Pemetaan Penyebaran Polutan sebagai Bahan Pertimbangan Pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Cilegon

(1)

PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN

SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON

BAKHTIAR SANTRI AJI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(2)

RINGKASAN

BAKHTIAR SANTRI AJI. Pemetaan Polutan sebagai Bahan Pertimbangan Pembangunan Ruang Terbuka Hijau di Kota Cilegon. Dibimbing oleh Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi dan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc.

Kota Cilegon terkenal dengan kota sejuta industri mempunyai perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan kota akan diikuti oleh peningkatan aktivitas sektor lainnya, salah satunya adalah sektor transportasi. Kota Cilegon adalah pintu keluar-masuk Pulau Jawa, hal ini menyebabkan tingginya arus transportasi. Tingginya dua sektor tersebut akan berdampak pada jumlah polutan udara yang dikeluarkan oleh keduanya. Peningkatan polutan memerlukan pengendalian agar konsetrasinya di udara tidak meningkat terlalu tinggi. Pengendalian dapat dilakukan dengan membangun area terbuka hijau yang berfungsi sebagai penyerap polutan.

Pengukuran parameter udara dilakukan pada debu, hidrokarbon, kabon monoksida dan nitrogen dioksida. Pengambilan contoh udara dilakukan di 24 titik dalam Kota Cilegon. Pengolahan konsentrasi polutan dilakukan dengan cara interpolasi konsentrasi polutan antara titik.

Berdasarkan analisis iklim unsur selama 18 tahun, arah angin dominan bertiup dari arah barat dan utara dengan kecepatan berkisar antara 3,4-3,9 km/jam. Suhu berkisar antara 26,2-27,3 oC, dengan suhu maksimal terjadi pada bulan Oktober. Menurut Schmidth – Ferguson tipe iklim Kota Cilegon termasuk dalam tipe iklim B dengan rata-rata jumlah bulan basah sebesar 9,6 bulan dan rata-rata-rata-rata jumlah bulan kering sebesar 1,6 bulan. Nilai Q yang didapatkan adalah 16,6 %. Tipe Iklim B berarti daerah basah dengan vegetasi tropika. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan nilai 326,2 mm. Mekanisme iklim saling berkaitan dan sangat mempengaruhi penyebaran polutan.

Senyawa polutan yang dilakukan pemetaan adalah HC, debu, CO, NO2. Hasil pemetaan terlihat bahwa akumulasi polutan tertinggi pada kawasan yang mempunyai aktivitas transportasi dan industri, sedangkan kawasan dengan penutupan vegetasi yang baik mempunyai konsentrasi polutan dibawah BMU. Angin lokal sangat mempengaruhi penyebaran polutan. Berdasarkan hasil rata-rata luas zona polutan (nilai konsentrasi diatas BMU) selama 2 triwulan pengukuran tahun 2004, zona polutan hidrokarbon terluas berada di Kecamatan Pulo Merak dengan luas area sebesar 2.374,865 Ha, sedangkan zona debu terluas berada di Kecamatan Cibeber dengan luas sebesar 3.217,916 Ha.


(3)

Berdasarkan penyebaran polutan dan dinamika arah angin, ruang terbuka hijau sangat diperlukan di Kecamatan Gerogol, Cibeber dan Citangkil. Pembuatan area ruang terbuka hijau di kawasan permukiman diharapkan dapat mengurangi dampak polutan terhadap mahluk hidup khususnya manusia. Pembangunan ruang terbuka hijau di Kecamatan Gerogol dikhususkan sebagai area pemecah angin.


(4)

PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN

SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON

BAKHTIAR SANTRI AJI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Tegal, Jawa Tengah pada tanggal 22 Maret 1983. Merupakan anak keempat dari lima bersaudara pasangan Mulyono dan Thoyibah. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1987 di TK Pertiwi Slawi dan lulus pada tahun 1989, kemudian penulis melanjutkan ke SD Negeri Slawi II dan lulus pada tahun 1995, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 1 Slawi dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 1 Slawi, lulus pada tahun 2001. Pendidikan perguruan tinggi ditempuh penulis di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2001, dengan mengambil Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Kehutanan, penulis pernah melakukan Praktek Pengenalan Umum Kehutanan di BKPH Rawa Timur, KPH Banyumas Barat dan BKPH Gunung Slamet Barat, KPH Banyumas Timur serta Praktek Pengelolaan Hutan di BKPH Getas, KPH Banyumas Barat tahun 2004, dan terakhir penulis menyelesaikan Praktek Kerja Lapang (PKLP) di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi pada tahun 2005.

Selain kegiatan praktek lapang, penulis telah mengikuti berbagai kegiatan dan organisasi baik di dalam maupun di luar perguruan tinggi. Organisasi yang pernah diikuti penulis antara lain Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA), Kelompok Pemerhati Goa ”Hira” Kelompok Pemerhati Burung (KPB) Prenjak dan Fotografi Konservasi (FOKA). Kegiatan yang pernah di lakukan di luar kegiatan kampus diantaranya adalah Volunteer dalam acara Asia Europe Environment Forum (2005), Volunteer aksi kemanusiaan bencana alam tsunami Aceh,

Sebagai salah satau syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul ”Pemetaan Polutan sebagai Pertimbangan Pembangunan Ruang Terbuka Hijau di Kota Cilegon” dibawah bimbingan Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi dan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo MSc.


(6)

KATA PENGANTAR

Pembangunan kota yang sangat pesat akan meningkatkan pertumbuhan di segala bidang baik ekonomi maupun penduduk. Petumbuhan yang pesat akan memberikan manfaat dan dampak negatif. Permasalahan yang akan ditimbulkan salah satunya adalah di sektor lingkungan hidup khususnya pencemaran udara.

Penelitian ini menggambil judul “Pemetaan Konsentrasi Polutan sebagai Bahan Pertimbangan Pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Cilegon”. Kota Cilegon merupakan kota industri besar. industri adalah kegiatan antropogenik yang banyak menyumbangkan polutan udara dalam jumlah yang besar. Pemetaan konsentrasi polutan dalam skala kota diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap penyebaran dan akumulasi polutan di wilayah Kota Cilegon, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan ruang terbuka hijaudi Kota Cilegon.

Penulis menyadari karya ini masih banyak kekurangan. Penulis berharap hasil penulisan ini dapat memberikan manfaat dan dapat menjadi pertimbangan dalam pengelolaan lingkungan hidup khususnya di Kota Cilegon.

Bogor, Januari 2006


(7)

DAFTAR ISI

Teks Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR... iii

DAFTAR LAMPIRAN TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Manfaat Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran Udara ... 3

B. Iklim dan Penyebaran Polutan ... 4

C. Ruang Terbuka Hijau ... 6

D. Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 7

E. Penginderaan Jauh (Remote Sensing)... 8

F. Merancang Kawasan Perlindungan ... 10

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas... 11

B. Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lahan... 11

C. Hidrogeologi ... 11

D. Kondisi Iklim ... 12

E. Jenis Batuan ... 12

F. Jenis Tanah ... 12

G. Sosial dan Ekonomi ... 12

IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14

B. Alat dan Bahan... 15

C. Jenis Data, Kegunaan dan Pengumpulannya ... 15

D. Pengolahan Data ... 17

E. Batasan Penelitian ... 21

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Sumber Pencemar ... 22

B. Evaluasi Kondisi Fisik ... 25

C. Evaluasi Pengukuran Emisi Udara... 34

D. Penutupan Lahan Kota Cilegon ... 56

VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 59

Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA... 60


(8)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Peta lokasi penelitian ... 14

2. Lokasi pengambilan contoh udara ... 16

3. Tahapan pembuatan peta penyebaran polutan ... 18

4. Tahapan pembuatan peta arah angin ... 19

5. Tahapan pembuatan peta penutupan lahan ... 19

6. Sumber polutan di Kota Cilegon ... 23

7. Peta penyebaran sumber polutan ... 24

8. Peta kemiringan lahan Kota Cilegon ... 26

9. Diagram rataan curah hujan bulanan ... 28

10. Diagram rataan suhu bulanan ... 29

11. Diagram rata-rata kecepatan angin bulanan... 31

12. Peta angin pada pengukuran triwulan I tahun 2004 ... 32

13. Peta angin pada pengukuran triwulan IV tahun 2004... 33

14. Lokasi pengambilan titik di Simpang Tiga – Ramayana ... 34

15. RTH di daerah pemukiman ... 36

16. Peta penyebaran hidrokarbon (HC) triwulan I tahun 2004 ... 38

17. Kawasan industri di pinggir garis pantai ... 39

18. Peta penyebaran debu triwulan I tahun 2004 ... 41

19. Jalur transportasi perkotaan ... 42

20. Peta penyebaran karbon monoksida triwulan I tahun 2004 ... 44

21. Peta penyebaran nitrogen dioksida triwulan I tahun 2004 ... 46

22. Peta penyebaran hidrokarbon (HC) triwulan IV tahun 2004 ... 49

23. Peta penyebaran debu triwulan IV tahun 2004 ... 51

24. Peta penyebaran karbon monoksida (CO) triwulan IV tahun 2004 ... 53

25. Peta penyebaran nitrogen dioksida (NO2) triwulan IV tahun 2004 ... 55


(9)

DAFTAR LAMPIRAN TABEL

No. Teks Halaman

1. Keputusan pemerintah tentang baku mutu udara ambien nasional ... 62

2. Data suhu rata – rata bulanan ... 63

3. Data arah angin bulanan ... 63

4. Data kecepatan angin bulanan ... 64

5. Data curah hujan bulanan ... 64

6. Hasil pengukuran udara triwulan I tahun 2004 ... 65

7. Hasil pengukuran udara triwulan IV tahun 2004 ... 65

8. Hasil pengukuran udara triwulan III tahun 2005 ... 66

9. Luasan zona polutan debu (ha) pengukuran triwulan I tahun 2004 ... 67

10. Luasan zona polutan hc (ha) pengukuran triwulan I tahun 2004 ... 67

11. Luasan zona polutan karbon monoksida (ha) pengukuran triwulan I tahun 2004. 67 12. Luasan zona polutan nitrogen dioksida (ha) pengukuran triwulan I tahun 2004 ... 68

13. Luasan zona polutan debu (ha) pengukurantriwulan IV tahun 2004... 68

14. Luasan zona polutan hidrokarbon (ha) pengukuran triwulan IV tahun 2004... 69

15. Luasan zona polutan karbon monoksida (ha) pengukuran triwulan IV tahun 2004... 69

16. Luasan zona polutan nitrogen dioksida (ha) pengukuran triwulan IV tahun 2004... 70


(10)

DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Gambar windrose/mawar angin ... 72 2. Diagram fluktuasi konsentrasi polutan di lokasi pengambilan contoh udara ... 74


(11)

PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN

SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON

BAKHTIAR SANTRI AJI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(12)

RINGKASAN

BAKHTIAR SANTRI AJI. Pemetaan Polutan sebagai Bahan Pertimbangan Pembangunan Ruang Terbuka Hijau di Kota Cilegon. Dibimbing oleh Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi dan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc.

