Keselarasan Penyediaan Nitrogen Dari Pupuk Hijau Dan Urea Dengan Pertumbuhan Jagung Pada Inceptisol Darmaga

(1)

JAGUNG PADA INCEPTISOL DARMAGA

W A W A N

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul ”Keselarasan Penyediaan Nitrogen dari Pupuk Hijau dan Urea dengan Pertumbuhan Jagung pada Inceptisol Darmaga” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dengan pengarahan dari Komisi Pembimbing, dan belum pernah dipublikasikan. Semua data dan informasi yang digunakan dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Januari 2008


(3)

ABSTRACT

WAWAN. Synchronization of Nitrogen supply from green manures and urea with corn growth in Inceptisol Darmaga (under supervision of SUPIANDI SABIHAM as chairman, and KOMARUDDIN IDRIS, GUNAWAN DJAJAKIRANA, and SYAIFUL ANWAR as members of the committee).

Increasing N use efficiency and decreasing N pollution were achieved by syn-chronization between supplying pattern of N and crop N demand. Leaching-incubation experiment was carried out for evaluating supplying pattern of N from 14 treatments of green manures (Flemingia and Gliricidia), Urea and their combi-nation. Only five treatments of the split application of Gliricidia, Urea and their combination, and single application of combination of Urea and Gliricidia synchronize with the model of corn N uptake. These five fertilization treatments were further examined in green house and field experiment. Synchronization between supplying pattern of N and corn growth without leaching treatment was resulted by application of Urea at planting time followed by Gliricidia at three weeks after planting (WAP) and application of Urea at planting time and three WAP; whereas the treatment with leaching, the synchronization was resulted by split application of Gliricidia at planting time and three WAP, Urea at planting time followed by Gliricidia at three WAP, and single application of Urea and Gliricidia at planting time. Result of field experiment shown that Urea applied at planting time followed by Gliricidia at three WAP resulted low N inorganic leaching while the production of seed dry-weight was high.


(4)

RINGKASAN

WAWAN. Keselarasan Penyediaan Nitrogen dari Pupuk Hijau dan Urea dengan Pertumbuhan Jagung pada Inceptisol Darmaga (Dibawah bimbingan SUPIANDI SABIHAM sebagai ketua Komisi Pembimbing, KOMARUDDIN IDRIS, GUNAWAN DJAJAKIRANA, dan SYAIFUL ANWAR masing-masing sebagai anggota Komisi Pembimbing)

Masalah yang dihadapi dalam pengelolaan pemupukan N adalah rendahnya efisiensi pemanfaatan N dan akibat buruk terhadap lingkungan. Salah satu usaha yang dapat dila-kukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah melalui penyelarasan antara penyediaan N dengan permintaannya oleh tanaman.

Penelitian ini bertujuan: pertama, menentukan sumber N dan pengaturan apli-kasinya yang memiliki pola penyediaan N selaras dengan model pola serapan N jagung. Kedua, menentukan sumber N dan pengaturan aplikasinya yang menghasilkan keselarasan penyediaan N dengan pertumbuhan jagung pada kondisi tanpa dan dengan pencucian. Ketiga, menentukan sumber N dan pengaturan aplikasinya yang menghasilkan partum-buhan dan produksi jagung optimal dengan pencucian N rendah.

Pada percobaan pencucian-inkubasi, dalam rangka menjawab tujuan penelitian pertama, dievaluasi pola penyediaan N dari 14 perlakuan pupuk hijau (Flemingia dan Glirisidia), Urea dan kombinasinya. Hasilnya menunjukkan bahwa hanya lima perlakuan aplikasi terpisah Glirisidia, Urea dan kombinasinya, dan aplikasi sekaligus kombinasi Urea dan Glirisidia yang selaras dengan model serapan N jagung.

Untuk menjawab tujuan penelitian kedua, lima perlakuan pemupukan terpilih dari percobaan pencucian-inkubasi dikombinasikan dengan perlakuan pencucian diuji lebih lanjut dalam percobaan rumah kaca. Hasilnya menunjukkan bahwa pada perlakuan tanpa pencucian keselarasan antara pola penyediaan N dan pertumbuhan jagung dihasilkan oleh aplikasi Urea saat tanam yang diikuti Glirisidia tiga minggu setelah tanam (MST) dan Urea saat tanam dan tiga MST, sedangkan pada perlakuan dengan pencucian dihasilkan oleh aplikasi terpisah Glirisidia saat tanam dan tiga MST, Urea saat tanam diikuti Glirisidia tiga MST, dan aplikasi sekaligus Urea dan Glirisidia saat tanam.

Untuk menjawab tujuan penelitian terakhir, lima perlakuan terpilih dari percobaan pencucian-inkubasi dan telah diuji pada percobaan rumah kaca selanjutnya diuji di lapangan. Hasilnya menunjukkan bahwa Urea yang diaplikasikan saat tanam yang diikuti Glirisidia tiga MST menghasilkan produksi berat pipilan kering tinggi dengan pencucian N anorganik rendah.


(5)

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor


(6)

KESELARASAN PENYEDIAAN NITROGEN

DARI PUPUK HIJAU DAN UREA DENGAN PERTUMBUHAN

JAGUNG PADA INCEPTISOL DARMAGA

OLEH :

W A W A N

P 02600001

DISERTASI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program studi Ilmu Tanah

Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(7)

Penguji ujian tertutup (14 Agustus 2007): Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc.Agr Penguji ujian terbuka (13 September 2007):

1. Prof. (r) Dr.Ir. Abdul Karim Makarim, M.Sc. 2. Dr.Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr.


(8)

Judul Penelitian : Keselarasan Penyediaan Nitrogen dari Pupuk Hijau dan Urea dengan Pertumbuhan Jagung pada Inceptisol Darmaga

Nama Mahasiswa : W a w a n Nomor Pokok : P 026 00001 Program Studi : Ilmu Tanah

Menyetujui 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr. Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS. Ketua Anggota

Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, MSc. Dr. Ir. Syaiful Anwar, MSc. Anggota Anggota

Mengetahui

2. Ketua Program Studi 3. Dekan

Ilmu Tanah Sekolah Pasca Sarjana IPB

Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS. Tanggal Ujian: 13-9-2007 Tanggal Lulus:


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 13 Juli 1962, ayahanda bernama Ma’mur, dan ibundanya bernama O’oh Masri’ah. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara.

Penulis menyelesaikan S1 di Universitas Jenderal Soedirman dan lulus tahun 1989, kemudian menempuh program pasca sarjana di Universitas Andalas Padang dan lulus tahun 1998. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan studi di program pasca sarjana IPB.

Sejak tahun 1990, penulis bekerja sebagai dosen tetap di Fakultas Pertanian Universitas Riau Pekanbaru.

Bulan Pebruari tahun 1990 penulis menikah dengan Encih Hanasih, SE., dan dikaruniai 2 putra yaitu Rahmat Setiawan dan Rahmita Damayanti.


(10)

PRAKATA

Penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT. yang telah melim-pahkan rahmat, karunia dan hidayahNya, sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan.

Disertasi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam penyelesaian studi pada program doktor program studi Ilmu Tanah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sejak penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan disertasi ini penulis mendapatkan bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan itu, pada kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr.Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. sebagai ketua komisi pembimbing atas bimbingan dan arahan khususnya dalam penyusunan kerangka pemikiran dalam penelitian ini.

2. Bapak Dr.Ir. Komaruddin Idris MS. yang telah banyak memberikan masukan untuk perbaikan penulisan disertasi ini.

3. Bapak Dr.Ir. Gunawan Djajakirana M.Sc. atas bantuannya dalam perancangan tabung pencucian, penetapan takaran pupuk, dan analisis N mineral menggunakan “Flow Injection Autoanalyzer”.

4. Bapak Dr.Ir. Syaiful Anwar M.Sc. atas bantuannya dalam pelaksanaan percobaan di laboratorium dan penyediaan literatur yang menunjang penelitian dan penulisan disertasi ini.

5. Bapak Dr.Ir. Memen Surahman, M.Sc. Agr., selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup dan atas segala masukan untuk perbaikan disertasi ini.

6. Bapak Prof. (r) Dr.Ir. Abdul Karim Makarim, M.Sc. dan Bapak Dr.Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr., selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka dan atas segala kritik dan saran untuk penyempurnaan disertasi ini.

7. Ke dua orang tua dan ke dua mertua yang telah memberikan dorongan dan bantuan moril dan materil untuk penyelesaian studi ini.

8. Istri dan anak-anakku yang telah dengan sabar mendampingi dan memberikan semangat untuk penyelesaian studi ini


(11)

Akhirnya, semoga hasil penelitian yang tertuang dalam disertasi ini dapat membantu para petani dalam melakukan pemupukan N khususnya untuk tanaman jagung dan memberikan sumbangan pada pengembangan teknologi pemupukan pada umumnya.

Bogor, Januari 2008 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL . . . xiii

DAFTAR GAMBAR . . . xiv

DAFTAR LAMPIRAN . . . xv

I. PENDAHULUAN . . . 1

1.1. Latar Belakang . . . 1

1.2. Kerangka Pemikiran dan Tahapan Penelitian . . . 4

1.3. Tujuan Penelitian . . . 6

1.4. Hipotesis . . . 6

II. TINJAUAN PUSTAKA . . . 7

2.1. Konsep Keselarasan . . . 7

2.2. Penyediaan N dari Input yang Ditambahkan . . . 8

2.3. Permintaan Nitrogen Tanaman . . . 10

2.4. Faktor Pengelolaan . . . 11

2.5. Respon Tanaman terhadap Nitrogen . . . 13

III. METODOLOGI PENELITIAN . . . 16

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian . . . 16

3.2. Tanah yang Digunakan . . . 16

3.3. Metode Umum . . . 16

IV. POLA PENYEDIAAN N DARI PUPUK HIJAU DAN UREA . . . . 19

4.1. Latar Belakang . . . 19

4.2. Tujuan . . . 19

4.3. Bahan dan Metode . . . 19

4.4. Hasil dan Pembahasan . . . 22

4.5. Kesimpulan . . . 31

V. PENGARUH PENCUCIAN DAN APLIKASI GLIRISIDIA, UREA DAN KOMBINASINYA TERHADAP KESELARASAN PENYE- DIAAN NITROGEN DENGAN PERTUMBUHAN JAGUNG . . . 32

5.1. Latar Belakang . . . 32

5.2. Tujuan . . . 32

5.3. Bahan dan Metode . . . 32


(13)

5.4. Hasil dan Pembahasan . . . 34

5.5. Kesimpulan . . . .. . . 49

VI. PENGARUH GLIRISIDIA, UREA DAN KOMBINASINYA TER- HADAP PERTUMBUHAN JAGUNG DAN PENCUCIAN NITRO- GEN DI LAPANGAN . . . 50

6.1. Latar Belakang . . . 50

6.2. Tujuan. . . 50

6.3. Bahan dan Metode. . . 50

6.4. Hasil dan Pembahasan. . . 51

6.5. Kesimpulan. . . 58

VII. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM SERTA REKOMENDASI . . . 59

7.1. Pembahasan. . . 59

7.2. Kesimpulan. . . 60

7.3. Rekomendasi . . . 61

DAFTAR PUSTAKA . . . 62


(14)

DAFTAR TABEL

Gambar N a m a Halaman

1. Perlakuan dan simbolnya yang digunakan dalam penelitian . . 21 2. Hasil uji korelasi antara jumlah N mineral kumulatif dilepaskan

dengan model serapan N jagung . . . 31

3. Rata-rata konsentrasi N-NH4+, N-(NO3-+ NO2-) dan total N mineral tanah (µg g-1) akibat perlakuan pencucian dan aplikasi

Glirisida, Urea dan kombinasinya . . . 35 4. Korelasi antara N kumulatif dilepaskan dengan pertumbuhan

jagung akibat aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya tanpa dan dengan pencucian . . . 36 5. Rata-rata berat kering akar jagung (g) akibat aplikasi Glirisidia,

Urea dan kombinasinya tanpa dan dengan pencucian . . . 43 6. Rata-rata serapan N jagung (mg) akibat aplikasi Glirisida, Urea

dan kombinasinya tanpa dan dengan pencucian dari 4 sampai 8 MST . . . 44 7. Persentase serapan N dari pupuk akibat aplikasi Glirisida, Urea

dan kombinasinya tanpa dan dengan pencucian dari 4 sampai 8 MST. . . . . . 48 8. Rata-rata konsentrasi N-NH4+, N-(NO3- + NO2-), dan total N

mineral tanah (µg g-1) lapisan 0-20 cm akibat aplikasi Glirisida, Urea dan kombinasinya dari 1 sampai 14 MST di lapangan . . 52 9. Rata-rata berat pipilan kering (BPK) jagung akibat aplikasi Gli- risida, Urea dan kombinasinya di lapangan . . . 54 10. Rata-rata konsentrasi N-NH4+, N-(NO3- + NO2-) dan total N

mineral tanah lapisan 20-40 cm akibat aplikasi Glirisida,

Urea dankombinasinya di lapangan . . . 56 11. Rata-rata permeabilitas tanah lapisan 0-20 cm dan 20-40 cm


