BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pemeriksaan Pati Pisang
Sumber pati yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisang kepok mentah. Proses isolasi pati dilakukan dengan menggunakan sebanyak 2000 gram
pisang kepok mentah. Rendemen yang dihasilkan dari proses isolasi tersebut adalah 875 gram 43,75 pati pisang kepok. Ini menunjukkan bahwa kandungan
pati didalam buah pisang kepok mentah tersebut belum terhidrolisis.
Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi pati pisang kepok.
Pemeriksaan Hasil Mikroskopik
Butir-butir tunggal. Bentuk bulat telur atau butir bulat lonjong. Hilus berupa titik pada
ujung yang sempit dengan lamella yang jelas.
Organoleptis a. Bentuk
b. Warna c. Bau
d. Rasa Serbuk halus
Putih Tidak berbau
Tidak berasa
Identifikasi a. Suspensi dalam air dengan
pemanasan b. Iodine Test
c. Kertas lakmus d. pH meter
Larutan kental berwarna putih tidak transparan Berwarna biru tua, saat dipanaskan warna biru
menghilang dan muncul kembali saat didinginkan
Tidak mengubah warna kertas lakmus merah 4,7
Kadar air 11,23
Kadar abu 0,29
Solubility Swelling power
4,3 8,6
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini, pati pisang kepok merupakan bahan dasar pembuatan maltodekstrin sehingga perlu dilakukan karakterisasi terhadap pati pisang kepok.
Hasil analisis terhadap karakterisasi pati pisang kepok dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pada umumnya, mikroskopik dari butir pati seperti bentuk ukuran, bersifat
khas untuk setiap jenis pati. Pati dalam jaringan tumbuhan mempunyai bentuk butir pati yang berbeda-beda Anonim, 2006.
Hasil pengamatan mikroskopik butir pati pisang kepok menunjukkan bahwa bentuk butir pati pisang kepok berupa butir-butir tunggal, dengan bentuk
bulat dan bulat lonjong Gambar 4.1.
2
1
Gambar 4.1 Bentuk mikroskopik pati pisang dengan perbesaran 400x Keterangan :
1. Lamella
2. Hilus
Bentuk butir pati pisang ini, sama seperti yang dilaporkan oleh Bello, et al., 2002. Dalam keadaan murni, umumnya butir pati bewarna putih, mengkilat,
tidak berbau dan tidak berasa, dan secara mikroskopik butir pati dibentuk oleh molekul-molekul yang membentuk lapisan tipis yang tersusun terpusat Anonim,
Universitas Sumatera Utara
2011. Butir pati bervariasi dalam bentuk dan ukuran, ada yang berbentuk bulat atau oval. Demikian juga ukurannya, mulai kurang dari 1 mikron sampai 150
mikron, ini tergantung dari sumber patinya. Sifat-sifat pati sangat tergantung dari sumber pati itu sendiri Anonim, 2006.
Butir pati pisang kepok Gambar 4.1 menunjukkan adanya hilus yang berupa titik pada ujung yang sempit dengan lamella yang jelas. Butir-butir pati
dibentuk pertama kali didalam kloroplas. Menurut Anonim 2011, butir pati terdiri atas lapisan-lapisan yang mengelilingi suatu titik yang disebut hilum
hillus. Lamella merupakan pelapisan pada butir pati yang tersusun dari 2 bagian yaitu selulosa dan lignin. Pelapisan pada lamella butir pati
terbentuk karena pemadatan molekul dan perbedaan kadar air pada awal pertumbuhan pati pada masing-masing tumbuhan.
Pengamatan hasil organoleptis dari pati pisang kepok berupa serbuk halus, bewarna putih, tidak berbau dan tidak berasa. Identifikasi terhadap pati pisang
kepok dilakukan dengan cara mensuspensi pati pisang kepok dengan air, kemudian dipanaskan hingga terbentuk larutan kental bewarna putih dan tidak
transparan larutan kanji. Kemudian larutan kanji tersebut ditambahkan pereaksi iodium sehingga terbentuk warna biru. Warna biru yang terbentuk disebabkan
oleh struktur molekul pati yang berbentuk spiral sehingga akan mengikat molekul iodine. Warna biru yang terbentuk ini akan hilang apabila pati dipanaskan. Hal ini
terjadi karena struktur spiral pati akan merenggang, sehingga molekul-molekul iodine terlepas kemudian warna biru menjadi hilang. Ketika larutan tersebut
didinginkan maka akan terbentuk kembali warna biru. Reaksi ini bersifat reversibel karena iodine akan berikatan kembali dengan molekul pati Winarno,
Universitas Sumatera Utara
2002. Suspensi pati pisang kepok tidak mengubah warna kertas lakmus merah. Ini berarti suspensi pati pisang kepok mempunyai pH asam, yang di ukur dengan
menggunakan pH meter, suspensi pati pisang kepok menunjukkan nilai pH 4,7. Kadar air pati pisang kepok yang diperoleh sebesar 11,23. Kadar air
akan berpengaruh pada stabilitas saat penyimpanan. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan pati yang terbentuk kurang stabil. Menurut Ditjen POM 1979,
amilum mempunyai persyaratan memiliki kadar air tidak lebih dari 15. Kadar abu pati pisang kepok yang diperoleh sebesar 0,41. Abu adalah zat anorganik
dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Proses untuk menentukan jumlah mineral sisa pembakaran disebut pengabuan. Secara kuantitatif nilai kadar abu
didalam pati berasal dari proses pengolahan pati. Pati diperoleh dari ekstraksi dan pencucian berulang-ulang dengan air suling. Hal tersebut menyebabkan mineral-
mineral yang larut yang terdapat didalam pati pisang kepok tersebut akan terlarut dalam air dan ikut terbuang bersama ampas.
Solubility dan Swelling power butir pati dipengaruhi oleh komponen amilosa dan amilopektin Winarno, 2002. Hasil uji solubility pati pisang kepok
sebesar 4,3, ini menunjukkan bahwa pati pisang kepok sukar larut dalam air. Pati pisang kepok memiliki kandungan amilopektin yang lebih besar daripada
kandungan amilosanya, sehingga pati pisang kepok tidak larut dalam air. Berdasarkan beberapa studi literatur diketahui pati pisang kepok mengandung
20,5 amilosa dan 79,5 amilopektin Marsono, 2002, pati sagu mengandung 27 amilosa dan 73 amilopektin, pati kentang mengandung 23 amilosa dan
77 amilopektin pati gandum mengandung 25 amilosa dan 75 amilopektin, pati singkong mengandung 20 amilosa dan 80 amilopektin Noranizan, et al.,
Universitas Sumatera Utara
2010. Struktur, kandungan dan jenis material pada tiap sumber pati berbeda-beda tergantung pada sifat-sifat botani sumber pati tersebut Winarno, 2002.
Hasil uji swelling power pati pisang kepok diperoleh sebesar 8,6 , ini menunjukkan bahwa pati pisang kepok memiliki daya pengembangan. Sifat
swelling menandakan karakteristik absorpsi air oleh butir pati selama pemanasan. Swelling power sangat dipengaruhi oleh keberadaan amilosa dan amilopektin
sebagai komponen penyusun pati. Penurunan jumlah amilosa menyebabkan kenaikan swelling power Daramola dan Osanyinlusi, 2006. Dengan kata lain,
semakin kecil kandungan amilosa, semakin tinggi kandungan amilopektinnya maka kemampuan swelling butir pati semakin meningkat Winarno, 2002.
4.2 Hasil Pemeriksaan Maltodekstrin