Kota Cilegon terkenal dengan kota sejuta industri mempunyai perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan kota akan diikuti oleh peningkatan aktivitas sektor lainnya, salah satunya adalah sektor transportasi. Kota Cilegon adalah pintu keluar-masuk Pulau Jawa, hal ini menyebabkan tingginya arus transportasi. Tingginya dua sektor tersebut akan berdampak pada jumlah polutan udara yang dikeluarkan oleh keduanya. Peningkatan polutan memerlukan pengendalian agar konsetrasinya di udara tidak meningkat terlalu tinggi. Pengendalian dapat dilakukan dengan membangun area terbuka hijau yang berfungsi sebagai penyerap polutan.

Pengukuran parameter udara dilakukan pada debu, hidrokarbon, kabon monoksida dan nitrogen dioksida. Pengambilan contoh udara dilakukan di 24 titik dalam Kota Cilegon. Pengolahan konsentrasi polutan dilakukan dengan cara interpolasi konsentrasi polutan antara titik.

Berdasarkan analisis iklim unsur selama 18 tahun, arah angin dominan bertiup dari arah barat dan utara dengan kecepatan berkisar antara 3,4-3,9 km/jam. Suhu berkisar antara 26,2-27,3 oC, dengan suhu maksimal terjadi pada bulan Oktober. Menurut Schmidth – Ferguson tipe iklim Kota Cilegon termasuk dalam tipe iklim B dengan rata-rata jumlah bulan basah sebesar 9,6 bulan dan rata-rata-rata-rata jumlah bulan kering sebesar 1,6 bulan. Nilai Q yang didapatkan adalah 16,6 %. Tipe Iklim B berarti daerah basah dengan vegetasi tropika. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan nilai 326,2 mm. Mekanisme iklim saling berkaitan dan sangat mempengaruhi penyebaran polutan.

Senyawa polutan yang dilakukan pemetaan adalah HC, debu, CO, NO2. Hasil pemetaan terlihat bahwa akumulasi polutan tertinggi pada kawasan yang mempunyai aktivitas transportasi dan industri, sedangkan kawasan dengan penutupan vegetasi yang baik mempunyai konsentrasi polutan dibawah BMU. Angin lokal sangat mempengaruhi penyebaran polutan. Berdasarkan hasil rata-rata luas zona polutan (nilai konsentrasi diatas BMU) selama 2 triwulan pengukuran tahun 2004, zona polutan hidrokarbon terluas berada di Kecamatan Pulo Merak dengan luas area sebesar 2.374,865 Ha, sedangkan zona debu terluas berada di Kecamatan Cibeber dengan luas sebesar 3.217,916 Ha.


(13)

Berdasarkan penyebaran polutan dan dinamika arah angin, ruang terbuka hijau sangat diperlukan di Kecamatan Gerogol, Cibeber dan Citangkil. Pembuatan area ruang terbuka hijau di kawasan permukiman diharapkan dapat mengurangi dampak polutan terhadap mahluk hidup khususnya manusia. Pembangunan ruang terbuka hijau di Kecamatan Gerogol dikhususkan sebagai area pemecah angin.


(14)

PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN

SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON

BAKHTIAR SANTRI AJI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Tegal, Jawa Tengah pada tanggal 22 Maret 1983. Merupakan anak keempat dari lima bersaudara pasangan Mulyono dan Thoyibah. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1987 di TK Pertiwi Slawi dan lulus pada tahun 1989, kemudian penulis melanjutkan ke SD Negeri Slawi II dan lulus pada tahun 1995, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 1 Slawi dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 1 Slawi, lulus pada tahun 2001. Pendidikan perguruan tinggi ditempuh penulis di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2001, dengan mengambil Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Kehutanan, penulis pernah melakukan Praktek Pengenalan Umum Kehutanan di BKPH Rawa Timur, KPH Banyumas Barat dan BKPH Gunung Slamet Barat, KPH Banyumas Timur serta Praktek Pengelolaan Hutan di BKPH Getas, KPH Banyumas Barat tahun 2004, dan terakhir penulis menyelesaikan Praktek Kerja Lapang (PKLP) di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi pada tahun 2005.

Selain kegiatan praktek lapang, penulis telah mengikuti berbagai kegiatan dan organisasi baik di dalam maupun di luar perguruan tinggi. Organisasi yang pernah diikuti penulis antara lain Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA), Kelompok Pemerhati Goa ”Hira” Kelompok Pemerhati Burung (KPB) Prenjak dan Fotografi Konservasi (FOKA). Kegiatan yang pernah di lakukan di luar kegiatan kampus diantaranya adalah Volunteer dalam acara Asia Europe Environment Forum (2005), Volunteer aksi kemanusiaan bencana alam tsunami Aceh,

Sebagai salah satau syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul ”Pemetaan Polutan sebagai Pertimbangan Pembangunan Ruang Terbuka Hijau di Kota Cilegon” dibawah bimbingan Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi dan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo MSc.


(16)

KATA PENGANTAR

Pembangunan kota yang sangat pesat akan meningkatkan pertumbuhan di segala bidang baik ekonomi maupun penduduk. Petumbuhan yang pesat akan memberikan manfaat dan dampak negatif. Permasalahan yang akan ditimbulkan salah satunya adalah di sektor lingkungan hidup khususnya pencemaran udara.

Penelitian ini menggambil judul “Pemetaan Konsentrasi Polutan sebagai Bahan Pertimbangan Pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Cilegon”. Kota Cilegon merupakan kota industri besar. industri adalah kegiatan antropogenik yang banyak menyumbangkan polutan udara dalam jumlah yang besar. Pemetaan konsentrasi polutan dalam skala kota diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap penyebaran dan akumulasi polutan di wilayah Kota Cilegon, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan ruang terbuka hijaudi Kota Cilegon.

Penulis menyadari karya ini masih banyak kekurangan. Penulis berharap hasil penulisan ini dapat memberikan manfaat dan dapat menjadi pertimbangan dalam pengelolaan lingkungan hidup khususnya di Kota Cilegon.

Bogor, Januari 2006


(17)

DAFTAR ISI

Teks Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR... iii

DAFTAR LAMPIRAN TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Manfaat Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran Udara ... 3

B. Iklim dan Penyebaran Polutan ... 4

C. Ruang Terbuka Hijau ... 6

D. Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 7

E. Penginderaan Jauh (Remote Sensing)... 8

F. Merancang Kawasan Perlindungan ... 10

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas... 11

B. Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lahan... 11

C. Hidrogeologi ... 11

D. Kondisi Iklim ... 12

E. Jenis Batuan ... 12

F. Jenis Tanah ... 12

G. Sosial dan Ekonomi ... 12

IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14

B. Alat dan Bahan... 15

C. Jenis Data, Kegunaan dan Pengumpulannya ... 15

D. Pengolahan Data ... 17

E. Batasan Penelitian ... 21

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Sumber Pencemar ... 22

B. Evaluasi Kondisi Fisik ... 25

C. Evaluasi Pengukuran Emisi Udara... 34

D. Penutupan Lahan Kota Cilegon ... 56

VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 59

Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA... 60


(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Peta lokasi penelitian ... 14

2. Lokasi pengambilan contoh udara ... 16

3. Tahapan pembuatan peta penyebaran polutan ... 18

4. Tahapan pembuatan peta arah angin ... 19

5. Tahapan pembuatan peta penutupan lahan ... 19

6. Sumber polutan di Kota Cilegon ... 23

7. Peta penyebaran sumber polutan ... 24

8. Peta kemiringan lahan Kota Cilegon ... 26

9. Diagram rataan curah hujan bulanan ... 28

10. Diagram rataan suhu bulanan ... 29

11. Diagram rata-rata kecepatan angin bulanan... 31

12. Peta angin pada pengukuran triwulan I tahun 2004 ... 32

13. Peta angin pada pengukuran triwulan IV tahun 2004... 33

14. Lokasi pengambilan titik di Simpang Tiga – Ramayana ... 34

15. RTH di daerah pemukiman ... 36

16. Peta penyebaran hidrokarbon (HC) triwulan I tahun 2004 ... 38

17. Kawasan industri di pinggir garis pantai ... 39

18. Peta penyebaran debu triwulan I tahun 2004 ... 41

19. Jalur transportasi perkotaan ... 42

20. Peta penyebaran karbon monoksida triwulan I tahun 2004 ... 44

21. Peta penyebaran nitrogen dioksida triwulan I tahun 2004 ... 46

22. Peta penyebaran hidrokarbon (HC) triwulan IV tahun 2004 ... 49

23. Peta penyebaran debu triwulan IV tahun 2004 ... 51

24. Peta penyebaran karbon monoksida (CO) triwulan IV tahun 2004 ... 53

25. Peta penyebaran nitrogen dioksida (NO2) triwulan IV tahun 2004 ... 55


(19)

DAFTAR LAMPIRAN TABEL

No. Teks Halaman

1. Keputusan pemerintah tentang baku mutu udara ambien nasional ... 62

2. Data suhu rata – rata bulanan ... 63

3. Data arah angin bulanan ... 63

4. Data kecepatan angin bulanan ... 64

5. Data curah hujan bulanan ... 64

6. Hasil pengukuran udara triwulan I tahun 2004 ... 65

7. Hasil pengukuran udara triwulan IV tahun 2004 ... 65

8. Hasil pengukuran udara triwulan III tahun 2005 ... 66

9. Luasan zona polutan debu (ha) pengukuran triwulan I tahun 2004 ... 67

10. Luasan zona polutan hc (ha) pengukuran triwulan I tahun 2004 ... 67

11. Luasan zona polutan karbon monoksida (ha) pengukuran triwulan I tahun 2004. 67 12. Luasan zona polutan nitrogen dioksida (ha) pengukuran triwulan I tahun 2004 ... 68

13. Luasan zona polutan debu (ha) pengukurantriwulan IV tahun 2004... 68

14. Luasan zona polutan hidrokarbon (ha) pengukuran triwulan IV tahun 2004... 69

15. Luasan zona polutan karbon monoksida (ha) pengukuran triwulan IV tahun 2004... 69

16. Luasan zona polutan nitrogen dioksida (ha) pengukuran triwulan IV tahun 2004... 70


(20)

DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Gambar windrose/mawar angin ... 72 2. Diagram fluktuasi konsentrasi polutan di lokasi pengambilan contoh udara ... 74


(21)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan yang sangat pesat pada berbagai bidang akan memberikan manfaat yang cukup besar diantaranya yaitu peningkatan perekonomian, kemajuan teknologi dan kemajuan pembangunan. Kemajuan pembangunan yang diikuti dengan adanya pembangunan sarana dan prasarana yang digunakan untuk kepentingan masyarakat akan memberikan dampak positif berupa peningkatan kualitas hidup.

Peningkatan kualitas hidup tidak diimbangi dengan adanya peningkatan kualitas lingkungan. Penurunan kualitas lingkungan diantaranya adalah pencemaran udara, tanah dan air. Meningkatnya pencemar di udara disebabkan oleh bertambahnya jumlah industri dan transportasi yang menghasilkan buangan. Degradasi lingkungan tersebut memerlukan perhatian yang cukup serius dari berbagai pihak karena akhirnya akan memberikan dampak yang cukup luas baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kota Cilegon dengan luas 17.550 Ha merupakan salah satu kota yang berada di Propinsi Banten dan merupakan kota yang mempunyai kawasan industri cukup besar. Kota yang terletak di ujung Pulau Jawa ini merupakan salah satu pintu masuk dan keluar dari Pulau Jawa. Berbagai macam aktivitas di dalam kota (khususnya industri dan transportasi) memberikan potensi yang cukup besar sebagai penyumbang polutan, sehingga diperlukan suatu tindakan pemantauan terhadap kondisi lingkungan. Salah satu kegiatan pemantauan yang dilakukan adalah pemantauan kualitas udara.