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar N a m a Halaman

1. Skema keselarasan penyediaan N dengan serapannya oleh tanaman akibat aplikasi terpisah Urea diikuti pupuk hijau

kualitas tinggi (A), dan aplikasi terpisah pupuk hijau kua- litas tinggi diikuti Urea (B) . . . 4 2. Bagan tahapan penelitian . . . 5

3. Skema peralatan percobaan pencucian-inkubasi . . . 20 4. Konsentrasi N-NH4+ (A), N-(NO3- + NO2-) (B) dan total N

mineral (C) dilepaskan akibat aplikasi Flemingia, Glirisida, Urea dan kombinasinya dari 1 sampai 14 MSI . . . 24

5. Konsentrasi N-NH4+ (A), N-(NO3- + NO2-) (B) dan total N mineral kumulatif (C) akibat aplikasi Flemingia, Glirisidia,

Urea dan kombinasinya dari 1 sampai 14 MSI . . . 29

6. Produksi N kumulatif yang selaras (A) dan yang tidak selaras (B) dengan model serapan N jagung . . . 30

7. Pola penyediaan N yang selaras dengan berat kering tanaman jagung yang dihasilkan oleh perlakuan UoG13 dan UoU3 pada perlakuan tanpa pencucian . . . 37 8. Pola penyediaan N yang selaras dengan berat kering tanaman

jagung yang dihasilkan oleh perlakuan G1oG13, UoG1o dan UoG13 pada perlakuan dengan pencucian. . . 38 9. Tinggi tanaman jagung akibat aplikasi Glirisida, Urea dan

kombinasinya tanpa pencucian (A) dan dengan pencucian (B) dari 3 sampai 8 MST . . . 39 10. Berat kering tanaman jagung akibat aplikasi Glirisida, Urea

dan kombinasinya tanpa pencucian (A) dan dengan pencucian (B) dari 3 sampai 8 MST . . . 41 11. Jumlah N-NH4+ (A), N-(NO3- + NO2-) (B) dan total N mineral

(C) tercuci akibat aplikasi glirisida, urea dan kombinasinya

dari 1 sampai 7 MST . . . 45 12. Nitrogen mineral kumulatif tercuci akibat aplikasi Glirisida,

Urea dan kombinasinya . . . 46 13. Serapan N jagung akibat aplikasi Glirisida, Urea dan kombi-

nasinya di lapangan . . . 55 14. Tinggi tanaman (A) dan berat kering tanaman (B) akibat apli-

kasi Glirisida, Urea dan kombinasinya di lapangan . . . 55 15. Penyebaran curah hujan mingguan selama percobaan lapangan 58


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran N a m a Halaman

1. Sifat kimia dan tekstur tanah yang digunakan dalam perco- baan pencucian-inkubasi dan rumah kaca (A), dan percobaan lapang (B). . . 71 2. Sifat kimia pupuk hijau Glirisidia dan Flemingia. . . 71 3a. Konsentrasi N-NH4+ yang dilepaskan (µg g-1) akibat apli-

kasi Flemingia, Glirisidia, Urea dan kombinasinya dari

1 sampai 14 MSI . . . 72

3b. Konsentrasi N-(NO3- + NO2-) yang dilepaskan (µg g-1) aki- bat aplikasi Flemingia, Glirisidia, Urea dan kombinasinya

dari 1 sampai 14 MSI. . . 73 3c. Konsentrasi total N mineral yang dilepaskan (µg g-1) akibat

aplikasi Flemingia, Glirisidia, Urea dan kombinasinya dari

1 sampai 14 MSI . . . 74 4a. Konsentrasi N-NH4+ kumulatif yang dilepaskan (µg g-1)

akibat aplikasi Flemingia, Glirisidia, Urea dan kombinasinya . 75 4b. Konsentrasi N-(NO3- + NO2-) kumulatif yang dilepaskan (µg g-1) akibat aplikasi Flemingia, Glirisidia, Urea dan

kombinasinya . . . 76 4c. Konsentrasi total N mineral kumulatif yang dilepaskan (µg g-1) akibat aplikasi Flemingia, Glirisidia, Urea dan

kombinasinya . . . 77 5a. Jumlah N-NH4+ tercuci (µg) akibat aplikasi Glirisidia, Urea

dan kombinasinya pada 1 dan 2 MST . . . 78 5b. Jumlah N-NH4+ tercuci (µg) akibat aplikasi Glirisidia, Urea

dan kombinasinya pada 3 dan 4 MST . . . 79 5c. Jumlah N-NH4+ tercuci (µg) akibat aplikasi Glirisidia, Urea

dan kombinasinya pada 5, 6 dan 7 MST . . . 80 6a. Jumlah N-(NO3- + NO2-) tercuci (µg) akibat aplikasi Glirisi-

dia, Urea dan kombinasinya pada 1 dan 2 MST . . . 81

6b. Jumlah N-(NO3- + NO2-) tercuci (µg) akibat aplikasi Glirisi-

dia, Urea dan kombinasinya pada 3 dan 4 MST . . . 82 6c. Jumlah N-(NO3- + NO2-) tercuci (µg) akibat aplikasi Glirisi-

dia, Urea dan kombinasinya pada 5, 6 dan 7 MST . . . 83 7a. Jumlah total N mineral tercuci (µg) akibat aplikasi Glirisidia,

Urea dan kombinasinya pada 1 dan 2 MST . .. . . 84 7b. Jumlah total Nmineral tercuci (µg) akibat aplikasi Glirisidia,


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran N a m a Halaman

7c. Jumlah total N mineral tercuci (µg) akibat aplikasi Glirisidia,

Urea dan kombinasinya pada 5, 6 dan 7 MST. . . 86 8a. Konsentrasi N-NH4+ tanah (µg g-1) akibat perlakuan pencu-

cian dan aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya. . . 87 8b. Konsentrasi N-(NO3-+ NO2-) tanah (µg g-1) akibat perlakuan

pencucian dan aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya . . . 88 8c. Konsentrasi total N mineral tanah (µg g-1) akibat perlakuan

pencucian dan aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya. . . . 89 9. Jumlah N mineral kumulatif yang dilepaskan (mg) akibat

perlakuan pencucian dan aplikasi Glirisidia, Urea dan kombi-

nasinya. . . 90 10. Berat kering akar (g) akibat perlakuan pencucian dan

aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya . . . 91 11. Serapan N jagung (mg) akibat perlakuan pencucian dan

aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya. . . 92 12. Nitrogen total tanah (%) akibat perlakuan pencucian dan

aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya . . . 93 13a. Tinggi tanaman (cm) akibat perlakuan pencucian dan

aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya pada 3 dan

4 MST. . . 94 13b. Tinggi tanaman (cm) akibat perlakuan pencucian dan

aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya pada 5 dan

6 MST. . . 95 13c. Tinggi tanaman (cm) akibat perlakuan pencucian dan

aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya pada 7 dan

8 MST. . . 96 14. Berat kering tanaman (g) akibat perlakuan pencucian

dan aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya. . . 97 15a. Konsentrasi N-NH4+ tanah (µg g-1) lapisan 0-20 cm

akibat aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya dari 1 sampai 14 MST. . . 98

15b. Konsentrasi N-(NO3- + NO2-) tanah (µg g-1) lapisan 0 – 20 cm akibat aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya dari 1 sampai 14 MST . . . 99 15c. Konsentrasi total N mineral tanah (µg g-1) lapisan

0 - 20 cm akibat aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya dari 1 sampai 14 MST . . . 100


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran N a m a Halaman

16. Serapan N jagung (mg) akibat aplikasi Glirisidia, Urea

dan kombinasinya dari 4 sampai 8 MST . . . 101 17. Tinggi tanaman (cm) akibat aplikasi Glirisidia, Urea

dan kombinasinya dari 3 sampai 7 MST . . . 102 18. Berat kering tanaman (g) akibat aplikasi Glirisidia, Urea

dan kombinasinya dari 3 sampai 7 MST . . . 103 19. Berat pipilan kering (kg ha-1) akibat aplikasi Glirisidia,

Urea dan kombinasinya . . . 104 20. Permeabilitas tanah (cm jam-1) lapisan 0-20 cm akibat

aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya . . . 104

21. Konsentrasi N-NH4+, N-(NO3- + NO2-) dan total N mineral lapisan 20-40 cm (µg g-1) akibat aplikasi Glirisida,


(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada umumnya tanah-tanah mineral di daerah tropika basah kekurangan unsur hara, seperti nitrogen dan fosfor, dan mengandung bahan organik tanah rendah. Nitrogen adalah unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar dan pada tanah pertanian yang tidak dipupuk tanaman sering menunjukkan gejala defisiensi N. Menurut Sanchez (1976) nitrogen merupakan unsur hara terpenting yang membatasi produksi tanaman di daerah tropika. Oleh karena itu, pemupukan N sangat diperlukan untuk mendapatkan produksi tanaman yang optimal.

Pemupukan N dapat dilakukan dengan menambahkan pupuk N organik seperti pupuk hijau kacang-kacangan, pupuk buatan atau kombinasi keduanya. Penambahan pupuk hijau selain menambah unsur hara N juga dapat meningkatkan bahan organik tanah dan memperbaiki sifat-sifat tanah. Pupuk hijau yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami dekomposisi dan melepaskan N. Kedua proses tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, yang berarti pula mempengaruhi penyediaan N. Oleh karena itu, untuk menghasilkan pemupukan N yang tepat diperlukan evaluasi kapasitas dan pola penyediaan N dari pupuk hijau, pupuk buatan dan kombinasinya.

Pengelolaan pemupukan N sering dihadapkan pada masalah rendahnya efisiensi, yang disebabkan oleh besarnya kehilangan N melalui pencucian, volatilisasi dan denitrifikasi. Kehilangan N tersebut sering berakibat buruk terhadap lingkungan. Hasil penelitian Xu et al. (2000) menunjukkan bahwa efisiensi pemanfaatan pupuk N pada Cambisol yang ditanami gandum dan dipupuk N 345 kg ha-1 hanya sebesar 17,7%. Palm (1995) dan Giller dan Cadisch (1995) menyatakan bahwa hanya kira-kira 20% dari N yang dilepaskan pangkasan pohon atau serasah diambil oleh tanaman. Rendahnya efisiensi pemanfaatan pupuk N tersebut disebabkan oleh tingginya pencucian (Parr, 1972; Kibunja et al., 2002) dan denitrifikasi (Addiscott dan Powlson, 1992; Parr, 1972). Xu et al. (2000) menemukan bahwa kehilangan N karena pencu-cian mencapai 20-36,8%. Tanah-tanah di daerah tropika basah seperti di Indonesia yang memiliki curah hujan tinggi, potensi kehilangan N karena pencucian sangat besar.

Pemupukan N buatan, khususnya pada takaran tinggi yang melebihi kemampuan tanaman untuk mengambilnya, dapat menyebabkan pencucian nitrat tinggi (Angle


(20)

et al., 1993; Roth and Fox, 1990) yang dapat mengancam kualitas air tanah. Ruser et al. (2001) juga melaporkan bahwa pemupukan N buatan dalam takaran tinggi memberikan sumbangan besar terhadap emisi nitrous oksida (N2O). Rendahnya efisiensi pemanfaatan N dan akibat buruk terhadap lingkungan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidakselarasan antara penyediaan N dengan permintaan tanaman. Oleh karena itu, salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan penyelarasan antara penyediaan N dari sumbernya dengan permintaan N tanaman yang menyangkut waktu dan jumlahnya.

Sebenarnya konsep keselarasan telah dikembangkan sejak tahun 1980 oleh Swift (Swift et al., 1980; Swift et al., 1981; Anderson dan Swift, 1983). Namun baru tahun 1985 para peneliti TSBF (Tropical Soil Biology and Fertility) mengembangkan konsep tersebut lebih lanjut. Melalui program TSBF, mereka memperkenalkan hipotesis keselarasan (TSBF, 1985; 1987). Mereka juga mengemukakan bahwa pendekatan asli terhadap konsep keselarasan adalah bahwa kehilangan hara dapat diminimumkan dengan pencocokan pola ketersediaan hara dengan permintaan tanaman, yang memu-satkan pada pengurangan awal hara berlebih dari pupuk mineral dan bahan organik kualitas tinggi dengan pencampuran bahan kualitas lebih rendah yang mengimobilisasi hara. Imobilisasi akan diikuti oleh pelepasan hara pada saat permintaan lebih banyak oleh tanaman yang sedang tumbuh (Palm et al., 2001).

