I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan yang sangat pesat pada berbagai bidang akan memberikan manfaat yang cukup besar diantaranya yaitu peningkatan perekonomian, kemajuan
teknologi dan kemajuan pembangunan. Kemajuan pembangunan yang diikuti dengan adanya pembangunan sarana dan prasarana yang digunakan untuk kepentingan
masyarakat akan memberikan dampak positif berupa peningkatan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup tidak diimbangi dengan adanya peningkatan kualitas
lingkungan. Penurunan kualitas lingkungan diantaranya adalah pencemaran udara, tanah dan air. Meningkatnya pencemar di udara disebabkan oleh bertambahnya jumlah industri
dan transportasi yang menghasilkan buangan. Degradasi lingkungan tersebut memerlukan perhatian yang cukup serius dari berbagai pihak karena akhirnya akan memberikan
dampak yang cukup luas baik secara langsung maupun tidak langsung. Kota Cilegon dengan luas 17.550 Ha merupakan salah satu kota yang berada di
Propinsi Banten dan merupakan kota yang mempunyai kawasan industri cukup besar. Kota yang terletak di ujung Pulau Jawa ini merupakan salah satu pintu masuk dan keluar
dari Pulau Jawa. Berbagai macam aktivitas di dalam kota khususnya industri dan transportasi memberikan potensi yang cukup besar sebagai penyumbang polutan,
sehingga diperlukan suatu tindakan pemantauan terhadap kondisi lingkungan. Salah satu kegiatan pemantauan yang dilakukan adalah pemantauan kualitas udara.
Menurut PP 41 tahun 1999, pencemaran udara diartikan sebagai masuknya atau dimasukkannya zat, energi, danatau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan
manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Pencemaran udara
dihasilkan oleh berbagai sumber. Pencemaran udara merupakan permasalahan yang sangat umum terjadi di kota-kota besar dimana industri dan transportasi adalah penyuplai
utama terhadap penurunan kualitas udara. Pencemaran udara dapat menimbulkan dampak negatif pada berbagai sektor, salah satunya adalah kesehatan. Sebagai contoh karbon
monoksida CO merupakan hasil pembakaran akan oleh dihirup manusia untuk kemudian berikatan dengan hemoglobin, sehingga akan mengurangi ikatan dengan
oksigen . Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara
menjelaskan beberapa pengertian yang berkaitan dengan kegiatan pemantauan kualitas udara, diantaranya adalah mengenai batas-batas ambien maksimal yang berada di udara.
Batas maksimal yang telah ditentukan adalah batas dimana suatu polutan akan berdampak negatif bagi lingkungan, sehingga suatu kota akan dapat dikatakan tercemar oleh suatu
senyawa polutan apabila telah melewati batas tersebut. Pemantauan kualitas udara merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui kandungan udara, sehingga dengan kegiatan
ini diharapkan dapat ditentukan tindakan yang tepat apabila terjadi peningkatan polutan terutama yang membahayakan.
Pemantauan kualitas udara dalam suatu kota dapat menggambarkan tentang konsentrasi polutan yang ada di udara. Konsentrasi polutan di udara dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya mekanisme iklim secara lokal, kondisi topografi dan penutupan lahan. Proses mekanisme iklim merupakan faktor yang paling berpengaruh
terhadap penyebaran atau pendispersian senyawa polutan dari sumbernya. Pemodifikasian iklim mikro dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran. Informasi
tentang kualitas udara dan proses-proses alami yang dapat mempengaruhi penyebaran polutan dapat menggambarkan konsentrasi polutan dalam bentuk zonasi yang diharapkan
dapat digunakan dalam memprioritaskan pembangunan RTH sebagai kawasan penyangga penyerap polutan. Ruang Terbuka Hijau dengan berbagai macam bentuk mulai dari
semak sampai hutan diharapkan dapat mengurangi dan menyerap senyawa polutan yang ada di udara, sehingga dapat memperbaiki kualitas udara.
B. Tujuan