Menurut PP 41 tahun 1999, pencemaran udara diartikan sebagai masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Pencemaran udara dihasilkan oleh berbagai sumber. Pencemaran udara merupakan permasalahan yang sangat umum terjadi di kota-kota besar dimana industri dan transportasi adalah penyuplai utama terhadap penurunan kualitas udara. Pencemaran udara dapat menimbulkan dampak negatif pada berbagai sektor, salah satunya adalah kesehatan. Sebagai contoh karbon monoksida (CO) merupakan hasil pembakaran akan oleh dihirup manusia untuk kemudian berikatan dengan hemoglobin, sehingga akan mengurangi ikatan dengan oksigen .

Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara menjelaskan beberapa pengertian yang berkaitan dengan kegiatan pemantauan kualitas udara, diantaranya adalah mengenai batas-batas ambien maksimal yang berada di udara.


(22)

Batas maksimal yang telah ditentukan adalah batas dimana suatu polutan akan berdampak negatif bagi lingkungan, sehingga suatu kota akan dapat dikatakan tercemar oleh suatu senyawa polutan apabila telah melewati batas tersebut. Pemantauan kualitas udara merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui kandungan udara, sehingga dengan kegiatan ini diharapkan dapat ditentukan tindakan yang tepat apabila terjadi peningkatan polutan terutama yang membahayakan.

Pemantauan kualitas udara dalam suatu kota dapat menggambarkan tentang konsentrasi polutan yang ada di udara. Konsentrasi polutan di udara dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya mekanisme iklim secara lokal, kondisi topografi dan penutupan lahan. Proses mekanisme iklim merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap penyebaran atau pendispersian senyawa polutan dari sumbernya. Pemodifikasian iklim mikro dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran. Informasi tentang kualitas udara dan proses-proses alami yang dapat mempengaruhi penyebaran polutan dapat menggambarkan konsentrasi polutan dalam bentuk zonasi yang diharapkan dapat digunakan dalam memprioritaskan pembangunan RTH sebagai kawasan penyangga penyerap polutan. Ruang Terbuka Hijau dengan berbagai macam bentuk mulai dari semak sampai hutan diharapkan dapat mengurangi dan menyerap senyawa polutan yang ada di udara, sehingga dapat memperbaiki kualitas udara.

B. Tujuan

1. Memetakan konsentrasi polutan di Kota Cilegon.

2. Menentukan kecamatan yang memiliki nilai konsentrasi polutan di atas baku mutu udara ambien.

3. Menentukan kecamatan yang mempunyai akumulasi polutan tertinggi.

C. Manfaat

Pemetaan penyebaran polutan (aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh) diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam prioritas pembangunan area untuk Ruang Terbuka Hijau khususnya di Kota Cilegon yang berfungsi sebagai pengendali dan kawasan penyangga polutan di kota industri.


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pencemaran Udara

Pencemaran udara didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu sehingga menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya (Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999). Budirahardjo dalam Pusparini (2002) menjelaskan bahwa konsentrasi udara ambien merupakan polutan dari sumber pencemar yang terdiri dari partikel-partikel dan gas-gas kemudian di atmosfer mendapat pengaruh dari antara lain faktor meteorologis seperti curah hujan, arah dan kecepatan angin, kelembaban udara dan temperatur serta secara bersamaan mengalami reaksi kimia.

Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Selanjutnya dijelaskan juga tentang sumber pencemar udara adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya ( Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999).

Menurut Lestari (2003), selain faktor meteorologi, kondisi topografi wilayah dapat memberikan pengaruh terhadap konsentrasi polutan di udara. Topografi dan keadaan lingkungan akan mempengaruhi dispersi polutan di sekitar wilayah tersebut. Suatu wilayah yang terletak di dataran rendah akan memiliki konsentrasi yang berbeda dengan daerah di dataran tinggi maupun cekungan. Namun, suatu wilayah tidak akan mengalami polusi udara jika tidak terdapat pencemar di wilayah tersebut.

Senyawa yang diketahui sebagai pencemar udara primer terhitung lebih dari 90 % dari total pencemar. Senyawa tersebut adalah Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Oksida (NOx), Hidrokarbon (HC), Sulfur Oksida (SOx) dan partikulat. Beberapa contoh senyawa primer yang terdapat diudara adalah :

1. Karbon Monoksida (CO)

CO dihasilkan karena pembakaran tidak sempurna bahan bakar fosil oleh mesin kendaraan, pembakaran perindustrian, pembangkit listrik, pemanas rumah, pembakaran di pertanian dan sebagainya. CO memiliki sifat tidak berwarna atau berbau, tetapi amat berbahaya (Sastrawijaya,1991).


(24)

2. Sulfur Dioksida (SO2)

SO2 berbau tajam dan tidak mudah terbakar. SO2 dapat terdeteksi manusia pada konsentrasi 0.3 – 1 ppm. Gas buangan biasanya mengandung SO2 lebih tinggi dari gas SO3 (Wardhana dalam Pusparini, 2002). Secara umum, SO2 dihasilkan oleh sumber pencemar alamiah dan antropogenik. Sumber pencemar alamiah antara lain letusan gunung berapi dan produksi oksidasi dari metil sulfida ((CH3)2S)yang dilepaskan oleh fitoplankton, sedangkan sumber pencemar yang dihasilkan manusia adalah pembakaran biomassa dan emisi bahan bakar maupun pembangkit tenaga listrik.

3. Nitrogen Dioksida (NO2)

Menurut Fitter dan Hay (1994) dalam Patra (2002), NO2 merupakan hasil samping pembakaran yang timbul dari kombinasi nitrogen dan oksigen di atmosfer. Hasil awal reaksi ini adalah NO secara lambat menjadi NO2 dalam atmosfer. Bila NO2 dilepaskan ke atmosfer maka dapat bekerja dalam sejumlah reaksi fotokimia sehingga terbentuknya ozon.

4. Timbal (Pb)

Timbal merupakan salah satu bahan aditif yang sering digunakan untuk meningkatkan mutu bensin. Partikel Pb yang ada diudara berupa senyawa an organik yang beukuran kecil. Tsalev dan Zaprianov (1985) dalam Harahap (2004) menyebutkan 52 % pencemaran Pb sebagai salah satu bahan aditif dari bensin sedangkan 48 % ditemukan dalam bahan pembungkus kabel, zat pewarna pada cat, kristal, keramik dan sebagai bahan stabilitator pada bahan plastik dan karet. Timbal salah satu pencemar logam berat yang memiliki sifat akumulatif sehingga dapat menyebabkan gangguan terhadap manusia (Widriani, 1998 dalam Rachmawati, 2005).

B. Iklim dan Penyebaran Polutan

Menurut Handoko (1994), iklim adalah sintesis atau kesimpulan dari perubahan nilai unsur-unsur cuaca (hari demi hari dan bulan demi bulan) dalam jangka panjang atau pada suatu wilayah. Unsur-unsur iklim adalah radiasi surya, lama penyinaran surya, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin, penutupan awan, presipitasi (embun, salju, hujan) dan evaporasi/evapotranspirasi.

Menurut Kozak dan Sudarmo (1993) dalam Sukarsono (1998) ada 2 bentuk emisi dari unsur dan senyawa pencemar udara, yaitu :

1. Pencemar udara primer (Primary air pollution)

Merupakan emisi unsur – unsur pencemar udara langsung ke atmosfer dari sumber-sumber diam maupun bergerak. Pencemar udara primer ini mempunyai waktu paruh di


(25)

atmosfer yang tinggi pula. Contoh pencemar udara primer adalah CO, CO2, SO2, CFC, Cl2, debu.

2. Pencemar udara sekunder (Secondary air pollution)

Merupakan emisi pencemar udara dari hasil proses fisik dan kimia di atmosfer dalam bentuk foto kimia (Photo Cemistry) yang umumnya bersifat reaktif dan mengalami proses transformasi fisik kimia menjadi unsur/senyawa. Perubahan bentuk senyawa polutan terjadi mulai saat diemisikan hingga setelah ada di atmosfer. Contoh pencemar udara sekunder adalah ozon (O3), aldehida, PAN, hujan asam.

Barker (1992) mengatakan bahwa untuk partikel dengan diameter lebih kecil dari 0.1 µm pertukaran di atmosfer dipengaruhi oleh turbulensi angin, bentuk topografi dan stratifikasi suhu pada lapisan terendah atmosfer. Menurut Lakitan (1994), keberadaan bangunan fisik (buatan manusia) dan benda-benda alami pada suatu lingkungan juga mempunyai pengaruh terhadap iklim mikro setempat, misalnya terhadap suhu udara, kecepatan dan arah angin, intensitas dan lamanya penyinaran yang diterima oleh suatu permukaan dan kelembaban udara. Menurut Lowry (1972), perbedaan tingkat suhu akan menciptakan tekanan yang berbeda sehingga terjadi angin skala sedang atau angin lokal.

Terkadang kondisi meteorologi menjadi faktor utama terjadinya akumulasi polutan udara pada skala regional (Rouse, 1975). Menurut Sastrawijaya (1991), kecepatan angin mempengaruhi distribusi pencemar. Konsentrasi pencemar akan berkurang jika angin kecepatan tinggi dan membagikan kecepatan tersebut secara mendatar atau vertikal.

Selain menurunkan intensitas cahaya langsung dan suhu, pohon (serta vegetasi lainnya) dapat pula meningkatkan kelembaban udara dan mengurangi kecepatan angin. Tergantung pada ukuran dan kerapatan tanaman sistem tajuk tanaman, energi radiasi matahari yang diserap oleh sistem tajuk tanaman dapat mencapai 90 % dari total yang diterimanya (Lakitan, 1994). Menurut Sastrawijaya (1991), suhu yang rendah menyebabkan bahan bakar naik. Perbedaan suhu merupakan faktor pengubah yang besar. Pergolakan ke atas akan membawa pencemar ke daerah yang suhunya lebih rendah. Pencemar akan menurun konsentrasinya dan kemudian disebarkan oleh angin. Setelah suhu turun polutan akan turun dan akan terakumulasi pada kota tersebut.

Stabilitas atmosfer akan turut mendukung penetrasi (penetralisir) polusi udara ke lapisan yang lebih tinggi dan juga mempunyai peranan penting dalam proses dispersi serta pengenceran polusi di udara. Stabilitas atmosfer ditentukan oleh gradien suhu udara vertikal dan variabilitas angin (Lestari, 2003). Pangeran (2002) menambahkan, di troposfer udara selalu bergerak turbulen yang berarti bahwa arah dan kecepatan gerak molekul gas berubah secara bersambung. Difusi turbulen oleh suatu proses terjadi pada


(26)

skala mikro karena itu, hal ini memainkan peranan kecil jika dibanding adveksi dispersi polutan untuk beberapa kondisi atmosfer.