Pendekatan percobaan untuk mencapai keselarasan dilakukan dengan mem-bandingkan pola pelepasan N dari bahan organik berbeda kualitas (Constantinides dan Fownes, 1994; Handayanto et al., 1994; Palm dan Sanchez, 1991; Tian et al., 1993). Kesimpulan dari semua penelitian tersebut adalah bahwa tidak ada bahan organik tunggal yang melepaskan N dalam keselarasan sempurna dengan permintaan tanaman. Pelepasan N selaras tersebut ditunjukkan oleh mineralisasi awal lambat yang diikuti oleh mineralisasi besar dan cepat (Palm et al., 2001).

Usaha mendapatkan keselarasan juga telah dilakukan dengan pencampuran bahan organik berbeda kualitas (Becker dan Ladha, 1997; Handayanto et al., 1997; Mafongoya et al., 1997a). Pencampuran tersebut umumnya menghasilkan pola mine-ralisasi setara dengan rata-rata tertimbang dari pola dua bahan terpisah (Handayanto et al., 1997 dan Mafongoya et al., 1997a). Walaupun terdapat pengurangan N tersedia segera setelah aplikasi bahan organik tersebut, namun tidak diikuti oleh periode pelepasan N cepat sebagaimana diprediksi dari hipotesis keselarasan asli. Bahkan


(21)

pencampuran residu jagung (bahan organik kualitas rendah) dengan daun gude (bahan organik kualitas tinggi) menghasilkan mineralisasi N jauh lebih rendah daripada perlakuan individunya (Sakala et al., 2000).

Pencampuran sumber hara organik dan mineral juga dapat meningkatkan keselarasan (Jones et al., 1997). Hal itu antara lain disebabkan penambahan pupuk N mineral pada input organik meningkatkan mineralisasi N (Lupwayi and Haque, 1999). Hasil penelitian Sakala et al. (2000) juga sejalan dengan itu, yaitu bahwa penambahan N-NH4+ pada batang jagung pada takaran yang semakin meningkat menghasilkan waktu imobilisasi lebih pendek (<10 hari dengan 150 μg, ~12 hari dengan 100 μg dan >50 hari dengan 50 μg N-NH4+ g-1 tanah). Namun, peningkatan mineralisasi tersebut belum tentu selaras dengan permintaan tanaman. Oleh karena itu, perlu pengaturan waktu aplikasi yang tepat dengan saat permintaan tanaman tinggi.

Hasil penelitian Mafongoya et al. (1997a) di Zimbabwe yang merupakan daerah semiarid menunjukkan bahwa aplikasi pangkasan Kaliandra sekaligus saat tanam nyata memperbaiki pengambilan N, dan hasil biji jagung dibanding aplikasi empat minggu setelah tanam. Mereka juga menyatakan bahwa aplikasi pangkasan dipisah tidak berpengaruh terhadap “recovery” N. Untuk daerah tropik seperti Indonesia yang mempunyai curah hujan tinggi, diduga pengaruhnya akan berbeda. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan waktu aplikasi berbagai sumber N yang menghasilkan keselarasan penyediaan N dengan permintaan tanaman, yang sesuai dengan iklim di Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian-penelitian yang telah dilakukan masih bersifat parsial. Padahal keselarasan berpeluang besar dapat dicapai melalui pengaturan jumlah dan kombinasi sumber N yang dilakukan secara simultan dengan pengaturan waktu aplikasinya. Dengan cara demikian diharapkan jumlah N tersedia dan waktunya sesuai dengan permintaan tanaman. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dicoba dua jenis pupuk hijau yaitu Glirisidia (bahan organik kualitas tinggi) dan Flemingia (bahan organik kualitas sedang) tunggal atau kombinasi di antara keduanya atau dikombinasi dengan Urea yang diberikan sekaligus saat tanam atau terpisah dua kali yaitu saat tanam dan tiga minggu setelah tanam.

Kedua jenis pupuk hijau tersebut dipilih karena keduanya mempunyai potensi tinggi dalam menghasilkan biomasa, mengandung N cukup tinggi dan sudah cukup dikenal petani, sehingga potensial untuk dikembangkan sebagai sumber N. Namun,


(22)

informasi tentang kapasitas dan pola penyediaan N dari ke dua pupuk hijau tersebut, tanpa atau dengan kombinasi di antara keduanya atau dikombinasikan dengan Urea, yang diberikan sekaligus atau terpisah masih terbatas.

Menurut Sutoro et al. (1988) laju pertumbuhan tanaman jagung pada fase awal relatif lambat, tetapi tanaman tumbuh dengan cepat setelah berumur empat minggu. Oleh karena itu, pemberian 20% N dari pupuk hijau Flemingia atau Glirisidia pada saat tanam yang diikuti pemberian 80% N dari pupuk hijau Glirisidia atau Urea pada tiga minggu setelah tanam diduga dapat menghasilkan keselarasan lebih tinggi.

1.2. Kerangka Pemikiran dan Tahapan Penelitian

Efisiensi pemanfaatan pupuk N rendah terutama disebabkan oleh tingginya kehilangan N melalui pencucian, volatilisasi dan denitrifikasi. Kehilangan N tersebut juga berakibat buruk terhadap lingkungan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah melalui penyelarasan antara penyediaan N dari sumbernya dengan pengambilannya oleh tanaman.

Penyelarasan pemupukan N dilakukan dengan pengaturan jumlah dan waktu aplikasi pupuk N untuk menghasilkan pola penyediaan N yang sesuai dengan pola permintaan N tanaman (Gambar 1). Dengan cara demikian, kehilangan N pada saat permintaan N tanaman rendah (awal pertumbuhan tanaman) dapat dikurangi, sebaliknya pada saat permintaan N tanaman tinggi dapat terpenuhi. Akibatnya, pertumbuhan dan produksi tanaman tinggi namun dengan penggunaan pupuk yang lebih hemat.

3 4 Waktu (minggu) 3 4 Waktu (minggu) : Urea : Pupuk hijau kualitas tinggi : Serapan N tanaman

Gambar 1. Skema keselarasan penyediaan N dengan serapannya oleh tanaman akibat aplikasi terpisah Urea diikuti pupuk hijau kualitas tinggi (A), dan aplikasi terpisah pupuk hijau kualitas tinggi diikuti Urea.

A B

P e l e p a s a n N


(23)

Upaya untuk mencapai keselarasan dilakukan melalui tahapan penelitian yang terdiri dari percobaan pencucian-inkubasi, percobaan rumah kaca dan percobaan lapangan (Gambar 2). Pada percobaan pencucian-inkubasi dihasilkan pola penyediaan N dari berbagai sumber N. Selanjutnya dilakukan uji korelasi dengan model pola serapan N jagung, sehingga dapat ditentukan pola penyediaan N yang selaras dengan model pola serapan N jagung.

Pencocokan

Gambar 2. Bagan tahapan penelitian

Pada percobaan rumah kaca dihasilkan data respon tanaman jagung dan kadar N mineral dalam tanah akibat aplikasi sumber N terpilih beserta pengaturan aplikasinya

Pola penyediaan N dari sumber N dan pengaturan aplikasinnya

Model pola serapan N jagung

Sumber N dan pengaturan apli-kasinya yang selaras dengan model serapan N jagung

Pengujian sumber N terpilih dengan menggunakan tanaman Jagung di Rumah Kaca

Sumber N dan pengaturan apli-kasinya yang selaras untuk tanaman jagung

Pengujian Sumber N dan pengaturan aplikasinya terpilih di lapangan

Rekomendasi sumber N dan pengaturan aplikasinya yang paling tepat pada lahan yang identik

Percobaan Laboratorium

Percobaan Rumah kaca

Percobaan Lapang


(24)

pada kondisi tanpa dan dengan pencucian. Berdasarkan data dan informasi dari percobaan rumah kaca dipilih sumber N beserta pengaturan aplikasinya yang menghasilkan keselarasan dengan pertumbuhan jagung untuk digunakan pada percobaan lapangan.

Pada percobaan lapangan dihasilkan data respon tanaman jagung dan kadar N ammonium dan nitrat pada lapisan 0-20 cm dan 20-40 cm pada tanah yang diberi sumber N beserta pengaturan aplikasinya terpilih dari percobaan rumah kaca. Berdasarkan data dan informasi dari percobaan lapangan disusun rekomendasi sumber N beserta pengaturan aplikasinya yang paling tepat pada kondisi tanah dan iklim yang identik dengan percobaan ini.

1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan :

1. Menentukan sumber N dan pengaturan aplikasinya yang memiliki pola penyediaan N selaras dengan model pola serapan N jagung.

2. Menentukan sumber N dan pengaturan aplikasinya yang menghasilkan keselarasan penyediaan N dengan pertumbuhan jagung pada kondisi tanpa dan dengan pencucian.

3. Menentukan sumber N dan pengaturan aplikasinya yang menghasilkan pertum-buhan dan produksi jagung optimal dengan pencucian N rendah.

1.4. Hipotesis

Hasil deduksi dari masalah yang diuraikan di atas dapat diajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Kombinasi Urea dan bahan organik kualitas tinggi yang diaplikasi terpisah memiliki pola penyediaan N selaras dengan model pola serapan N jagung.

2. Kombinasi Urea dan bahan organik kualitas tinggi yang diaplikasi terpisah pada kondisi tanpa pencucian, dan bahan organik kualitas tinggi yang diaplikasi terpisah pada kondisi dengan pencucian memiliki pola penyediaan N selaras dengan pertumbuhan jagung.

3. Kombinasi Urea dan bahan organik kualitas tinggi yang diaplikasi terpisah menghasilkan pertumbuhan dan produksi jagung optimal dengan pencucian N rendah.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Keselarasan

Pengertian keselarasan yang digunakan dalam program Tropical Soil Biology and Fertility (TSBF) adalah bahwa pelepasan hara dari input di atas permukaan tanah dan akar dapat diselaraskan dengan permintaan pertumbuhan tanaman (Swift, 1984). Dengan demikian, keselarasan berarti bahwa laju pelepasan hara ke dalam bentuk tersedia bagi tanaman mempunyai kemiripan dengan laju hara tersebut diperlukan tanaman. Dalam kasus N, pola waktu pengambilan yang ada secara erat berkaitan dengan pola pertumbuhan tanaman. Selain itu juga terdapat pola waktu pelepasan N dari tanah dan residu organik yang mengalami dekomposisi. Jika pola permintaan tanaman dan pola pelepasan mirip, maka tercapai keselarasan (Myers et al. 1994).

Kondisi tidak selaras dapat terjadi bila unsur hara dilepaskan atau ditambahkan ke tanah selama periode permintaan tanaman terbatas, atau bila dilepaskan pada laju yang melebihi pengambilan atau lebih lambat daripada kebutuhan tanaman (Myers et al. 1994). Menurut Murphy et al. ( 2004) ketidakselarasan dicirikan oleh (i) akumulasi N tersedia dalam tanah yang melebihi permintaan tanaman saat ini dan mikroba, pada waktu mana pool N tersebut adalah subjek terhadap proses kehilangan N, (ii) ketersediaan N yang tidak mencukupi ketika permintaan tanaman tinggi.

Suatu situasi yang tidak selaras dapat dibuat selaras dengan pengaplikasian bahan yang mengimobilisasi N selama bera atau pertumbuhan tanaman awal, dan kemudian melepaskannya ketika permintaan tanaman lebih tinggi. Sebaliknya, bahan kaya unsur hara dapat melepaskan N lebih cepat dari permintaan tanaman, dan situasi dapat menjadi kurang selaras (Myers et al., 1994).

Keselarasan terutama diterapkan pada unsur hara di mana pendauran melalui bahan organik tanah adalah penting, terutama N, P dan S. Karena pendauran meliputi proses konversi unsur hara tersebut ke dalam bentuk tidak tersedia (imobilisasi) dan pelepasannya ke dalam bentuk tersedia bagi tanaman (mineralisasi), sehingga terdapat kemungkinan bahwa pengelolaan dapat meningkatkan atau menghambat penyediaan unsur hara bagi tanaman.

Keselarasan penyediaan N dengan permintaan tanaman ditentukan oleh tiga kelompok faktor utama yaitu: (i) penyediaan N dari input organik dan anorganik yang


(26)

ditambahkan, (ii) permintaan tanaman, dan (iii) faktor pengelolaan (Myers et al., 1994).

2.2. Penyediaan N dari Input yang Ditambahkan

Sumber N yang sering ditambahkan ke dalam tanah adalah pupuk N anorganik atau pupuk N buatan, residu tanaman, dan pupuk organik seperti pupuk hijau dan pupuk kandang. Penyediaan N dari pupuk N buatan lebih mudah diprediksi dibanding yang berasal dari bahan organik.

