Iklim dan Penyebaran Polutan

2. Sulfur Dioksida SO 2 SO 2 berbau tajam dan tidak mudah terbakar. SO 2 dapat terdeteksi manusia pada konsentrasi 0.3 – 1 ppm. Gas buangan biasanya mengandung SO 2 lebih tinggi dari gas SO 3 Wardhana dalam Pusparini, 2002. Secara umum, SO 2 dihasilkan oleh sumber pencemar alamiah dan antropogenik. Sumber pencemar alamiah antara lain letusan gunung berapi dan produksi oksidasi dari metil sulfida CH 3 2 Syang dilepaskan oleh fitoplankton, sedangkan sumber pencemar yang dihasilkan manusia adalah pembakaran biomassa dan emisi bahan bakar maupun pembangkit tenaga listrik. 3. Nitrogen Dioksida NO 2 Menurut Fitter dan Hay 1994 dalam Patra 2002, NO 2 merupakan hasil samping pembakaran yang timbul dari kombinasi nitrogen dan oksigen di atmosfer. Hasil awal reaksi ini adalah NO secara lambat menjadi NO 2 dalam atmosfer. Bila NO 2 dilepaskan ke atmosfer maka dapat bekerja dalam sejumlah reaksi fotokimia sehingga terbentuknya ozon. 4. Timbal Pb Timbal merupakan salah satu bahan aditif yang sering digunakan untuk meningkatkan mutu bensin. Partikel Pb yang ada diudara berupa senyawa an organik yang beukuran kecil. Tsalev dan Zaprianov 1985 dalam Harahap 2004 menyebutkan 52 pencemaran Pb sebagai salah satu bahan aditif dari bensin sedangkan 48 ditemukan dalam bahan pembungkus kabel, zat pewarna pada cat, kristal, keramik dan sebagai bahan stabilitator pada bahan plastik dan karet. Timbal salah satu pencemar logam berat yang memiliki sifat akumulatif sehingga dapat menyebabkan gangguan terhadap manusia Widriani, 1998 dalam Rachmawati, 2005.