Pada malam hari, Tanaman berperan sebagai penahan panas sehingga suhu udara di bawah tajuk akan lebih hangat dibandingkan suhu udara di atas area terbuka (tanpa vegetasi). Tajuk tanaman akan menyerap dan menahan sebagian energi yang dipancarkan oleh permukaan tanah dan akan mengurangi fluktuasi suhu siang dan malam hari (Lakitan, 1994). Penyerapan energi radiasi matahari oleh sistem tajuk tanaman akan memacu tumbuhan untuk meningkatkan laju transpirasinya (terutama menjaga stabilitas suhunya). Setiap gram air yang diuapkan menggunakan energi sebesar 580 kalori. Karena besarnya energi yang digunakan untuk menguapkan air dalam transpirasi ini, maka hanya sedikit panas yang tersisa yang dipancarkan udara sekitarnya. Hal ini yang menyebabkan suhu udara sekitar tanaman tidak meningkat secara drastis pada siang hari. Pada kondisi kecukupan air, kehadiran pohon diperkirakan dapat menurunkan suhu udara dibawahnya kira-kira 3.5oC pada siang hari yang terik (Lakitan, 1994).

Kemampuan tanaman menyerap radiasi yang diterima dipengaruhi oleh kerapatan dan perkembangan daunnya. Dengan memperhatikan sifat vegetasi, para perencana dapat memanipulasi iklim mikro (Robinette, 1983 dalam Sitawati, 1994).

C. Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau adalah Ruang Terbuka baik dalam bentuk area kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur yang penggunaannya lebih bersifat terbuka tanpa bangunan. Ruang terbuka hijau pemanfaatannya lebih bersifat pengisian tanaman dan tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan lain sebagainya (Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988 dalam Nasihin, 2003).

Bagian dan bentuk Ruang Terbuka Hijau (Anonius, 2004) :

a. Jalur Hijau, merupakan pohon peneduh jalan raya, pada kawasan riparian seperti delta sungai, kanal, saluran irigasi, tepian danau, dan tepian pantai. Pembuatan jalur hijau diharapkan dapat memperbaiki kualitas dan kuantitas air.

b. Taman Kota, merupakan tanaman yang ditanam sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah.

c. Kebun dan Halaman, jenis tanaman yang ditanam di kebun biasanya dari jenis yang dapat menghasilkan buah.


(27)

d. Kebun Raya, Hutan Raya dan Kebun Binatang, dalam hal ini dapat dimasukan ke dalam hutan kota. Tanaman dapat berasal dari daerah setempat maupun daerah lain.

e. Hutan Lindung, kawasan hutan yang mempunyai lereng yang curam dan daerah rawan abrasi.

f. Kuburan dan Taman Makam Pahlawan

Grey dan Deneke (1987) serta Dibyosuwarno (1986) dalam Harahap (1987) berpendapat bahwa hutan kota penting untuk penduduk kota dengan berbagai kegunaan sebab pohon dapat berfungsi sebagai pencegah pencemaran yang berperan sebagai saringan, memberi naungan dan estetika. Grey dan Deneke (1987) mengelompokkan berbagai kegunaan hutan kota menjadi empat kategori yaitu kegunaan-kegunaan arsitektur, kegunaan-kegunaan rekayasaan (engineering uses), kegunaan-kegunaan estetika dan untuk perbaikan iklim.

Ukuran serta tata letak kawasan perlindungan di dunia seringkali ditentukan faktor-faktor seperti sebaran manusia, nilai potensial lahan, upaya politik oleh para warga yang berjiwa konservasi. Seringkali, lahan disisihkan bagi kepentingan konservasi hanya karena lahan tersebut tidak memiliki nilai komersial secara langsung; kawasan perlindungan tersebut berlokasi pada “lahan-lahan yang tidak diminati siapapun” (Runte 1979; Pressey 1994 dalam Primack et al. 1998).

D. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Geographic Information System (GIS) merupakan suatu sistem (berbasiskan komputer) yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek serta fenomena – fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografis ; (a) masukan, (b) keluaran, (c) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (d) analisis dan manipulasi data (Aronof 1989 dalam Prahasta, 2002). Menurut Kartasasmita (2001), SIG yang mampu mengumpulkan, menyimpan, mentransformasikan (mengedit, memanipulasi, menyetarakan format, dan lain sebagainya). Menurut Prahasta (2001) menjelaskan bahwa sejak pertengahan tahun 1970, telah dikembangkan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi yang bereferensi geografis dengan berbagai cara dan bentuk. Sebutan umum untuk sistem yang menangani masalah tersebut adalah sistem informasi geografis (SIG).


(28)

Prahasta (2002) menjelaskan beberapa hal yang menjadi alasan bahwa konsep dan aplikasi SIG sangat menarik untuk digunakan dalam berbagai bidang ilmu yaitu SIG sangat efektif, dapat digunakan sebagai alat bantu, mampu menguraikan unsur-unsur yang terdapat di permukaan bumi ke dalam bentuk beberapa layer atau coverage data spasial, memiliki kemampuan yang sangat baik dalam memvisualisasikan data spasial dan bentuk atribut-atributnya serta dapat menurunkan data-data secara otomatis tanpa keharusan untuk melakukan interpretasi secara manual.

E. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah suatu cara pemantauan tentang sifat dan kondisi suatu obyek atau fenomena alam di permukaan bumi untuk mendapatkan informasi tentang obyek itu sendiri ataupun sekitarnya tanpa harus kontak langsung dengan obyek tersebut melalui suatu alat (sensor) (Kartasasmita, 2001). Lo (1995) menyatakan bahwa penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai objek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Biasanya teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan interpretasikan guna membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi dibidang pertanian arkeologi, kehutanan, geologi, geografi perencanaan dan bidang – bidang lainnya.

Pengideraan jauh meliputi dua proses utama, yaitu pengumpulan data dan analisis data (Lillesand dan Kiefer, 1993). Elemen pengumpulan data meliputi : (a) sumber energi, (b) perjalanan energi melalui atmosfer, (c) interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi, (d) sensor wahana pesawat terbang dan/atau satelit, dan hasil data dalam bentuk piktoral dan/atau numerik. Proses analisis data meliputi (a) pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat pengamatan untuk menganalisis data piktoral, dan/atau komputer untuk menganalisis data numerik (b) Biasanya informasi ini disajikan dalam bentuk peta, tabel dan suatu bahasan tertulis atau laporan, dan (c) Hasil digunakan untuk pengambilan keputusan.

Citra landsat merupakan hasil dari suatu program sumbardaya bumi yang dikembangkan oleh NASA (the National Aeuronautical and Space Administration) Amerika Serikat pada awal tahun 1970 – an. Landsat 1 diluncurkan pada tanggal 22 Juli 1972. Setelah pencuran 3 tipe landsat sebelumnya, kemudian diluncurkan tipe landsat 4 yang menampilkan suatu perbaikan yaitu citra satelit yang mempunyai resolusi tinggi. Landsat 4 diluncurkan pada tanggal 16 Juli 1982. Landsat 4 dipasang suatu sensor baru yang bertujuan untuk perbaikan dan resolusi spasial, pemisahan spektral, kecermatan data


(29)

radiometrik dan ketelitian radiometrik maka ditambah Thematic Mapper (TM) pada empat saluran multispectral scanner (Salomonson dan Park, 1979 dalam Lo, 1995). Tabel 1. Aplikasi dan Saluran Spektral (Band) Thematic Mapper (Lo, 1995)

Saluran (Band) Panjang Gelombang (µm) Potensi Pemanfaatan

1 0,45 – 0,52 Dirancang untuk penetrasi tubuh air, sehingga bermanfaat untuk pemetaan perairan pantai. Berguna juga untuk membedakan antara tanah dengan vegetasi, tumbuhan berdaun lebar dan berdaun jarum.

2 0,52 – 0,60 Dirancang untuk mengukur puncak pantulan hijau saluran tampak bagi vegetasi guna penilaian ketahanan.

3 0,63 – 0,69 Saluran absorpsi klorofil yang penting untuk diskriminasi vegetasi

4 0,76 – 0,90 Bermanfaat untuk menentukan kandungan biomassa dan untuk delineasi tubuh air.

5 1,55 – 1,75 Menunjukan kandungan kelembaban vegetasi dan kelembaban tanah, dan bermanfaat untuk membedakan salju dan awan.

6 2,08 – 2,35 Saluran inframerah termal yang penggunaannya untuk perekaman vegetasi, diskriminasi kelembaban tanah dan pemetaan termal.

7 10,45 – 12,50 Saluran yang diseleksi karena potensinya untuk membedakan tipe batuan dan untuk pemetaan hidrotermal.

Penggunaan citra landsat untuk pemetaan penggunaan lahan khususnya telah populer di negara – negara berkembang untuk mempercepat perolehan data yang diperlukan atau untuk memperbarui data yang lama. Ketersediaan data citra satelit dalam bentuk berbeda telah menarik melimpahnya aplikasi untuk pemetaan penggunaan lahan dan penutupan lahan medan. Keuntungan data satelit adalah dalam jumlah besar. Untuk tujuan pemetaan penggunaan lahan, liputan luas dan berulang dihasilkan oleh wahana satelit khususnya penting untuk melihat biaya efektif pengumpulan dan kemudahan meng up-date data penggunaan lahan (Lo, 1995).

Klasifikasi citra menurut Lillesand dan Kiefer (1990), dibagi ke dalam dua pendekatan, yaitu klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification). Pada klasifikasi terbimbing proses pengklasifikasian dilakukan dengan prosedur pengenalan pola spektral dengan memilih kelompok atau kelas-kelas informasi yang diinginkan dan selanjutnya memilih contoh-contoh kelas (training area) yang mewakili setiap kelompok. Kemudian dilakukan perhitungan statistik terhadap contoh-contoh kelas yang digunakan sebagai dasar klasifikasi.


(30)

F. Merancang Kawasan Perlindungan

Menurut White (1985) dalam Harahap (1987), Analisis tapak merupakan suatu kegiatan riset pra-rancangan yang memusat pada kondisi-kondisi yang ada, dekat dan potensial pada dan di sekitar proyek. Analisis tersebut, sedikit banyak merupakan suatu penyelidikan atas seluruh tekanan, gaya dan situasi serta hubungan timbal balik pada lahan dimana proyek akan didirikan. Selanjutnya ditambahkan oleh White (1987) dalam Harahap (1987), peran utama dari analisis tapak dalam perancangan adalah memberi kita informasi mengenai tapak sebelum memulai kosep-konsep perancangan sehingga pemikiran dini tentang proyek dapat digabugkan dengan tanggapan-tanggapan yang berarti terhadap kondisi luar. Setelah didapatkan potensi tapak menurut Simonds (1983) dalam Harahap (1987) mengatakan ada dua hal yang harus dikerjakan secara serentak yaitu formulasi dari pengembangan program dan analisis pada tapak. Penyusunan suatu program kebutuhan-kebutuhan yang logis dan tepat dapat dilakukan dengan jalan penelitian dan penyelidikan yaitu yang dapat dilakukan sebagai perencanaan. Informasi-informasi tersebut antara lain adalah lokasi tapak, ukuran, bentuk, kontur, pola-pola drainase, tanah, utilitas, pemandangan kearah dan dari tapak, iklim dan lain-lain (White, 1985 dalam Harahap, 1987).

Ukuran serta tata letak kawasan perlindungan di dunia seringkali ditentukan faktor-faktor seperti sebaran manusia, nilai potensial lahan, upaya politik oleh para warga yang berjiwa konservasi. Seringkali, lahan disisihkan bagi kepentingan konservasi hanya karena lahan tersebut tidak memiliki nilai komersial secara langsung; kawasan perlindungan tersebut berlokasi pada “lahan-lahan yang tidak diminati siapapun” (Runte 1979; Pressey 1994 dalam Primack et al. 1998).