Dekomposisi dan mineralisasi N dari bahan organik ditentukan/diatur oleh komposisi kimia (kualitas sumber) dari bahan organik; komunitas dekomposer, amonifier, dan nitrifier; dan lingkungan fisiko-kimia (Palm et al., 2001). De Neve dan Hofman (1996) melaporkan bahwa jumlah N organik yang dapat dimineralisasi berkorelasi lebih baik dengan komposisi kimia daripada jumlah N total yang dapat dimineralisasi. Karakteristik atau komposisi kimia dari residu tanaman yang mempe-ngaruhi laju dan jumlah N yang dapat dimineralisasi adalah kadar N (Vigil dan Kissel, 1991; Constantinides dan Fownes, 1994; Wivstad, 1999; Trinsoutrot et al., 2000), nisbah C/N (Vigil dan Kissel, 1991; Quemada dan Cabrera, 1995; Hood et al., 2000; Trinsoutrot et al., 2000), kadar lignin atau C lignin (Honeycut et al., 1993; De Neve dan Hofman, 1996), kadar polifenol (Palm dan Sanchez, 1991), konsentrasi fenol terekstrak total (Hood et al., 2002) atau kombinasi faktor-faktor tersebut seperti nisbah lignin terhadap N (Vigil dan Kissel, 1991; Constantinides dan Fownes, 1994) atau nisbah lignin dan polifenol terhadap N (Fox et al., 1990; Constantinides dan Fownes, 1994; Handayanto et al., 1994). Seneviratne (2000) dalam sintesisnya menyatakan bahwa nisbah C/N merupakan determinan terbaik pelepasan N untuk kisaran luas konsentrasi N residu, sedangkan konsentrasi N dan nisbah polifenol terhadap N merupakan determinan pelepasan N dari residu tanaman dengan konsentrasi N terbatas yakni masing-masing <2% dan 1%.

Nisbah C/N dari bahan organik yang sedang didekomposisi oleh mikroor- ganisme tanah akan mempengaruhi mineralisasi atau imobilisasinya. Nisbah C/N kira-kira 20 merupakan garis pembagi antara imobilisasi dan mineralisasi (Havlin et al., 1999). Lebih lanjut dinyatakan bahwa umumnya bila bahan organik dengan nisbah C/N lebih besar daripada 30 ditambahkan pada tanah, N tanah diimobilisasi selama dekomposisi awal. Untuk nisbah antara 20 dan 30, terjadi keseimbangan antara imobilisasi dengan mineralisasi N. Jika bahan organik mempunyai nisbah C/N kurang


(27)

dari 20, biasanya ada pelepasan N mineral awal dalam proses dekomposisinya. Namun, hasil penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa nilai kritis tersebut adalah 40 (Vigil dan Kissel, 1991) dan 44 (De Neve dan Hofman, 1996).

Kadar N residu bahan yang ditambahkan ke tanah juga dapat digunakan untuk menduga apakah N diimobilisasi atau dimineralisasi. Pada kondisi aerobik kadar N residu 2% merupakan nilai batas antara imobilisasi dan mineralisasi. Kadar N residu lebih dari 2% maka N akan dimineralisasi, sedangkan kurang dari 2% N akan diimobilisasi (Havlin et al., 1999).

Ukuran partikel bahan organik juga mempengaruhi laju mineralisasinya (Ambus dan Jensen, 1997; Bending dan Turner, 1999). Hasil penelitian Ambus dan Jensen (1997) menunjukkan bahwa mineralisasi N bersih dari barley halus (<3 mm) sebesar 3,3 mg N kg-1 tanah, sedangkan dari barley kasar (25 mm) sebesar 2,7 mg N kg-1 tanah. Lebih tingginya mineralisasi N bersih dari bahan organik berukuran lebih halus pada awal dekomposisi disebabkan lebih tingginya kontak residu tanaman dengan tanah. Namun, hasil penelitian Bending dan Turner (1999) menunjukkan bahwa untuk bahan berkualitas tinggi seperti tajuk kentang (nisbah C/N = 10 : 1), ukuran partikel tidak mempunyai pengaruh terhadap respirasi mikrobia dan mineralisasi N bersih. Sedangkan untuk residu berkualitas rendah, seperti akar gandum (nisbah C/N = 38 : 1), pengurangan ukuran partikel menyebabkan respirasi mikroba mencapai puncak lebih lambat dan meningkatkan imobilisasi N bersih.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi mineralisasi N organik meliputi: unsur hara esensial, aerasi, temperatur, kadar kelembaban, dan pH (Harmsen dan Kolenbrander, 1965). Rice dan Havlin (1994) mengemukakan bahwa jumlah nitrogen organik menentukan jumlah N yang secara potensial dapat dimineralisasi, tetapi substrat, kadar air tanah dan aerasi, temperatur dan aksesibilitas akan memodifikasi laju mineralisasi.

Kepekaan terhadap reaksi tanah dari organisme yang terlibat dalam mineralisasi N organik berbeda. Organisme penitrifikasi spesifik jauh lebih peka terhadap reaksi tanah daripada kompleks populasi mikroba pengamonifikasi. Mineralisasi berlangsung sampai pembentukan nitrat hanya di dalam kisaran nilai pH antara 5,0 dan 8,0, sedangkan pada nilai pH rendah dan tinggi proses berhenti pada pembentukan senyawa amonium (Harmsen dan Kolenbrander, 1965). Hasil penelitian Haryanto (2001) menunjukkan bahwa aktivitas nitrifikasi tertinggi dicapai pada pH 8. Walaupun


(28)

demikian, De Boer dan Kowalchuk (2001) dalam tinjauannya menyimpulkan bahwa nitrifikasi dapat berlangsung pada tanah bereaksi masam, dan bakteri kemolito-autotrof sebagai agen penitrifikasi utama pada tanah-tanah sangat masam.

Kadar air tanah merupakan faktor kunci yang mengatur mineralisasi N. Aktivitas mikroba aerobik optimal pada ruang pori terisi air ~ 60% (Linn dan Doran, 1984). Mineralisasi dan imobilisasi N maksimum akan terjadi pada nilai tersebut. Bila kadar air tanah meningkat, aerasi menjadi terbatas, yang menyebabkan aktivitas anaerobik. Mineralisasi dan imobilisasi masih terjadi, tetapi pada laju yang lebih lambat daripada yang terjadi pada kondisi aerobik. Karena keperluan N mikroba lebih rendah pada kondisi anaerobik, NH4+ biasanya terakumulasi (Rice dan Havlin, 1994). Kelembaban tanah optimum untuk mineralisasi N adalah antara –1,0 dan –0,03 MPa (Doel et al., 1990) dalam kisaran kapasitas lapang (-0,03 MPa) dengan titik layu (-1,5 MPa). Cassman dan Munns (1980) menemukan bahwa keragaman kelembaban menyebabkan keragaman mineralisasi N.

Mineralisasi N merupakan proses biologi, sehingga temperatur mengaturnya. Zak et al. (1999) melaporkan bahwa mineralisasi N bersih nyata meningkat dengan temperatur. Mineralisasi meningkat secara terus menerus dengan peningkatan tem-peratur (dari 10oC sampai 25oC) dan penurunan potensial air (dari 1700 ke 30 kPa) (Sierra, 1997; Sierra dan Marban, 2000). Pengaruh temperatur terhadap mineralisasi N berdasarkan pada perubahan dalam laju reaksi untuk setiap kenaikan temperatur 10o, Q10 = 2 untuk kisaran temperatur 5 sampai 35oC (Havlin et al., 1999).

Tekstur merupakan faktor tanah lainnya yang mempengaruhi mineralisasi atau imobilisasi. Hal itu dilaporkan oleh Sakala et al. (2000) bahwa total N kumulatif bersih yang dimineralisasi lebih besar pada tanah yang mengandung liat lebih tinggi daripada tanah yang mengandung liat lebih rendah. Selain itu, imobilisasi N yang berasal dari residu tanaman berlangsung lebih lama dalam tanah dengan kadar liat lebih tinggi (Mafongoya et al., 1997b; Sakala et al., 2000).

2.3. Permintaan Nitrogen Tanaman

Terdapat perbedaan nyata antara keperluan N dari tanaman yang berbeda. Waktu permintaan N tanaman maksimum dan karakteristik struktur perakarannya (laju pertumbuhan, kedalaman, luas permukaan, distribusi dan arsitektur) mempengaruhi efisiensi dengan mana akar dapat menggunakan N tanah (Myers et al., 1994).


(29)

Dalam setiap musim tanam, kebutuhan N tanaman juga dipengaruhi oleh iklim (panjang musim, air tersedia, suhu), kendala kimia (seperti hara, pH, daya hantar listrik), fisika (seperti pemadatan tanah, potensial pencucian) dan biologi (seperti penyakit) untuk produksi tanaman. Akibatnya permintaan N tanaman dapat beragam secara nyata dari musim ke musim sekalipun praktek pengelolaan hampir identik (Murphy et al., 2004). Perbedaan kultivar dalam efisiensi N dari pupuk dan sumberdaya tanah juga telah terlihat (Anderson dan Hoyle, 1999). Hal itu berkaitan dengan perbedaan dalam pola perakarannya.

Kemampuan akar tanaman untuk menembus tanah sering merupakan faktor penting yang membatasi pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan akar dalam tanah sebagian melalui pori-pori besar dan saluran-saluran akar yang ada, dan sebagian melalui pemindahan partikel tanah (Murphy et al., 2004).

2.4. Faktor Pengelolaan

Keselarasan penyediaan N dengan permintaan tanaman dapat dicapai melalui pengelolaan tanaman, pupuk, amandemen organik dan faktor pengelolaan lainnya (Murphy et al., 2004; Myers et al., 1994).

Pengelolaan tanaman dapat dilakukan melalui beberapa cara: manipulasi budi-daya tanaman untuk mencocokan dengan penyediaan hara, melalui penanaman jenis tanaman yang permintaan haranya sesuai pola waktu dan spasial ketersediaannya dalam tanah, dengan penanaman yang lebih efektif dalam pengambilan hara tersedia, atau melalui penanaman yang dapat memodifikasi pola pelepasan hara (Murphy et al., 2004).

Pupuk umumnya diaplikasi pada atau dekat waktu tanam. Hal itu menyenangkan petani, tetapi itu merupakan waktu dimana kebutuhan tanaman rendah, dan terdapat kesempatan kehilangan N sebelum permintaan tanaman meningkat. Peningkatan keselarasan dilakukan dengan menjaga pupuk N dalam bentuk yang kurang peka terhadap kehilangan, dan mengatur pelepasannya dalam bentuk tersedia bagi tanaman pada laju yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Hal itu dapat dilakukan dengan menggunakan inhibitor nitrifikasi, aplikasi dipisah, penempatan titik, pupuk berpem-bungkus-S, pupuk campuran dan mulsa organik (Murphy et al., 2004). Dalam sistem dimana kehilangan N dari pupuk yang diaplikasi tinggi, penambahan residu tanaman yang dapat mengimobilisasi dianjurkan (Myers et al., 1994).


(30)

Keselarasan juga dapat ditingkatkan melalui pengelolaan pembenah organik. Manipulasi kualitas bahan organik dapat dilakukan untuk mengatur pelepasan hara agar mendekati waktu keperluan hara tersebut oleh tanaman (Swift, 1984). Dia juga mengemukakan hipotesis bahwa campuran bahan kualitas tinggi dan rendah dapat menghasilkan keselarasan penyediaan N dan permintaan tanaman lebih baik.

Hipotesis tersebut telah didukung oleh hasil penelitian Broadbent dan Nakashima (1965 cit Murphy et al., 2004) bahwa penambahan jerami dan pupuk N menghasilkan remineralisasi dari N yang diimobilisasi lebih cepat daripada mineralisasi N dalam tanah tanpa pupuk N. Hal itu mendukung konsep keselarasan. Walaupun demikian, beberapa penelitian pencampuran bahan organik kualitas tinggi dan rendah tidak mendukung hipotesis tersebut (Handayanto et al., 1997; Sakala et al., 2000).

Pada berbagai jenis tanah di tropik, pengambilan N pupuk berkisar antara 12 dan 45% (Chotte et al., 1990 cit. Myers et al., 1994), sedangkan Myers et al. (1994) mengemukakan bahwa pengambilan N pupuk di daerah tropik basah sering kurang dari 25% dari N yang diaplikasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyediaan N dan permintaan tanaman tidak selaras, karena proses kehilangan N tersedia sebelum pengambilan terjadi. Lebih lanjut ditunjukkan oleh penelitian Sisworo et al. (1990) bahwa dalam musim hujan N dalam residu cowpea lebih efisien digunakan oleh padi gogo dibanding N yang diaplikasi sebagai pupuk buatan. Sebaliknya, pada musim kemarau N dari pupuk buatan lebih efisien daripada N dari residu tanaman.

Keselarasan juga dapat dicapai melalui pengelolaan pupuk untuk meningkatkan serapannya oleh tanaman. Pemisahan jumlah total N pupuk atas sejumlah aplikasi sesuai tahap pertumbuhan tanaman bisa dilakukan, yang memaksimumkan kesempatan pengambilan tanaman pada waktu yang tepat dan meminimumkan bahaya kehilangan (Murphy et al., 2004). Waktu pelepasan N dari pupuk dalam hubungannya dengan efisiensi penggunaan tanaman juga dapat dimanipulasi melalui pemilihan yang teliti produk pupuk dan metode aplikasi yang sesuai. Penggunaan inhibitor nitrifikasi, pupuk lepas terkedali (Shaviv, 2003), penempatan dalam (Angus, 2001) merupakan praktek pengelolaan pupuk lainnya yang dapat meningkatkan keselarasan.

2.5. Respon Tanaman terhadap Nitrogen

Nitrogen adalah unsur esensial yang paling penting dalam kaitannya dengan pertumbuhan tanaman. Peranan esensial N dalam pertumbuhan tanaman meliputi (i)


(31)

komponen asam amino, pembangun protein, (ii) komponen penyusun asam nukleat, (iii) komponen enzim, (iv) bagian integral dari klorofil, (v) mempengaruhi penggunaan karbohidrat (Havlin et al., 1999).

Pengambilan N oleh tanaman yang ditanam di lapangan tidak hanya bergantung pada permintaan, tetapi juga pada ketersediaan N secara kimia bagi tanaman dan ketersediaan spasialnya terhadap akar (Engels and Marschner, 1995). Tanaman dapat mengambil N dalam bentuk NO3-, NH4+, Urea dan asam amino. Laju pengambilan bentuk N berbeda dari larutan tanah. Hal ini bergantung pada kinetika pengambilan dari pengangkut berbeda dan proporsi relatif bentuk-bentuk N dalam larutan tanah.

Faktor utama yang mempengaruhi pengambilan N oleh tanaman adalah: (1) ketergantungan pengambilan nitrat dalam kehadiran amonium, (2) pengaruh konsentrasi pada permukaan akar terhadap laju pengambilan, (3) ketergantungan pengambilan pada permintaan tanaman, dan (4) luas dan penyebaran sistem perakaran (Breteler et al., 1981)

Karakteristik pengambilan N sepanjang musim tanam bervariasi untuk setiap jenis tanaman dan bahkan berbeda di antara varitas tanaman (Schepers dan Mosier, 1991). Namun, secara umum pola pengambilan N oleh tanaman sesuai dengan pola pertumbuhan tanaman tersebut (Havlin et al., 1999). Olson dan Kurtz (1982) menyatakan bahwa pengambilan N oleh tanaman sangat cepat selama periode pertumbuhan vegetatif cepat. Hasil penelitian Stute dan Posner (1995) menunjukkan bahwa terjadi perbedaan pola pengambilan N oleh tanaman jagung pada tahun yang berbeda. Hal itu disebabkan oleh perbedaan suhu dan curah hujan. Selain itu, dalam musim tanam yang sama juga terdapat perbedaan pola pengambilan N antara perlakuan pupuk N, residu tanaman legum dengan tanpa pemupukan. Perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan ketersediaan N mineral dalam tanah.

Menurut Marschner (1999) tergantung pada spesies tanaman, tahap perkem-bangan, dan organ, kadar nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal bervariasi antara 2 dan 5% dari berat kering tanaman. Bila suplai N sub optimal pertumbuhan terhambat, N dimobilisasi dalam daun-daun matang dan diretranslokasi ke tempat-tempat pertumbuhan baru. Gejala defisiensi N khas segera terlihat seperti percepatan pematangan daun-daun tua. Peningkatan suplai N tidak hanya mem-perlambat penuaan dan merangsang pertumbuhan tetapi juga merubah morfologi tanaman dalam keadaan khas, khususnya jika ketersediaan N tinggi dalam medium


(32)

perakaran selama pertumbuhan awal. Perpanjangan tajuk ditingkatkan dan perpan-jangan akar agak terhambat.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pengambilan N oleh tanaman jagung meningkat secara nyata dengan aplikasi pupuk hijau kekacangan (Lupwayi et al., 1999; Hood et al., 1999; Akinnifesi et al., 1997). Aplikasi pupuk hijau kekacangan juga meningkatkan hasil biji jagung (Lupwayi et al., 1999; Utomo et al., 1990; Akinnifesi et al., 1997; dan Bruulsema dan Christie, 1987). Hasil penelitian Bruulsema dan Christie (1987) menunjukkan bahwa pembenaman alfalfa dan semanggi merah (red clover) pada lapisan olah memberikan hasil jagung setara dengan yang diperoleh 90 sampai 125 kg ha-1 pupuk N, sedangkan Utomo et al. (1990) melaporkan bahwa hasil biji jagung tanpa N pupuk pada perlakuan pupuk hijau hairy vetch setara dengan yang diperoleh 170 kg N ha-1. Akinnifesi et al. (1997) menemukan bahwa aplikasi pangkasan Leucaena leucocephala meningkatkan hasil jagung sebesar 82% dan N biji sebesar 50% di atas perlakuan tanpa pangkasan.

Nitrogen memainkan peranan utama dalam menjamin hasil tinggi melalui : (1) pembangunan secara cepat tajuk besar untuk fotosintesis, sebagai contoh indeks luas daun tinggi, (2) mempertahankan tajuk tersebut, yakni lamanya luas daun tinggi, (3) pembangunan organ penyimpanan, yakni kapasitas wadah (sink) besar. Namun, dalam banyak kasus, pengaruh suplai N terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tidak seluruhnya dapat dijelaskan oleh pengaruh hara, sebagai contoh, pertumbuhan dan pembungaan pohon apel sangat dipengaruhi bentuk N yang disuplai (Gao et al., 1992). Bentuk N-NH4+ merangsang inisiasi bunga dalam pohon apel (Grasmanis and Edwards, 1974). Perharaan NH4+ mengarah pada peningkatan sitokinin (Gao et al., 1992) dan arginin (prekursor berbagai poliamin dengan fungsi pengatur pertumbuhan, seperti putrescine dan spermidin) dalam pembuluh xylem, dan sitokinin dan poliamin terlibat dalam pengaturan inisiasi bunga.

Untuk setiap spesies tanaman tertentu, pengambilan dan penggunaan NH4+ lebih tinggi daripada NO3- pada temperatur rendah (Clarkson and Warner, 1979). Schrader

et al. (1972) melaporkan bahwa berat segar dan kering per tanaman jagung meningkat lebih cepat bila tanaman diberi 100 ppm N berupa kombinasi N-nitrat dan N-amonium daripada bila diberi 100 ppm N-nitrat atau N-amonium saja. Dalam beberapa kasus, laju pertumbuhan tertinggi diperoleh dengan kombinasi NH4+ dan NO3- atau dengan hanya NH4+(Gashaw dan Mugwira, 1981).


(33)

Tanaman jagung yang ditanam dengan ke dua bentuk N (NH4+ dan NO3-) menghasilkan floret dan jumlah kernel yang lebih tinggi dibanding dengan hanya perharaan NO3-. Tanaman jagung yang ditanam dengan ke dua bentuk N memiliki konsentrasi sitokinin lebih tinggi dalam akar dan aplikasi sitokinin ke tanaman yang diberi NO3- meningkatkan hasil biji seperti yang terjadi pada tanaman yang diberi NH4+ dan NO3- (Camberato dan Bock, 1989; Smiciklas dan Below, 1989).

Pengaruh yang bertentangan dari dua sumber N terhadap pertumbuhan tanaman berkaitan dengan alasan-alasan lain, seperti perbedaan pengaruh terhadap keseim-bangan kation-anion (Kurvits and Kirkby, 1980), perubahan pH yang disebabkan akar dalam rizosfir dan pada metabolisme energi (Middleton dan Smith, 1979). Amonium umumnya menghambat pengambilan kation dan dapat menekan pertumbuhan tanaman yang menginduksi defisiensi magnesium atau kalsium (Marschner, 1999).

Penghambatan pertumbuhan oleh perharaan NH4+ erat berhubungan dengan jatuhnya pH substrat yang disebabkan oleh pengambilan NH4+. Pada pH substrat rendah, pengambilan NH4+ tidak setertekan pengambilan kation lain, yang lebih lanjut meningkatkan ketidakseimbangan kation-anion.

Pada kondisi lapangan dalam tanah-tanah tersangga baik di dalam kisaran pH 5 sampai 7, efek samping dari perharaan NH4+ tersebut kurang penting. Namun, dalam tanah dengan KTK sangat rendah atau dengan nilai pH 5 dan di atas 7,5, perharaan NH4+ dapat berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan (Marschner, 1999).


(34)

III. METODOLOGI PENELITIAN

Sesuai dengan tujuan penelitian telah dilakukan 3 percobaan. Percobaan Pencucian-inkubasi mempelajari pola penyediaan N dari pupuk hijau, Urea dan kombinasinya serta keselarasannya dengan model serapan N jagung. Percobaan Rumah Kaca mempelajari pengaruh aplikasi pupuk hijau, Urea dan kombinasinya terhadap keselarasan penyediaan N dengan pertumbuhan jagung pada kondisi tanpa dan dengan pencucian. Percobaan Lapang mempelajari pengaruh aplikasi pupuk hijau, Urea dan kombinasinya terhadap pertumbuhan dan produksi jagung serta pencucian N amonium dan nitrat.

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Percobaan Pencucian-inkubasi dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Percobaan pot dan lapangan masing-masing dilaksanakan di rumah kaca dan kebun percobaan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Cikabayan Darmaga. Penelitian berlangsung dari bulan Juli 2004 sampai Agustus 2005.

3.2. Tanah yang Digunakan

Dalam percobaan pencucian-inkubasi dan rumah kaca semua contoh tanah diambil pada kedalaman 0-20 cm dari lahan kebun percobaan Cikabayan, Darmaga. Untuk percobaan lapang tanah yang digunakan terletak pada lahan di bawah penge-lolaan Program Studi Pemuliaan Tanaman, kebun percobaan Cikabayan Darmaga. Contoh tanah dari lapangan langsung dikeringudarakan, ditumbuk dan diayak hingga lolos saringan 2 mm dan 5 mm. Contoh tanah lolos saringan 2 mm digunakan untuk analisis sifat tanah sebelum diberi perlakuan, sedangkan yang lolos saringan 5 mm digunakan untuk percobaan inkubasi dan rumah kaca.

3.3. Metode Umum 3.3.1. Analisis sifat tanah awal dan pupuk hijau

Sifat tanah awal (sebelum diberi perlakuan) yang dianalisis meliputi pH (H2O), C-organik, kadar N total, N-NH4+, N-NO3-, P, K, Ca, Mg, Fe, Zn, Cu dan Mn tersedia. Nilai pH (H2O) diukur dengan pH meter, dengan nisbah tanah terhadap air 1 : 1. Kadar


(35)

C-organik tanah ditetapkan dengan metode Walkley and Black. Kadar N total ditetapkan dengan metode Kjeldahl sedangkan N-NH4+ dan N-(NO3- + NO2-) dite-tapkan dengan “Flow Injections Autoanalyzer”. Fosfor tersedia ditetapkan dengan metode Bray-2. Kadar K, Ca, Mg, dan Na tersedia diekstrak dengan NH4OAc 1N pH 7,0, sedangkan Fe, Cu, Zn dan Mn tersedia diekstrak dengan HCl, 0,05N selanjutnya diukur dengan AAS. Pupuk hijau yang digunakan sebagai perlakuan dianalisis karakteristik kimianya yang meliputi: kadar N total dengan metode Kjeldahl, C-organik dengan metode Walkley dan Black, lignin dengan metode Goering dan van Soest dan polifenol diekstrak dalam metanol 50% panas (80oC) dan ditentukan secara kolorimetri dengan menggunakan pereaksi Folin-Denis dengan asam tanik sebagai standar (Anderson dan Ingram, 1993).

3.3.2. Analisis NH4+ dan (NO3- + NO2-) air cucian

Analisis ammonium dalam air cucian dilakukan dengan menggunakan “Flow Injection Autoanalyzer FIASTAR 5000”. Prinsip metode ini adalah contoh cair yang mengandung ion amonium disuntikan ke dalam aliran pembawa, yang bergabung dengan aliran natrium hidroksida. Dalam aliran yang alkalin, ammonia gas terbentuk yang dapat berdifusi melalui membran permiabel gas ke dalam aliran indikator. Aliran indikator terdiri dari campuran indikator asam-basa, yang akan bereaksi dengan gas ammonia. Perubahan warna yang dihasilkan dapat diukur secara fotometri.