B. Iklim dan Penyebaran Polutan

Menurut Handoko 1994, iklim adalah sintesis atau kesimpulan dari perubahan nilai unsur-unsur cuaca hari demi hari dan bulan demi bulan dalam jangka panjang atau pada suatu wilayah. Unsur-unsur iklim adalah radiasi surya, lama penyinaran surya, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin, penutupan awan, presipitasi embun, salju, hujan dan evaporasievapotranspirasi. Menurut Kozak dan Sudarmo 1993 dalam Sukarsono 1998 ada 2 bentuk emisi dari unsur dan senyawa pencemar udara, yaitu : 1. Pencemar udara primer Primary air pollution Merupakan emisi unsur – unsur pencemar udara langsung ke atmosfer dari sumber- sumber diam maupun bergerak. Pencemar udara primer ini mempunyai waktu paruh di atmosfer yang tinggi pula. Contoh pencemar udara primer adalah CO, CO 2 , SO 2 , CFC, Cl 2 , debu. 2. Pencemar udara sekunder Secondary air pollution Merupakan emisi pencemar udara dari hasil proses fisik dan kimia di atmosfer dalam bentuk foto kimia Photo Cemistry yang umumnya bersifat reaktif dan mengalami proses transformasi fisik kimia menjadi unsursenyawa. Perubahan bentuk senyawa polutan terjadi mulai saat diemisikan hingga setelah ada di atmosfer. Contoh pencemar udara sekunder adalah ozon O 3 , aldehida, PAN, hujan asam. Barker 1992 mengatakan bahwa untuk partikel dengan diameter lebih kecil dari 0.1 µm pertukaran di atmosfer dipengaruhi oleh turbulensi angin, bentuk topografi dan stratifikasi suhu pada lapisan terendah atmosfer. Menurut Lakitan 1994, keberadaan bangunan fisik buatan manusia dan benda-benda alami pada suatu lingkungan juga mempunyai pengaruh terhadap iklim mikro setempat, misalnya terhadap suhu udara, kecepatan dan arah angin, intensitas dan lamanya penyinaran yang diterima oleh suatu permukaan dan kelembaban udara. Menurut Lowry 1972, perbedaan tingkat suhu akan menciptakan tekanan yang berbeda sehingga terjadi angin skala sedang atau angin lokal. Terkadang kondisi meteorologi menjadi faktor utama terjadinya akumulasi polutan udara pada skala regional Rouse, 1975. Menurut Sastrawijaya 1991, kecepatan angin mempengaruhi distribusi pencemar. Konsentrasi pencemar akan berkurang jika angin kecepatan tinggi dan membagikan kecepatan tersebut secara mendatar atau vertikal. Selain menurunkan intensitas cahaya langsung dan suhu, pohon serta vegetasi lainnya dapat pula meningkatkan kelembaban udara dan mengurangi kecepatan angin. Tergantung pada ukuran dan kerapatan tanaman sistem tajuk tanaman, energi radiasi matahari yang diserap oleh sistem tajuk tanaman dapat mencapai 90 dari total yang diterimanya Lakitan, 1994. Menurut Sastrawijaya 1991, suhu yang rendah menyebabkan bahan bakar naik. Perbedaan suhu merupakan faktor pengubah yang besar. Pergolakan ke atas akan membawa pencemar ke daerah yang suhunya lebih rendah. Pencemar akan menurun konsentrasinya dan kemudian disebarkan oleh angin. Setelah suhu turun polutan akan turun dan akan terakumulasi pada kota tersebut. Stabilitas atmosfer akan turut mendukung penetrasi penetralisir polusi udara ke lapisan yang lebih tinggi dan juga mempunyai peranan penting dalam proses dispersi serta pengenceran polusi di udara. Stabilitas atmosfer ditentukan oleh gradien suhu udara vertikal dan variabilitas angin Lestari, 2003. Pangeran 2002 menambahkan, di troposfer udara selalu bergerak turbulen yang berarti bahwa arah dan kecepatan gerak molekul gas berubah secara bersambung. Difusi turbulen oleh suatu proses terjadi pada skala mikro karena itu, hal ini memainkan peranan kecil jika dibanding adveksi dispersi polutan untuk beberapa kondisi atmosfer. Pada malam hari, Tanaman berperan sebagai penahan panas sehingga suhu udara di bawah tajuk akan lebih hangat dibandingkan suhu udara di atas area terbuka tanpa vegetasi. Tajuk tanaman akan menyerap dan menahan sebagian energi yang dipancarkan oleh permukaan tanah dan akan mengurangi fluktuasi suhu siang dan malam hari Lakitan, 1994. Penyerapan energi radiasi matahari oleh sistem tajuk tanaman akan memacu tumbuhan untuk meningkatkan laju transpirasinya terutama menjaga stabilitas suhunya. Setiap gram air yang diuapkan menggunakan energi sebesar 580 kalori. Karena besarnya energi yang digunakan untuk menguapkan air dalam transpirasi ini, maka hanya sedikit panas yang tersisa yang dipancarkan udara sekitarnya. Hal ini yang menyebabkan suhu udara sekitar tanaman tidak meningkat secara drastis pada siang hari. Pada kondisi kecukupan air, kehadiran pohon diperkirakan dapat menurunkan suhu udara dibawahnya kira-kira 3.5 o C pada siang hari yang terik Lakitan, 1994. Kemampuan tanaman menyerap radiasi yang diterima dipengaruhi oleh kerapatan dan perkembangan daunnya. Dengan memperhatikan sifat vegetasi, para perencana dapat memanipulasi iklim mikro Robinette, 1983 dalam Sitawati, 1994.

C. Ruang Terbuka Hijau