Dalam biologi konservasi pernah terjadi perdebatan berkepanjangan, mengenai pada keadaan manakah kekayaan spesies dapat dicapai secara maksimal; tunggal berukuran besar, atau dengan ukuran sama namun terpecah-pecah dalam beberapa lokasi yang lebih kecil (Diamond 1975; Simberloff dan Abele 1976, 1982; Terborgh 1986 dalam Primack 1998). Menurut Soule dan Simberloff 1986 dalam Primack 1998 bahwa strategi mengenai ukuran kawasan perlindungan disesuaikan dengan kelompok spesies yang akan dilindungi.


(31)

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas

Kota Cilegon dengan luas 17.550 Ha merupakan bagian dari Propinsi Banten dan berada di bagian ujung barat dari Pulau Jawa. Terbagi kedalam 8 kecamatan (Cilegon, Cibeber, Ciwandan, Pulomerak, Purwokarta, Jombang, Ciwandan dan Citangkil) dan 41 desa. Secara geografis, Kota Cilegon terletak pada 5o52’24” - 6o04’07” LS dan 105o54’05” - 106o05’11” BT, sedangkan secara administratif Kota Cilegon memiliki batas-batas sebagai berikut (UU No 15 tahun 1999 tentang terbentuknya Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon pada Tanggal 27 April 1999) :

ƒ Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bojonegara (Kabupaten Serang).

ƒ Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda

ƒ Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Anyar dan Kecamatan Mancak (Kabupaten Serang)

ƒ Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Kramatwatu (Kabupaten Serang) B. Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng

Kota Cilegon berada pada ketinggian antara 0 – 553 meter di atas permukaan laut. Wilayah tertinggi pada Gunung Gede (Kecamatan Pulomerak), sedangkan wilayah terendah berada di bagian barat yang merupakan hamparan pantai. Kemiringan lereng Kota Cilegon cukup bervariasi. Bagian barat, tengah hingga timur kota Cilegon memiliki kelerengan antara 0 – 2 % dan 2 – 7 %. Wilayah utara didominasi oleh lahan yang mempunyai kemiringan lereng cukup besar karena merupakan wilayah pegunungan, sedangkan untuk wilayah selatan lebih didominasi oleh kelas kelerengan 2 – 7 %.


(32)

C. Hidrogeologi

Hidrogeologi Kota Cilegon memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut :

• Akuifer tidak produktif dengan penyebaran luas, alirannya melalui ruang antar butir. Pada akuifer ini tidak terdapat mata air.

• Akuifer produktif dengan penyebaran luas, alirannya melalui ruang antar butir. Pada akuifer ini tidak terdapat mata air.

• Akuifer produktif sedang dengan penyebaran luas, alirannya melalui ruang antar butir. Pada akuifer ini tidak terdapat mata air.

D. Kondisi Iklim

Kota Cilegon mempunyai panjang periode bulan basah 9 bulan yaitu mulai bulan Oktober sampai dengan bulan Mei tanpa bulan kering dengan kisaran curah hujan 145,4 mm – 326,2 mm. Besarnya curah hujan tahunan berkisar antara 1.374 – 5.716,5 mm/tahun. Sementara kecepatan angin rata-rata bulanan berkisar 3,4 - 4,6 m/detik. Karakteristik tipe iklim Kota Cilegon adalah daerah basah.

E. Jenis Batuan

Jenis bantuan yang terdapat di Kota Cilegon terdiri dari batuan vulkanik dan aluvium. Jenis batuan tersebut mempunyai sebaran sebagai berikut:

• Lava dan Breksi Gunung Gede tersebar di bagian utara.

• Breksi dan tuva Gunung Gede tersebar di bagian wilayah tengah sampai barat.

• Endapan Sungai berada diantara sebaran lava/breksi Gunung Gede dan Breksi/tuva Gunung Gede.

• Breksi dan tuva danau tersebar di bagian tengah, barat dan selatan.

• Tuva dan breksi Gunung Tukang berada di bagian barat daya.

• Tuva Gunung Danau berada di bagian timur. F. Jenis Tanah

Keadaan tanah Kota Cilegon merupakan pelapukan batuan vulkanik Gunung Gede. Jenis tanah yang dijumpai berwarna coklat muda, coklat tua dengan tekstur halus-kasar, termasuk jenis tanah lempung, lempung pasiran dan pasir. Jenis tanah pasir atau yang bersifat pasiran meresapkan air cukup baik. Tanah alluvium dijumpai di wilayah utara Kota Cilegon dicirikan dengan warna abu-abu muda kecoklatan dan bersifat agak


(33)

lepas, ukuran butir dari lempung hingga pasir, teksutr halus-kasar. Jenis-jenis tanah yang ditemui di Kota Cilegon adalah aluvial, latosol, regosol.

G. Sosial dan Ekonomi

Berdasarkan data kependudukan tahun 1995 – 1999, di ketahui rata-rata pertambahan penduduk Kota Cilegon sebesar 4,46 % per tahun (BAPPEDA Kota Cilegon, 1999 dalam Kurniasih, 2004).

Pada tahun 2002 tercatat sekitar 301.425 jiwa mendiami Kota Cilegon (BAPPEDA , 2003 dalam Kurniasih, 2004). Dari delapan kecamatan, Kecamatan Jombang merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk tertinggi, sedangkan jumlah penduduk terendahterdapat di Kecamatan Grogol.

Tabel 2. Data Kependudukan Kota Cilegon Tahun 2002 Jumlah Penduduk No Kecamatan

Pria Wanita Jumlah

Kepala Keluarga

1 Pulo Merak 20.665 18.586 39.251 8.381

2 Cilegon 15.887 15.493 31.380 6.294

3 Cibeber 15.900 15.786 31.686 7690

4 Ciwandan 18.337 17.293 35.830 7.243

5 Grogol 14.808 14.437 29.245 6.331

6 Purwakarta 17.435 16.434 33.869 6.820

7 Jombang 25.985 24.159 50.144 8.443

8 Citangkil 25.710 24.310 50.020 10.444

Jumlah 154.727 146.498 301.425 61.646 Mata pencaharian penduduk Kota Cilegon terdiri dari (a) petani, (b) nelayan, (c) pengusaha, (d) perajin, (e) buruh (tani, industri, bangunan dan pertambangan), (f) pedagang, (g) perangkutan, (h) PNS, (i) ABRI, (j) pensiunan, serta (k) peternak. Dari sejumlah mata pencaharian tersebut industri mempunyai persentase tertinggi sebesar 30,64 %, disusul kemudian oleh petani dan pedangan dengan persentase sebesar 30,41 % dab 12,50 % (BAPPEDA Kota Cilegon, 1999 dalam Kurniasih, 2004).

Pada tahun 2002, jumlah penduduk yang tidak memiliki ijazah dan (atau) hanya berpendidikan sampai tingkat SD sebesar 47,92 %, sedangkan satu per tiga dari sisanya merupakan penduduk berpendidikan SMU ke atas. Jumlah tersebut terdiri dari : tamatan SMU 25,03 %, tamatan D1 dan (atau) D2 sebesar 1 %, tamatan D3 sebesar 1,77 % dan tamatan D4, S1 dan (atau) S2 sebesar 3,33 % (BPS Kota Cilegon, 2003 dalam Kurniasih, 2004).


(34)

IV. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di dua tempat, untuk kegiatan pengambilan data mengenai kondisi fisik dan potensi kawasan dilaksanakan di Kota Cilegon, sedangkan untuk kegiatan pengolahan data dilaksanakan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan November 2005. Lokasi penelitian disajikan di Gambar 1.


(35)

Gambar 1. Peta lokasi penelitian B. Bahan dan Alat

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : a Peta Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Cilegon, b Peta rupa bumi Kota Cilegon

c Peta topografi

d Citra Landsat ETM (Path 122 Row 64) dengan tahun pengambilan 2004

e Kondisi fisik lingkungan meliputi: suhu udara, arah dan kecepatan angin, curah hujan.


(36)

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya kamera, komputer dilengkapi dengan perangkat lunak Arc View 3.3 dan Erdas Imagine 8.5, Surfer 7.0, Microsoft Word 2003, Microsoft Excel 2003, Global Positioning System (GPS), dan alat tulis.

C. Jenis Data, Kegunaan dan Pengumpulannya

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari nilai polutan di udara dan kondisi fisik pada saat pengukuran, data klimatologi dari stasiun pengamatan terdekat dan kondisi fisik Kota Cilegon (termasuk bentuk topografi) serta data penutupan lahan (land cover) yang diperoleh dari kegiatan interpretasi citra Landsat TM. Berikut ini akan dijelaskan masing-masing data, cara pengumpulan dan kegunaannya:

1. Pengukuran Ambien Udara

Parameter-parameter yang diukur adalah debu, hidrokarbon (HC), NO2 dan CO (menurut PP No. 41 Tahun 1999). Pengukuran dilakukan di 24 titik yang tersebar di dalam kota dengan masing-masing parameter diukur selama 24 jam. Selain parameter-parameter diatas, kondisi fisik pada saat pengukuran parameter-parameter tersebut juga diukur yaitu suhu udara, arah dan kecepatan angin, dan kondisi cuaca. Data pengukuran ambien udara diperoleh dari Dinas Lingkungan Hidup dan Pertambangan Kota Cilegon. Berikut ini merupakan gambar lokasi pengambilan titik atau sample yang dilakukan di dalam Kota Cilegon. Lokasi pengambilan sample udara di sajikan di Gambar 2.


(37)

Gambar 2. Lokasi pengambilan contoh udara


(38)

Data unsur iklim yang dikumpulkan berupa arah dan kecepatan angin, curah hujan, suhu udara rata-rata bulanan yang dikumpulkan selama 18 tahun terakhir. Data-data tersebut diperoleh dari stasiun pengamatan cuaca yaitu Badan Metereologi dan Geofisika (BMG) Ciputat, Jakarta. Data-data tersebut akan diolah berdasarkan rata-rata tahunan sehingga akan diperoleh karakteristik/pola proses angin lokal, curah hujan dan suhu.

3. Kondisi Lingkungan Kota

Data mengenai kondisi lingkungan kota yang diambil berupa peta jalan, peta Kota Cilegon, topografi serta penggunaan lahan. Keadaan topografi kawasan merupakan gambaran tentang bentuk muka bumi kawasan yang dapat digunakan untuk pertimbangan pergerakan angin. Peta penggunaan lahan diperoleh dari intepretasi citra Landsat ETM tahun 2004.

4.Citra Landsat dan vektor Kota Cilegon

Citra landsat diperoleh dari Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB, sedangkan data vektor (kontur, jalan, administrasi, sungai) diperoleh dari Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Bogor.

D. Pengolahan Data

Data berupa kondisi fisik lapangan pada saat pengukuran, ambien udara, koordinat lokasi pengambilan contoh udara dan data iklim di stasiun terdekat diolah menggunakan perangkat lunak komputer dan dilakukan secara manual (konvensional). Pengolahan setiap jenis data dapat dilihat selengkapnya sebagai berikut :

1. Memetakan koordinat lokasi pengukuran dalam Peta Kota Cilegon.

Pemetaan koordinat lokasi pengukuran dilakukan dengan menggunakan titik koordinat yang memiliki nilai untuk setiap parameter pengukuran (senyawa ambien) untuk kemudian dilakukan interpolasi antar titik sehingga akan diperoleh zona/daerah yang mempunyai range atau nilai kisaran tertentu untuk masing-masing ambien udara. Interpolasi titik yang mempunyai nilai polutan tertentu menghasilkan peta penyebaran konsentrasi polutan. Pembuatan pemetaan penyebaran konsentrasi polutan dilakukan pada 4 senyawa polutan yaitu Debu, Hidrokarbon (HC), Karbon Monoksida dan Nitrogen Dioksida. Pemilihan jenis polutan dilakukan berdasarkan besarnya kosentrasi senyawa dalam pengukuran dan dengan pertimbangan kedekatan dengan baku mutu udara ambien. Gambar 3 merupakan diagram alir pemetaan koordinat lokasi pengukuran dalam Kota Cilegon.


(39)

Data Titik Koordinat dan Ambien (DMS)

MS Excel (file.DBF4)

Arc View ( DBF, file.SHP)

Transform Koordinat (UTM)

Gambar 3. Tahapan Pembuatan Peta Penyebaran Polutan 2. Analisis unsur-unsur iklim secara manual (konvensional)

Pengolahan data-data klimatologi akan menghasilkan :

9 Analisis data curah hujan diperoleh tipe iklim kawasan dan karakteristiknya.

9 Data angin pada saat pengukuran akan menggambarkan kondisi arah dan kecepatan angin dan dihasilkan peta angin lokal pada saat pengukuran. Tahapan pembuatan peta angin lokal disajikan dalam Gambar 4. Analisis data dari Badan Meteorologi dan Geofisika menghasilkan arah dan kecepatan angin dalam bentuk windrose/bunga angin bulanan selama satu tahun. Pembuatan Peta Angin dengan menggunakan software Surfer 7.0.

9 Analisis data suhu fluktuasi bulanan. Fluktuasi suhu disajikan dalam bentuk diagram batang.

Classify

Convert to Shapfile

Peta Administrasi

overlay

Interpolasi

Peta Penyebaran Polutan


(40)

Data Titik Koordinat (DMS) dan Arah Angin

Surfer 7.0 (file.*dat, *grd)

Gambar 4. Tahapan Pembuatan Peta Arah Angin 3. Interpretasi Citra Landsat.

Penutupan lahan diperoleh dari interpretasi citra yang diolah dengan menggunakan software Erdas Imagine 8.5 dengan metode supervised clasification. Gambar 5 merupakan diagram alir proses interpretasi citra.

Gambar 5. Tahapan Pembuatan Peta Penutupan Lahan Citra Landsat

tahun 2004

Citra Terkoreksi

Subset Image

Peta batas Administrasi

Klasifikasi citra terbimbing (supervised Classification)

overlay

Peta digital (peta jalan, sungai, kontur)

Penutupan lahan

Koreksi Geometri

Export

(file.SHP) Run Data (grid vektor

Transform Koordinat (UTM)

Peta Angin


(41)

Tahap-tahap pengolahan citra secara lengkap dapat dilihat dalam penjelasan berikut ini:

a. Koreksi Geometri

Koreksi geometri merupakan suatu proyeksi data peta dalam suatu sistem proyeksi peta tertentu. Koreksi geometri merupakan suatu proses untuk memperbaiki kesalahan posisi. Langkah awal dalam proses ini adalah menentukan georeferensi. Georeferensi merupakan proses menentukan koordinat yang dijadikan referensi. Referensi yang sudah terkoreksi dapat berupa image ataupun vektor. Tahap selanjutnya adalah penentuan ground control point (GCP). Dalam koreksi geometri, pengambilan titik kontrol bumi atau disebut sebagai ground control point (GCP) harus memiliki letak yang sama antara citra yang akan dikoreksi dengan peta/citra yang menjadi acuan. Letak dan jumlah titik GCP disarankan harus menyebar secara merata di seluruh citra. Proyeksi yang digunakan adalah sistem koordinat Universal Transverse Mercator (UTM).

b. Pemotongan Citra (Subset Image)

Image yang telah terkoreksi dioverlay dengan vektor lokasi penelitian. Subset Citra dilakukan dengan menggunakan AOI tool, proses tersebut dengan membatasi area penelitian. Subset citra dilakukan untuk mempermudah dalam pengolahan pada tahap selanjutnya dan melakukan analisa.

c. Klasifikasi Citra (Image Classification)

Klasifikasi citra dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification) dan klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi citra tak terbimbing mendasarkan pada informasi gugus warna spektral yang tidak bertumpang susun pada ambang jarak tertentu dan saluran -saluran yang digunakan. Klasifikasi terbimbing merupakan metode klasifikasi dengan menggunakan data lapangan tentang penutupan lahan.

Tahap awal klasifikasi tak terbimbing adalah dengan membuka citra yang akan diklasifikasikan dan membuka citra/vektor panduan pada viewer berikutnya. Penentuan penutupan lahan dilakukan dengan cara mengedit atribut properties image serta dengan bantuan image/vektor panduan.

Tahap berikutnya adalah reklasifikasi hasil klasifikasi. Reklasifikasi pada tahap ini, penutupan lahan dikelompokan berdasarkan kelas klasifikasi yang telah ditentukan. Proses reklasifikasi dilakukan dengan cara mengedit atribut dari image


(42)

terklasifikasi. Pengelompokan penutupan lahan akan menghasilkan peta penutupan lahan sesuai dengan kelas yang telah ditentukan

E. Batasan Penelitian

Batasan penelitian ini adalah penentuan zonasi masing-masing polutan di kota Cilegon. Penentuan wilayah kritis pada kota yaitu daerah yang mempunyai kualitas udara diatas atau diambang baku mutu udara ambien.


(43)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi Sumber Pencemar

Kota Cilegon merupakan kota industri besar. Kemajuan bidang industri akan diikuti dengan kenaikan jumlah penduduk dan aktivitas di dalamnya. Banyak industri yang bermunculan dan berpotensi dalam peningkatan jumlah pencemar. Kota Cilegon sebagai pintu keluar dan masuk Pulau Jawa dengan menggunakan jalur darat. Hal ini akan meningkatkan aktivitas manusia, salah satunya sektor transportasi. Sektor transportasi adalah penyumbang polutan udara terbesar.

Sumber pencemar digolongkan berdasarkan mobilitas sumber pencemar, yaitu sumber diam (stationary) dan sumber bergerak (kendaraan). Cerobong pabrik dan PLTU merupakan contoh sumber pencemar diam dan kendaraan bermotor adalah sumber pencemar bergerak.

Gambar 7 merupakan peta sebaran sumber pencemar di Kota Cilegon. Menurut Soedomo (2001), sumber pencemar dapat dikelompokkan kedalam beberapa golongan : 1. Sumber Titik

Cerobong pabrik merupakan salah satu contoh sumber pencemar dalam bentuk titik. Sumber pencemar dalam bentuk titik di Kota Cilegon adalah cerobong pabrik dan pembangkit listrik tenaga uap Suralaya. Letak kawasan industri di Kota Cilegon pada umumnya di sepanjang garis pantai sehingga mempengaruhi penyebaran polutan karena dipengaruhi oleh dinamika angin lokal.

Gambar 6.a adalah gambar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya yang terletak di Kelapa Tujuh, Kecamatan Pulo Merak. Polutan dominan yang dikeluarkan oleh cerobong pabrik adalah SOx dan debu.

2. Sumber Garis

Sumber garis merupakan gabungan dari sumber – sumber titik yang tak terhingga banyaknya, sehingga dapat dianggap sebagai sumber pencemar yang memancarkan pencemar udara. Contoh sumber garis adalah jalan raya yang mengemisikan CO, HC, NOx, debu dan SOx. Jalan raya Kota Cilegon cukup padat karena kota Cilegon sebagai jalur utama keluar dan masuk Pulau Jawa. Gambar 6.b adalah jalan dari pusat kota menuju Pelabuhan Merak. Transportasi akan semakin padat dengan kendaraan perusahaan dan sarana transportasi lokal. Pengukuran besarnya polutan untuk sumber garis sangat diperlukan karena dengan informasi ini dapat diketahui pengaruhnya terhadap lingkungan.


(44)

3. Sumber Area

Sumber area merupakan gabungan dari banyak sumber titik dan sumber garis, Contoh sumber area adalah kawasan industri, penimbunan sampah. Cilegon sebagai kota industri mempunyai kawasan industri yang cukup luas dan tersebar di sepanjang garis pantai. Industri-industri yang terdapat dalam kawasan beraneka ragam, salah satunya adalah industri baja. Gambar 6.c adalah kawasan industri Krakatau Steel. Sumber area yang lain adalah Pelabuhan Merak. Pelabuhan mempunyai sumber titik berupa kendaraan. Setiap hari, penyeberangan antar pulau ini sangat padat oleh kendaraan. Senyawa polutan yang dikeluarkan adalah debu, CO dan HC dan senyawa - senyawa yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil.

(a) (b)

(c)

Gambar 6. Sumber polutan di Kota Cilegon (a) Sumber Titik, (b) Sumber Garis, (c) Kawasan Krakatau Steel.


(45)

(46)

B. Evaluasi Kondisi Fisik

B.1. Kemiringan Lahan

Berdasarkan peta kelerengan lahan yang diperoleh dari pengolahan peta kontur. Kelas kelerengan Kota Cilegon dibagi kedalam 5 kelas (gambar 8). Kelas 1 adalah lahan yang mempunyai kemiringan datar dengan kemiringan 0 – 8 %, sedangkan kelas 5 adalah lahan yang mempunyai kemiringan sangat curam dengan kemiringan > 45 %. Berikut adalah kelas kelerengan Kota Cilegon :

Tabel 3. Luas kelas lereng Kota Cilegon No. Kelas Kelerengan Luas (Ha)

1 0 – 8 % 5.708,79

2 8 – 15 % 600,62

3 15 – 25 % 542,27

4 25 – 40 % 758,59

5 > 40 % 830,15

Bagian utara Kota Cilegon mempunyai kemiringan lahan yang bervariasi mulai dari datar sampai dengan sangat curam. Bagian utara Kota Cilegon yaitu Kecamatan Pulo Merak dan Gerogol merupakan daerah perbukitan dan sebagian dalam bentuk hutan serta pertanian. Bagian tengah mempunyai kemiringan lahan yang datar. Bagian tengah yaitu di Kecamatan Ciwandan, Purwakarta, Gerogol, Cilegon, Cibeber dan Jombang yang merupakan pusat aktivitas, permukiman dan industri mempunyai topografi yang datar (landai) yaitu dengan kemiringan berkisar antara 0 – 8 %. Daerah yang berada di bagian selatan mempunyai kemiringan yang bervariasi mulai dari datar sampai dengan sangat curam. Penutupan lahan bagian selatan adalah hutan dan lahan pertanian.

Kemiringan lahan akan sangat berpengaruh pada arah angin lokal. Wilayah perbukitan dapat menjadi pembelok angin. Kecepatan angin akan menurun dan akan dibelokkan arahnya karena menabrak bukit dan kelerengan yang tinggi. Pada kelerengan yang datar, angin akan menyebarkan polutan dengan merata karena sedikitnya halangan.

Kota Cilegon didominasi oleh lahan dengan kemiringan 0-8 % dengan luas wilayah 5708,79 Ha. Daerah dengan kemiringan 0-8 % menyebar di seluruh kota yang umumnya digunakan sebagai perumahan, bangunan dan pusat kegiatan manusia.

Topografi dan mekanisme iklim akan berpengaruh dalam distribusi polutan. Stabilitas iklim sangat mempengaruhi penyebaran polutan. Polutan akan menyebar dengan luas pada kondisi iklim yang tidak stabil atau sebaliknya akan mengendap pada suatu tempat karena stabilnya unsur-unsur iklim. Setiap unsur iklim akan saling mempengaruhi dan membentuk suatu mekanisme alam. Unsur iklim yang mempunyai


(47)

peranan dalam distribusi polutan diantaranya adalah arah dan kecepatan angin, curah hujan, suhu dan kelambaban.


(48)

B.2. Curah Hujan

Menurut penelitian Sari (2003), menunjukkan bahwa hujan dapat mengurangi konsentrasi polutan di atmosfer. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan menurunnya nilai konsentrasi polutan di atmosfer pada saat awal musim penghujan dibanding dengan musim kemarau. Hujan akan meningkatkan kelembaban di udara. Titik - titik air akan bereaksi dengan polutan dan akan membentuk senyawa baru. Bereaksinya senyawa polutan dengan air hujan akan mempengaruhi perubahan nilai pH.

Pada lampiran tabel, Tabel 5 adalah data tentang curah hujan bulanan selama 18 tahun. Menurut sistem klasifikasi Schmidth-Ferguson, Kota Cilegon mempunyai tipe iklim B dengan bulan basah sepanjang tahun. Bulan basah menurut sistem klasifikasi Schmidth-Ferguson adalah bulan yang mempunyai total curah hujan diatas 100 mm, sedangkan bulan kering adalah bulan yang mempunyai total curah hujan dibawah 60 mm. Penentuan tipe iklim dengan menetukan rataan bulan basah dan bulan kering sehingga diperoleh nilai Q. Nilai Q adalah nilai perbandingan rataan bulan kering dengan bulan basah. Rata-rata bulan basah sebesar 9,8 bulan dan bulan kering sebesar 1,6 bulan. Nilai Q yang diperoleh sebesar 0,166 atau 16,6 %. Menurut sistem klasifikasi Oldeman, Kota Cilegon mempunyai tipe iklim B1. Klasifikasi tipe iklim menurut Oldeman didasarkan pada panjang periode bulan basah dan bulan kering berturut-turut. Bulan basah menurut klasifikasi ini adalah bulan dengan total curah hujan kumulatif lebih dari 200 mm, sedangkan bulan kering adalah bulan yang mempunyai total curah hujan dibawah 100 mm. Kriteria bulan basah dan bulan kering didasarkan pada kebutuhan air konsumtif tanaman padi. Menurut sistem klasifikasi Oldeman, panjang periode bulan basah adalah 9 bulan yaitu mulai bulan Oktober sampai dengan bulan Mei dan tanpa bulan kering. Karakteristik tipe iklim Kota Cilegon adalah daerah basah.

Gambar 9 merupakan diagram rata – rata curah hujan bulanan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan rataan curah hujan bulanan sebesar 326 mm. Bulan September awal musim penghujan dan mencapai puncaknya bulan Januari. Bulan Juni curah hujan mulai rendah (di bawah 200 mm) dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus dengan rataan bulanan sebesar 153,5 mm.

Mekanisme hujan akan mengurangi jumlah polutan yang ada di atmosfer. Pada proses pembentukan awan, kondisi iklim yang tidak stabil menyebabkan terjadinya pergerakan udara secara vertikal dan horisontal. Udara yang berada di permukaan atmosfer bercampur dengan partikel polutan. Perbedaan suhu permukaan akan menyebabkan udara mengembang dan bergerak naik (vertikal). Bertambahnya ketinggian akan menyebabkan penurunan suhu. Pada suhu tertentu, masa udara akan diubah menjadi


(49)

3 2 6 . 2

2 8 2 . 6

2 3 8 . 3 2 2 0 . 6

2 4 5 . 0

19 7 . 2 16 0 . 8

14 5 . 4 2 13 . 6

3 0 0 . 5 2 9 4 . 3 2 6 0 . 9

0 . 0 5 0 . 0 10 0 . 0 15 0 . 0 2 0 0 . 0 2 5 0 . 0 3 0 0 . 0 3 5 0 . 0

J a n F e b M a r A p r M e i J un J ul A g us S e p O kt N o v D e s Bu l an

In te n si ta s (m m )

butir-butir air atau awan. Pada proses turunnya hujan, polutan yang ada di permukaan atmosfer akan tercuci oleh air hujan. Tingginya jumlah polutan akan mempengaruhi keasaman air hujan, semakin tinggi konsentrasi polutan di atmosfer menyebabkan semakin asam air hujan sampai di permukaan bumi.

Gambar 9. Diagram rataan curah hujan bulanan B.3. Suhu Udara

Pembakaran bahan bakar fosil di rumah tangga atau pabrik akan dapat meningkatkan jumlah pencemar. Peningkatan pencemar akan menyebabkan perubahan kondisi fisik, salah satunya adalah suhu udara. Perbedaan suhu merupakan faktor penentu penyebaran polutan. Perbedaan suhu akan menyebabkan pergerakan udara. Pergerakan ke atas akan membawa pencemar ke daerah yang suhunya lebih rendah. Pencemar akan menurun konsentrasinya dan kemudian disebarkan oleh angin, tetapi jika banyak pembakaran di pabrik-pabrik maka jumlah pencemar akan naik. Penurunan suhu dapat menyebabkan pengendapan polutan serta akan mengakumulasi pada kota tersebut.

Pada lampiran tabel, Tabel 2 merupakan tabel suhu rata-rata bulanan selama 18 tahun. Suhu rata – rata berkisar antara 26,2 – 27,3 oC. Suhu terendah pada bulan Januari yaitu 26,2 oC dan tertinggi pada bulan Oktober yaitu 27,3oC. Suhu mengalami penurunan pada musim hujan yaitu pada bulan November. Suhu mengalami kenaikan kembali pada bulan Mei yang merupakan bulan peralihan musim. Awal musim kemarau yaitu pada bulan Juni dan berakhir pada bulan Agustus. Fluktuasi suhu bulanan dapat dilihat pada gambar 10. Soedomo (2001) menjelaskan bahwa banyak penelitian menunjukkan bahwa pencemar (aerosol, debu dan oksidan) dapat mengurangi intensitas matahari antara 20 – 30 %, hal ini menyebabkan naiknya suhu minimum walaupun suhu maksimum akan turun pada musim dingin.

Gelombang tersebut akan diteruskan ke permukaan bumi dan sebagian akan dipantulkan ke angkasa. Pada permukaan bumi, sebagian gelombang akan diserap oleh permukaan bumi, dipantulkan dan dipancarkan dalam bentuk gelombang panjang. Jumlah


(50)

polutan di udara akan mempengaruhi proses pemanasan suhu. Gelombang panjang yang dipancarkan oleh bumi sebagian akan diserap, diteruskan dan dipancarkan kembali ke permukaan bumi dalam bentuk gelombang panjang oleh partikel polutan yang berada di troposfer. Mekanisme tersebut berulang sehingga menyebabkan gelombang panjang terperangkap di permukaan bumi. Terperangkapnya gelombang panjang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan suhu permukaan. Mekanisme tersebut dinamakan efek rumah kaca. Senyawa polutan yang dapat menyebabkan efek rumah kaca diantaranya CO2, N2O dan CH4.

Komponen suhu sangat dipengaruhi oleh penyinaran matahari dan kondisi penutupan lahan. Suhu dapat berperan sebagai katalisator pembentukan polutan sekunder. Polutan sekunder yaitu polutan bentukan dari hasil reaksi polutan yang dikeluarkan langsung (polutan primer) oleh sumber pencemar dengan komponen lainnya. Suhu udara merupakan unsur iklim yang secara langsung mempengaruhi kondisi kestabilan. Pada kondisi atmosfer yang stabil, paket suhu udara lebih rendah dari lingkungannya maka masa udara polutan tidak dapat naik tetapi terakumulasi, sedangkan pada kondisi tidak stabil yaitu pada kondisi paket suhu udara lebih tinggi dari pada lingkungannya maka masa udara polutan akan naik secara vertikal yang selanjutnya akan disebar dengan bantuan angin (Hasnaeni, 2004). Berikut ini disajikan diagram suhu rata-rata bulanan.

26.2 26.2 26.6 27.0 27.2 27.0 26.7 26.8 27.227.3 27.1 26.6 25.4 25.6 25.8 26.0 26.2 26.4 26.6 26.8 27.0 27.2 27.4

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agus S ep Okt Nov Des Bulan

Suhu (

oC)

Gambar 10. Diagram rataan suhu bulanan

Perbedaan suhu dapat menyebabkan perbedaan tekanan suatu tempat. Kota Cilegon sebagai daerah pesisir suhu daratan pada siang hari akan lebih cepat naik sehingga menyebabkan tekanannya lebih rendah dari pada daerah laut. Perbedaan suhu tersebut akan menyebabkan perbedaan tekanan.

B.4. Angin

Perbedaan tekanan akan menyebabkan pergerakan udara yang disebut dengan angin. Pergerakan angin lokal sangat komplek dan dinamis. Arah dan kecepatan angin dapat digambarkan dengan mawar angin (windrose). Windrose dapat dilihat pada


(51)

lampiran gambar (Gambar 1). Pada lampiran tabel, Tabel 3 adalah informasi tentang arah angin dapat digunakan untuk mengetahui arah polutan akan disebarkan. Data mengenai arah angin menunjukkan angin bergerak dari arah utara dan barat. Pada awal musim penghujan yang jatuh pada bulan September, angin yang dominan bertiup dari arah utara. Bulan Desember terjadi peralihan arah angin. Angin bergerak dari arah barat dan utara. Pada bulan Januari, angin dominan dari arah barat. Pada musim penghujan yaitu bulan September – Mei, arah angin yang dominan bertiup dari arah barat dan utara. Bulan Mei merupakan peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan. Arah angin dominan pada bulan Mei adalah dari arah utara. Pada bulan Juni memasuki musim kemarau, angin dominan bertiup dari arah utara. Pada musim kemarau, arah angin dominan dari arah utara.

Menurut Sastrawijaya (1991), kecepatan angin akan mempengaruhi distribusi pencemar. Konsentrasi pencemar akan berkurang jika angin berkecepatan tinggi dan membagikan kecepatan tersebut secara mendatar atau vertikal. Angin dapat berperan sebagai pengencer polutan. Kecepatan angin akan mengalami peningkatan seiring dengan ketinggian tempat. Semakin tinggi letak sumber pengeluar pencemar akan memudahkan dalam pengenceran polutan.

Pada siang hari kondisi atmosfer relatif tidak stabil, suhu daratan yang lebih dulu panas akan dapat memuaikan polutan. Polutan bergerak secara vertikal dan horisontal, kemudian akan terbawa oleh angin. Pada malam hari, partikel polutan akan mengendap karena suhu lebih rendah dan kondisi atmosfer relatif stabil.

Pada lampiran tabel, Tabel 4 adalah tabel kecepatan angin bulanan. Kecepatan angin berkisar antara 3,4 m/detik sampai dengan 4,6 m/detik. Rata-rata kecepatan angin minimum terjadi pada bulan Juni sebesar 3,4 m/detik dan mencapai nilai kecepatan maksimum pada bulan Desember sebesar 4,6 m/detik.

Gambar 11 merupakan diagram rata-rata kecepatan angin bulanan. Kenaikan kecepatan angin terjadi mulai bulan Juni sampai dengan bulan Desember. Pada musim penghujan yaitu pada bulan September – Mei, kecepatan angin berkisar antara 3,6 – 4,6 m/detik, sedangkan pada musim kemarau yaitu pada bulan Juni – Agustus kecepatan angin berkisar antara 3,4 – 3,7 m/detik. Tingginya kecepatan angin dapat disebabkan karena daerah Cilegon berada di daerah pesisir. Angin dapat berfungsi sebagai pengencer bagi polutan. Pada siang hari, angin akan membantu menyebarkan asap yang keluar dari cerobong pabrik dan sebagian lagi akan memuai karena suhu yang tinggi. Dalam kondisi tersebut, kepekatan polutan akan berkurang. Pada malam hari, saat suhu daratan lebih


(52)

cepat turun partikel polutan dan sisa polutan akan mengendap. Hal ini yang sangat membahayakan bagi kawasan sekitar industri.

4.3 4.1

4.5 3.9

3.6 3.4 3.7 3.7 3.7

3.9 4.0 4.6 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0

Jan Feb Ma r

Ap r

Mei Jun Jul Agu st Sep t Ok t

Nov Des

B u l an

K e cep at an A n gi n ( m /d e ti k )

Gambar 11. Diagram rata-rata kecepatan angin bulanan

Penyebaran polutan akan dipengaruhi oleh topografi dan kondisi angin lokal. Pengambilan contoh udara triwulan I dilakukan pada tanggal 31 Mei – 5 Juni 2004. Gambar 12 merupakan peta angin pada pengukuran triwulan I. Angin dari arah barat kemudian berbelok ke tenggara. Pada bagian utara Kota Cilegon yaitu di Kecamatan Gerogol dan Pulo Merak yang mempunyai topografi curam dengan kelerengan lahan > 45 %, arah angin dibelokkan ke arah barat laut dan menuju pantai karena terhalang oleh bukit. Pada Kecamatan Ciwandan yang merupakan kawasan industri, angin bertiup dari arah barat menuju ke timur yaitu kecamatan Purwakarta dan Citangkil yang merupakan pusat aktivitas dan permukiman. Hal ini sangat berbahaya terutama berkaitan dengan penyebaran dan kemungkinan akumulasi polutan. Angin dapat membawa polutan ke kawasan permukiman dan terjadi akumulasi sehingga dapat membahayakan bagi kesehatan manusia.


(53)

Gambar 22. Peta angin pada pengukuran triwulan I tahun 2004

Pengukuran triwulan IV yaitu pada tanggal pada tanggal 25 – 29 Oktober 2004. Pada bulan Oktober arah angin dominan dari arah utara. Gambar 13 merupakan peta angin pada saat pengukuran triwulan IV tahun 2004. Angin berhembus dari arah utara kemudian berbelok ke arah barat. Kecamatan Ciwandan, Purwakarta dan Citangkil adalah


(54)

wilayah pusat aktivitas. Pada kawasan tersebut angin menyebar namun lebih dominan ke arah barat. Hal ini dapat disebabkan banyaknya bangunan sebagai penghalang angin. Secara umum pola angin pada saat pengukuran triwulan IV adalah ke arah barat.


(55)

C. Evaluasi Pengukuran Emisi Udara

Lokasi pengukuran dialokasikan pada daerah ramai transportasi, permukiman dan sekitar industri. Titik pengambilan contoh pada triwulan I tahun 2004 dilakukan di 24 tempat. Titik antara Ramayana dan Simpang Tiga merupakan daerah pertokoan dan pusat kegiatan manusia. Simpang Tiga sampai dengan Kelapa Tujuh adalah jalan yang menghubungkan ke pelabuhan Merak. Jalur transportasi pada daerah tersebut cukup padat karena juga merupakan jalur tranportasi bagi kendaraan industri. Jalur Simpang Tiga sampai dengan Kampung Cilodan adalah jalur transportasi menuju Labuan (Anyer dan Carita) dan merupakan jalur transportasi kendaraan industri. Pada jalur tersebut terdapat industri besar misalnya Krakatau Steel dan kawasan industri KIEC. Gambar 14 adalah lokasi pengambilan titik di Ramayana sampai dengan Simpang Tiga.

Gambar 14. Lokasi pengambilan titik di Simpang Tiga – Ramayana

C.1. Pengukuran Triwulan I Tahun 2004

Pada lampiran tabel, Tabel 6 adalah hasil data pengukuran triwulan I tahun 2004, hanya parameter debu dan hidrokarbon yang di atas baku mutu udara ambien (BMU). Hal ini dikarenakan masih banyak faktor lain yang sangat berperan dalam menentukan kualitas udara. Salah satu faktor tersebut misalnya bereaksinya senyawa polutan dengan senyawa atau unsur lain di udara dan berubah menjadi senyawa lain (polutan sekunder). Keadaan atmosfer sangat dinamis dengan unsur-unsur di dalamnya yang sangat reaktif. Menurut Soedomo (1998), pergerakan (transport) pencemar udara di dalam atmosfer akan terjadi dalam tiga dimensi, baik horisontal maupun transversal, sesuai dengan arah angin (adveksi), maupun vertikal kelapisan atas atmosfer.

Pengambilan contoh udara triwulan I dilakukan pada tanggal 31 Mei – 5 Juni 2004. Bulan Mei – Juni mempunyai rata-rata arah angin dominan dari arah 320o – 332,5o (barat – utara) dengan kecepatan rata-rata 3,4 – 3,6 m/detik. Nilai tersebut diperoleh dari rata-rata bulanan selama 18 tahun. Kondisi ini dapat mempengaruhi penyebaran polutan.


(1)

Tabel 16. Luasan Zona polutan Nitrogen Dioksida (Ha) Pengukuran Triwulan IV Tahun 2004

Kecamatan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6 Jumlah

Pulo Merak 0.9 545.1 2224.1 222.3 10.6 4.7 3003.0

Purwakarata 649.9 1066.1 0.0 0.0 0.0 0.0 1716.0

Jombang 9.6 339.4 887.9 350.8 57.4 0.0 1645.1

Gerogol 10.6 582.3 1019.8 226.2 24.6 0.0 1863.4

Ciwandan 1492.5 1493.9 1108.3 9.7 0.0 0.0 4104.4

Citangkil 54.1 1847.9 15.0 0.0 0.0 0.0 1917.0

Cilegon 15.4 1353.7 130.5 0.0 0.0 0.0 1499.6

Cibeber 91.1 2877.5 325.5 0.0 0.0 0.0 3294.1

Jumlah 2324.1 10105.9 5711.0 809.0 92.5 4.7 19047.2

Catatan :

¾ Kelas 1 : 6.78-9.512 µg/m3.

¾ Kelas 2 : 9.512-12.244 µg/m3.

¾ Kelas 3 : 12.244-14.976 µg/m3.

¾ Kelas 4 : 14.976-17.707 µg/m3.

¾ Kelas 5 : 17.707-20.439 µg/m3.


(2)

Tabel 17. Luas Penutupan Lahan Setiap Kecamatan (Ha)

No Penutupan Lahan CIWANDAN CITANGKIL CILEGON JOMBANG CIBEBER PURWAKARTA GEROGOL PULO MERAK

1 Permukiman 830,790 581,220 305,640 804,870 777,780 528,930 412,380 552,240

2 Perairan 327,420 109,710 47,700 44,550 64,620 25,020 55,620 66,240

3 Hutan tanaman 128,880 126,540 174,780 52,290 618,660 178,560 366,210 415,530

4 Pertanian lahan kering

bercampur Semak 672,480 613,530 536,220 385,740 1089,540 585,540 561,510 717,570

5 Pertanian lahan kering 112,050 120,150 69,030 45,630 113,850 91,800 72,090 205,740

6 Sawah 128,070 79,020 35,280 71,280 74,520 60,480 56,790 83,250

7 Semak 6,030 1,980 2,340 1,170 1,260 2,250 1,890 1,530

8 Awan 752,490 219,060 260,100 222,840 408,330 187,560 238,230 622,980

9 Bayangan awan 228,510 66,240 68,940 14,310 141,660 53,910 91,530 155,880


(3)

LAMPIRAN GAMBAR

A r a h A ngi n B ul a n J a nua r i

U

T L

T

T e

S B D

B B L

A r a h A ngi n B ul a n Fe bua r i

U

T L

T

T e

S B D

B B L

A ngi n B ul a n M a r e t

U 30

60

T

120

150 S 210 240 B

300 330

A r a h A ngi n B ul a n A pr i l

U

TL

T

Te

S BD B

BL

A r a h A ngi n B ul a n M e i

U

TL

T

Te

S BD B

BL

A r a h A ngi n B ul a n J uni

U

TL

T

Te

S BD B

BL


(4)

73

Arah Angin Bulan Juli

U

TL

T

Te

S BD B

BL

Arah Angin Bulan Agustus

U

TL

T

Te S B D B

B L

Arah Angin Bulan Septem ber

U

TL

T

Te

S BD B

BL

Arah Angin Bulan Oktober

U

T L

T

T e

S BD B

B L

A r a h A n g i n B u l a n N o v e m b e r

U

T L

T

T e

S B D B

B L

A r a h A ngi n B ul a n D e s e mbe r

U

T L

T

T e

S B D B

B L


(5)

Diagram Fluktuasi Debu 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Lokasi K o n sen tr as i ( u g/ m 3 )

Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3

Diagram Fluktuasi Hidrokarbon 1200 Konsentrasi (u g /m3 ) 1000 800 600 400 200 0

2 3 4 5 6 21 22 23 24 25

1 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 26 Lokasi

Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3

Diagram Fluktuasi CO

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Lokasi K o n se n tr a si (u g /m 3 )

Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3

Gambar 2. Diagram Fluktuasi Konsentrasi Polutan (µg/m3) di Lokasi Pengambilan Contoh Udara


(6)

Diagram Fluktuasi NO2

0 5 10 15 20 25

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Lokasi

K

o

n

se

n

tr

as

i (u

g/

m3)

Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3

Gambar 2. Diagram Fluktuasi Konsentrasi Polutan (µg/m3) di Lokasi Pengambilan Contoh Udara (Lanjutan)

Keterangan Lokasi Pengambilan Contoh Udara

No Lokasi No Lokasi

1 Kantor bea Cukai 14 Pelindo

2 Jalan tol 15 Wanasari

3 Palm Hills 16 Pelabuhan Merak (ASDP)

4 Kampung Cilodan 17 Pasar Merak

5 Desa Randakari 18 Cikuasa Baru

6 Semang Raya 19 Gerem Raya

7 Ramayana 20 Kampung Kruwuk

8 Simpang Tiga 21 Kampung Pabuaran Lor

9 Nirmala Optik 22 Perumahan Arga Baja Pura

10 Kelurahan Tegal Ratu 23 Cikuasa Lama

11 Sebelum KBS 24 Kelapa Tujuh

12 Kampung Sumampir 25 Perum KS