Analisis gabungan nitrat dan nitrit dalam air cucian juga dilakukan dengan menggunakan “Flow Injection Autoanalyzer FIASTAR 5000”. Prinsip metode ini adalah contoh yang mengandung nitrat dicampur dengan larutan penyangga. Nitrat dalam contoh direduksi ke nitrit dalam reduktor Cadmium. Melalui penambahan larutan sulfanilamid masam, nitrit yang awalnya ada dan nitrit yang terbentuk dari reduksi nitrat akan membentuk senyawa diazo. Senyawa tersebut digabung dengan N-(1-naphtyl)-Ethylene Diamine Dihydrochloride (NED) untuk membentuk celupan azo ungu. Celupan azo tersebut diukur pada 540 nm.

3.3.3. Analisis NH4+ dan (NO3- + NO2-) tanah

Analisis ammonium dalam tanah dilakukan dengan menggunakan “Flow Injection Autoanalyzer FIASTAR 5000”. Prinsip metode ini adalah ammonium dalam contoh tanah diekstrak dengan KCl 2M. Suspensi disentrifus dan disaring, selanjutnya


(36)

dimasukan dalam sistem suntikan aliran. Proses selanjutnya sama seperti analisis NH4+ air cucian.

Analisis gabungan nitrat dan nitrit dalam tanah juga dilakukan dengan menggunakan “Flow Injection Autoanalyzer FIASTAR 5000”. Prinsip metode ini adalah nitrat dalam contoh tanah diekstrak dengan KCl 2M. Suspensi disentrifus dan disaring, selanjutnya dimasukan dalam sistem suntikan aliran. Proses selanjutnya sama seperti analisis NO3- dalam air cucian.

3.3.4. Analisis N total tanaman

Analisis N total tanaman dilakukan dengan metode Kjeldahl. Contoh tanaman halus 0,25 g ditempatkan ke dalam labu semimikro Kjeldahl ditambah 1,1 g campuran katalis (K2SO4 + CuSO4 + Se) dan 5 ml H2SO4. Didestruksi sampai diperoleh cairan bening lalu didinginkan. Ditambahkan 20 ml air destilasi dan diukur pada alat semi mikro Kjeldahl.

3.3.5. Analisis statistik

Data kadar N-NH4+ dan N-(NO3- + NO2-) air cucian (percobaan pencucian-inkubasi), pengambilan N oleh tanaman jagung dan kadar N-NH4+dan N-(NO3- + NO2-)

tanah pada waktu pengambilan contoh berbeda, tinggi tanaman dan berat kering tana-man (percobaan rumah kaca dan lapangan) dan berat pipilan kering jagung (percobaan lapangan) dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Mattjik dan Sumertajaya, 2000). Nilai rata-rata pengaruh perlakuan dibandingkan dengan menggunakan uji DMRT pada taraf nyata 5%. Keselarasan pola penyediaan N dengan serapan N dan pertumbuhan jagung dianalisis dengan menggunakan uji korelasi.


(37)

IV. POLA PENYEDIAAN N DARI PUPUK HIJAU DAN UREA

4.1. Latar Belakang

Pupuk hijau telah lama digunakan dalam sistem pertanian di daerah tropika. Namun, penggunaannya mengalami penurunan seiring dengan semakin meningkatnya penggunaan pupuk N buatan. Walaupun demikian, akhir-akhir ini harga pupuk semakin meningkat sehingga tidak terbeli oleh petani miskin. Kondisi ini telah menyebabkan petani untuk kembali memanfaatkan pupuk alam seperti pupuk hijau sebagai sumber hara khususnya nitrogen. Oleh karena pupuk hijau mengandung N relatif rendah dibanding pupuk N buatan, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tanaman diperlukan jumlah pupuk hijau yang relatif banyak. Hal tersebut juga sering menyulitkan petani. Walaupun demikian tersedia beberapa pilihan bagi para petani yaitu dapat menggunakan pupuk hijau saja, kombinasi pupuk hijau dan pupuk buatan atau pupuk buatan saja tergantung kemampuan yang dimilikinya.

Permasalahannya, apakah pilihan penggunaan pupuk N tersebut efektif dan efisien? Pemupukan N dapat dikatakan efektif dan efisien bila dalam proses dekomposisinya melepaskan N selaras dengan permintaan tanaman dan menghasilkan pertumbuhan dan produksi tanaman yang tinggi. Oleh karena itu, untuk menilai keselarasan perlu diketahui pola penyediaan N dari sumber N dan pengaturan aplikasinya.

4.2. Tujuan

Percobaan Pencucian-Inkubasi bertujuan untuk menentukan sumber N dan pengaturan aplikasinya yang memiliki pola penyediaan N selaras dengan model pola serapan N jagung.

4.3. Bahan dan Metode 4.3.1. Bahan

Bahan yang digunakan adalah contoh tanah (Inceptisol seri Darmaga), pupuk hijau Glirisidia dan Flemingia, pupuk Urea, pasir kuarsa, larutan bebas N [CaSO4.2H2O 0,002 M; MgSO4 0,002 M; Ca(H2PO4)2.H2O 0,005 M; K2SO4 0,0025 M], dan larutan CaCl2 0,01 M. Selain itu juga digunakan bahan kimia untuk analisis tanah.


(38)

4.3.2. Metode

Persiapan tanah, pupuk hijau dan pasir kuarsa. Contoh tanah permukaan diambil sampai kedalaman lapisan olah (15–20 cm), langsung dikeringudarakan, ditumbuk dan diayak hingga lolos saringan 5 mm. Pupuk hijau yang digunakan adalah Glirisidia dan Flemingia. Pupuk hijau dikeringkan, dihaluskan kemudian diayak hingga lolos saringan 0,5 mm. Pasir kuarsa lolos saringan 16 mesh dicuci kemudian dikeringkan.

Penentuan Pola Penyediaan N. Untuk mengetahui pola penyediaan N dari pupuk hijau Flemingia, Glirisidia, Urea dan kombinasinya yang diaplikasi sekaligus atau dipisah telah dilakukan percobaan laboratorium mengikuti teknik pencucian-inkubasi Stanford dan Smith (1972). Untuk melakukan proses pencucian-pencucian-inkubasi digunakan tabung pencucian yang dilengkapi kasa dan bantalan glass wool, selanjutnya dihubungkan dengan vacumflask menggunakan corong PVC, tabung kaca dan penutup karet (Gambar 3).

Bantalan glass wool

Pipa PVC Tanah, pasir kuarsa dan pupuk N sesuai perlakuan

Kasa plastik dan glass wool Corong PVC + pipa kaca

dan alas karet

Penutup karet

Dihubungkan ke alat vakum Vacumflask Pipa kaca

Gambar 3. Skema peralatan percobaan pencucian-inkubasi

Lima puluh gram tanah dengan pupuk hijau sesuai perlakuan (Tabel 1) ditambah 50 gram pasir kuarsa dilembabkan dengan air destilasi, dicampur merata, dan


(39)

ditransfer ke tabung pencucian. Penambahan Urea sesuai perlakuan dilakukan setelah pencucian pertama. Nitrogen yang ditambahkan ditentukan berdasarkan kadar N mineral di dalam tanah, yang jumlahnya 86,5 kg ha-1. Takaran pupuk hijau dan Urea ditentukan berdasarkan kadar N masing-masing pupuk hijau dan Urea yang ditam-bahkan dan efisiensinya. Bantalan glass wool berketebalan 1 cm ditempatkan di atas tanah untuk mencegah pemercikan tanah ketika larutan ditumpahkan ke dalam tabung. Empat belas perlakuan (13 perlakuan sumber N beserta pengaturan aplikasinya dan satu kontrol) diulang tiga kali dan disusun dalam rancangan acak lengkap.

Tabel 1. Perlakuan dan simbolnya yang digunakan dalam penelitian

No. P e r l a k u a n Simbol

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

Tanpa pemberian pupuk N (kontrol)

Pupuk hijau Flemingia 100% daun diberikan sekaligus saat inkubasi.

Pupuk hijau Flemingia 65% daun dan 35% batang diberikan sekaligus saat inkubasi.

Pupuk hijau Flemingia 50% daun dan 50% batang diberikan sekaligus saat inkubasi.

Pupuk hijau Glirisidia 100% daun diberikan sekaligus saat inkubasi.

Pupuk hijau Glirisidia 85% daun dan 15% batang diberikan sekaligus saat inkubasi.

Pupuk hijau Glirisidia 70% daun dan 30% batang diberikan sekaligus saat inkubasi.

Flemingia 100% daun dan glirisidia 100% daun diberikan sekaligus saat inkubasi.

Flemingia 100% daun saat inkubasi dan Glirisidia 100% daun 3 minggu setelah inkubasi.

Glirisidia 100% daun saat inkubasi/tanam* dan Glirisidia 100% daun 3 minggu setelah inkubasi/tanam*.

Glirisidia 100% daun saat inkubasi/tanam* dan Urea 3 minggu setelah inkubasi/tanam*.

Urea dan Glirisidia 100% daun saat inkubasi/tanam* .

Urea saat inkubasi/tanam* dan Glirisidia 100% daun 3 minggu setelah inkubasi/tanam*

Urea saat inkubasi/tanam*dan Urea 3 minggu setelah inkubasi/ tanam*. 0N F1 F2 F3 G1 G2 G3

F1oG1o

F1oG13

G1oG13

G1oU3 UoG1o

UoG13 UoU3 Keterangan: Pemisahan pemberian sumber N terdiri dari saat tanam 20% dan pada 3 minggu setelah inkubasi 80% dari takaran N yang digunakan. * : Berlaku untuk percobaan rumah kaca dan lapang.

Nitrogen mineral yang awalnya sudah ada dihilangkan melalui pencucian (pencucian I) dengan 100 ml CaCl2 0,01 M dalam penambahan 10 ml, diikuti dengan penambahan 25 ml larutan hara bebas N (CaSO4. 2H2O 0,002 M; MgSO4 0,002 M;


(40)

Ca(H2PO4).2H2O 0,005 M; K2SO4 0,0025 M). Kelebihan air dihilangkan melalui pemakuman (60 mm Hg). Botol kemudian ditutup dan diinkubasi dalam inkubator dengan suhu dijaga 30oC. Pada 1, 3, 4, 7, 8, 10, dan 14 minggu setelah inkubasi, dilakukan pencucian dengan CaCl2 0,01 M dan larutan bebas N, diikuti oleh pemakuman seperti digambarkan di atas. Air cucian ditampung kemudian ditetapkan kadar N mineral (NH4+, NO3- + NO2-) dengan “Flow Injections Autoanalyzer”. Nitrogen dalam air cucian merupakan N yang dilepaskan hasil proses mineralisasi. Nitrogen yang dimineralisasi dihitung dengan mengurangkan N mineral yang dilepaskan dari tanah yang diberi perlakuan dengan N mineral yang dilepaskan dari tanah tanpa pemupukan N.

4.4. Hasil dan Pembahasan 4.4.1. Nitrogen Mineral yang Dilepaskan

Analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan secara nyata mempengaruhi konsentrasi N-NH4+, N-(NO3- + NO2-) dan total N mineral [N-(NH4+ + NO3- + NO2-)] yang dilepaskan hampir pada semua waktu pengamatan. Konsentrasi N-NH4+, N-(NO3 -+ NO2-) dan total N mineral yang dilepaskan akibat aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya pada 1 sampai 14 MSI disajikan pada Gambar 4.

Secara umum pupuk hijau Glirisidia, Urea dan kombinasinya (G1, G2, G3, F1oG13, G1oG13, G1oU3, UoG1o, UoG13, dan UoU3) melepaskan N-NH4+ relatif tinggi pada 1 minggu setelah inkubasi (MSI), dan yang menerima perlakuan G1oG13, G1oU3, UoG1o, UoG13, dan UoU3 melepaskan N-NH4+ relatif tinggi pada empat MSI. Berbeda dengan itu pupuk hijau Flemingia (F1, F2 dan F3) dan kombinasinya dengan Glirisidia yang diaplikasi sekaligus (F1oG1o) melepaskan N-NH4+ relatif rendah sampai 14 MSI. Selain itu terjadi sedikit peningkatan N-NH4+ antara delapan MSI dan 10 MSI. Hal sebaliknya terjadi pada pelepasan N-(NO3- + NO2-), semua perlakuan pemupukan melepaskan N-(NO3- + NO2-) yang rendah dan tidak berbeda nyata dari saat inkubasi sampai 4 MSI. Setelah empat MSI, kombinasi Urea dan Glirisidia yang diaplikasi sekaligus (UoG1o) atau dipisah (G1oG13, G1oU3 dan UoG13) dan Urea yang diaplikasi dipisah (UoU3) mele-paskan N-(NO3- + NO2-) yang terus meningkat dan mencapai puncak pada tujuh MSI, menurun pada delapan MSI, kemudian bersama dengan perlakuan lainnya (0N, F1, F2, F3, G1, G2, G3, F1oG1o dan F1oG13) melepaskan N-(NO3- + NO2-) yang terus meningkat sampai 14 MSI.


(41)

Total N mineral yang dilepaskan merupakan penjumlahan dari pelepasan N-NH4+ dan N-(NO3- + NO2-). Total N mineral dilepaskan dalam tanah yang menerima perlakuan G1, G2 dan G3 dan F1oG1o, F1oG13, G1oG13, G1oU3, UoG1o, UoG13, dan UoU3 relatif tinggi pada satu MSI, yang menerima perlakuan G1oG13, G1oU3, UoG1o, UoG13, dan UoU3 relatif tinggi pada 4 sampai 7 MSI dan semua perlakuan pemupukan melepaskan N yang terus meningkat dari 8 sampai 14 MSI.

Pelepasan N awal cepat yang diikuti oleh pelepasan N yang jauh berkurang sesuai dengan fase pencucian awal dalam proses dekomposisi juga digambarkan oleh peneliti lain (Hood et al., 2002; Zaharah dan Bah, 1999; Jama dan Nair, 1996; Schroth et al., 1992; Swift et al., 1981; Harmsen dan Kolenbrander, 1965). Pelepasan hara dalam tahap awal berkaitan dengan pencucian fisik dan kegiatan mikroba terhadap komponen larut air (Berg dan Staaf, 1981; Huang dan Schoenau, 1997). Laju pelepasan hara relatif lebih lambat setelah fase pencucian dapat disebabkan oleh peningkatan dalam fraksi sukar larut (Swift et al., 1979), sedangkan Harmsen dan Lindenbergh (1949) menyatakan bahwa penurunan tersebut disebabkan oleh pening-katan imobilisasi akibat peningpening-katan konsentrasi N tersedia.

Pola pelepasan N dari Urea yang ditemukan dalam penelitian ini (perlakuan UoU3 dalam Gambar 4) berada dalam kisaran yang ditemukan Ferreira-Azcona (1972). Hasil penelitiannya mencatat bahwa Urea terhidrolisis cepat dan konsentrasi N-NH4+ meningkat dan mencapai puncak pada hari ke 2 sampai ke 14, kemudian menurun setelah itu. Peningkatan pelepasan N pada periode akhir inkubasi (8 sampai 14 MSI), juga teramati dalam penelitian yang dilakukan oleh Stute dan Posner (1995). Peningkatan pelepasan N tersebut diduga oleh peningkatan populasi dan aktivitas mikroorganisme tanah akibat lebih sedikitnya gangguan oleh kegiatan pencucian dan remineralisasi dari N yang diimobilisasi oleh mikroorganisme tanah.

Nitrogen yang dilepaskan cukup beragam. Tampak keragaman tersebut dipe-ngaruhi oleh jenis pupuk hijau, kadar batang dari campuran daun dan batang, kombinasi pupuk hijau dan Urea, dan pemisahan pemberian pupuk (Gambar 4 dan Lampiran 4a-c).


(42)

0 5 10 15 20 25 30 35

0 2 4 6 8 10 12 14 16

N -N H 4 + di le pa sk an ( u g/ g) . 0 3 6 9 12 15 18

0 2 4 6 8 10 12 14 16

0 5 10 15 20 25 30 35

0 2 4 6 8 10 12 14 16

N-NO3 - d il e p a sk a n ( u g /g ) . 0 4 8 12 16 20

0 2 4 6 8 10 12 14 16

0 5 10 15 20 25 30 35

0 2 4 6 8 10 12 14 16

MSI N mi n er a l di le pa ska n ( u g/ g ) .

G1oG13 G1oU3 UoG1o

UoG13 UoU3 0 5 10 15 20 25 30 35

0 2 4 6 8 10 12 14 16

MSI

0N F1 F2

F3 G1 G2

G3 F1oG1o F1o

Gambar 4. Konsentrasi N-NH4+(A), N-(NO3- + NO2-) (B) dan total N mineral (C) dilepaskan akibat aplikasi Flemingia, Glirisidia, Urea dan kombinasinya dari 1 sampai 14 MSI.

A A

B B


(43)

Di antara perlakuan pupuk hijau, pemberian Glirisidia G1 melepaskan N-NH4+ dan total N mineral nyata lebih tinggi daripada Flemingia dan perlakuan tanpa pemupukan N (Gambar 4). Daun Glirisidia memiliki konsentrasi N tinggi; nisbah C/N, lignin dan polifenol rendah, sedangkan daun Flemingia memiliki konsentrasi N lebih rendah, nisbah C/N, lignin dan polifenol lebih tinggi dibanding Glirisidia (Lampiran 2). Banyak literatur menyatakan bahwa pupuk hijau dengan konsentrasi N tinggi, nisbah C/N rendah (Vigil dan Kissel, 1991; Constantinides dan Fownes, 1994; Wivstad, 1999; Quemada dan Cabrera, 1995; Trinsoutrot et al., 2000; Hood et al., 2000) dan dengan lignin dan polifenol rendah (De Neve dan Hofman, 1996; Palm dan Sanchez, 1991; Hood et al., 2002) melepaskan N tinggi. Korelasi nyata antara proporsi N termineralisasi bersih dari bahan tanaman kacang-kacangan dengan konsentrasi N jaringannya atau nisbah C/N terdokumentasi dengan baik dalam literatur (Iritani dan Arnold, 1960; Marstorp dan Kirchmann, 1991; Quemada dan Cabrerra, 1995; Vanlauwe et al., 1996; Wivstad, 1999). Konsentrasi lignin dan polifenol dari bahan tanaman juga faktor penting dalam penentuan pelepasan N bersih kacang-kacangan (Frankenberger dan Abdelmagid, 1985; Fox et al., 1990). Lignin tumbuhan menurunkan mineralisasi N bersih karena lignin terdegradasi ke polifenol, kemudian berkombinasi dengan senyawa yang mengandung N membentuk polimer humik sukar larut (Haynes, 1986).

Dalam satu jenis pupuk hijau baik Flemingia maupun Glirisidia terlihat bahwa peningkatan kadar batang (dari F1 ke F2 dan F3, atau dari G1 ke G2 dan G3) menurunkan pelepasan N-NH4+ dan total N mineral (Gambar 4). Hal itu disebabkan batang memiliki kandungan N lebih rendah, nisbah C/N, konsentrasi lignin dan polifenol lebih tinggi daripada daun (Lampiran 2). Mineralisasi N batang yang lebih rendah daripada daun telah dilaporkan untuk spesies kacang-kacangan lain (Wivstad, 1999; Frankenberger dan Abdelmagid, 1985; Quemada dan Cabrerra, 1995) dan untuk tanaman sayuran (De Neve dan Hofman, 1996).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk dipisah dua kali (G1oG13, G1oU3, UoG13 dan UoU3) melepaskan N relatif tinggi seminggu setelah aplikasi sebanyak dua kali. Sebaliknya, aplikasi pupuk sekaligus (kecuali UoG1o) melepaskan N relatif tinggi seminggu setelah aplikasi hanya satu kali. Aplikasi Glirisidia 80% dari dosis N (G1oG13 dan UoG13) tidak meningkatkan konsentrasi N-NH4+ sesuai yang diharapkan (Gambar 4). Hal itu terjadi karena defisiensi N, yakni tanah mengandung N


(44)

cukup untuk mendekomposisi penambahan bahan organik sedikit, namun tidak untuk penambahan banyak.

Pemberian pupuk hijau melepaskan N-NH4+ dan total N mineral lebih rendah daripada Urea pada 1 dan 4 MSI. Hal itu berhubungan dengan ketahanan senyawa organik tertentu (seperti lignin dan polifenol) terhadap dekomposisi dan secara potensial lebih tinggi imobilisasi N pupuk hijau dengan penambahan C yang di- milikinya. Input pupuk anorganik menghasilkan lonjakan N mineral tanah besar dan cepat (Groffman et al., 1987; Ferreira-Azcona, 1972), namun lonjakan tersebut dalam waktu singkat dan konsentrasi N mineral lebih tinggi dalam perlakuan N-kacang-kacangan daripada perlakuan N mineral pada periode selanjutnya dalam satu musim (Groffman et al., 1987).

Kombinasi Urea dan pupuk hijau Glirisidia yang diaplikasi sekaligus (UoG1o) melepaskan N-NH4+ dan total N mineral lebih tinggi daripada kombinasi pupuk yang sama namun diaplikasi secara terpisah (UoG13), dan pupuk hijau tanpa kombinasi atau Urea yang diaplikasi secara terpisah (G1oG13 dan UoU3). Goyal et al. (1999) melaporkan bahwa penambahan pupuk N anorganik dan organik dapat meningkatkan jumlah N yang dimineralisasi. Hal itu disebabkan penambahan pupuk N anorganik meningkatkan aktivitas mikroba yang kemudian mempercepat mineralisasi N organik (Kwabiah et al., 1999).

Secara umum aplikasi pupuk hijau sekaligus tanpa kombinasi memiliki pola pelepasan N-(NO3- + NO2-) yang rendah pada awal kemudian meningkat antara 8 MSI dan 14 MSI, sedangkan aplikasi pupuk sekaligus berupa kombinasi Urea dan Glirisidia (UoG1o) pada awal rendah kemudian meningkat antara 6 dan 14 MSI. Aplikasi pupuk dipisah memiliki pola pelepasan N-(NO3- + NO2-) relatif rendah pada awal kemudian meningkat antara 4 dan 14 MSI dengan sedikit fluktuasi khususnya dalam perlakuan G1oG13, G1oU3, UoG1o, UoG13 dan UoU3 (Gambar 4 ).

Pupuk hijau baik Glirisidia maupun Flemingia yang diaplikasi sekaligus, segera setelah aplikasi didekomposisi oleh mikroba dan melepaskan NH4+. Amonium tersebut sebagian besar tercuci bersama air cucian, hanya sebagian kecil yang mungkin tertinggal di dalam tanah. Oleh karena terbatasnya NH4+ sebagai substrat bagi mikroba penitrifikasi, maka pada beberapa minggu setelah inkubasi proses nitrifikasi berjalan sangat lambat, sehingga N-(NO3- + NO2-) yang dihasilkan juga rendah. Dengan lebih sedikitnya gangguan pencucian dan pemakuman serta dengan bertambahnya waktu,


(45)

maka populasi mikroba penitrifikasi makin meningkat sehingga dari 8 sampai 14 MSI proses nitrifikasi terus meningkat. Oleh karena itu, N-(NO3- + NO2-) yang dihasilkan dari 8 sampai 14 MSI juga terus meningkat.

Sedikit berbeda dengan yang dikemukakan di atas, aplikasi Urea dan Glirisidia sekaligus saat inkubasi (UoG1o) menghasilkan pelepasan NO3- yang meningkat lebih cepat dua minggu daripada aplikasi pupuk hijau sekaligus tanpa kombinasi dengan pupuk N mineral. Hal itu mudah dipahami karena Urea yang ditambahkan segera terhidrolisis dan melepaskan NH4+ yang segera digunakan oleh mikroba termasuk mikroba penitrifikasi untuk memperbanyak diri. Dengan demikian populasi mikroba penitrifikasi meningkat lebih cepat sehingga proses nitrifikasi juga berjalan lebih cepat.

Aplikasi dipisah Glirisidia, Urea dan kombinasinya (G1oG13, G1oU3, UoG13 dan UoU3) dan aplikasi Urea dan Glirisidia sekaligus saat inkubasi (UoG1o) menghasilkan peningkatan pelepasan N-(NO3- + NO2-) lebih cepat daripada perlakuan lainnya yakni dari empat MSI. Hal itu berkaitan dengan penambahan sedikit pupuk hijau atau Urea justru menghasilkan pelepasan NH4+ relatif tinggi daripada penambahan pupuk hijau yang banyak (Gambar 3). Kondisi tersebut mendorong peningkatan populasi mikroba penitrifikasi sejak awal. Penambahan Glirisidia atau Urea tiga MSI melepaskan NH4+ pada empat MSI lebih tinggi daripada perlakuan lainnya. Peningkatan substrat dan populasi mikroba penitrifikasi lebih lanjut menyebabkan proses nitrifikasi berjalan lebih cepat. Dengan demikian dari empat MSI pelepasan N-(NO3- + NO2-) terus meningkat dan mencapai puncak pada tujuh MSI, turun pada delapan MSI, kemudian meningkat terus sampai 14 MSI.

4.4.2. Produksi N mineral kumulatif dan Kapasitas Penyediaan N Produksi N mineral kumulatif merupakan penjumlahan dari N mineral yang dilepaskan pada setiap waktu pengamatan. Dengan demikian, produksi N mineral kumulatif sangat ditentukan oleh besarnya N mineral yang dilepaskan pada setiap waktu pengamatan. Selain itu, perlakuan yang melepaskan N mineral tinggi juga menghasilkan produksi N mineral kumulatif tinggi.

Analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan secara nyata mempengaruhi N mineral kumulatif yang dilepaskan pada semua waktu pengamatan. Konsentrasi N-NH4+, N-(NO3- + NO2-) dan total N mineral kumulatif akibat aplikasi pupuk hijau Flemingia, Glirisidia, Urea dan kombinasinya disajikan pada Gambar 4.


(46)

Perlakuan G1oG13, G1oU3, UoG1o, UoG13 dan UoU3 menghasilkan peningkatan akumulasi N-NH4+dari 1 sampai 3 MSI, kemudian terjadi lonjakan pada empat MSI. Selanjutnya dari 4 sampai 14 MSI terus meningkat namun dengan laju peningkatan yang terus menurun. Sebaliknya perlakuan 0N, F1-F3, G1-G3, FoGo dan FoG13 meng-hasilkan peningkatan N-(NO3- + NO2-) kumulatif yang rendah dari 1 sampai 4 MSI. Sejak enam MSI, secara umum semua perlakuan pemupukan menghasilkan N-(NO3- + NO2-) kumulatif yang terus meningkat. Walaupun demikian, perlakuan G1oG13, G1oU3, UoG1o, UoG13 dan UoU3 terlihat jelas memiliki N-(NO3- + NO2-) kumulatif lebih tinggi dibanding yang dihasilkan perlakuan lainnya pada 7 sampai 14 MSI.

Perlakuan G1oG13, G1oU3, UoG1o, UoG13 dan UoU3 sedikit meningkatkan N mineral kumulatif dari 1 sampai 3 MSI, kemudian meningkat dengan laju yang tinggi pada empat MSI. Peningkatan N mineral kumulatif yang nyata terus berlangsung sampai 14 MSI dengan laju peningkatan yang relatif tinggi terjadi dari 6 MSI ke 7 MSI. Berbeda dengan itu, perlakuan 0N, F1-F3, G1-G3, FoGo dan FoG13 menghasilkan peningkatan N mineral kumulatif yang rendah sampai 14 MSI. Di antara perlakuan G1oG13, G1oU3, UoG1o, UoG13 dan UoU3, N mineral kumulatif yang dihasilkan UoG1o tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya.

Oleh karena pemberian pupuk hijau Glirisidia dan Urea dengan dan tanpa kombinasi yang diaplikasi sekaligus atau dipisah menghasilkan N mineral yang dilepaskan pada 1 dan 3 MSI lebih tinggi daripada perlakuan Flemingia dan kontrol, maka produksi N mineral kumulatifnya juga lebih tinggi. Demikian pula dengan perlakuan UoG1o yang melepaskan N mineral tertinggi pada 1 dan 4 MSI maka produksi N mineral kumulatifnya juga tertinggi.

Kapasitas penyediaan N dari tanah yang mendapat berbagai perlakuan pemu-pukan pada waktu tertentu merupakan produksi N kumulatif pada waktu tersebut. Rata-rata umur panen tanaman jagung di Indonesia sekitar 14 sampai 15 minggu. Oleh karena itu kapasitas penyediaan N sampai 14 MSI penting untuk partum-buhan dan produksi tanaman jagung yang tinggi. Pada 14 MSI kapasitas penyediaan N dari berbagai perlakuan pemupukan berkisar dari 20,46 µg g-1 sampai 168,52 µg g-1. Perlakuan G1oG13, G1oU3, UoG1o, UoG13 dan UoU3 menghasilkan kapasitas penye-diaan N nyata lebih tinggi daripada perlakuan lain dan kontrol. Pemberian kombinasi Urea dan Glirisidia G1 sekaligus saat tanam (UoG1o) menghasilkan kapasitas penye-diaan N tertinggi, dan menurun menurut urutan UoU3, UoG13, G1oU3 dan G1oG13.


(47)

0 20 40 60 80 100 120

0 2 4 6 8 10 12 14 16

N -N H 4 k um u la ti f di le pa sk a n ( u g/ g t a na h) . 0 10 20 30 40 50 60

0 2 4 6 8 10 12 14 16

0 20 40 60 80 100 120

0 2 4 6 8 10 12 14 16

N -N O 3 ku mul a ti f d il e pa sk an ( u g/ g t an a h) . 0 10 20 30 40 50 60

0 2 4 6 8 10 12 14 16

0 30 60 90 120 150 180

0 2 4 6 8 10 12 14 16

MSI N m in e ra l k u m u lati f ( u g /g tan a h )

G1oG13 G1oU3 UoG1o

UoG13 UoU3 0 15 30 45 60 75 90

0 2 4 6 8 10 12 14 16

MSI

0N F1 F2

F3 G1 G2

G3 F1oG1o F1oG13

Gambar 5. Konsentrasi N-NH4+ (A), N-(NO3- + NO2-) (B) dan total N mineral kumulatif (C) akibat aplikasi Flemingia, Glirisidia, Urea dan kombina-sinya dari 1 sampai 14 MSI.

A A

B B


(1)

Lampiran 15c. Konsentrasi total N mineral tanah (µg g-1) lapisan 0-20 cm akibat aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya dari 1 sampai 14 MST

P e r l a k u a n Ulangan

0N G1oG13 G1oU3 UoG1o UoG13

1 MST

1 22,2 87,1 110,3 133,7 22,6 2 13,7 136,5 106,2 154,1 46,6 3 16,6 137,4 155,8 184,4 62,7

3 MST

1 18,1 87,4 135,8 308,2 39,1 2 10,6 91,2 154,0 269,2 48,4 3 15,4 84,9 99,7 271,7 34,8

4 MST

1 19,8 198,7 183,0 159,9 131,7 2 18,8 145,8 182,9 197,5 92,6 3 18,9 181,0 190,4 166,4 144,4

6 MST

1 15,8 155,0 158,1 59,2 111,8 2 9,2 202,0 92,2 116,4 154,4 3 7,4 178,6 156,8 123,7 160,3

7 MST

1 9,9 181,8 114,4 35,2 278,3 2 7,4 121,4 50,6 68,3 197,1 3 8,3 101,0 65,8 75,7 149,8

8 MST

1 5,9 303,6 8,0 14,5 112,6 2 5,1 78,3 16,8 12,2 78,2 3 5,4 172,8 20,3 29,8 119,8

10 MST

1 16,0 91,4 29,3 56,5 155,5 2 17,2 107,0 28,0 61,1 236,0 3 14,4 186,7 25,0 42,2 157,1

14 MST

1 20,4 83,0 27,3 26,6 56,3 2 19,2 107,6 31,2 43,9 88,9 3 16,3 151,2 62,8 47,2 72,2


(2)

Lampiran 16. Serapan N jagung (mg) akibat aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya dari 4 sampai 8 MST

P e r l a k u a n Ulangan

0N G1oG13 G1oU3 UoG1o UoG13

4 MST

1 36,43 88,01 192,17 39,23 107,38 2 48,32 85,88 163,90 40,11 80,62 3 60,90 67,64 94,29 51,05 127,34

5 MST

1 159,96 231,30 634,31 118,05 481,11 2 53,85 196,75 590,94 157,43 259,09 3 256,45 268,44 325,67 136,17 260,40

6 MST

1 282,76 1105,68 2107,92 649,06 1919,05 2 464,62 1539,29 1968,14 745,84 1301,42 3 871,58 2179,16 2229,26 751,10 2009,69

7 MST

1 644,32 2845,65 4287,82 1763,33 4304,12 2 439,58 3992,94 3890,82 2641,08 3281,24 3 1300,17 3039,42 4406,09 2901,20 3042,27

8 MST

1 594,52 3032,72 2748,37 2664,81 5036,10 2 613,18 5200,45 5772,98 3873,17 3489,63 3 946,07 3918,11 4942,65 3284,09 5225,14


(3)

Lampiran 17. Tinggi tanaman (cm) akibat aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya dari 3 sampai 7 MST

P e r l a k u a n Ulangan

0N G1oG13 G1oU3 UoG1o UoG13

3 MST

1 51,1 58,4 71,7 38,7 68,0 2 51,5 55,6 70,0 42,2 60,7 3 54,6 50,9 65,3 38,8 56,9

4 MST

1 66,0 75,7 102,7 54,9 105,4 2 74,6 88,6 107,4 66,7 90,9 3 84,0 85,5 95,4 62,9 91,2

5 MST

1 94,7 123,4 155,6 93,4 156,1

2 107,2 141,5 157,7 108,2 137,0 3 118,4 136,6 145,6 100,8 143,5

6 MST

1 109,9 151,9 186,5 119,6 179,3 2 123,6 171,3 195,2 139,6 165,3 3 135,0 169,2 178,2 130,2 172,5

7 MST

1 124,3 189,5 225,1 163,3 208,9 2 140,4 204,1 226,4 184,0 199,5 3 151,9 209,5 213,9 169,8 207,6


(4)

Lampiran 18. Berat kering tanaman (g) akibat aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya dari 3 sampai 7 MST

P e r l a k u a n Ulangan

0N G1oG13 G1oU3 UoG1o UoG13

3 MST

1 2,46 3,85 7,84 1,35 4,08 2 3,07 2,58 5,51 1,33 3,06 3 2,89 2,19 3,52 1,66 4,18

4 MST

1 8,73 8,89 21,14 3,52 16,28 2 3,51 7,21 19,69 4,84 9,14

3 9,9 9,34 11,14 4,22 9,97

6 MST

1 20,79 49,83 82,36 22,27 96,59 2 27,74 65,95 86,25 33,10 54,51 3 55,05 68,02 92,59 28,61 71,19

7 MST

1 52,10 115,05 175,99 68,28 170,46 2 43,87 146,81 151,50 99,30 136,69 3 83,58 130,09 148,97 126,37 127,73

8 MST

1 68,43 143,84 142,13 122,25 240,49 2 52,97 203,54 295,52 180,29 175,80 3 86,66 164,02 194,34 134,11 211,63

14 MST

1 55,90 162,16 157,16 112,22 145,36 2 59,36 131,20 213,92 159,20 153,56 3 92,22 185,16 162,66 124,40 224,94


(5)

Lampiran 19. Berat pipilan kering jagung (kg ha-1) akibat aplikasi Glirisidia, Urea

dan kombinasinya

U l a n g a n Perlakuan

1 2 3

0N 1028 1206 2032

G1oG13 3972 4907 5442

G1oU3 5901 5688 4758

UoG1o 4299 4304 4718 UoG13 5898 4577 5149

UoU3 2898 5508 5325

Lampiran 20. Permeabilitas tanah (cm jam-1) lapisan 0-20 cm akibat

aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya

P e r l a k u a n Ulangan

0N G1oG13 G1oU3 UoG1o UoG13

1 MST

1 10,74 34,66 25,56 25,86 26,28 2 21,33 23,12 28,09 31,52 16,32

4 MST

1 0,06 0,61 0,12 0,00 2,32


(6)

Lampiran 21. Konsentrasi N-NH4+, N-(NO3- + NO2-) dan total N mineral lapisan 20-40 cm (µg g-1) akibat aplikasi Glirisidia, Urea dan kombinasinya

N-NH4+ N-NO3- T

Perlakuan

1 2 3 1 2 3 1

1 MST

0N 12,0 10,8 12,0 6,3 7,1 10,5 10,8 G1oG13 18,0 17,8 21,1 5,5 4,8 7,7 15,2 G1oU3 12,1 13,1 26,2 23,9 8,2 10,4 14,8 UoG1o 23,1 23,3 60,3 10,9 7,0 13,5 20,4 UoG13 9,7 13,3 12,6 15,3 11,4 8,7 11,0 UoU3 8,9 18,1 29,3 5,0 8,2 15,3 8,0

6 MST

0N 7,0 27,8 9,2 5,7 7,9 2,3 6,7 G1oG13 17,4 14,6 12,1 9,5 10,0 26,4 15,6 G1oU3 37,1 73,2 110,1 23,0 22,3 123,4 34,0 UoG1o 28,5 32, 8 35,5 204,5 129,6 105,6 68,3 UoG13 14,7 18,6 20,5 6,6 8,9 8,3 12,9 UoU3 58, 8 34,8 12, 7 15,4 26,3 5,8 49,2