Penggunaan Maltodekstrin Hasil Hidrolisis Pati Pisang pada Formulasi Sediaan Orally Disintegrating Tablet (ODT)

(1)

TESIS

PENGGUNAAN MALTODEKSTRIN HASIL HIDROLISIS

PATI PISANG PADA FORMULASI SEDIAAN

ORALLY DISINTEGRATING TABLET (ODT)

OLEH:

MINDA SARI LUBIS

NIM 087014002

PROGRAM STUDI MAGISTER DAN DOKTOR ILMU FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Medan


(2)

PENGGUNAAN MALTODEKSTRIN HASIL HIDROLISIS

PATI PISANG PADA FORMULASI SEDIAAN

ORALLY DISINTEGRATING TABLET (ODT)

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Ilmu Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

MINDA SARI LUBIS

NIM 087014002

PROGRAM STUDI MAGISTER DAN DOKTOR ILMU FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Medan


(3)

PERSETUJUAN TESIS

Nama Mahasiswa : Minda Sari Lubis No. Induk Mahasiswa : 087014002

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Penggunaan Maltodekstrin Hasil Hidrolisis Pati Pisang pada Formulasi Sediaan Orally

Disintegrating Tablet (ODT)

Medan, September 2011 Menyetujui:

Komisi Pembimbing, Ketua,

Prof. Dr. Karsono, Apt. NIP 195409091982011001 Anggota,

Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt. NIP 194908111976031001

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Dr. Karsono, Apt. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195409091982011001 NIP 195311281983031002


(4)

PENGESAHAN TESIS

Nama Mahasiswa : Minda Sari Lubis No. Induk Mahasiswa : 087014002

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Penggunaan Maltodekstrin Hasil Hidrolisis Pati Pisang pada Formulasi Sediaan Orally

Disintegrating Tablet (ODT)

Telah di uji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji Tesis pada hari Kamis tanggal empat bulan Agustus tahun dua ribu sebelas

Mengesahkan: Tim Penguji Tesis

Ketua Tim Penguji : Prof. Dr. Karsono, Apt.

Anggota Tim Penguji : 1. Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt. 2. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.

3. Prof. Dr. M. Timbul Simanjuntak, M.Sc., Apt.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur khadirat Allah SWT atas segala nikmat yang tak terhingga sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul Penggunaan Maltodekstrin Hasil Hidrolisis Pati Pisang pada Formulasi Sediaan Orally Disintegrating Tablet (ODT) sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Sains pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Shalawat dan salam kepada Rasullullah SAW.

Selama menyelesaikan penelitian dan tesis ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Untuk itu penulis ingin menghaturkan penghargaan dan terima kasih yang tiada terhingga kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc., (CTM)., Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Magister.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah menyediakan fasilitas dan kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswa Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi.

3. Ketua Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., dan juga selaku Pembimbing I yang tiada hentinya memberikan dorongan dan semangat sehingga penulis terpacu untuk menyelesaikan pendidikan Program Magister Farmasi.

4. Bapak Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt., selaku Pembimbing II yang telah membimbing, mengarahkan, memberi saran, dan dorongan dengan penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan, penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Bapak Prof. Urip Harahap, Apt. dan Bapak Prof. Dr. Timbul Simanjuntak, M.Sc., Apt., sebagai penguji.

6. Bapak Drs. Agusmal Dalimunthe MS., Apt., Kepala Laboratorium Formulasi Tablet beserta staf.


(6)

7. Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, Apt., Kepala Laboratorium Penelitian beserta staf.

Serta buat semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dalam penelitian tesis ini. Kiranya Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.Akhir kata semoga tulisan ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, September 2011 Penulis


(7)

PENGGUNAAN MALTODEKSTRIN HASIL HIDROLISIS

PATI PISANG PADA FORMULASI SEDIAAN ORALLY

DISINTEGRATING TABLET (ODT)

Abstrak

Maltodekstrin merupakan salah satu turunan pati yang dihasilkan dari proses hidrolisis parsial oleh enzim α-amilase yang memiliki nilai Dextrose Equivalent (DE) kurang dari 20. Aplikasi maltodekstrin telah banyak pada industri makanan dan industri farmasi. Untuk meningkatkan penggunaan maltodekstrin, maka penelitian ini mencoba penggunaan maltodekstrin sebagai disintegrant pada sediaan Orally Disintegrating Tablet (ODT). ODT atau tablet hancur di mulut merupakan salah satu sediaan obat yang paling berguna untuk pasien geriatrik dan pediatrik yang mengalami kesulitan dalam menelan tablet atau kapsul konvensional. Kriteria utama dari ODT adalah cepat larut atau cepat hancur di dalam rongga mulut dengan bantuan air liur dalam waktu 15 sampai 60 detik. Metoklopramida dipilih sebagai model obat untuk Orally Disintegrating Tablet di mana memberikan keuntungan pada pasien-pasien tertentu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi maltodekstrin yang dihasilkan melalui proses hidrolisis pati pisang dengan enzim α-amilase sebagai disintegrant pada sediaan ODT, mengetahui pengaruh variasi jumlah maltodekstrin terhadap karakteristik ODT, mengetahui disolusi dari ODT dan tablet metoklorpramida dalam rangka evaluasi maltodekstrin sebagai disintegrant. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pembuatan pati pisang dan analisis karakteristik pati pisang, pembuatan maltodekstrin dan analisis karakteristik maltodekstrin, selanjutnya maltodekstrin diformulasikan menjadi sediaan ODT.

Hasil analisis karakterisasi maltodekstrin menunjukkan rendemen 36,42%, mikroskopik berupa granul tunggal, tidak ditemukan partikel granul pati yang utuh seperti tidak adanya hilus dan lamella, solubility 42,7%, swelling power 11,43%, identifikasi maltodekstrin memberikan endapan merah bata dengan larutan Fehling dan memiliki nilai DE maksimal 17,18 serta analisis spektofotometri inframerah yang mempunyai pola puncak yang sama dengan maltodekstrin komersil. Organoleptis berupa serbuk bewarna agak kekuningan, tidak berasa dan tidak berbau. Kadar air dan kadar abu maltodekstrin sebesar 7,35% dan 0,71%, sudut diam 35,3o dengan waktu alir 12,9 detik dan Indeks kompresibilitas 19 %.

Hasil evaluasi tablet dari 5 formula ODT yang diteliti, menunjukkan ODT dengan maltodekstrin 15% (ODT4) memberikan waktu hancur in vitro yang paling cepat yaitu sebesar 22,2 detik. Kadar obat rata-rata dari ODT4 sebesar 102,06%, keseragaman kandungan rata-rata sebesar 102,93%, waktu pembasahan rata-rata sebesar 42,095 detik, waktu hancur in vivo rata-rata berkisar antara 55,38 detik sampai 75,72 detik. Selain itu, disolusi dari ODT4 dan tablet metoklopramida menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik (p < 0,05).


(8)

THE USE OF MALTODEXTRIN OF BANANA STARCH IN

THE FORMULATION OF ORALLY DISINTEGRATING

TABLET

Abstract

Maltodextrin is a starch derivative resulting from the partial hydrolysis by

α-amylase enzyme which has a Dextrose Equivalent (DE) value of less than 20. Maltodextrin has many applications in food and pharmaceutical industries. To increase the use of maltodextrin, the study sought to use maltodextrin as the disintegrant in Orally Disintegrating Tablet (ODT). ODT or crushed tablets in the mouth is one of the most useful drug dosage to geriatric and pediatric patients who have difficulty in swallowing conventional tablets or capsules. The main criteria of the ODT is a fast dissolve or rapidly disintegrated in the oral cavity with the help of saliva within 15 to 60 seconds. Metoklopramida chosen as a model drug, which is a drug candidate for Orally Disintegrating Tablet which provides advantages in certain patients.

The aims of this study is to determine the function of maltodextrin produced by the hydrolysis of banana starch with α-amylase enzyme as desintegrant in ODT, to determine the effect of variation the amount of maltodextrin in ODT characteristics, to determine the dissolution of ODT and metoclorpramide tablets in order to evaluate maltodextrin as disintegrant. The method used in this study includes the making of banana starch and analysis of banana starch characteristic, the making of maltodekstrin and analysis of maltodekstrin characteristic, and then the maltodekstrin was formulated to become ODT.

Results analysis of the characterization of maltodextrin shows the yield 36.42%, microscopically is a single granule, not found the intact starch granule particle as such as lack of hilum and lamella, solubility 42.7%, swelling power 11.43%, the identification of maltodextrin provided brick red precipitate with Fehling solution and maximal DE value 17.18 and analysis of infrared spectrophotometry have a peak pattern similar to commercial maltodextrin. Organoleptic yellowish powder, tasteless and odorless. Maltodextrin has moisture content and ash content 7.35% and 0.71%, the angle of repose 35.3 with flow o rate 12.9 seconds and compressibility index 19%.

Results of the evaluation of tablets from 5 ODT formulas, showed the ODT with 15% maltodextrin (ODT4) gave the fastest in vitro disintegration time of 22.2 seconds. The average drug content of the ODT4 102.06%, the uniformity of content of average 102.93%, the average wetting time 42.095 seconds, the in vivo disintegration time average ranged from 55.38 seconds up to 75.72 seconds. In addition, dissolution of ODT4 and metoclopramide tablets showed that statistically there was a significant difference (p < 0.05).


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PERSETUJUAN TESIS ... iii

PENGESAHAN TESIS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 8

1.3 Perumusan Masalah ... 9

1.4 Hipotesis Penelitian ... 10

1.5 Tujuan Penelitian ... 10

1.5.1 Tujuan Umum ... 10

1.5.2 Tujuan Khusus ... 10

1.6 Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Pisang Kepok... ... 12

2.2 Pati ... ... 15

2.3 Enzim α-amilase ... 19

2.4 Maltodekstrin... 22

2.5 Orally Disintegrating Tablet... 25

2.5.1 Karakteristik Ideal ODT... 26

2.5.2 Kelebihan dan Kekurangan Formulasi ODT ... 27


(10)

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Desain Penelitian ... 30

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

3.3 Alat dan Bahan ... 31

3.3.1 Alat-alat yang digunakan ... 31

3.3.2 Bahan-bahan yang digunakan... 31

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 32

3.4.1 Larutan Natrium Sulfit ... 32

3.4.2 Larutan Iodium 0,005 M ... 32

3.4.3 Larutan Natrium Hidroksida 0,1 N ... 32

3.4.4 Larutan Asam Klorida 0,1 N ... 32

3.4.5 Larutan Fehling A ... 32

3.4.6 Larutan Fehling B ... 33

3.4.7 Larutan Fehling ... 33

3.4.8 Larutan Glukosa Standard ... . 33

3.4.9 Larutan Indikator Metilen biru 0,2 % ... 33

3.5 Bahan Penelitian ... 33

3.5.1 Pengambilan Bahan ... 33

3.5.2 Pembuatan Pati Pisang ... 34

3.5.3 Karakterisasi Pati Pisang ... 34

3.5.3.1 Rendemen ... 34

3.5.3.2 Mikroskopik ... 35

3.5.3.3 Organoleptis ... 35

3.5.3.4 Identifikasi ... 35

3.5.3.4.1 Analisis Pati... 35

3.5.3.4.2 Iodine Test ... 35

3.5.3.4.3 Analisis dengan Kertas Lakmus . 35 3.5.3.4.4 Analisis pH... 36

3.5.3.5 Kadar Air... 36

3.5.3.6 Kadar Abu ... 36

3.5.3.7 Uji Solubility ... 37


(11)

3.5.4 Pembuatan Maltodekstrin... 37

3.5.5 Karakteristik Maltodekstrin ... 38

3.5.3.1 Rendemen ... 38

3.5.3.2 Mikroskopik ... 38

3.5.3.6 Organoleptis ... 38

3.5.3.5 Identifikasi ... 39

3.5.5.5.1 Uji Fehling ... 39

3.5.5.5.2 Iodine Test. ... 39

3.5.5.5.3 Analisis pH ... 39

3.5.5.5.4 Penentuan Dextrose Equivalent .. 39

3.5.5.5.5 Analisis Spektrofotometri Infra Merah ... 40

3.5.3.7 Kadar Air... 40

3.5.3.8 Kadar Abu ... 41

3.5.3.3 Uji Solubility ... 41

3.5.3.4 Uji Swelling Power ... 42

3.5.5.9 Sudut Diam ... 42

3.5.5.10 Uji Laju Alir ... 42

3.5.5.11 Indeks Kompresibilitas ... 43

3.5.6 Pembuatan ODT Metoklopramida ... 43

3.5.7 Uji Preformulasi tiap Formula ... 44

3.5.7.1 Sudut Diam ... 44

3.5.7.2 Penetapan Waktu Alir ... 45

3.5.7.3 Penetapan Indeks Kompresibilitas ... 45

3.5.8 Evaluasi Tablet terhadap Berbagai Formula ... 45

3.5.8.1 Uji Friabilitas ... 45

3.5.8.2 Uji Kekerasan ... 46

3.5.8.3 Uji Waktu Hancur In Vitro ... 46

3.5.9 Evaluasi Tablet terhadap Formula yang Paling Baik 46 3.5.9.1 Penetapan Kadar Zat Berkhasiat secara Spektrofotometri Ultraviolet ... 46


(12)

3.5.9.1.1 Pembuatan Larutan Baku

Induk Metoklorpramida HCl ... 46

3.5.9.1.2 Pembuatan Kurva Serapan ... 47

3.5.9.1.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 47

3.5.9.1.4 Penetapan Kadar Metoklopramida dalam ODT... 47

3.5.9.2 Uji Keseragaman Sediaan ... 48

3.5.9.3 Uji Waktu Pembasahan ... 48

3.5.9.4 Uji Waktu Hancur In Vivo ... 49

3.5.9.4 Uji Profil Pelepasan Bahan Obat (Disolusi). 49 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

4.1 Hasil Pemeriksaan Pati Pisang ... 51

4.2 Hasil Pemeriksaan Maltodekstrin ... 55

4.2.1 Pembuatan Maltodekstrin ... 55

4.2.2 Hasil Karakteristik Maltodekstrin ... 58

4.3 Pembuatan ODT Metoklorpramida ... 67

4.3.1 Hasil Uji Preformulasi tiap Formula ... 67

4.3.2 Hasil Evaluasi Tablet terhadap Berbagai Formula ... 69

4.3.3 Hasil Penetapan Kadar Zat Berkhasiat tehadap Tablet ODT4 ... 72

4.3.4 Hasil Uji Keseragaman Sediaan terhadap Tablet ODT4 72 4.3.5 Hasil Uji Waktu Pembasahan terhadap Tablet ODT4 72 4.3.6 Hasil Uji Waktu Hancur In Vivo ... 73

4.3.7 Hasil Uji Disolusi... ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

5.1 Kesimpulan ... 78

5.2 Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Kriteria ODT Metoklorpramida yang diharapkan... 43

Tabel 3.2 Komposisi ODT Metoklorpramida... 44

Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi pati pisang... 51

Tabel 4.2 Kondisi pembuatan maltodekstrin dari pati pisang... 57

Tabel 4.3 Hasil analisis terhadap karakterisasi maltodekstrin... 59

Tabel 4.4 Data hasil uji preformulasi massa serbuk... 67

Tabel 4.5 Hasil Evaluasi tablet... 70

Tabel 4.6 Hasil % kumulatif rata-rata uji disolusi sediaan ODT4 dan tablet metoklopramida... 76


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Diagram yang menunjukkan kerangka konsep penelitian

pembuatan maltodekstrin sebagai desintegrant... 8

Gambar 1.2 Diagram yang menunjukkan kerangka konsep penelitian pembuatan Orally Desintegrating Tablet... 9

Gambar 2.1 Struktur Pati... 17

Gambar 2.2 Struktur Maltodekstrin... 23

Gambar 2.3 Struktur Metoklopramida... 28

Gambar 4.1 Bentuk mikroskopik pati pisang dengan perbesaran 400x.... 52

Gambar 4.2 Bentuk mikroskopik maltodekstrin pisang kepok dengan perbesaran 400 x... 61

Gambar 4.3 Bentuk mikroskopik maltodekstrin komersil dengan perbesaran 400 x... 61

Gambar 4.4 Spektrum FT-IR maltodekstrin pisang kepok ... 64

Gambar 4.5 Spektrum FT-IR maltodekstrin komersil... 64

Gambar 4.6 Grafik % kumulatif rata-rata hasil uji disolusi sediaan ODT4 dan tablet metoklopramida (Primperan) dalam medium disolusi air suling... 76


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Sertifikat Analisis Maltodekstrin... 84

Lampiran 2 Sertifikat Analisis Metoklopramida Hidroklorida... 85

Lampiran 3 Pisang Kepok………... 86

Lampiran 4 Bagan pembuatan pati pisang kepok... 87

Lampiran 5 Gambar pembuatan pati pisang kepok... 88

Lampiran 6 Data hasil rendemen pati pisang... 90

Lampiran 7 Data hasil % solubility pati pisang... 91

Lampiran 8 Data hasil swelling power pati pisang... 92

Lampiran 9 Data hasil kadar abu pati pisang...93

Lampiran 10 Data hasil kadar air pati pisang...94

Lampiran 11 Bagan pembuatan maltodekstrin...95

Lampiran 12 Gambar proses pembuatan maltodekstrin... 96

Lampiran 13 Data hasil rendemen maltodekstrin... 97

Lampiran 14 Data hasil % solubility maltodekstrin...98

Lampiran 15 Data hasil swelling power maltodekstrin...99

Lampiran 16 Data hasil kadar abu maltodekstrin...100

Lampiran 17 Data hasil kadar air maltodekstrin... 101

Lampiran 18 Data hasil Uji Dextrose Equivalent...102

Lampiran 19 Data hasil sudut diam dan waktu alir maltodekstrin...104

Lampiran 20 Data hasil indeks kompresibilitas maltodekstrin...105

Lampiran 21 Tablet ODT metoklopramida dengan berbagai konsentrasi maltodekstrinsebagaidisintegrant...106

Lampiran 22 Data hasil uji preformulasi ODT1... 107

Lampiran 23 Data hasil uji preformulasi ODT2... 108

Lampiran 24 Data hasil uji preformulasi ODT3... 109

Lampiran 25 Data hasil uji preformulasi ODT4... 110

Lampiran 26 Data hasil uji preformulasi ODT5... 111

Lampiran 27 Data hasil friabilitas ODT... 112


(16)

Lampiran 30 Data hasil penentuan kurva serapan metoklopramida baku dalam

larutan HCL 0,1 N... 115

Lampiran 31 Data hasil penentuan kurva kalibrasi metoklopramida baku dalam larutan HCL 0,1 N...116

Lampiran 32 Data hasil penentuan kadar metoklopramida pada ODT4…117 Lampiran 33 Data hasil uji keseragaman sediaan ODT4... 119

Lampiran 34 Data hasil uji waktu pembasahan ODT4... 120

Lampiran 35 Gambar uji waktu pembasahan ODT4... 121

Lampiran 36 Data hasil uji waktu hancur in vivo ODT4... 122

Lampiran 37 Gambar uji waktu hancur in vivo ODT4... 124

Lampiran 38 Data hasil penentuan kurva serapan metoklopramida baku dalam air suling... 130

Lampiran 39 Data hasil penentuan kurva kalibrasi metoklopramida baku dalam air suling... 131

Lampiran 40 Data hasil uji disolusi ODT4...132

Lampiran 41 Data hasil uji waktu hancur in vitro terhadap ODT4 dan tablet metoklopramida... 138

Lampiran 42 Data hasil analisis t-test secara SPSS uji disolusi ODT4 dan tablet metoklopramida ...139

Lampiran 43 Spesifikasi enzim α-amilase...141

Lampiran 44 Hasil spektrum inframerah maltodekstrin pati pisang...142

Lampiran 45 Hasil spektrum inframerah maltodekstrin komersil...143


(17)

PENGGUNAAN MALTODEKSTRIN HASIL HIDROLISIS

PATI PISANG PADA FORMULASI SEDIAAN ORALLY

DISINTEGRATING TABLET (ODT)

Abstrak

Maltodekstrin merupakan salah satu turunan pati yang dihasilkan dari proses hidrolisis parsial oleh enzim α-amilase yang memiliki nilai Dextrose Equivalent (DE) kurang dari 20. Aplikasi maltodekstrin telah banyak pada industri makanan dan industri farmasi. Untuk meningkatkan penggunaan maltodekstrin, maka penelitian ini mencoba penggunaan maltodekstrin sebagai disintegrant pada sediaan Orally Disintegrating Tablet (ODT). ODT atau tablet hancur di mulut merupakan salah satu sediaan obat yang paling berguna untuk pasien geriatrik dan pediatrik yang mengalami kesulitan dalam menelan tablet atau kapsul konvensional. Kriteria utama dari ODT adalah cepat larut atau cepat hancur di dalam rongga mulut dengan bantuan air liur dalam waktu 15 sampai 60 detik. Metoklopramida dipilih sebagai model obat untuk Orally Disintegrating Tablet di mana memberikan keuntungan pada pasien-pasien tertentu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi maltodekstrin yang dihasilkan melalui proses hidrolisis pati pisang dengan enzim α-amilase sebagai disintegrant pada sediaan ODT, mengetahui pengaruh variasi jumlah maltodekstrin terhadap karakteristik ODT, mengetahui disolusi dari ODT dan tablet metoklorpramida dalam rangka evaluasi maltodekstrin sebagai disintegrant. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pembuatan pati pisang dan analisis karakteristik pati pisang, pembuatan maltodekstrin dan analisis karakteristik maltodekstrin, selanjutnya maltodekstrin diformulasikan menjadi sediaan ODT.

Hasil analisis karakterisasi maltodekstrin menunjukkan rendemen 36,42%, mikroskopik berupa granul tunggal, tidak ditemukan partikel granul pati yang utuh seperti tidak adanya hilus dan lamella, solubility 42,7%, swelling power 11,43%, identifikasi maltodekstrin memberikan endapan merah bata dengan larutan Fehling dan memiliki nilai DE maksimal 17,18 serta analisis spektofotometri inframerah yang mempunyai pola puncak yang sama dengan maltodekstrin komersil. Organoleptis berupa serbuk bewarna agak kekuningan, tidak berasa dan tidak berbau. Kadar air dan kadar abu maltodekstrin sebesar 7,35% dan 0,71%, sudut diam 35,3o dengan waktu alir 12,9 detik dan Indeks kompresibilitas 19 %.

Hasil evaluasi tablet dari 5 formula ODT yang diteliti, menunjukkan ODT dengan maltodekstrin 15% (ODT4) memberikan waktu hancur in vitro yang paling cepat yaitu sebesar 22,2 detik. Kadar obat rata-rata dari ODT4 sebesar 102,06%, keseragaman kandungan rata-rata sebesar 102,93%, waktu pembasahan rata-rata sebesar 42,095 detik, waktu hancur in vivo rata-rata berkisar antara 55,38 detik sampai 75,72 detik. Selain itu, disolusi dari ODT4 dan tablet metoklopramida menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik (p < 0,05).


(18)

THE USE OF MALTODEXTRIN OF BANANA STARCH IN

THE FORMULATION OF ORALLY DISINTEGRATING

TABLET

Abstract

Maltodextrin is a starch derivative resulting from the partial hydrolysis by

α-amylase enzyme which has a Dextrose Equivalent (DE) value of less than 20. Maltodextrin has many applications in food and pharmaceutical industries. To increase the use of maltodextrin, the study sought to use maltodextrin as the disintegrant in Orally Disintegrating Tablet (ODT). ODT or crushed tablets in the mouth is one of the most useful drug dosage to geriatric and pediatric patients who have difficulty in swallowing conventional tablets or capsules. The main criteria of the ODT is a fast dissolve or rapidly disintegrated in the oral cavity with the help of saliva within 15 to 60 seconds. Metoklopramida chosen as a model drug, which is a drug candidate for Orally Disintegrating Tablet which provides advantages in certain patients.

The aims of this study is to determine the function of maltodextrin produced by the hydrolysis of banana starch with α-amylase enzyme as desintegrant in ODT, to determine the effect of variation the amount of maltodextrin in ODT characteristics, to determine the dissolution of ODT and metoclorpramide tablets in order to evaluate maltodextrin as disintegrant. The method used in this study includes the making of banana starch and analysis of banana starch characteristic, the making of maltodekstrin and analysis of maltodekstrin characteristic, and then the maltodekstrin was formulated to become ODT.

Results analysis of the characterization of maltodextrin shows the yield 36.42%, microscopically is a single granule, not found the intact starch granule particle as such as lack of hilum and lamella, solubility 42.7%, swelling power 11.43%, the identification of maltodextrin provided brick red precipitate with Fehling solution and maximal DE value 17.18 and analysis of infrared spectrophotometry have a peak pattern similar to commercial maltodextrin. Organoleptic yellowish powder, tasteless and odorless. Maltodextrin has moisture content and ash content 7.35% and 0.71%, the angle of repose 35.3 with flow o rate 12.9 seconds and compressibility index 19%.

Results of the evaluation of tablets from 5 ODT formulas, showed the ODT with 15% maltodextrin (ODT4) gave the fastest in vitro disintegration time of 22.2 seconds. The average drug content of the ODT4 102.06%, the uniformity of content of average 102.93%, the average wetting time 42.095 seconds, the in vivo disintegration time average ranged from 55.38 seconds up to 75.72 seconds. In addition, dissolution of ODT4 and metoclopramide tablets showed that statistically there was a significant difference (p < 0.05).


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tumbuhan Pisang banyak terdapat di Indonesia dan dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis dan subtropis. Di Asia, Indonesia merupakan penghasil pisang terbesar yaitu kira-kira 50% dari produksi pisang Asia. Pisang merupakan buah-buahan terpenting di Indonesia, dengan jumlah produksi tertinggi diantara buah-buahan yang ada (Prabawati, dkk., 2008). Pisang merupakan tumbuhan yang tidak mengenal musim dan mudah berkembangbiak; hal tersebut menyebabkan ketersediaan buah pisang di pasaran selalu melimpah. Kendala yang ada adalah buah pisang memiliki waktu penyimpanan yang relatif singkat karena mempunyai kadar air yang tinggi sehingga membuat buah pisang cepat busuk. Salah satu cara untuk mengatasi kendala tersebut yakni untuk memperpanjang daya simpan serta daya penggunaannya, buah pisang diolah menjadi berbagai produk seperti dalam bentuk tepung pisang atau produk olahan lain.

Pengolahan buah pisang menjadi tepung merupakan salah satu alternatif. Tepung buah pisang mengandung karbohidrat yang cukup tinggi yaitu 70% - 80% (Prabawati, dkk., 2008), sehingga buah pisang cukup potensial dikembangkan sebagai sumber pati.

Di Indonesia, kebanyakan industri pati mengandalkan satu jenis bahan baku saja, yaitu singkong. Selama ini kurang ada usaha untuk mencari alternatif pati selain singkong, umbi-umbian (umbi kimpul, kentang dan ganyong) dan rumput-rumputan (gandum dan padi). Ada baiknya dilakukan diverifikasi sumber


(20)

pati sehingga pasokan tidak terhalang jika terjadi gangguan penyediaan bahan baku konvensional. Berdasarkan perihal tersebut, perlu diteliti sumber pati lain dari bahan alam. Salah satunya adalah buah pisang. Pada penelitian ini buah pisang yang digunakan adalah pisang kepok mentah. Menurut Bello, et al., (2002), kandungan pati yang terbesar terdapat pada buah-buahan yang belum ranum, kandungan patinya mencapai 70% dari berat keringnya. Pada saat buah menjadi ranum, maka sebagian pati akan diubah menjadi sukrosa sehingga kadar patinya menurun. Pada waktu kadar pati menurun, kandungan sukrosa akan naik, dan sukrosa yang terbentuk akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa (Winarno, 2002). Buah pisang kepok menghasilkan pati dengan warna lebih putih jika dibandingkan dengan pati dari pisang ambon dan pisang siem yang menghasilkan pati bewarna coklat kehitaman (Satuhu dan Supriyadi, 1999; Prabawati, dkk 2008). Pati pisang kepok memiliki sifat fisikokimia pati yang baik, sehingga buah pisang kepok memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai sumber pati sebagai bahan pangan maupun keperluan lain, misalnya sebagai bahan tambahan dalam bidang farmasi, baik dalam bentuk pati asli ataupun dalam bentuk hasil modifikasi.

Pati alami (belum dimodifikasi) mempunyai beberapa kelemahan pada karakteristiknya yaitu tidak larut dalam air dingin, membutuhkan waktu yang lama dalam pemasakan, pasta yang dihasilkan cukup keras, dan mempunyai kestabilan yang rendah. Dengan berbagai kekurangan tadi, maka dikembangkan berbagai modifikasi terhadap pati yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar (industri) yang berbeda-beda tersebut. Modifikasi pati dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang lebih baik dari sifat pati sebelumnya atau


(21)

untuk merubah beberapa sifat yang diharapkan agar dapat memenuhi kebutuhan tertentu. Pati termodifikasi banyak digunakan dalam bidang industri, misalnya industri pangan, industri kertas dan industri farmasi. Dewasa ini metode yang banyak digunakan untuk memodifikasi pati adalah dengan cara hidrolisis, modifikasi pati secara kimia dan modifikasi pati secara fisika. Setiap metode modifikasi pati menghasilkan pati termodifikasi dengan sifat yang berbeda-beda (Anonim, 2006). Modifikasi pati secara hidrolisis dapat dilakukan dengan penambahan asam atau enzim. Metode hidrolisis menggunakan asam memiliki kelemahan diantaranya tidak ramah lingkungan, karena residu yang dihasilkan dari proses hidrolisis asam akan mencemari lingkungan. Hidrolisis asam juga bersifat toksik apabila terhirup dalam waktu yang lama sehingga terakumulasi dalam tubuh dan menyebabkan berbagai penyakit. Proses hidrolisis menggunakan katalis asam hanya menghidrolisis secara acak dan juga memerlukan suhu yang sangat tinggi, yaitu 120oC – 160oC agar hidrolisis dapat terjadi. Berdasarkan kelemahan tersebut proses hidrolisis pati menggunakan asam jarang digunakan. Metode hidrolisis pati yang lebih sering digunakan adalah secara enzimatis dengan menggunakan enzim. Enzim yang digunakan adalah amilase, seperti α -amilase. α-amilase dapat menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosida secara spesifik (Assegaf, 2009). Pada penelitian ini, dipilih metode modifikasi pati secara hidrolisis menggunakan enzim, karena memiliki keunggulan dibandingkan dengan hidrolisis menggunakan asam. Proses hidrolisis pati secara enzimatik juga lebih ekonomis, dapat dilakukan pada suhu rendah dan mudah dalam pengontrolan proses hidrolisisnya (Sadeghi, et al., 2008).


(22)

Maltodekstrin merupakan salah satu turunan pati yang dihasilkan dari proses hidrolisis parsial oleh enzim α-amilase yang memiliki nilai Dextrose Equivalent (DE) kurang dari 20. DE menyatakan jumlah total gula pereduksi hasil hidrolisis pati. Maltodekstrin memiliki kelarutan yang lebih tinggi, mampu membentuk film, memiliki higroskopisitas rendah, mampu sebagai pembantu pendispersi, mampu menghambat kristalisasi dan memiliki daya ikat kuat (Luthana, 2008). Maltodekstrin tidak berasa dan dikenal sebagai bahan tambahan makanan yang aman (Blancard dan Katz, 1995). Maltodekstrin merupakan bahan tambahan makanan yang telah diaplikasikan selama 35 tahun. Maltodekstrin lebih mudah larut daripada pati, harga maltodekstrin lebih murah dibandingkan dengan major edible hydrocolloids lainnya, maltodekstrin juga mempunyai rasa yang enak dan lembut (Sadeghi, et al., 2008).

Maltodekstrin memiliki penggunaan yang lebih banyak dalam industri pangan, bahkan farmasi. Maltodekstrin telah banyak digunakan pada industri makanan, seperti pada minuman susu bubuk, minuman berenergi dan minuman Prebiotik (Blancard dan Katz, 1995). Beberapa penelitian sebelumnya di bidang farmasi telah menggunakan maltodekstrin sebagai niosom pembawa obat (Anwar, 2004) dan maltodekstrin sebagai bahan penyalut lapis tipis tablet (Anwar, 2002). Pati pisang telah digunakan sebagai bahan dasar dalam memproduksi maltodekstrin (Bello, et al., 2002). Struktur maltodekstrin tergantung dari sumber botaninya, karena masing-masingnya mempunyai sifat fisika dan kimia yang berbeda-beda. Berdasarkan sifat dan kegunaan maltodekstrin yang dipaparkan diatas dan untuk meningkatkan penggunaan maltodekstrin, maka penelitian ini


(23)

mencoba penggunaan maltodekstrin sebagai disintegrant pada sediaan Orally Disintegrating Tablet (ODT).

ODT merupakan salah satu bentuk penyampaian obat untuk tujuan tertentu. Walaupun banyak kemajuan besar dalam penyampaian obat, rute oral merupakan rute yang dianggap sempurna untuk pemberian zat berkhasiat obat karena pemberiannya yang mudah sehingga meningkatkan kepatuhan pasien dan juga merupakan terapi dengan biaya yang rendah (Patel, et al., 2006).

Tablet merupakan bentuk sediaan padat oral yang paling umum digunakan, karena lebih nyaman untuk dibawa, rasa dan bau bahan obat yang tidak menyenangkan dapat ditutupi. Walaupun serbuk atau kapsul juga merupakan bentuk sediaan oral, tetapi keduanya mempunyai kelemahan seperti dapat melekat di tenggorokan atau faring. Bentuk sediaan cairan, seperti emulsi atau suspensi, memiliki masalah pada stabilitas bahan obat dan tidak praktis untuk membawa atau menggunakan bentuk sediaan cairan tersebut, ini menunjukkan bahwa tablet memiliki keunggulan. Banyak pasien sulit menelan tablet dan kapsul gelatin keras sehingga pasien tersebut tidak meminum obat mereka seperti yang dianjurkan. Kesulitan dalam menelan dialami hampir 35% dari pasien geriatrik. Pasien geriatrik banyak yang mengalami kesulitan meminum obat dalam bentuk sediaan konvensional (larutan, suspensi, tablet dan kapsul) karena tangan mereka yang tremor dan kesulitan pasien geriatrik menelan obat. Masalah menelan juga umum pada pasien pediatrik di bawah umur 12 tahun. Kelompok lain, yang mungkin mengalami masalah dalam menelan bentuk sediaan padat adalah pasien disfagia. Dalam beberapa kasus seperti mabuk perjalanan, serangan alergi yang mendadak atau batuk dan tidak tidak adanya persediaan air minum portabel,


(24)

menelan tablet atau kapsul dapat menjadi sulit. Dalam rangka membantu pasien, beberapa sistem penyampaian obat cepat hancur telah dikembangkan (Sharma, 2008). Orally Disintegrating Tablet (ODT) dapat hancur dan terdispersi di dalam rongga mulut dengan sedikit air liur, sehingga tidak diperlukan air untuk menelan obat (pasien dapat membawa ODT ini tanpa sumber portabel air minum) (Patel, et al., 2006).

Menurut FDA (Food and Drugs Administration, Amerika Serikat), ODT didefinisikan sebagai suatu bentuk sediaan padat mengandung senyawa aktif obat, yang dapat hancur secara cepat, biasanya dalam hitungan detik, ketika diletakkan di atas lidah. Kriteria utama dari ODT adalah cepat hancur didalam rongga mulut dengan bantuan air liur dalam 15 sampai 60 detik (Indurwade, et al., 2002). Zat penghancur (disintegrant) digunakan untuk memenuhi kriteria tablet hancur pada batas waktu yang ditetapkan. ODT dapat diformulasi dengan berbagai metode. Di antaranya adalah cetak langsung (direct compression). Teknik cetak langsung tidak memerlukan alat khusus atau wadah khusus untuk membentuk tablet. Namun, formulasi yang dirancang pada suatu penelitian sangat penting untuk mendapatkan tablet yang menunjukkan tingkat disintegrasi dan kekerasan yang tepat. Waktu disintegrasi tergantung pada karakteristik fisika kimia bahan obat dan bahan tambahan.

Metoklopramida yang merupakan suatu antiemetik, dipilih sebagai model obat dalam penelitian ini, karena metoklopramida dapat diberikan pada pasien mabuk perjalanan yang kemungkinan tidak mempunyai sumber portable air minum pada waktu ingin meminum obatnya. Contohnya pasien penumpang kapal terbang atau pasien yang sedang menempuh perjalanan jauh. Pada


(25)

peristiwa-peristiwa seperti itu, metoklopramida merupakan model obat yang sesuai untuk ODT dengan memberikan keuntungan pada pasien-pasien tertentu (Alanazi, 2007).

Berdasarkan pemaparan diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti maltodekstrin sebagai disintegrant yang akan diformulasikan ke dalam bentuk sediaan ODT, sebagai bahan obatnya adalah metoklopramida. ODT yang diformulasi akan dievaluasi friabilitas, kekerasan, dan waktu hancur in vitro. ODT yang memiliki waktu hancur in vitro yang paling baik, selanjutnya akan dievaluasi kadar zat berkhasiat, keseragaman kandungan, waktu pembasahan, waktu hancur in vivo dan disolusi. Disolusi dari ODT tersebut akan dibandingkan dengan tablet metoklopramida komersil.


(26)

1.2Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan hal-hal yang dipaparkan pada latar belakang, maka kerangka konsep penelitian adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1 dan 1.2.

Pisang Kepok mentah

Pati Pisang

Maltodekstrin

Disintegrant pada sediaan ODT

Rendemen Mikroskopik Organoleptis Kadar air Kadar abu Solubility Swelling Sudut Diam Indeks Kompresibilitas Identifikasi Penentuan Dextrose Equivalent Uji Fehling Analisis pH Analisis Infra Merah Iodine test Laju alir Karakteristik Analisis pati Iodine test Analisis dengan kertas lakmus Mikroskopik Organoleptis Kadar air Kadar abu Solubility Swelling Rendemen Identifikasi Analisis pH Karakteristik

Gambar 1.1. Diagram pembuatan maltodekstrin yang akan digunakan sebagai disintegrant pada sediaan ODT.


(27)

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Preformulasi

Waktu Alir (detik)

Indeks Kompresibilitas (%)

Disolusi (%)

Keseragaman Sediaan (%) Kadar Zat Berkhasiat (%) Waktu Pembasahan (detik) Kekerasan (kg)

In Vitro

In Vivo Waktu Hancur

(detik)

Friabilitas (%) Karakteristik

Tablet

Sudut diam (o)

Jumlah Disintegrant

Gambar 1.2. Diagram yang menunjukkan kerangka konsep penelitian pembuatan Orally Disintegrating Tablet.

1.3 Perumusan masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang maka rumusan permasalahan adalah sebagai berikut:

a. apakah maltodekstrin yang berasal dari proses hidrolisis pati pisang dengan enzim α-amilase dapat digunakan sebagai disintegrant untuk pembuatan Orally Disintegrating Tablet?


(28)

b. apakah variasi jumlah maltodekstrin mempengaruhi karakteristik Orally Disintegrating Tablet ?

c. apakah Orally Disintegrating Tablet menghasilkan disolusi yang lebih baik daripada disolusi tablet metoklopramida?

1.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian adalah: a. maltodekstrin yang berasal dari proses hidrolisis pati pisang dengan enzim α

-amilase dapat digunakan sebagai disintegrant untuk pembuatan Orally Disintegrating Tablet

b. variasi jumlah maltodekstrin mempengaruhi karakteristik Orally Disintegrating Tablet

c. disolusi Orally Disintegrating Tablet lebih baik daripada disolusi tablet metoklopramida

1.5Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengembangkan suatu formula ODT yang memiliki karakteristik ideal.

1.5.2 Tujuan Khusus

Penelitian ini secara khusus bertujuan antara lain:


(29)

pisang dengan enzim α-amilase sebagai disintegrant pada pembuatan Orally Disintegrating Tablet.

b. mengetahui pengaruh variasi jumlah maltodekstrin terhadap karakteristik Orally Disintegrating Tablet.

c. mengetahui disolusi dari Orally Disintegrating Tablet dan tablet metoklopramida dalam rangka evaluasi maltodekstrin sebagai disintegrant.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan aplikasi maltodekstrin pada industri farmasi dan untuk pengembangan teknologi formulasi.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pisang Kepok

Pisang adalah tumbuhan yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tumbuhan pisang kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Iklim tropis yang sesuai serta kondisi tanah yang banyak mengandung humus membuat tumbuhan pisang sangat cocok dan tersebar luas di Indonesia. Saat ini, hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah penghasil pisang. Tumbuhan pisang banyak terdapat dan tumbuh didaerah tropis maupun sub tropis.

Pisang merupakan tumbuhan monokotil yang termasuk dalam familia Musaceae. Pohonnya memiliki tinggi dua hingga sembilan meter, akar rizoma berada dalam tanah dan pelepahnya terdiri dari lembaran daun dan mahkota terminal daun tempat munculnya bakal buah. Pisang merupakan buah klimaterik yang artinya memiliki fase perkembangan, dengan meningkatnya ukuran buah dan meningkatnya kadar karbohidrat yang terakumulasi dalam bentuk pati. Pertumbuhan terhenti saat buah telah benar-benar ranum dan fase pematangan buah terhambat. Selama fase pematangan, kekerasan buah menurun, pati berubah menjadi gula, warna kulit berubah dari hijau menjadi kuning dan kekelatan pada buah hilang, berkembang menjadi flavor dengan karakteristik yang khas (Stover dan Simmonds, 1987).

Pisang merupakan buah yang sangat bergizi dan merupakan sumber vitamin, mineral disamping karbohidrat. Pisang dapat dijadikan sebagai buah


(31)

meja, sale pisang, pure pisang dan tepung pisang. Kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses fermentasi alkohol dan asam cuka. Daun pisang dipakai sebagai pembungkus berbagai macam makanan trandisional Indonesia. Batang pisang abaca diolah menjadi serat untuk pakaian, kertas dan sebagainya. Batang pisang yang telah dipotong kecil dan daun pisang dapat dijadikan makanan ternak ruminansia (domba dan kambing) pada saat musim kemarau karena tidak/kurang tersedianya rumput. Secara tradisional, air umbi batang pisang kepok dimanfaatkan sebagai obat disentri dan pendarahan usus besar sedangkan air batang pisang dapat digunakan sebagai obat diabetes dan penawar racun (Ngraho, 2008).

Varietas-varietas pisang di seluruh dunia yang ditanam dapat dibagi dalam empat golongan besar (Ngraho, 2008), yaitu:

a. Pisang yang dimakan buahnya setelah ranum, misalnya Pisang Ambon, Pisang Susu, Pisang Raja, Pisang Cavendish, Pisang Barangan dan Pisang Mas.

b. Pisang yang dimakan setelah direbus atau digoreng, misalnya Pisang Nangka, Pisang Tanduk dan Pisang Kepok.

c. Pisang yang berbiji biasanya dimanfaatkan daunnya, misalnya Pisang Klutuk. d. Pisang yang diambil seratnya, misalnya Pisang Manila.

Produksi pisang di Indonesia cukup besar. Indonesia termasuk penghasil pisang terbesar di Asia karena 50% produksi pisang Asia dihasilkan oleh Indonesia. Buah pisang juga merupakan buah dengan jumlah produksi paling banyak di Indonesia jika dibandingkan dengan produksi buah lainnya (Ngraho, 2008).


(32)

Buah pisang sangat prospektif sebagai bahan baku industri. Hal tersebut karena kemudahan dalam mendapatkan bahan baku, serta berbagai produk dapat diolah dari buah pisang sehingga dapat meningkatkan nilai tambah. Salah satu alternatif dari pemanfaatan pisang yaitu dapat diolah menjadi pati. Sifat fisika dan kimia tepung pisang dari beberapa varietas, yaitu: tepung pisang kepok bewarna putih, tepung pisang nangka bewarna putih coklat, tepung pisang ambon bewarna putih abu-abu, tepung pisang raja bulu bewarna putih kecoklatan, tepung pisang ketan bewarna putih abu-abu dan tepung pisang siem bewarna kuning kecoklatan dengan komposisi kimia rata-rata tepung pisang, yaitu kadar air 6,24% - 8,39% dan kadar karbohidrat 70,10% - 78,88% (Prabawati, dkk., 2008).

Pada dasarnya semua varietas pisang dapat diolah menjadi pati. Namun, tidak semua varietas pisang menghasilkan pati dengan mutu yang baik. Buah pisang kepok menghasilkan pati yang bermutu baik dengan warna lebih putih jika dibandingkan dengan pati dari pisang ambon dan pisang siem yang menghasilkan pati bewarna coklat kehitaman (Satuhu dan Supriyadi, 1999; Prabawati, dkk 2008). Jenis pati yang demikian tidak menarik walaupun aroma pisangnya lebih kuat dibandingkan pati yang terbuat dari pisang kepok (Satuhu dan Supriyadi, 1999).

Pisang kepok termasuk pisang berkulit tebal dengan warna kuning yang menarik kalau sudah matang. Satu tandan terdiri dari 10 -16 sisir dengan berat 14 – 22 kg. Setiap sisir terdapat ± 20 buah. Kandungan nutrisi tiap 100 gram daging buah pisang mengandung zat gizi sebagai berikut : kalori 79 kkal, karbohidrat 21,2 gram, protein 1,1 gram, lemak 0,2 gram, air 75,5 gram, vitamin A 0,022 gram, vitamin C 0,0094 gram, tiamin 0,001 gram, dan riboflavin 0,002 gram.


(33)

Menurut Herbarium Medanense (2011), klasifikasi pisang kepok, adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Class : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Musaceae Genus : Musa

Spesies : Musa paradisiaca. L. Nama Lokal : Pisang Kepok

2.2 Pati

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan

α-(1,4)-D-glukosa, sedang amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α -(1,6)-D-glukosa (Winarno, 2002).

Sumber pati utama di Indonesia adalah beras. Disamping itu dijumpai beberapa sumber pati lainnya yaitu : jagung, kentang, tapioka, sagu, gandum, dan lain-lain. Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut butir pati. Bentuk dan ukuran butir pati merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi. Dalam


(34)

keadaan murni butir pati berwarna putih, mengkilat, tidak berbau dan tidak berasa, dan secara mikroskopik butir pati dibentuk oleh molekul-molekul yang membentuk lapisan tipis yang terusun terpusat. Butir pati bervariasi dalam bentuk dan ukuran, ada yang berbentuk bulat, oval, polihedral atau poligonal. Demikian juga ukurannya, mulai kurang dari 1 mikron sampai 150 mikron tergantung sumber patinya. Selain ukuran butir pati, karakteristik lain adalah bentuk, keseragaman butir pati, lokasi hilum, serta permukaan butir patinya. Ukuran dan morfologi butir pati bergantung pada jenis tumbuhan penghasil pati (Anonim, 2006; Elida, 1994). Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan material antara seperti, protein dan lemak. Umumnya pati mengandung 15 – 30% amilosa, 70 – 85% amilopektin dan 5 – 10% material antara. Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa pati biji-bijian mengandung bahan antara yang lebih besar dibandingkan pati batang dan pati umbi (Anonim, 2006).

Kandungan pati pada setiap tumbuhan berbeda, tergantung pada masing-masing spesiesnya, bahkan kandungan pati dapat bervariasi pada bagian yang berbeda dari tumbuhan yang sama (Lehninger, 1982).

Kegunaan pati dan turunannya pada industri minuman dan confectionery memiliki persentase paling besar yaitu 29 %, pada industri makanan dan pada industri kertas masing-masing sebanyak 28 %, pada industri farmasi dan bahan kimia 10 %, pada industri non pangan 4% dan sebagai makanan ternak sebanyak 1 %. Untuk memperoleh sifat-sifat yang digunakan pada aplikasi tertentu pada industri tertentu sering dilakukan modifikasi pati (Belitz dan Grosch, 1987).


(35)

Struktur kimia pati ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur pati (Rowe, et al., 2009)

Perkembangan teknologi dibidang pengolahan pati menunjukkan bahwa pati alam dapat dimodifikasi sehingga mempunyai sifat-sifat yang diinginkan sesuai dengan aplikasi tertentu. Modifikasi disini dimaksudkan sebagai perubahan struktur molekul yang dapat dilakukan secara kimia, fisik maupun enzimatis. Pati


(36)

alami dapat dibuat menjadi pati termodifikasi dengan sifat-sifat yang diinginkan atau sesuai dengan kebutuhan (Anonim, 2006).

Pati termodifikasi adalah pati yang gugus hidroksilnya telah diubah lewat suatu reaksi kimia atau dengan menggangu struktur asalnya. Dibidang pangan pati termodifikasi banyak digunakan dalam pembuatan salad cream, mayonaise, saus kental, jeli, produk-produk konfeksioneri (permen coklat dan lain lain), pengganti gum arab dan lain lain, sedangkan dibidang non pangan digunakan pada industri kertas, tekstil, bahan bangunan, dan bahan pencampur (insektisida dan fungisida, sabun detergen dan sabun batangan).

Dewasa ini metode yang banyak digunakan untuk memodifikasi pati adalah modifikasi pati dengan hidrolisis, modifikasi pati secara kimia dan modifikasi pati secara fisika. Setiap metode modifikasi pati menghasilkan pati termodifikasi dengan sifat yang berbeda-beda (Anonim, 2006).

Prinsip dasar untuk memperoleh produk pati termodifikasi (Anonim, 2006) yaitu:

a. Starch Acetate diperoleh dengan cara menambahkan gugus karboksil ke rantai starch.

b. Thin Boilling Starch, diperoleh dengan cara mengasamkan suspensi pati pada pH tertentu dan memanaskannya pada suhu tertentu sampai diperoleh derajat konversi atau modifikasi yang diinginkan. Kemudian dilakukan penetralan,

penyaringan, pencucian dan pengeringan.

c. Pati teroksidasi, diperoleh dengan cara mengoksidasi pati dengan senyawa pengoksidasi (oksidan) dengan bantuan katalis yang umumnya adalah


(37)

logam berat atau garam dari logam berat yang dilakukan pada pH tertentu, pada suhu dan pada waktu reaksi yang sesuai.

d. Pregelatinized Starch, pati ini diperoleh dengan cara memasak pati pada suhu pemasakan, kemudian mengeringkannya dengan menggunakan rol-rol (drum drying) yang dipanaskan. Pada proses ini terjadi kerusakan butir pati tetapi amilosa dan amilopektinnya tidak terdegradasi. Pregelatinisasi pati mempunyai sifat umum yaitu terdispersi dalam air dingin. Parameter pengeringan seperti rol dan gap antar rol dapat mempengaruhi sifat dan karakteristik dari pati dihasilkan.

e. Dekstrin, dibuat dari pati melalui proses enzimatik atau proses asam yang disertai dengan pemanasan. Sifat-sifat yang penting dari dekstrin ialah kelarutan dalam air dingin yang lebih tinggi dari pati dan memiliki kadar gula yang rendah.

f. Siklodekstrin (CD), merupakan produk pati modifikasi yang mengandung 6 – 12 unit glukosa yang berbentuk siklis (ring). CD dibuat dari pati dengan bantuan enzim cyclomaltodextrin glucanotransferase (CG Tase).

2.3 Enzim α-amilase

Enzim adalah katalisator organik (biokatalisator) yang dihasilkan oleh sel. Enzim berfungsi seperti katalisator anorganik, yaitu untuk mempercepat reaksi kimia tanpa mempengaruhi keseimbangan reaksi. Enzim invertase dipakai untuk menghidrolisis sukrosa menjadi gula invert. Lactase dibutuhkan dalam hidrolisis digestif laktosa pada susu. Hidrolisis selulosa menjadi glukosa, yang biasa disebut


(38)

sakarifikasi, memakai cellulose sebagai katalisnya. Sementara untuk menghasilkan maltodekstrin dipakai enzim α-amylase.

Enzim α-amilase adalah enzim yang mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan. Enzim α – amilase terdapat pada tumbuhan, jaringan mamalia, jaringan mikroba. Dapat juga diisolasi dari Aspergillus oryzae dan Bacillus subtilis. Enzim α-amilase adalah endo-enzim yang bekerja memutus ikatan α -1,4-D-glukosa secara spesifik di bagian dalam molekul baik pada amilosa maupun amilopektin. Aktivitas enzim α-amilase menyebabkan pati terputus-putus dengan rantai sepanjang 6-10 unit glukosa. Banyaknya hidrolisis ikatan glukosida dari pati biasanya dijelaskan dengan dextrose equivalent (DE). Glukosa murni mempunyai DE 100 dan pati mempunyai DE sebesar 0 (Chaplin, 2004).

Menurut Mckee dan Mckee (2003) beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kerja enzim yaitu:

a. Suhu, semua reaksi kimia dipengaruhi oleh suhu. Kecepatan reaksi katalis enzim dapat meningkat dengan meningkatnya suhu, tetapi karena enzim merupakan protein yang akan terdenaturasi pada suhu tinggi maka enzim memiliki suhu optimum dalam melakukan kerjanya. Setiap enzim memiliki temperatur optimum yang berbeda-beda sehingga diperoleh efisiensi yang maksimum.

b. Nilai pH, konsentrasi ion hidrogen dapat mempengaruhi kerja enzim. Perubahan pH yang tajam dapat menyebabkan enzim terdenaturasi. Beberapa enzim aktif hanya pada nilai pH yang sempit. Nilai pH optimum pada setiap


(39)

c. Konsentrasi substrat, kecepatan reaksi enzimatis pada umumnya tergantung pada konsentrasi substrat. Kecepatan reaksi akan meningkat apabila konsentrasi substrat meningkat. Semakin tinggi kecepatan reaksi enzim maka semakin banyak pati yang terhidrolisis, namun setelah hampir semua pati terhidrolisis kecepatan reaksi enzim akan berkurang.

d. Konsentrasi enzim, penambahan konsentrasi enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi bila substrat tersedia secara berlebih. Kecepatan reaksi dalam reaksi enzim sebanding dengan konsentrasi enzim, semakin tinggi konsentrasi

enzim maka kecepatan reaksi akan semakin tinggi.

Cara kerja enzim α - amilase terjadi melalui dua tahap, yaitu : tahap pertama, degradasi amilosa menjadi maltosa dan amiltrotriosa, degradasi ini terjadi sangat cepat dan diikuti dengan menurunnya viskositas yang cepat pula. Tahap kedua, relatif sangat lambat yaitu pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir. Kedua tahap tersebut merupakan kerja enzim α - amilase pada molekul amilosa. Enzim α - amilase menghidrolisis amilosa lebih cepat dibanding hidrolisisnya terhadap amilopektin (Anonim, 2006). Perbedaan waktu hidrolisis akan menyebabkan jumlah pati yang termodifikasi juga berbeda. Makin lama waktu hidrolisis makin besar persentase pati yang berubah menjadi gula pereduksi. Hal ini dapat dilihat dari harga DE yang semakin tinggi. Konsentrasi katalis juga dapat berpengaruh pada harga DE dari produk yang dihasilkan. Makin tinggi konsentrasi katalis, dalam hal ini adalah enzim, makin banyak gula pereduksi yang terbentuk. Hal ini berarti harga DE akan semakin tinggi. Meskipun demikian, penentuan konsentrasi katalis memiliki batas optimum. Jika melebihi batas tersebut, hidrolisis akan terhambat. Pada umumnya Pada proses hidrolisis


(40)

pati, terdapat tiga tahapan dalam mengkonversi pati yaitu tahap gelatinisasi, likuifikasi dan sakarifikasi. Tahap gelatinisasi merupakan tahap pembentukan suspensi kental dari butir pati, tahap likuifikasi yaitu hidrolisis pati parsial yang ditandai dengan menurunnya viskositas, sedangkan sakarifikasi merupakan proses lebih lanjut dari hidrolisis untuk menghasilkan glukosa (Shi, et. al., 2000).

2.4 Maltodekstrin

Maltodekstrin merupakan salah satu produk hasil hidrolisa pati dengan menggunakan asam maupun enzim, yang terdiri dari campuran glukosa, maltosa, oligosakarida, dan dekstrin (Deman, 1993). Produk hasil hidrolisis enzimatis pati mempunyai karakteristik yaitu tidak higroskopis, meningkatkan viskositas produk, mempunyai daya rekat, dan ada yang dapat larut dalam air seperti laktosa (Anonim, 2006).

Maltodekstrin pada dasarnya merupakan senyawa hasil hidrolisis pati yang tidak sempurna atau disebut hidrolisis parsial, yang terdiri dari campuran gula-gula dalam bentuk sederhana (mono- dan disakarida) dalam jumlah kecil, oligosakarida dengan rantai pendek dalam jumlah relatif tinggi serta sejumlah kecil oligosakarida berantai panjang (Luthana, 2008).

Maltodekstrin merupakan salah satu turunan pati yang dihasilkan dari proses hidrolisis parsial oleh enzim α-amilase yang memiliki nilai Dextrose Equivalent (DE) kurang dari 20. Maltodekstrin memiliki mouthfeel yang lembut dan mudah dicerna. Harga DE (Dextrose Euquivalent) hanya memberi gambaran tentang kandungan gula pereduksi. Pada hidrolisis sempurna (pati seluruhnya dikonversikan menjadi dekstrosa) nilai DE-nya 100 sedangkan pati yang sama


(41)

sekali tidak terhidolisis DE-nya 0. Nilai DE maltodekstrin berkisar antara 3 – 20. Maltodekstrin dengan DE yang rendah bersifat non-higroskopis, DE yang rendah menunjukkan kecenderungan rendahnya penyerapan uap air. Maltodekstrin dengan DE tinggi cenderung menyerap air (higroskopis) (Luthana, 2008). Perubahan pada nilai DE akan memberikan karateristik yang berbeda-beda. Peningkatan nilai DE akan meningkatkan warna, sifat higroskopis, plastisitas, rasa manis dan kelarutan (Kuntz, 1997). Rumus umum maltodekstrin adalah [(C6H10O5)nH2O)] (Luthana, 2008).

Struktur kimia Maltodekstrin ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Struktur Maltodekstrin (Rowe, et al., 2009)

Maltodekstrin dibuat dari hidrolisis pati oleh enzim. Enzim ini digunakan untuk memutus rantai ikatan α-(1,4)-D-glukosa yang terdapat pada pati (Moore, et


(42)

al., 2005). Maltodekstrin merupakan produk hidrolisis parsial, sehingga proses hidrolisisnya berhenti hanya sampai likuifikasi. Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-(1,4)-D-glikosidik oleh enzim α-amylase pada bagian dalam rantai polisakarida sehingga dihasilkan glukosa, maltosa, maltodekstrin dan α -limit dekstrin. Enzim α-amylase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-(1,4)-D-glikosidik pada amilosa dan amilopektin. Ikatan α-(1,6)-D-glikosidik tidak dapat diputus oleh α-amylase, tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang yang lebih pendek (Anonim, 2006).

Maltodekstrin harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan yaitu susut pengeringan < 6%, sisa pemijaran < 0,5% dan pH antara 4-7. Maltodekstrin sangat banyak aplikasinya, seperti halnya pati, maltodekstrin merupakan bahan pengental sekaligus dapat sebagai emulsifier. Kelebihan maltodekstrin adalah bahan tersebut dapat dengan mudah melarut pada air dingin, kelebihan lainnya adalah maltodekstrin merupakan oligosakarida yang tergolong dalam prebiotik (Luthana, 2008). Aplikasinya penggunaan maltodekstrin contohnya pada minuman susu bubuk, minunan berenergi (energen) dan minuman prebiotik. Sifat-sifat yang dimiliki maltodekstrin antara lain mengalami memiliki Sifat-sifat daya larut yang tinggi, memiliki sifat membentuk film, membentuk sifat higroskopis yang rendah, memiliki sifat browning yang rendah, dapat menghambat kristalisasi dan memiliki daya ikat kuat. Maltodekstrin merupakan salah satu jenis bahan pengganti lemak berbasis karbohidrat yang dapat diaplikasikan pada produk frozen dessert seperti es krim, yang berfungsi membentuk padatan, meningkatkan viskositas, meningkatkan tekstur, dan meningkatkan kekentalan (Luthana, 2008).


(43)

2.5 Orally Disintegrating Tablet

Orally Disintegrating Tablet (ODT) adalah suatu bentuk sediaan padat mengandung senyawa aktif obat yang dapat hancur secara cepat, biasanya dalam hitungan detik, ketika diletakkan di atas lidah. Orally disintegrating Tablet juga disebut dengan Oro-disperse, mouth dissolving, rapidly disintegrating, fast melt, quick dissolve dan freeze dried wafers (Kundu dan Sahoo, 2008). ODT telah mendapatkan perhatian sebagai alternatif pilihan dari tablet konvensional dan kapsul, karena dapat memberikan kepatuhan pasien yang lebih baik. Teknologi ODT memenuhi beberapa kebutuhan pasien dalam kenyamanan penggunaan obat seperti pada pasien geriatrik, pasien pediatrik dan pasien disfagia (Jaysukh, et al., 2009).

ODT diharapkan cepat terdisintegrasi di mulut ketika kontak dengan air ludah atau saliva dalam waktu kurang dari 60 detik (Kundu dan Sahoo, 2008). Zat aktif kemudian akan melarut atau terdispersi dengan adanya air ludah, lalu ditelan oleh pasien dan obat akan diabsorpsi seperti umumnya. Untuk proses ini, jumlah air ludah yang sedikit telah mencukupi untuk memungkinkan terjadinya disintegrasi tablet. Oleh karena itu, tidak diperlukan air untuk menelan obat (Koseki, et al., 2008). Hal inilah yang akan mempermudah dan meningkatkan kepatuhan pasien anak-anak ataupun orang tua dalam penggunaan obat. Selain itu, sejumlah bagian obat juga mungkin diabsorpsi di daerah pra-gastrik seperti mulut, faring, dan esofagus ketika air ludah turun ke lambung sehingga ketersediaan hayati obat akan meningkat dan pada akhirnya juga meningkatkan efektivitas terapi.


(44)

2.5.1 Karakteristik Ideal ODT

Sediaan ODT berbeda dari tablet konvensional umumnya, maka sediaan ODT harus memiliki beberapa karakteristik yang ideal antara lain:

a. disintegrasi harus cepat. Secara umum, hal ini berarti bahwa tablet ODT harus terdisintegrasi dalam waktu kurang dari 1 menit. Namun demikian, akan lebih disukai bila disintegrasi terjadi secepat mungkin di dalam rongga mulut. Begitu juga ODT harus terdisintegrasi dengan sedikit atau tanpa meminum air sama sekali dan dimaksudkan untuk terdispersi dengan air ludah pasien sendiri.

b. penutupan rasa (taste-masking) dari senyawa aktif. Hal ini dikarenakan ODT akan mengalami disintegrasi di dalam mulut. Setelah melarut, sediaan diharapkan tidak atau sedikit meninggalkan residu serta rasa enak di mulut. Teknologi penutupan rasa yang ideal hendaknya mampu menghasilkan mouthfeel yang baik dan tidak memberikan sensasi berpasir (grittiness) di mulut.

c. kekerasan dan porositas tablet yang optimal. Oleh karena ODT dirancang untuk memiliki waktu disintegrasi dan disolusi yang cepat maka dibutuhkan zat tambahan (excipient) dan struktur tablet dengan porositas yang tinggi, yang dimaksudkan untuk absorpsi air yang cepat ke dalam tablet.

d. sensitifitas yang rendah terhadap kelembapan. ODT seringkali sensitif terhadap kelembapan, hal ini disebabkan zat tambahan dengan kelarutan dalam air yang tinggi sehingga sangat rentan terhadap kelembapan. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan strategi pengemasan yang baik agar tablet terlindungi dari berbagai pengaruh lingkungan (Fu, et al., 2004).


(45)

2.5.2 Kelebihan dan Kekurangan Formulasi ODT

ODT memiliki semua kelebihan dari bentuk sediaan solida, antara lain ketepatan dosis, kemudahan produksi dan praktis dibawa bepergian. ODT juga memiliki kelebihan formulasi seperti kemudahan penggunaan obat, tidak ada resiko sesak nafas (tersedak) akibat obstruksi fisik bentuk solida di tenggorokan (Fu, et al., 2004), kecepatan absorpsi dan onset obat yang cepat, serta ketersediaan hayati yang tinggi.

Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas, zat aktif dapat diabsorpsi baik di daerah bukal, faring maupun esofagus selama larutan obat turun ke lambung. Karena absorpsi pra-gastrik akan menghindarkan zat aktif dari metabolisme lintas pertama di hati, maka dosis obat juga dapat dikurangi bila sejumlah besar zat aktif mengalami metabolisme tersebut selama pemberian tablet konvensional (Fu, et al., 2004). Oleh karena itu dalam kasus terapi tertentu, ODT merupakan obat pilihan untuk mendapatkan konsentrasi sistemik yang tinggi secara cepat atau high drug loading (Kundu dan Sahoo, 2008).

ODT menawarkan kemudahan bagi pasien yang mengalami kesulitan menelan (disfagia) terutama pasien pediatri dan geriatri serta untuk pasien yang sedang berlibur dan menempuh perjalanan jauh yang kemungkinan besar air minum mungkin sulit diperoleh (Verma dan Garg, 2001). Di samping berbagai kelebihan ODT seperti yang telah disebutkan di atas, sediaan ODT juga memiliki kekurangan yaitu keterbatasan jumlah obat yang dapat diformulasi dalam setiap unit dosisnya. Selain itu, terkait sifat bentuk sediaan ODT yang rapuh (fragile), diperlukan pengemasan khusus dan ini tentu akan menambah biaya produksi.


(46)

2.6 Metoklopramida

Metoklopramida hidroklorida merupakan serbuk kristalin berwarna putih atau praktis putih, tak berbau atau praktis tak berbau. Sangat mudah larut dalam air, larut dalam alkohol, agak sukar larut dalam kloroform, praktis tidak larut dalam eter (Ditjen POM, 1995). Metoklopramida pertama kali dideskripsikan oleh Justin-Besançon Dr.Louis dan C. Laville pada tahun 1964. Metoklopramida adalah suatu derivat prokainamid yang merupakan antagonis reseptor dopamin D2, reseptor 5HT3, pelepas asetilkolin dan inhibitor kolinesterase. Struktur kimia Metoklopramida ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Struktur Metoklopramida (Ditjen POM, 1995)

Metoklopramida yang merupakan suatu antiemetik, dipilih sebagai model obat dalam penelitian ini, karena metoklopramida dapat diberikan pada pasien mabuk perjalanan yang tidak mempunyai persediaan air pada waktu ingin meminum obat. Contohnya pasien penumpang kapal terbang atau pasien yang sedang menempuh perjalanan jauh. Pada peristiwa-peristiwa seperti itu, metoklopramida merupakan suatu kandidat obat untuk ODT karena memberikan keuntungan pada pasien-pasien tertentu (Alanazi, 2007).


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah metodologi eksperimental (experimental research). Metodologi penelitian ini adalah suatu observasi yang dilakukan di laboratorium dengan kondisi buatan (artificial condition), yang diatur peneliti.

3.1 Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pembuatan pati pisang dan analisis karakteristik pati pisang, pembuatan maltodekstrin dan analisis karakteristik maltodekstrin, selanjutnya maltodekstrin diformulasikan menjadi sediaan ODT. ODT yang diformulasi akan dievaluasi friabilitas, kekerasan, dan waktu hancur in vitro. ODT yang memiliki waktu hancur in vitro yang paling baik, selanjutnya akan dievaluasi kadar zat berkhasiat, keseragaman kandungan, waktu pembasahan, waktu hancur in vivo dan disolusi. Disolusi dari ODT tersebut akan dibandingkan dengan tablet metoklopramida komersil.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Semi Solid dan Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan, Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, . Laboratorium Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.


(48)

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat - alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat–alat gelas, neraca kasar (Ohaus), neraca listrik (Mettler toledo), blender (Miyako), termometer digital, freeze dryer (Modulyo, Edward, serial no: 3985), hot plate dan magnetic stirrer (Boeco-Germany), indikator universal (Macherey-nagel), pH meter (Hanna), oven (Gallenkamp), ayakan mesh no. 60, microscope binoculer-projection (Boeco-Germany) dengan digital camera MDCE-5A, eksikator, tanur (Barnstead Thermolyne), spektrofotometer infra merah (Shimadzu IR-Prestige-21), spektofotometer ultraviolet (Shimadzu UV-1800), himac compact centrifuges (Hitachi RXII series), disintegration tester (Erweka), disolution tester (Erweka DT), friabilator (Roche), stopwatch, kertas saring, kertas lakmus, penangas air, kain penyaring, mortir dan stamper.

3.3.2 Bahan - bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisang kepok mentah, air suling, enzim α-amilase (LIPI Bogor), maltodekstrin komersil (Qinhuangdao Lihua Starch Co., LTD), tablet metoklopramida (Soho), bahan-bahan kimia yang berkualitas pro analisis (E Merck, Jerman) yaitu : natrium sulfit, etanol, iodium, natrium hidroksida, asam klorida, kalium bromida anhidrat, kalium iodida, CuSO4.5H2O, kalium natrium tartrat tetrahidrat, glukosa anhidrat,


(49)

3.4 Pembuatan Pereaksi

Prosedur pembuatan pereaksi kecuali dinyatakan lain adalah berdasarkan Ditjen POM (1995).

3.4.1 Larutan Natrium Sulfit

Natrium sulfit sebanyak 1,22 gram dilarutkan dengan air suling lalu volumenya dicukupkan sampai 1000 ml.

3.4.2 Larutan Iodium 0,005 M

Iodium kristal sebanyak 14 gram dilarutkan dalam larutan 36 gram kalium iodida pekat dalam 100 ml air suling, kemudian ditambahkan 3 tetes asam klorida pekat, lalu diencerkan dengan air suling sampai 1000 ml.

3.4.3 Larutan Natrium Hidroksida 0,1 N

Natrium hidroksida pellet sebanyak 4 gram dilarutkan dalam air suling bebas CO2 lalu volumenya dicukupkan sampai 1000 ml.

3.4.4 Larutan Asam Klorida 0,1 N

Larutan asam klorida pekat sebanyak 8,3 ml diencerkan dengan air suling sampai 1000 ml.

3.4.5 Larutan Fehling A

Cupri sulfat sebanyak 69,3 gram dilarutkan dalam air suling lalu volumenya dicukupkan sampai 1000 ml.


(50)

3.4.6 Larutan Fehling B

Kalium natrium tartrat tetrahidrat 346 gram dan natrium hidroksida 100 gram dilrutkan dalam air suling lalu volumenya dicukupkan sampai 1000 ml.

3.4.7 Larutan Fehling

Larutan Fehling A dicampurkan ke larutan Fehling B sama banyak kedalam erlenmeyer, lalu dihomogenkan.

3.4.8 Larutan Glukosa Standard

Glukosa dikeringkan selama 2 jam pada 100oC, kemudian didinginkan didalam desikator sebelum digunakan. Sebanyak 3 gram glukosa (yang telah dikeringkan) ditimbang dan dilarutkan dengan air suling lalu volumenya cukupkan sampai 100 ml.

3.4.9 Larutan Indikator Metilen Biru 0,2 %

Metilen biru sebanyak 0,2 gram dilarutkan dengan air suling lalu volumenya dicukupkan sampai 100 ml.

3.5 Bahan Penelitian 3.5.1 Pengambilan Bahan

Pengambilan bahan penelitian dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkannya dengan daerah lain. Bahan penelitian yang digunakan adalah buah pisang kepok mentah.


(51)

3.5.2 Pembuatan Pati Pisang

Buah pisang kepok mentah dikupas kulitnya, dicuci, dipotong-potong , kemudian ditimbang dengan berat total 500 gram, dimasukkan ke dalam blender dan ditambahkan larutan Natrium Sulfit sebanyak 500 ml, dihidupkan blender selama 2 menit dengan kecepatan rendah, lalu diserkai menggunakan kain, diperas, kemudian ampasnya ditambahkan dengan air suling, diserkai dan diperas kembali sampai air cucian jernih. Gabungan filtrat didiamkan selama 12 jam, lalu dibuang larutannya dan tambahkan air suling, didiamkan kembali sampai larutannya jernih. Larutan tersebut di buang dan endapan pati yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu 40o C selama 48 jam, kemudian pati yang kering, digerus didalam lumpang, dan diayak dengan ayakan no. 60. Pati pisang yang diperoleh disimpan pada temperatur kamar dalam wadah tertutup rapat (Bello, et al., 2002).

3.5.3 Karakterisasi Pati Pisang 3.5.3.1Rendemen

Pisang kepok mentah yang telah dipotong-potong, ditimbang beratnya. Kemudian setelah diisolasi, ditimbang berat akhir pati pisang yang dihasilkan. Dihitung rendemennya, dengan rumus (Ranganna, 1987).

Rendemen = Berat pati pisang x 100 % Berat pisang


(52)

3.5.3.2Mikroskopik

Pati pisang diletakkan diatas gelas objek, diberi air lalu diamati di bawah mikroskop (bentuk pati, letak hilus dan lamella).

3.5.3.3Organoleptis

Pati pisang diamati konsistensi bentuk, warna, bau dan rasa.

3.5.3.4Identifikasi 3.5.3.4.1 Analisis Pati

Pati pisang sebanyak 1 gram disuspensikan dalam 50 ml air yang dipanaskan hingga mendidih selama 1 menit kemudian didinginkan sampai terbentuk larutan kanji (Ditjen POM, 1979).

3.5.3.4.2 Iodine Test

Larutan kanji tersebut diambil 1 ml kemudian dicampur dengan 0,05 ml iodium kemudian diamati perubahan yang terjadi (Ditjen POM, 1979).

3.5.3.4.3 Analisis dengan Kertas Lakmus

Pati pisang sebanyak 1 gram disuspensikan dalam 50 ml air suling bebas CO2 diletakkan diatas kertas lakmus merah dan diamati perubahan warna yang


(53)

3.5.3.4.4 Analisis pH

Pati pisang sebanyak 1 gram disuspensikan dalam 50 ml air suling bebas CO2 diletakkan diatas stirer sehingga suspensi selalu homogen, kemudian

dicelupkan kedalamnya pH meter dan diamati pH (Ditjen POM, 1979).

3.5.3.5Kadar Air

Pati sebanyak 2 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian ditempatkan di dalam oven pada suhu 1050C selama 5 jam. Kemudian didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang. Sampel dipanaskan kembali selama 60 menit, didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang. Perlakuan tersebut diulangi sampai diperoleh berat konstan (Ditjen POM,1995).

% Kadar air = Kehilangan berat (g) x 100% Berat sampel (g)

3.5.3.6Kadar Abu

Pati pisang sebanyak 3 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan yang telah diketahui beratnya, kemudian diletakkan di dalam tanur pengabuan. Ditanur pada suhu 6750C sampai bebas karbon yaitu abu yang berwarna abu-abu (5 jam). Kemudian didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang. Sampel ditanur kembali selama 60 menit, didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang. Perlakuan tersebut diulangi sampai diperoleh berat konstan. Dalam hal ini, sebelum masuk ke dalam tanur, sampel dibakar terlebih dahulu pada pembakaran gas sampai asapnya habis (Ditjen POM,1995).


(54)

% Kadar abu = Berat abu (g) x 100% Berat sampel (g)

3.5.3.7Uji Solubility

Pati pisang sebanyak 3 gram ditambahkan 60 ml air suling, dipanaskan di waterbath 60oC selama 30 menit dengan pengadukan kontinyu. Kemudian di sentrifuse pada 3000 rpm selama 20 menit. Supernatan yang terbentuk diambil sebanyak 30 ml lalu dikeringkan di oven 105oC. Setelah kering, timbang beratnya sampai didapat berat supernatan konstan (Daramola dan Osanyinlusi, 2006).

% solubility = Berat endapan kering x 100% Volume supernatan

3.5.3.8Uji Swelling Power

Pati pisang sebanyak 0,3 gram ditambahkan 30 ml air suling, dipanaskan di waterbath pada suhu 60oC selama 30 menit dengan pengadukan yang kontinyu. Kemudian di sentrifuse pada 2500 rpm selama 15 menit. Dipisahkan supernatan dan pasta. Ditimbang berat pasta (Daramola dan Osanyinlusi, 2006).

Swelling power = Berat pasta Berat sampel kering

3.5.4 Pembuatan Maltodekstrin

Pati pisang sebanyak 60 gram disuspensikan dengan air suling sampai volumenya 300 ml. Suspensi yang dihasilkan diatur pH-nya sampai 5,5 menggunakan pH meter dengan menambahkan NaOH 0,1 N. Ke dalam campuran


(55)

ditambahkan Enzim α-amilase sebanyak 50 ml kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu 60oC. Selanjutnya campuran didinginkan dengan merendam wadah dalam air dingin hingga suhu 30-40°C, untuk menghentikan aktivitas enzim ditambahkan HCl 0,1 N sampai pH 3,5-4,5. Setelah 30 menit larutan yang diperoleh dinetralkan kembali dengan NaOH 0,1 N sampai pH 7,0. Hasil yang diperoleh di freeze dryer, kemudian ditentukan Dextrose Equivalent. Maltodekstrin yang diperoleh disimpan pada temperatur kamar dalam wadah tertutup rapat (Bello, et al., 2002; Jufri, dkk., 2004).

3.5.5 Karakteristik Maltodekstrin 3.5.5.1 Rendemen

Pati pisang yang akan dihidrolisa ditimbang beratnya. Kemudian setelah dihidrolisa, ditimbang berat maltodekstrin yang dihasilkan. Besarnya rendemen dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Ranganna, 1987):

Rendemen = Berat maltodekstrin x 100 % Berat pati pisang

3.5.5.2Mikroskopik

Maltodekstrin diletakkan diatas gelas objek, diberi air lalu diamati dibawah mikroskop.

3.5.5.3Organoleptis


(56)

3.5.5.4Identifikasi 3.5.5.4.1 Uji Fehling

Maltodekstrin sebanyak 0,1 gram ditambahkan air suling 2,5 ml dan ditambahkan 2,5 ml larutan Fehling, kemudian dipanaskan sampai terbentuk warna merah bata.

3.5.5.4.2 IodineTest

Maltodekstrin sebanyak 0,1 gram ditambahkan air suling 2,5 ml kemudian dicampur dengan 0,05 ml iodium 0,005 M kemudian diamati perubahan yang terjadi (Ditjen POM, 1979).

3.5.5.4.3 Analisis pH

Maltodekstrin sebanyak 12,5 gram ditambahkan air suling bebas CO2

sampai volumenya 50 ml, diletakkan di atas stirer sehingga suspensi selalu homogen, kemudian dicelupkan pH meter kedalamnya. Catat pH yang tertera pada layar.

3.5.5.4.4 Penentuan Dextrose Equivalent

Dilakukan standarisasi faktor Fehling dengan cara : Larutan glukosa standard (1 gram dekstrosa dalam 500 ml air suling) sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam buret. larutan Fehling A sebanyak 12,5 ml dan larutan Fehling B sebanyak 12,5 ml, dicampurkan kedalam erlenmeyer lalu ditambahkan 3 tetes indikator metilen biru, letakkan erlenmeyer tersebut diletakkan diatas hotplate stirer, kemudian dididihkan selama 2 menit. Setelah itu dititrasi dengan larutan


(57)

glukosa standard sampai warna indikator hilang, lalu dicatat volume titrasi yang terpakai. Dilakukan titrasi sebanyak 6 kali. Kemudian dilakukan penentuan dextrose equivalent maltodekstrin dengan cara yang sama seperti diatas. larutan maltodekstrin yang digunakan adalah 20 gram maltodekstrin ditambahkan dengan air suling sampai volumenya 500 ml, lalu disaring. Dilakukan titrasi sebanyak 6 kali (Lane dan Eynon, 1923).

Faktor Fehling = volume titran yang terpakai x faktor pengenceran

% DE = Faktor Fehling x 100

Faktor pengenceran x Volume titran yang terpakai (Shi, et al., 2000)

3.5.5.4.5 Analisis Spektrofotometri Inframerah

Maltodekstrin sebanyak 1 mg dicampur dengan 9 mg serbuk KBr anhidrat, dihomogenkan, lalu dimasukkan kedalam plat logam, selanjutnya ditempatkan diantara kaca transparan untuk diamati spektrumnya.

3.5.5.5Kadar Air

Maltodekstrin sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian ditempatkan di dalam oven pada suhu 1050C selama 5 jam. Kemudian didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang. Sampel dipanaskan kembali selama 60 menit, didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang. Perlakuan tersebut diulangi sampai diperoleh berat konstan (Ditjen POM,1995).


(58)

% Kadar air = Kehilangan berat (g) x 100% Berat sampel (g)

3.5.5.6Kadar Abu

Maltodekstrin sebanyak 3 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan yang telah diketahui beratnya, kemudian diletakkan di dalam tanur pengabuan. Ditanur pada suhu 6750C sampai bebas karbon yaitu abu yang berwarna abu-abu (5 jam). Kemudian didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang. Sampel ditanur kembali selama 60 menit, didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang. Perlakuan tersebut diulangi sampai diperoleh berat konstan. Dalam hal ini, sebelum masuk ke dalam tanur, sampel dibakar terlebih dahulu pada pembakaran gas sampai asapnya habis (Ditjen POM, 1995).

% Kadar abu = Berat abu (g) x 100% Berat sampel (g)

3.5.5.7Uji Solubility

Maltodekstrin sebanyak 3 gram ditambahkan 60 ml air suling, dipanaskan di waterbath 60oC selama 30 menit dengan pengadukan kontinyu. Kemudian di sentrifuse pada 3000 rpm selama 20 menit. Supernatan yang terbentuk diambil sebanyak 30 ml lalu dikeringkan di oven 105oC. Setelah kering, timbang beratnya sampai didapat berat supernatan konstan (Daramola dan Osanyinlusi, 2006).

% solubility = Berat endapan kering x 100% Volume supernatan


(59)

3.5.5.8Uji Swelling Power

Maltodekstrin sebanyak 0,3 gram ditambahkan 30 ml air suling, dipanaskan di waterbath pada suhu 60oC selama 30 menit dengan pengadukan yang kontinyu. Kemudian di sentrifuse pada 2500 rpm selama 15 menit. Dipisahkan supernatan dan pasta. Ditimbang berat pasta (Daramola dan Osanyinlusi, 2006).

swelling power = Berat pasta Berat sampel kering

3.5.5.9Sudut diam

Maltodekstrin sebanyak 20 gram dituang pelan-pelan lewat corong, sementara bagian bawah corong ditutup. Selanjutnya penutup dibuka dan granul dibiarkan mengalir keluar. Diukur tinggi dan jari-jari kerucut yang terbentuk, kemudian ditentukan sudut diamnya (Lachman, et al., 1994).

Tg α = h / r

Keterangan : α = sudut diam D = diameter h = tinggi kerucut r = jari-jari kerucut

3.5.5.10 Uji Laju Alir

Maltodekstrin dituang pelan-pelan lewat corong, sementara bagian bawah corong ditutup. Selanjutnya penutup dibuka bersamaan dengan stopwatch dihidupkan. Stopwatch dihentikan tepat pada saat granul habis melewati corong, dicatat waktu alir yang diperoleh (Lachman, et al., 1994).


(60)

3.5.5.11 Indeks Kompresibilitas

Maltodekstrin dituang pelan-pelan ke dalam gelas ukur sampai volume 50 ml. Gelas ukur dipasang pada alat. Pengetapan dilakukan sampai volume konstan. Perubahan volume setelah pengetapan dicatat (Lachman, et al., 1994).

Indeks kompresibilitas = Vawal – V akhir x 100 % Vawal

3.5.6 Pembuatan ODT Metoklopramida

Tablet dibuat secara cetak langsung dengan bobot tablet 200 mg dan penampang 9 mm. Maltodekstrin digunakan sebagai disintegrant dengan konsentrasi 0 %, 5 %, 10 %, 15 % dan 100 % (ODT1-ODT5). Bahan obat yang digunakan adalah Metoklopramida HCl. ODT Metoklopramida ini diharapkan dapat memenuhi kriteria seprti yang ditunjukkan pada Tabel 3.1 :

Tabel 3.1 Kriteria ODT Metoklopramida yang diharapkan

Kriteria Hasil Kekerasan

Friabilitas Waktu hancur

-In vitro -In vivo Wetting time

Disolusi -Pada 1 menit -Pada 15 menit

> 3 kg < 1 % < 30 detik < 60 detik < 60 detik < 30 % > 85 %


(61)

Komposisi ODT Metoklopramida dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Komposisi ODT Metoklopramida

Kode Formulasi Bahan (mg)

ODT1 ODT2 ODT3 ODT4 ODT5 Metoklopramida Maltodekstrin Magnesium stearat Talkum Mannitol Total 10 - 5 2,5 182,5 200 10 10 5 2,5 172,5 200 10 20 5 2,5 162.5 200 10 30 5 2,5 152,5 200 10 182,5 5 2,5 - 200 Keterangan :

Metoklorpramida = bahan obat Maltodekstrin = disintegrant Magnesium stearat = pelincin Talkum = pelicin Mannitol = pengisi

Ditimbang masing-masing bahan lalu dimasukkan ke dalam lumpang dan dicampur hingga homogen. Campuran yang telah homogen tersebut kemudian dicetak langsung dengan mesin cetak tablet.

3.5.7 Uji Preformulasi Tiap Formula 3.5.7.1Sudut Diam

Tiap formula dituang pelan-pelan lewat corong, sementara bagian bawah corong ditutup. Selanjutnya penutup dibuka dan granul dibiarkan mengalir keluar. Diukur tinggi dan jari-jari kerucut yang terbentuk, kemudian ditentukan sudut diamnya (Lachman, et al., 1994).


(62)

Tg α = h / r

Keterangan : α = sudut diam D = diameter h = tinggi kerucut r = jari-jari kerucut

3.5.7.2Penetapan Waktu Alir

Formula yang akan dicetak dimasukkan kedalam corong alir, lalu dialirkan hingga seluruh granul mengalir. Ditentukan waktu alir mulai dari formula mengalir sampai seluruh formula mengalir keluar.

3.5.7.3Penetapan Indeks Kompresibilitas

Tiap formula dituang pelan-pelan ke dalam gelas ukur sampai volume 10 ml. Gelas ukur dipasang pada alat. Pengetapan dilakukan sampai volume konstan. Perubahan volume setelah pengetapan dicatat (Lachman, et al., 1994).

Indeks kompresibilitas = Vawal – V akhir x 100 % Vawal

3.5.8 Evaluasi Tablet terhadap Berbagai Formula 3.5.8.1 Uji Friabilitas

Ditimbang 20 tablet yang telah dibersihkan dari debu, dicatat beratnya (a gram), dimasukkan kedalam alat, lalu alat dijalankan selama 4 menit (100 kali putaran), setelah batas waktu yang ditentukan tablet dikeluarkan dan dibersihkan dari debu, lalu ditimbang lagi (b gram) (Voight, 1994).

Friabilitas (F) = a – b x 100 % a


(63)

3.5.8.2 Uji Kekerasan

Satu tablet diletakkan tegak lurus diantara anvil dan punch, tablet dijepit dengan memutar skrup pengatur hingga tanda lampu ’stop’ menyala, lalu ditekan tombol sampai tablet pecah, pada saat tablet pecah angka yang ditunjukkan jarum pada skala dibaca. Kekerasan tablet adalah angka yang ditunjukkan jarum pada skala

3.5.8.3 Uji Waktu Hancur In Vitro

Satu tablet dimasukkan pada masing-masing tabung dari keranjang dan digunakan air bersuhu 37o ± 2o sebagai media, kemudian alat dijalankan. Waktu hancur tablet dicatat yaitu sejak keranjang yang berisi tablet dinaik turunkan sampai tablet hancur. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal dikasa (Ditjen POM, 1979).

3.5.9 Evaluasi Tablet terhadap Formula dengan Waktu Hancur In Vitro yang Paling Cepat

3.5.9.1Penetapan Kadar Zat Berkhasiat secara Spektrofotometri Ultraviolet 3.5.9.1.1 Pembuatan Larutan Baku Induk Metoklopramida HCl

Metoklopramida HCl baku ditimbang 50 mg, dimasukkan kedalam labu 100 ml. Ditambahkan larutan asam klorida 0,1 N, dikocok sampai larut dan ditambahkan lagi larutan asam klorida 0,1 N sampai garis tanda. Konsentrasi teoritis 500 mcg/ml (larutan induk baku pertama). Kemudian dari larutan induk baku pertama, dipipet 10 ml dimasukkan kedalam labu 50 ml, tambahkan larutan asam klorida 0,1 N, dikocok sampai larut dan ditambahkan lagi larutan asam


(1)

Lampiran 42.

Data hasil analisis t-test secara SPSS uji disolusi ODT4 dan tablet

metoklopramida

Paired Samples Statistics

Mean

N

Std. Deviation

Std. Error Mean

perlakuan

1.50

12

.522

.151

Pair 1

Menit1

32.788178

12

21.7088747

6.2668123

perlakuan

1.50

12

.522

.151

Pair 2

Menit2

37.809698

12

21.4649400

6.1963944

perlakuan

1.50

12

.522

.151

Pair 3

Menit5

49.133542

12

26.5341725

7.6597558

perlakuan

1.50

12

.522

.151

Pair 4

Menit10

61.108500

12

29.4026431

8.4878119

perlakuan

1.50

12

.522

.151

Pair 5

Menit15

70.534517

12

25.8289084

7.4561636

perlakuan

1.50

12

.522

.151

Pair 6

Menit20

80.329694

12

22.7766632

6.5750563

perlakuan

1.50

12

.522

.151

Pair 7

Menit25

86.483617

12

18.4912660

5.3379687

perlakuan

1.50

12

.522

.151

Pair 8


(2)

Lampiran 42.

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 perlakuan & menit1 12 -.981 .000 Pair 2 perlakuan & menit2 12 -.964 .000 Pair 3 perlakuan & menit5 12 -.956 .000 Pair 4 perlakuan & menit10 12 -.981 .000 Pair 5 perlakuan & menit15 12 -.977 .000 Pair 6 perlakuan & menit20 12 -.975 .000 Pair 7 perlakuan & menit25 12 -.961 .000 Pair 8 perlakuan & menit30 12 -.934 .000

Paired Samples Test Paired Differences

95% Confidence Interval of the Difference

Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper t df Sig. (2-taile Pair 1 perlakuan - menit1 -31.2881781 22.2212747 6.4147295 -45.4069024 -17.1694537 -4.878 11 .000

Pair 2 perlakuan - menit2 -36.3096978 21.9690321 6.3419133 -50.2681549 -22.3512407 -5.725 11 .000 Pair 3 perlakuan - menit5 -47.6335422 27.0337776 7.8039794 -64.8099849 -30.4570994 -6.104 11 .000 Pair 4 perlakuan - menit10 -59.6085004 29.9153684 8.6358230 -78.6158187 -40.6011821 -6.902 11 .000 Pair 5 perlakuan - menit15 -69.0345168 26.3394543 7.6035455 -85.7698076 -52.2992259 -9.079 11 .000 Pair 6 perlakuan - menit20 -78.8296944 23.2863140 6.7221798 -93.6251124 -64.0342764 -11.727 11 .000 Pair 7 perlakuan - menit25 -84.9836171 18.9934345 5.4829323 -97.0514696 -72.9157645 -15.500 11 .000 Pair 8 perlakuan - menit30 -91.1618573 12.7653439 3.6850374 -99.2725699 -83.0511447 -24.738 11 .000


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Formulasi Orally Disintegrating Tablet (ODT) Natrium Diklofenak Menggunakan Krospovidon dan Natrium Pati Glikolat dengan Metode Cetak Langsung

31 170 119

Uji Perbandingan Pelepasan Piroksikam Nanopartikel Dan Mikropartikel Dalam Sediaan Orally Disintegrating Tablet (ODT)

14 89 133

Formulasi Orally Disintegrating Tablet (Odt) Domperidon Menggunakan Superdisintegran Krospovidon Dan Primogel Dengan Metode Sublimasi

13 92 132

FORMULASI SEDIAAN ORALLY DISINTEGRATING TABLET (ODT) NANOPARTIKEL MELOKSIKAM SERTA KARAKTERISASI IN VITRO-IN VIVO

2 38 11

Formulasi Orally Disintegrating Tablet (ODT) Metoklopramida HCl Menggunakan Metode Sublimasi dengan Primogel sebagai Penghancur

3 15 130

Formulasi Orally Disintegrating Tablet (Odt) Domperidon Menggunakan Superdisintegran Krospovidon Dan Primogel Dengan Metode Sublimasi

1 0 14

Formulasi Orally Disintegrating Tablet (Odt) Domperidon Menggunakan Superdisintegran Krospovidon Dan Primogel Dengan Metode Sublimasi

0 0 2

Formulasi Orally Disintegrating Tablet (ODT) Natrium Diklofenak Menggunakan Krospovidon dan Natrium Pati Glikolat dengan Metode Cetak Langsung

0 1 44

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orally Disintegrating Tablet (ODT) 2.1.1 Pengertian - Formulasi Orally Disintegrating Tablet (ODT) Natrium Diklofenak Menggunakan Krospovidon dan Natrium Pati Glikolat dengan Metode Cetak Langsung

1 1 15

FORMULASI ORALLY DISINTEGRATING TABLET (ODT) NATRIUM DIKLOFENAK MENGGUNAKAN KROSPOVIDON DAN NATRIUM PATI GLIKOLAT DENGAN METODE CETAK LANGSUNG SKRIPSI

1 1 13