akan kekayaan hayati Indonesia,
meningkatkan simpati dan dukungan publik bagi konservasi amfibi, dan meningkatkan efektivitas dari aksi konservasi dan kampanye konservasi amfibi.
Pendidikan herpetologi diharapkan juga dapat menginspirasi beberapa orang agar dapat menjadi peneliti amfibi di masa depan.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang