Uji Perbandingan Pelepasan Piroksikam Nanopartikel Dan Mikropartikel Dalam Sediaan Orally Disintegrating Tablet (ODT)

(1)

1

UJI PERBANDINGAN PELEPASAN PIROKSIKAM

NANOPARTIKEL DAN MIKROPARTIKEL DALAM

SEDIAAN

ORALLY DISINTEGRATING TABLET

(ODT)

OLEH:

JUANITA TANUWIJAYA

NIM : 097014007

PROGRAM MAGISTER FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur khadirat Alllah SWT atas segala nikmat yang tak terhingga penulis bisa menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul Karakterisasi Nanopartikel Piroksikam Dalam Sediaan Orally Disingrating Tablet (ODT) sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Shalawat dan salam kepada Rasullah SAW.

Selama menyelesaikan penelitian dan tesis ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Untuk itu penulis ingin menghaturkan penghargaan dan terima kasih yang tiada terhingga kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc., (CTM)., Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesikan program Magister.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. Yang telah menyediakan fasilitas dan kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswa Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi.

3. Ketua Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi, Prof. Dr. Karsono, dan juga selaku pembimbing I yang tiada hentinya memberikan dorongan dan sen\mangat sehingga penulis terpacu untuk menyelesaikan pendidikan Program Magister Farmasi.

4. Bapak Prof. Dr. Urip Harhap, Apt. Selaku pembimbing II yang telah membimbing, mengarahkan, memberi saran, dan mendorong dengan penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan, penelitian dan menyelesikan tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. M. Timbul Simanjuntak dan Bapak Dr. Edy Suwarso, SU., Apt., Selaku Penguji.

6. Bapak Dr. Nurul Taufiqu Rochman, Kepala Laboratorium Nano Pusat Penelitian Fisika LIPI beserta Staf.

7. Bapak Drs. Agusmal Dalimunthe, MS., Apt., Kepala Laboratorium Formulasi Tablet beserta staf

8. Bapak Drs. Fatur Rahman Harun, MS., Apt., kepala Laboratorium Farmasi Kuantitatif beserta staf.

9. Bapak Prof. Dr. Rer. Nat. Effendy De Lux Putra, SU., Apt. Kepala Laboratorium Penelitian beserta staf.

Serta buat semua pihak yang tiada dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penelitian tesis ini. Kiranya Alllah SWT memberikan balasan yang berlimpat ganda atas kebaikan dan bantuannya yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun.


(3)

3

Akhir kata semoga tulisan ini dapat menjadi sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, maret 2011-05-27 Penulis

Juanita Tanuwidjaja


(4)

4 DAFTAR ISI

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBARAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang 1.2. Kerangka Pikir Penelitian 1.3. Perumusan Masalah 1.4. Hipotesis Penelitian 1.5. Tujuan Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Tablet Hancur di Mulut 2.2. Pengurangan Ukuran Partikel Senyawa Aktif Obat yang Sukar Larut Air dengan Nanoteknologi 2.3. Piroksikam Sebagai Model ODT BAB III METODE PENELITIAN ... 28

31. Rancangan Penelitian

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.3. Bahan dan Alat


(5)

5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38 4.1. Karakterisasi Nanopartikel Piroksikam

4.2. Pembuatan ODT Nanopartikel Piroksikam 4.3. Penetapan Kadar Zat Berkhasiat

4.4. Uji Kekerasan 4.5. Uji Kerengasan 4.6. Uji Waktu Hancur 4.7. Uji Waktu Pembasahan

4.8. Pembuatan ODT Mikropartikel Piroksikam 4.9. Uji Keseragaman Sediaan

4.10.Uji Sensorium 4.11. Uji Pelepasan Obat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 59 5.1 Hasil

5.2. Saran BAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(6)

6

KARAKTERISASI NANOPARTIKEL PIROKSIKAM Juanita Tanuwijaya, Karsono, Urip Harahap

Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara

Abstrak

Latar Belakang : Piroksikam adalah analgesik antiinflamasi nonsteroid yang dibutuhkan onset kerja cepat. Tetapi piroksikam sangat sukar larut dalam air, untuk mengatasi hal ini ukuran partikel diperkecil agar kelarutan obat meningkat. Metode : Mikropartikel piroksikam diperkecil menjadi nanopartikel dengan menggunakan alat high energy milling (HEM) E3D. Karakterisasi nanopartikel diperiksa menggunakan scanning electron microscope (SEM), particle size

analyzer (PSA), dan difraksi sinar-X (XRD). Hasil : Hasil evaluasi dengan

scanning electron microscope (SEM), particle size analyzer (PSA) menunjukkan

bahwa piroksikam mempunyai ukuran partikel yang terdistribusi antara 455-772,9 nm. Dan dari evaluasi difraksi sinar-X, sebagian piroksikam berbentuk amorf Kesimpulan : Piroksikam dengan ukuran partikel 455-772,9 nm, bentuk amorf diharapkan dapat meningkatkan kelarutan.


(7)

7 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari untuk berbagai macam obat karena pemberiannya mudah sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien serta merupakan terapi dengan biaya yang relatif murah (Bandari, et.al., 2008). Salah satu di antara sediaan oral yang banyak digunakan adalah tablet. Tablet merupakan bentuk sediaan yang mudah dibawa, memiliki durasi aksi kerja obat yang dapat dikontrol, dan dengan teknik tertentu, rasa dan aromanya yang dapat diperbaiki. Namun pasien tertentu, terutama pediatri dan geriatri, seringkali mengalami kesulitan menelan tablet konvensional secara utuh walaupun telah minum air (Koseki, et.al., 2009).

Suatu studi mengungkapkan bahwa lebih dari 26% pasien mengalami kesulitan menelan tablet. Oleh karena itu, praktisi medis dan farmasi dituntut agar turut mempertimbangkan masalah ini dalam mengembangkan formulasi obat yang tepat bagi pasien. Formulasi obat yang dapat larut atau hancur di mulut dalam waktu singkat tanpa minum air, dipandang dapat mengatasi masalah menelan tablet. Obat seperti ini akan memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan tablet konvensional, lebih nyaman digunakan, dan berpotensi meningkatkan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat (Andersen, et.al., 1995).

Formulasi obat yang dimaksud adalah Orally Disintegrating Tablet (ODT) atau tablet hancur di mulut. Menurut FDA (Food and Drugs Administration, Amerika Serikat), ODT didefinisikan sebagai suatu bentuk sediaan padat mengandung senyawa aktif obat, yang dapat hancur atau disintegrasi secara cepat,


(8)

8

biasanya dalam hitungan detik, ketika diletakkan di atas lidah. ODT akan melarut dengan cepat dengan adanya air ludah tanpa perlu minum air lagi. Sebagai tambahan, bentuk sediaan ODT juga memiliki disolusi, laju absorpsi, dan bioavailabilitas yang lebih tinggi dibandingkan bentuk sediaan tablet konvensional lainnya (Hirani, et.al., 2009). Lebih lanjut, efek samping obat yang disebabkan oleh metabolit lintas pertama di hati dapat dikurangi (Dobetti, 2000).

ODT dapat diformulasi dengan berbagai metode. Di antaranya, cetak langsung (direct compression) merupakan metode paling mudah dan murah, karena proses pembuatannya dapat menggunakan peralatan cetak tablet konvensional, bahan tambahan yang umumnya telah tersedia, dan membutuhkan prosedur kerja yang singkat (Kundu dan Sahoo, 2008). Hal ini kemudian mendorong penelitian ini memanfaatkan metode cetak langsung untuk membuat ODT. Tiga pendekatan dasar dalam pengembangan ODT untuk mendapatkan berbagai keuntungan seperti yang telah disebutkan sebelumnya yaitu memaksimalkan struktur berpori dari matriks tablet, menambahkan senyawa penghancur (disintegrant) yang tepat, dan menggunakan bahan yang sangat mudah larut air dalam formulasinya (Shukla, et.al., 2009). Kedua pendekatan yang terakhir akan diaplikasikan untuk memformulasi ODT dalam penelitian ini.

Kriteria utama ODT adalah cepat larut atau hancur dalam rongga mulut, sehingga ODT, terutama yang diformulasi dengan teknologi cetak langsung, umumnya mengandung kadar superdisintegrant yang relatif tinggi. Kadarnya ditentukan berdasarkan karakteristik dan jumlah zat aktif serta profil pelepasan obat yang dikehendaki. Oleh karena itu, pemilihan jenis dan jumlah


(9)

9

pengembangan formulasi ODT (Camarco, et.al., 2006). Krospovidon

(crosspovidone) dan natrium kroskarmelosa (crosscarmellose sodium) merupakan

dua contoh superdisintegrant yang diketahui dapat menghasilkan profil disintegrasi cukup baik. Atas pertimbangan demikian, maka penelitian ini dimaksudkan untuk membandingkan penggunaan krospovidon dan natrium kroskarmelosa sebagai superdisintegrant dalam formulasi ODT terkait pengaruhnya terhadap karakteristik tablet.

Pendekatan berikutnya adalah menggunakan bahan-bahan yang sangat mudah larut air dalam formulasi ODT, terutama bahan aktif yang akan digunakan. Hal ini disebabkan bahan aktif ODT harus dapat melarut dengan cepat dalam air ludah (Sharma, et.al., 2005). Dalam penelitian ini, piroksikam yang digunakan sebagai model bahan aktif memiliki karakteristik sangat sukar larut dalam air (FI, 1995). Oleh karena itu, diperlukan suatu langkah tambahan agar kelarutan piroksikam dapat meningkat.

Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan memperkecil ukuran partikel piroksikam ke dalam skala nano. Partikel demikian dikenal dengan istilah nanopartikel. Nanopartikel dapat diperoleh dengan berbagai metode dan yang paling umum digunakan adalah media mill (Möschwitzher dan Müller, 2007). Metode ini merupakan suatu teknologi pengurangan ukuran partikel yang terpenting dan telah dibuktikan kehandalannya lewat persetujuan registrasi 4 jenis produk obat yang menggunakan metode ini oleh FDA (Junghanns dan Müller, 2008). Oleh karena itu, metode yang sama juga akan digunakan pada penelitian ini untuk menghasilkan nanopartikel piroksikam.


(10)

10

Piroksikam merupakan obat antiinflamasi nonsteroid (AINS), analgesik, dan antipiretik yang digunakan dalam terapi simptomatik pada rematoid artritis, osteoartritis, ankilosing spondilitis, gangguan muskuloskeletal akut, dan gout akut (IONI, 2008). Terapi yang demikian umumnya membutuhkan pelepasan obat yang cepat agar segera mendapatkan respon farmakologi yang diinginkan sehingga piroksikam dianggap ideal sebagai model untuk dibuat formulasi ODT-nya.

Pada penelitian ini, ODT akan dibuat secara cetak langsung menggunakan

dua superdisintegrant yang berbeda yakni krospovidon dan natrium

kroskarmelosa. Nanopartikel piroksikam dihasilkan dengan metode media mill untuk mendapatkan ukuran partikel yang lebih kecil dari 1000 nm. Selanjutnya, dibandingkan pelepasan obat antara ODT nanopartikel dan ODT mikropartikel piroksikam.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, diduga bahwa ODT piroksikam akan memperlihatkan karakteristik yang berbeda bila menggunakan superdisintegrant dan ukuran partikel piroksikam yang berbeda. Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dari pembuatan nanopartikel sampai pada studi pelepasan obat secara in vitro yang dibandingkan antara ODT nanopartikel dengan ODT mikropartikel. Parameter yang diukur antara lain kadar zat berkhasiat, kekerasan, kerengasan, waktu hancur, waktu pembasahan, keseragaman sediaan, sensorium, dan disolusi.


(11)

11

Secara skematis, kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1. Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. apakah ukuran partikel akan mempengaruhi karakteristik ODT?

b. apakah superdisintegrant krospovidon dan natrium kroskarmelosa mempengaruhikarakteristik ODT?

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian.

Keseragaman sediaan Waktu Pembasahan

Kekerasan Kerengasan Kadar zat berkhasiat

Waktu Hancur

in vitro

Disolusi

Rasa Karakteristik

Tablet

Fisik

Profil Pelepasan

Obat

Sensorium Ukuran Partikel


(12)

12 1.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

a. ukuran partikel piroksikam akan mempengaruhi karakteristik ODT,

b. superdisintegrant krospovidon dan natrium kroskarmelosamempengaruhi

karakteristik ODT.

1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengembangkan suatu formula ODT yang memiliki karakteristik ideal.

1.5.2 Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan antara lain:

a. mengetahui pengaruh ukuran partikel piroksikam terhadap karakteristik ODT, b. mengetahui pengaruh krospovidon dan natrium kroskarmelosa sebagai

superdisintegrant terhadap karakteristik ODT.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien terutama pediatri dan geriatri dalam menggunakan tablet sehingga tujuan terapi yang diinginkan dapat tercapai.


(13)

6

KARAKTERISASI NANOPARTIKEL PIROKSIKAM Juanita Tanuwijaya, Karsono, Urip Harahap

Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara

Abstrak

Latar Belakang : Piroksikam adalah analgesik antiinflamasi nonsteroid yang dibutuhkan onset kerja cepat. Tetapi piroksikam sangat sukar larut dalam air, untuk mengatasi hal ini ukuran partikel diperkecil agar kelarutan obat meningkat. Metode : Mikropartikel piroksikam diperkecil menjadi nanopartikel dengan menggunakan alat high energy milling (HEM) E3D. Karakterisasi nanopartikel diperiksa menggunakan scanning electron microscope (SEM), particle size

analyzer (PSA), dan difraksi sinar-X (XRD). Hasil : Hasil evaluasi dengan

scanning electron microscope (SEM), particle size analyzer (PSA) menunjukkan

bahwa piroksikam mempunyai ukuran partikel yang terdistribusi antara 455-772,9 nm. Dan dari evaluasi difraksi sinar-X, sebagian piroksikam berbentuk amorf Kesimpulan : Piroksikam dengan ukuran partikel 455-772,9 nm, bentuk amorf diharapkan dapat meningkatkan kelarutan.


(14)

7 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari untuk berbagai macam obat karena pemberiannya mudah sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien serta merupakan terapi dengan biaya yang relatif murah (Bandari, et.al., 2008). Salah satu di antara sediaan oral yang banyak digunakan adalah tablet. Tablet merupakan bentuk sediaan yang mudah dibawa, memiliki durasi aksi kerja obat yang dapat dikontrol, dan dengan teknik tertentu, rasa dan aromanya yang dapat diperbaiki. Namun pasien tertentu, terutama pediatri dan geriatri, seringkali mengalami kesulitan menelan tablet konvensional secara utuh walaupun telah minum air (Koseki, et.al., 2009).

Suatu studi mengungkapkan bahwa lebih dari 26% pasien mengalami kesulitan menelan tablet. Oleh karena itu, praktisi medis dan farmasi dituntut agar turut mempertimbangkan masalah ini dalam mengembangkan formulasi obat yang tepat bagi pasien. Formulasi obat yang dapat larut atau hancur di mulut dalam waktu singkat tanpa minum air, dipandang dapat mengatasi masalah menelan tablet. Obat seperti ini akan memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan tablet konvensional, lebih nyaman digunakan, dan berpotensi meningkatkan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat (Andersen, et.al., 1995).

Formulasi obat yang dimaksud adalah Orally Disintegrating Tablet (ODT) atau tablet hancur di mulut. Menurut FDA (Food and Drugs Administration, Amerika Serikat), ODT didefinisikan sebagai suatu bentuk sediaan padat mengandung senyawa aktif obat, yang dapat hancur atau disintegrasi secara cepat,


(15)

8

biasanya dalam hitungan detik, ketika diletakkan di atas lidah. ODT akan melarut dengan cepat dengan adanya air ludah tanpa perlu minum air lagi. Sebagai tambahan, bentuk sediaan ODT juga memiliki disolusi, laju absorpsi, dan bioavailabilitas yang lebih tinggi dibandingkan bentuk sediaan tablet konvensional lainnya (Hirani, et.al., 2009). Lebih lanjut, efek samping obat yang disebabkan oleh metabolit lintas pertama di hati dapat dikurangi (Dobetti, 2000).

ODT dapat diformulasi dengan berbagai metode. Di antaranya, cetak langsung (direct compression) merupakan metode paling mudah dan murah, karena proses pembuatannya dapat menggunakan peralatan cetak tablet konvensional, bahan tambahan yang umumnya telah tersedia, dan membutuhkan prosedur kerja yang singkat (Kundu dan Sahoo, 2008). Hal ini kemudian mendorong penelitian ini memanfaatkan metode cetak langsung untuk membuat ODT. Tiga pendekatan dasar dalam pengembangan ODT untuk mendapatkan berbagai keuntungan seperti yang telah disebutkan sebelumnya yaitu memaksimalkan struktur berpori dari matriks tablet, menambahkan senyawa penghancur (disintegrant) yang tepat, dan menggunakan bahan yang sangat mudah larut air dalam formulasinya (Shukla, et.al., 2009). Kedua pendekatan yang terakhir akan diaplikasikan untuk memformulasi ODT dalam penelitian ini.

Kriteria utama ODT adalah cepat larut atau hancur dalam rongga mulut, sehingga ODT, terutama yang diformulasi dengan teknologi cetak langsung, umumnya mengandung kadar superdisintegrant yang relatif tinggi. Kadarnya ditentukan berdasarkan karakteristik dan jumlah zat aktif serta profil pelepasan obat yang dikehendaki. Oleh karena itu, pemilihan jenis dan jumlah


(16)

9

pengembangan formulasi ODT (Camarco, et.al., 2006). Krospovidon

(crosspovidone) dan natrium kroskarmelosa (crosscarmellose sodium) merupakan

dua contoh superdisintegrant yang diketahui dapat menghasilkan profil disintegrasi cukup baik. Atas pertimbangan demikian, maka penelitian ini dimaksudkan untuk membandingkan penggunaan krospovidon dan natrium kroskarmelosa sebagai superdisintegrant dalam formulasi ODT terkait pengaruhnya terhadap karakteristik tablet.

Pendekatan berikutnya adalah menggunakan bahan-bahan yang sangat mudah larut air dalam formulasi ODT, terutama bahan aktif yang akan digunakan. Hal ini disebabkan bahan aktif ODT harus dapat melarut dengan cepat dalam air ludah (Sharma, et.al., 2005). Dalam penelitian ini, piroksikam yang digunakan sebagai model bahan aktif memiliki karakteristik sangat sukar larut dalam air (FI, 1995). Oleh karena itu, diperlukan suatu langkah tambahan agar kelarutan piroksikam dapat meningkat.

Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan memperkecil ukuran partikel piroksikam ke dalam skala nano. Partikel demikian dikenal dengan istilah nanopartikel. Nanopartikel dapat diperoleh dengan berbagai metode dan yang paling umum digunakan adalah media mill (Möschwitzher dan Müller, 2007). Metode ini merupakan suatu teknologi pengurangan ukuran partikel yang terpenting dan telah dibuktikan kehandalannya lewat persetujuan registrasi 4 jenis produk obat yang menggunakan metode ini oleh FDA (Junghanns dan Müller, 2008). Oleh karena itu, metode yang sama juga akan digunakan pada penelitian ini untuk menghasilkan nanopartikel piroksikam.


(17)

10

Piroksikam merupakan obat antiinflamasi nonsteroid (AINS), analgesik, dan antipiretik yang digunakan dalam terapi simptomatik pada rematoid artritis, osteoartritis, ankilosing spondilitis, gangguan muskuloskeletal akut, dan gout akut (IONI, 2008). Terapi yang demikian umumnya membutuhkan pelepasan obat yang cepat agar segera mendapatkan respon farmakologi yang diinginkan sehingga piroksikam dianggap ideal sebagai model untuk dibuat formulasi ODT-nya.

Pada penelitian ini, ODT akan dibuat secara cetak langsung menggunakan

dua superdisintegrant yang berbeda yakni krospovidon dan natrium

kroskarmelosa. Nanopartikel piroksikam dihasilkan dengan metode media mill untuk mendapatkan ukuran partikel yang lebih kecil dari 1000 nm. Selanjutnya, dibandingkan pelepasan obat antara ODT nanopartikel dan ODT mikropartikel piroksikam.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, diduga bahwa ODT piroksikam akan memperlihatkan karakteristik yang berbeda bila menggunakan superdisintegrant dan ukuran partikel piroksikam yang berbeda. Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dari pembuatan nanopartikel sampai pada studi pelepasan obat secara in vitro yang dibandingkan antara ODT nanopartikel dengan ODT mikropartikel. Parameter yang diukur antara lain kadar zat berkhasiat, kekerasan, kerengasan, waktu hancur, waktu pembasahan, keseragaman sediaan, sensorium, dan disolusi.


(18)

11

Secara skematis, kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1. Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. apakah ukuran partikel akan mempengaruhi karakteristik ODT?

b. apakah superdisintegrant krospovidon dan natrium kroskarmelosa mempengaruhikarakteristik ODT?

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian.

Keseragaman sediaan Waktu Pembasahan

Kekerasan Kerengasan Kadar zat berkhasiat

Waktu Hancur

in vitro

Disolusi

Rasa Karakteristik

Tablet

Fisik

Profil Pelepasan

Obat

Sensorium Ukuran Partikel


(19)

12 1.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

a. ukuran partikel piroksikam akan mempengaruhi karakteristik ODT,

b. superdisintegrant krospovidon dan natrium kroskarmelosamempengaruhi

karakteristik ODT.

1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengembangkan suatu formula ODT yang memiliki karakteristik ideal.

1.5.2 Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan antara lain:

a. mengetahui pengaruh ukuran partikel piroksikam terhadap karakteristik ODT, b. mengetahui pengaruh krospovidon dan natrium kroskarmelosa sebagai

superdisintegrant terhadap karakteristik ODT.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien terutama pediatri dan geriatri dalam menggunakan tablet sehingga tujuan terapi yang diinginkan dapat tercapai.


(20)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tablet Hancur di Mulut / Orally Disintegrating Tablet (ODT) 2.1.1 Pengertian

Rute pemberian obat secara oral adalah rute paling umum dan nyaman digunakan oleh pasien. Tablet dan kapsul telah lama digunakan sebagai bentuk sediaan obat padat (solida) yang populer hingga saat ini, termasuk di dalamnya tablet konvensional dan pelepasan terkontrol, kapsul gelatin keras dan lunak (hard

and soft gelatin capsules) (Sharma, et.al., 2005). Namun di antara penggunaan

keduanya, tablet merupakan bentuk sediaan yang paling disukai karena mudah diproduksi, mudah pengemasan begitu juga penggunaannya (Rao, et.al., 2009).

Adanya berbagai perubahan fungsi fisiologis terkait usia, termasuk kesulitan menelan tablet secara utuh, akan menurunkan tingkat kepatuhan dan efektifitas terapi. Kelompok pasien yang menjadi perhatian atas isu ini terutama adalah pediatri dan geriatri (Rao, et.al., 2009). Banyak penelitian yang kemudian dikembangkan untuk mengatasi masalah ini dan tablet hancur di mulut (orally

disintegrating tablet) telah ditemukan sebagai salah satu bentuk sediaan paling

bermanfaat (Koseki, et.al., 2008). Dikenal oleh FDA sebagai orally disintegrating

tablet (ODT), bentuk sediaan ini disebut juga mouth-dissolving, fast-dissolving,

rapid-melt, porous, orodispersible, quick-dissolving, atau rapidly disintegrating

tablet (Kaushik, et.al., 2004).

Istilah ODT diadaptasi oleh Komite Pelabelan dan Tatanama (Nomenclature


(21)

14

suatu tablet yang hancur (disintegrasi) dengan cepat atau serta-merta dalam rongga mulut dan partikel zat yang ditelan menunjukkan karakteristik pelepasan segera (immediate-release). Sementara itu, Farmakope Eropa (European

Pharmacopoeia) mengadopsi istilah orodispersible tablet sebagai suatu tablet

yang diletakkan di atas lidah dan akan terdispersi secara cepat sebelum ditelan (Kundu dan Sahoo, 2008).

Tablet ini dimaksudkan agar cepat terdisintegrasi di mulut ketika kontak dengan air ludah atau saliva dalam waktu kurang dari 60 detik atau lebih disukai kurang dari 40 detik (Kundu dan Sahoo, 2008). Zat aktif kemudian akan melarut atau terdispersi ke dalam air ludah, lalu ditelan oleh pasien dan obat akan diabsorpsi seperti umumnya (Sharma, et.al., 2005). Untuk proses ini, jumlah air ludah yang sedikit telah mencukupi untuk memungkinkan terjadinya disintegrasi tablet. Oleh karena itu, tidak diperlukan air untuk menelan obat. (Koseki, et.al., 2008). Hal inilah yang akan mempermudah dan meningkatkan kepatuhan pasien pediatri ataupun geriatri dalam penggunaan obat. Selain itu, sejumlah bagian obat juga mungkin diabsorpsi di daerah pra-gastrik seperti mulut, faring, dan esofagus ketika air ludah turun ke lambung (Sharma, et.al., 2005) sehingga ketersediaan hayati obat akan meningkat dan pada akhirnya juga meningkatkan efektivitas terapi.

2.1.2 Karakteristik Ideal ODT

Sediaan ODT berbeda dari tablet konvensional umumnya, maka sediaan ODT harus memiliki beberapa karakteristik yang ideal antara lain:


(22)

15

a. disintegrasi harus cepat. Secara umum, hal ini berarti bahwa tablet ODT harus terdisintegrasi dalam waktu kurang dari 1 menit. Namun demikian, akan lebih disukai bila disintegrasi terjadi secepat mungkin di dalam rongga mulut. Begitu juga ODT harus mengalami terdisintegrasi dengan sedikit atau tanpa meminum air sama sekali dan dimaksudkan untuk melarut dengan air ludah pasien sendiri.

b. penutupan rasa (taste-masking) dari senyawa aktif. Hal ini dikarenakan obat ODT akan melarut atau mengalami disintegrasi di dalam mulut. Setelah melarut, sediaan diharapkan tidak atau sedikit meninggalkan residu serta rasa enak di mulut. Teknologi penutupan rasa yang ideal hendaknya mampu menghasilkan mouth-feel yang baik dan tidak memberikan sensasi berpasir (grittiness) di mulut.

c. kekerasan dan porositas tablet yang optimal. Oleh karena ODT dirancang untuk memiliki waktu disintegrasi dan disolusi yang cepat maka dibutuhkan zat tambahan (excipient) dengan derajat keterbasahan (wettability) yang tinggi dan struktur tablet dengan porositas yang tinggi pula dimaksudkan untuk absorpsi air yang cepat ke dalam tablet. Kekerasan tablet berbanding terbalik dengan porositasnya maka adalah hal yang penting untuk mendapatkan porositas tablet dengan absorpsi air yang cepat tanpa mengurangi kekerasan tablet sehingga tidak mudah rusak selama pengemasan dan pendistribusian dalam blister atau botol tablet konvensional.

d. sensitifitas yang rendah terhadap kelembapan. ODT seringkali sensitif terhadap kelembapan, hal ini disebabkan zat tambahan dengan kelarutan dalam air yang tinggi sehingga sangat rentan terhadap kelembapan. Untuk


(23)

16

mengatasi hal ini, diperlukan strategi pengemasan yang baik agar tablet terlindungi dari berbagai pengaruh lingkungan (Fu, et.al., 2004).

2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Formulasi ODT

ODT memiliki semua kelebihan dari bentuk sediaan solida, antara lain stabilitasnya yang baik, ketepatan dosis, kemudahan produksi, ukuran pengemasan yang kecil, dan praktis dibawa bepergian. ODT juga memiliki kelebihan formulasi seperti kemudahan penggunaan obat, tidak ada resiko sesak nafas (tersedak) akibat obstruksi fisik bentuk solida di tenggorokan (Fu, et.al., 2004), kecepatan absorpsi dan onset obat yang cepat, serta ketersediaan hayati yang tinggi.

Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas, zat aktif dapat diabsorpsi baik di daerah bukal, faring maupun esofagus selama larutan obat turun ke lambung. Karena absorpsi pra-gastrik akan menghindarkan zat aktif dari metabolisme lintas pertama di hati, maka dosis obat juga dapat dikurangi bila sejumlah besar zat aktif mengalami metabolisme tersebut selama pemberian tablet konvensional (Fu, et.al., 2004). Oleh karena itu dalam kasus terapi tertentu, ODT merupakan obat pilihan untuk mendapatkan konsentrasi sistemik yang tinggi secara cepat atau high drug loading (Kundu dan Sahoo, 2008).

ODT menawarkan kemudahan bagi pasien yang mengalami kesulitan menelan (dysphagia) terutama pasien pediatri dan geriatri serta untuk pasien yang sedang berlibur dan menempuh perjalanan jauh yang kemungkinan besar air minum mungkin sulit diperoleh (Verma dan Garg, 2001). Di samping berbagai kelebihan ODT seperti yang telah disebutkan di atas, sediaan ODT juga memiliki


(24)

17

kekurangan yaitu keterbatasan jumlah obat yang dapat diformulasi dalam setiap unit dosisnya. Selain itu, terkait sifat bentuk sediaan ODT yang rapuh (fragile), diperlukan pengemasan khusus dan ini tentu akan menambah biaya produksi (Ghost, et.al., 2005).

2.1.4 Metode Formulasi ODT

Sifat ODT yang cepat larut (fast-dissolving) berasal dari jalan masuk air yang sangat singkat ke dalam matriks tablet sehingga mengakibatkan disintegrasi yang sangat cepat. Oleh karena itu, pendekatan mendasar dalam mengembangkan tablet jenis ini meliputi:

a. memaksimalkan struktur berpori dari matriks tablet.

b. menambahkan senyawa penghancur (disintegrant) yang tepat.

c. menggunakan zat tambahan (excipient) yang sangat mudah larut air dalam formulasi.

Sejauh ini, beberapa metode pembuatan ODT telah dikembangkan dengan berbagai prinsip dasar yang berbeda (Shukla, et.al., 2009). Formulasi ODT dapat dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu metode yang menggunakan proses pemanasan dan yang tidak menggunakan pemanasan. Menurut Goel, et.al. (2008), metode yang menggunakan proses pemanasan antara lain: proses gula kapas

(cotton candy process), tekanan leburan (melt extrusion), pencetakan tablet (tablet

molding), dan sublimasi (sublimation). Sementara itu, metode yang tidak

menggunakan proses pemanasan meliputi pengeringan beku (freeze drying), cetak langsung (direct compression) dan sistem efervesen (effervescent system).


(25)

18

Metode formulasi ODT dengan menggunakan proses pemanasan, secara skematis diringkas dalam Gambar 2.1. Sedangkan metode formulasi ODT tanpa menggunakan proses pemanasan, secara skematis diringkas dalam Gambar 2.2.

Gambar 2.1 Skema metode formulasi ODT menggunakan proses pemanasan.

(Sumber: Goel, H., Rai, P., Rana, V. dan A.K. Tiwary, 2008, Orally Disintegrating Systems: Innovations in Formulation and Technology, Recent Pat. Drug Deliv. Formul. 2(3): 258-274)


(26)

19

Berdasarkan sudut pandang industri farmasi, metode cetak langsung (direct

compression) merupakan metode pembuatan tablet yang paling mudah dan murah.

Industri dapat menggunakan peralatan produksi konvensional, bahan-bahan tambahan yang umumnya telah tersedia, menempatkan dosis yang cukup tinggi dalam sediaan, dan prosedur kerja yang singkat (Kundu dan Sahoo, 2008). Metode ini juga merupakan pilihan utama untuk membuat tablet dengan Gambar 2.2 Skema metode formulasi ODT tanpa menggunakan proses

pemanasan.

(Sumber: Goel, H., Rai, P., Rana, V. dan A.K. Tiwary, 2008, Orally Disintegrating Systems: Innovations in Formulation and Technology, Recent Pat. Drug Deliv. Formul. 2(3): 258-274)


(27)

20

kandungan zat aktif yang termolabil dan sensitif terhadap kelembapan (Goel, et.al., 2008).

Metode cetak langsung dapat digunakan untuk membuat sediaan ODT dengan cara memilih kombinasi bahan tambahan yang tepat sehingga dapat menghasilkan disintegrasi yang cepat tetapi memiliki daya tahan fisik tablet yang baik. Bahan tambahan yang dimaksudkan adalah bahan penghancur

(disintegrant). Beberapa peneliti menggunakan bahan effervescent sebagai

disintegrant, sementara yang lain mengkombinasi berbagai disintegrant yang ada

(Fu, et.al., 2004).

Menurut Dobetti (2000) beberapa non-effervescent disintegrant yang dapat digunakan antara lain:

a. amilum dan amilum termodifikasi (modified amylum). Kelompok ini meliputi amilum alamiah (seperti amilum jagung dan amilum kentang), amilum cetak langsung (seperti starch 1500), amilum termodifikasi (seperti

carboxymethylstarches dan natrium amilum glikolat/sodium starch glycolate)

dan turunan amilum (seperti amilosa)

b. polivinilpirolidon terkait silang (cross-linked polyvinyl pyrrolidone)

c. selulosa termodifikasi seperti natrium CMC terkait silang (cross-linked

sodium carboxymethylcellulose)

d. asam alginat dan natrium alginat

e. selulosa mikrokristal (microcrystalline cellulose)

f. garam kopolimer asam metakrilat-divinilbenzene (methacrylic


(28)

21

Selulosa termodifikasi (modified cellulose) merupakan bahan yang sangat penting dalam sistem disintegrasi oral karena bahan ini menghasilkan disintegrasi yang cepat sehingga disebut juga sebagai superdisintegrant (Goel, et.al., 2008). Natrium kroskarmelosa merupakan garam natrium terkait silang dari karboksimetil selulosa, yang memiliki kapasitas mengembang yang besar serta efektif digunakan pada kadar rendah yakni antara 0,5-2,0% (Goel, et.al., 2008).

Krospovidon merupakan turunan polyvinyl pyrrolidone yang tak larut dalam air, cepat menyebar dan mengembang di dalam air, namun tidak akan membentuk gel bahkan dalam jangka waktu yang lama sekalipun di dalam air. Bahan ini merupakan disintegrant yang paling baik dan memiliki rasio luas permukaan-volume yang paling besar dibandingkan dengan yang lain. Konsentrasi efektifnya dicapai pada 1-3% (Goel, et.al., 2008).

Pendekatan lain formulasi ODT dengan metode cetak langsung adalah dengan menggunakan zat tambahan berbahan dasar gula seperti dekstrosa, fruktosa, isomalt, laktitol, maltitol, maltosa, manitol, sorbitol, starch hydrolysate, polidekstrosa, dan xylitol (Shukla, et.al., 2009). Bahan tambahan berbahan dasar gula banyak digunakan dalam formulasi sediaan ODT sebagai bulking agent dengan alasan kelarutan yang tinggi dalam air dan pemberi rasa manis sehingga menghasilkan mouth-feel yang menyenangkan dan penyalutan rasa yang baik (Fu, et.al., 2004).

Mizumoto, et.al. (1996) mengelompokkan bahan tambahan berbahan dasar gula yang dapat digunakan dalam formulasi ODT ke dalam 2 jenis berdasarkan tingkat kompresibilitas dan laju disolusinya yaitu:


(29)

22

a. sakarida jenis I (misalnya laktosa dan manitol). Jenis ini memiliki kompresibilitas yang rendah tetapi dengan laju disolusi yang tinggi,

b. sakarida jenis II (misalnya maltosa dan maltitol). Jenis ini memiliki kompresibilitas yang tinggi namun laju disolusinya rendah.

Adapun kelemahan metode cetak langsung dalam formulasi ODT ialah kapasitas disintegrasinya sangat tergantung pada ukuran dan tingkat kekerasan tablet (Dobetti, 2000).

2.2 Pengurangan Ukuran Partikel Senyawa Aktif Obat yang Sukar Larut Air dengan Nanoteknologi

Nanoteknologi merupakan kemampuan untuk memproduksi dan memproses materi berukuran nano (nanosized) atau memanipulasi objek dalam skala nano

(nanoscale). Nanoscale umumnya menyatakan rentang ukuran dari 1 hingga 100

nm. Akan tetapi, beberapa ilmuwan menganggap ukuran nanoscale adalah antara 1 hingga 200 nm, bahkan hingga 1000 nm (Jin, 2008).

Nanoteknologi berkembang semakin pesat seiring dengan meningkatnya kebutuhan industri akan ukuran partikel yang semakin kecil. Dalam industri farmasi dan bioteknologi, nanoengineering telah mempengaruhi setiap segmen dan subspesialisasi yang ada. Pengurangan ukuran partikel ini menawarkan suatu kesempatan bermakna bagi perancang formula untuk mengatasi hambatan dalam pengembangan produk terkait senyawa aktif obat yang sukar larut dalam air (Lee, et.al., 2008).

Kelarutan yang rendah merupakan masalah utama dalam pengembangan formulasi obat. Dalam banyak kasus, kelarutan yang rendah akan mengakibatkan rendahnya ketersediaan hayati. Selain itu, obat dengan kelarutan yang rendah


(30)

23

memiliki laju disolusi yang rendah pula. Pada dasarnya, obat dapat memiliki kelarutan yang rendah baik dalam air maupun pelarut organik. Bila zat aktif sukar larut dalam air, pendekatan formulasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan solubilizing agent, chelating agent seperti siklodekstrin atau mengkombinasikan air dengan pelarut organik seperti air-etanol dan air-propilen glikol (Müller, et.al., 2000).

Alternatif lain yang cukup penting adalah dengan mengurangi ukuran partikel. Mikronisasi digunakan untuk meningkatkan luas permukaan partikel sehingga akan meningkatkan laju disolusi dan absorpsi. Mikronisasi dimaksudkan untuk mengubah serbuk zat aktif menjadi kristal berukuran mikro (berkisar 2 hingga 5 m) dengan menggunakan colloid mills atau jet mills (Möschwitzher dan Müller, 2007). Namun bila zat aktif tersebut praktis tidak larut atau mempunyai kelarutan yang sangat rendah, mikronisasi tidak akan memberikan efek bermakna. Untuk alasan ini, alternatif berikutnya adalah mengurangi ukuran partikel menjadi yang lebih kecil yaitu skala nano (Möschwitzher dan Müller, 2007). Ukuran nanopartikel berkisar 10 hingga 1000 nm dan kebanyakan metode menyarankan sebaiknya diameter partikel antara 200 dan 400 nm (Müller dan Keck, 2004).

Menurut Müller dan Keck (2004), ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk memproduksi nanopartikel dengan bentuk dan ukuran yang diinginkan, yaitu:

a. mudah dikerjakan,

b. dapat diaplikasikan dalam pembuatan sebanyak mungkin jenis zat aktif obat atau dengan kata lain bersifat universal,


(31)

24

d. diformulasi dengan bahan-bahan tambahan yang inert dan telah disetujui oleh badan regulasi,

e. dapat dikerjakan dalam skala besar,

f. prosedur produksi hendaknya dapat divalidasi dan memenuhi ketentuan yang berlaku.

Secara umum, metode pembuatan nanopartikel terbagi atas 3 prinsip utama yaitu metode presipitasi, penggilingan (milling methods), dan homogenisasi.

2.2.1 Metode Presipitasi

Salah satu metode presipitasi yang pertama adalah teknologi pembuatan

Hydrosol. Teknologi ini dikembangkan oleh Sucker dan merupakan hak cipta

milik Sandoz (sekarang bernama Novartis). Teknologi ini sesungguhnya merupakan metode presipitasi klasik yang dikenal sebagai “via humida paratum”. Dalam metode ini, zat aktif dilarutkan ke dalam pelarut, lalu larutan tersebut dimasukkan ke dalam larutan lain yang bukan pelarut zat aktif tersebut sehingga menghasilkan presipitasi zat aktif yang halus. Kelemahan metode ini adalah nanopartikel yang terbentuk harus distabilisasi untuk mencegah timbulnya kristal berukuran mikro dan zat aktif yang hendak dibuat nanopartikelnya harus larut setidaknya dalam salah satu jenis pelarut, sementara diketahui bahwa banyak zat aktif memiliki kelarutan rendah baik di air maupun pelarut organik. Lyophilization harus dilakukan untuk mempertahankan ukuran nanopartikel tersebut. Metode presipitasi yang lain adalah pembuatan nanopartikel amorf. Teknologi ini digunakan dalam bidang farmasetika oleh perusahaan Soliqs (Ludwigshafen,


(32)

25

Jerman) dan dipasarkan dengan merek dagang NanoMorph® (Junghanns dan Müller, 2008).

2.2.2 Metode Penggilingan

Penggilingan merupakan teknik standar yang telah digunakan dalam beragam bidang aplikasi industri untuk mengurangi ukuran partikel. Pengurangan ukuran partikel lewat penggilingan dapat dijelaskan oleh tiga mekanisme kunci yang saling mempengaruhi yakni gesekan antara dua permukaan karena tekanan yang dihasilkan melampaui kekuatan inheren partikel sehingga mengakibatkan frakturasi (patahan atau retakan), gaya gesek yang dihasilkan (shear force) mengakibatkan pecahnya partikel menjadi beberapa bagian, dan deagregasi terkait kolisi (tabrakan) antar agregat pada laju diferensial yang tinggi (Gour, 2010).

Metode penggilingan dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara yaitu berdasarkan kondisi medium penggilingan atau berdasarkan mekanisme fraktur yang terjadi selama penggilingan berlangsung. Berdasarkan kondisi medium ketika partikel digiling, metode dibagi 2 yaitu metode penggilingan kering dan metode penggilingan basah (Burcham, et.al., 2009). Sedangkan berdasarkan mekanisme fraktur yang terjadi, metode dapat dibagi menjadi pemotongan

(cutting), kompresi (compression), impaksi (impaction), dan erosi (attrition)

(Staniforth, 2002).

Metode penggilingan kering (dry milling) merupakan suatu proses memperkecil ukuran partikel tanpa adanya larutan. Hal ini dicapai lewat penggilingan atau penggerusan dengan tenaga tinggi menggunakan suatu baut


(33)

26

(pin) atau pelatuk (hammer) yang berputar. Peralatan yang dapat digunakan antara lain hammer mill, universal/pin mill, dan jet mill (Burcham, et.al., 2009). Kelemahan utama metode ini adalah kemampuannya menghasilkan distribusi ukuran partikel yang luas berkisar beberapa ratus nanometer hingga 25 m atau dengan kata lain, hanya beberapa persen produknya yang berupa nanopartikel (Müller, et.al., 2000).

Metode berikutnya adalah metode penggilingan basah (wet atau slurry

milling) yaitu proses penggilingan suatu zat padat yang disuspensikan dalam suatu

larutan. Penggunaan penggilingan basah memiliki beberapa keuntungan dibandingkan penggilingan kering, di antaranya:

a. penggillingan basah dapat dikerjakan bersamaan dengan tahapan isolasi-kristalisasi bahan aktif sehingga tidak menggunakan unit operasi yang terpisah-pisah seperti halnya penggilingan kering sehingga dapat mengurangi waktu penggilingan dan biaya produksi,

b. dapat digunakan untuk zat aktif yang memperlihatkan perubahan sifat fisik atau fase pada suhu tinggi, seperti memiliki titik leleh yang rendah. Hal ini dikarenakan peningkatan kapasitas panas larutan pembawa yang akan menghasilkan fluktuasi suhu yang lebih rendah selama proses penggilingan.

Beberapa jenis penggilingan basah yang umum digunakan dalam farmasetika yakni toothed-rotor-stator mill, colloid mill, dan media mill (Burcham, et.al., 2009). Media mill merupakan metode yang paling umum digunakan (Möschwitzher dan Müller, 2007).

Media mill seringkali disebut juga pearl mill atau bead mill. Komponennya


(34)

27

shaft), dan ruang resirkulasi produk (product recirculation chamber). Ruang ini

berisi media penggiling berbentuk sferis (spherical milling media) yang berdiameter kurang dari 2 mm (Burcham, et.al., 2009). Media penggiling ini dapat dibuat dari bahan gelas, logam, keramik seperti zirkonium oksida, dan polimer seperti resin polistiren. Pemilihan media yang tepat merupakan hal yang penting diperhatikan berhubung erosi dari material media (umumnya gelas dan logam) dapat terjadi selama proses penggilingan sehingga meninggalkan residu pada bahan yang digiling (Burcham, et.al., 2009).

Shaft dirancang untuk berputar pada kecepatan tinggi kurang lebih 20.000

rpm (Lee, et.al., 2008). Perputaran shaft akan menggerakkan media sehingga akan memberikan energi dan gesekan yang kuat kepada suspensi zat aktif yang dipompakan ke dalam ruang sehingga ukuran partikelnya berkurang. Dengan menggunakan media yang lebih kecil (kurang dari 100 m) maka akan dapat diperoleh partikel yang berukuran nano (Burcham, et.al., 2009). Larutan medium yang digunakan untuk mensuspensi zat aktif dapat memiliki beberapa tujuan di antaranya untuk lubrikasi dan penyalutan partikel melalui berbagai interaksi fisikokimia (elektrostatik, hidrofobik, dan lain-lain) (Lee, et.al., 2008).

Metode penggilingan basah (wet milling) merupakan teknologi pengecilan ukuran partikel yang mampu terus berkembang dan bertahan (viable). Keunggulannya telah dibuktikan dengan persetujuan registrasi 4 jenis produk obat yang menggunakan metode ini oleh FDA (Möschwitzher dan Müller, 2007). Dapat ditambahkan, perusahaan bernama NanoSystems (Collegeville, Pennsylvania, AS) menghasilkan nanopartikel obat juga dengan metode pearl mill ini dengan nama dagang NanoCrystals® (Müller, et.al., 2000).


(35)

28

Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu penggilingan antara lain kekerasan zat aktif, kandungan surfaktan, temperatur, viskositas medium pendispersi, masukan energi spesifik, dan ukuran media penggiling. Waktu yang diperlukan dalam penggilingan ini berkisar antara 30 menit hingga beberapa hari (Möschwitzher dan Müller, 2007).

2.2.3 Metode Homogenisasi

Homogenisasi bertekanan tinggi merupakan pendekatan lain untuk memperkecil ukuran partikel senyawa yang sukar larut. Ada 3 teknologi penting yang dikenal yaitu teknologi mikrofluidisasi (microfluidizer technology atau

IDD-PTM technology), homogenisasi di celah piston dalam air (piston gap

homogenization in water atau Dissocubes® technology), dan di dalam campuran

air atau media non-air (Nanopure® technology) (Junghanns dan Müller, 2008). Kelebihan dan kekurangan masing-masing metode ini dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Selain ketiga metode utama di atas, beragam metode kombinasi juga telah dikembangkan seperti Nanoedge® technology yang menggabungkan presipitasi dengan homogenisasi celah piston dan Nanopure® XP (Extended Performance)


(36)

29

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan 3 Metode Pembuatan Nanopartikel

Teknologi Kelebihan Kekurangan

Presipitasi a. zat aktif terdispersi halus b. mudah mengendalikan

ukuran partikel seperti yang diinginkan

a. hasil nanopartikel harus distabilisasi

b. adanya kemungkinan residu pelarut organik c. tidak dapat diaplikasikan

secara universal, karena hanya dapat dilakukan pada zat aktif yang larut sedikitnya dalam 1 pelarut Penggilingan a. membutuhkan energi

yang rendah bila dibandingkan dengan metode homogenisasi b. telah diaplikasikan untuk

4 jenis obat yang telah disetujui oleh FDA

a. adanya kemungkinan residu dari media penggiling

b. membutuhkan waktu cukup lama (beberapa hari)

c. hasil nanopartikel perlu distabilisasi

d. tidak dapat diaplikasikan pada produksi berskala besar karena terbatasnya ukuran ruang penggilingan Homogenisasi a. dapat diaplikasikan

secara universal

b. dapat diaplikasikan pada produksi berskala besar c. membutuhkan waktu

relatif singkat

(memungkinkan hanya beberapa menit)

d. memungkinkan produksi dalam kondisi bebas air

a. membutuhkan energi besar b. membutuhkan pengalaman yang banyak dalam proses pembuatannya

(Sumber: Junghanns, J.U.A.H. dan R.H. Müller, 2008, Nanocrystal Technology, Drug Delivery and Clinical Applications, Int. J. Nanomedicine 3(3): 295-309)

2.3 Piroksikam sebagai Model ODT

Beberapa faktor harus dipertimbangkan ketika memilih model senyawa obat yang akan diformulasi dalam bentuk sediaan ODT. Secara umum, sediaan ODT


(37)

30

obat sekurang-kurangnya harus bioekivalen dengan bentuk sediaan oral lainnya yang telah ada. Senyawa obat yang dianggap ideal untuk diformulasi sediaan ODT adalah yang dapat berdifusi dan berpenetrasi ke dalam epitelium saluran pencernaan atas (log P > 1 atau lebih disukai > 2) serta mampu berpermeasi ke dalam jaringan mukosa mulut. Senyawa obat dengan waktu paruh pendek, frekuensi pemberian dosis yang tinggi, memiliki rasa sangat pahit atau yang membutuhkan pelepasan terkontrol, bukanlah kandidat yang sesuai untuk dibuat sediaan ODT (Hirani, et.al., 2009).

Para peneliti telah memformulasikan ODT dari berbagai kategori obat pada terapi untuk meningkatkan kadar puncak plasma yang cepat agar mendapatkan respon farmakologi yang diinginkan. Kategori itu termasuk di antaranya neuroleptik, obat kardiovaskular, analgesik, antialergi, ansiolitik, sedatif hipnotik, diuretik, anti-parkinson, antibakteri, dan obat yang digunakan untuk memperbaiki disfungsi ereksi (Hirani, et.al., 2009). Dalam penelitian ini, digunakan piroksikam sebagai model dalam formulasi ODT.

2.3.1 Sifat Fisikokimia Piroksikam

Piroksikam (4-hidroksi-2-metil-N-2-piridil-2H-1,2-benzotiazin-3-karboksa– mida 1,1-dioksida) berupa serbuk berwarna hampir putih atau coklat terang atau kuning terang dan tidak berbau, sedangkan bentuk monohidratnya berwarna kuning. Senyawa ini memiliki rumus molekul C15H13N3O4S dan berat molekul

331,35 dengan rumus bangun seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 (FI, 1995).


(38)

31

 

Piroksikam sangat sukar larut dalam air, dalam asam encer dan sebagian besar pelarut organik; sukar larut dalam etanol dan dalam larutan alkali yang mengandung air (FI, 1995); larut dalam metilen klorida (BP, 2009) serta sedikit larut dalam etanol anhidrat. Senyawa ini memiliki titik leleh 198 hingga 200°C dengan pKa 6,3 dan log P (oktanol/air) 3,1 (Moffat, et.al., 2004). Piroksikam memiliki sifat asam dikarenakan adanya gugus substitusi dari asam 4-hidroksi enolat (ASHP, 2002).

2.3.2 Farmakokinetika

Absorpsi. Piroksikam diabsorpsi dengan baik jika diberikan per oral. Kadar obat akan muncul dalam waktu 15-30 menit setelah pemberian dosis oral tunggal 20 mg piroksikam dan kadar puncak plasma sekitar 1,5-2 g/mL umumnya dicapai dalam waktu 3-5 jam. Aktivitas antiinflamasi yang optimum akan diperoleh pada kadar plasma sedikitnya 5 g/mL (ASHP, 2002).

Distribusi. Pada konsentrasi plasma 5-30 g/mL, piroksikam akan terikat dengan protein plasma sebesar 99,3%. Pada manusia sehat, volume distribusi piroksikam dilaporkan berkisar 0,12 hingga 0,14 L/kg. Pada pemberian oral, piroksikam juga didistribusikan ke dalam air susu ibu dengan kadar 1-3% dari kadar plasma sang ibu (ASHP, 2002).


(39)

32

Metabolisme dan ekskresi. Waktu paruh plasma piroksikam dilaporkan berkisar antara 14 hingga 158 jam pada orang dewasa sehat, sementara produsen menyatakan rerata waktu paruhnya adalah 50 jam. Pada kondisi steady-state, 50% dosis piroksikam akan dimetabolisme di hati dengan cara proses hidroksilasi gugus samping piridinil pada posisi 5 dan konjugasi glukoronida dari metabolit hidroksi tersebut. Piroksikam dan metabolitnya diekskresikan melalui urin dan feses, ekskresi obat lewat urin berjumlah dua kali lipatnya dibandingkan lewat feses. Piroksikam diekskresikan dalam bentuk metabolitnya dan hanya 5% dari dosis yang diekskresikan dalam bentuk tidak berubah (ASHP, 2002).

2.3.3 Farmakodinamika

Piroksikam memiliki efek farmakologi sama halnya obat antiinflamasi nonsteroid lainnya. Senyawa ini memiliki aktivitas antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik. Obat ini bekerja dengan cara menghambat sintesis prostaglandin dalam jaringan tubuh yaitu dengan menghambat isoenzim siklooksigenase yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2) (juga dikenal sebagai

prostaglandin G/H synthase-1 [PGHS-1] dan -2 [PGHS-2]). Enzim ini diketahui

mengkatalisis pembentukan prostaglandin pada jalur asam arakidonat. Meskipun mekanisme yang sesungguhnya belum diketahui secara pasti, aktivitas antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik dari obat AINS secara mendasar merupakan efek penghambatan isoenzim COX-2, sedangkan efeknya dalam penghambatan COX-1 umumnya merupakan efek samping yang tak diinginkan pada terapi seperti iritasi mukosa gastrointestinal dan penghambatan agregasi platelet (ASHP, 2002).


(40)

33 2.3.4 Indikasi dan Dosis Terapi

Terkait dengan efek farmakologinya sebagai antiinflamasi nonsteroid dan analgesik, piroksikam digunakan dengan indikasi untuk terapi simptomatik pada rematoid artritis, osteoartritis, ankilosing spondilitis, gangguan muskuloskeletal akut, dan gout akut (IONI, 2008).

Dosis awal terapi rematoid artritis, osteoartritis, dan ankilosing spondilitis adalah 20 mg sebagai dosis tunggal. Dosis pemeliharaan pada umumnya 20 mg sehari atau jika diperlukan dapat diberikan 10-30 mg dalam dosis tunggal atau terbagi. Dosis lebih dari 20 mg sehari akan meningkatkan efek samping gastrointestinal. Pada terapi gout akut, mula-mula diberikan 40 mg sehari sebagai dosis tunggal, diikuti 4-6 hari berikutnya 40 mg sehari dosis tunggal atau terbagi. Sedangkan pada gangguan muskuloskeletal akut, dosis awalnya 40 mg sehari sebagai dosis tunggal atau terbagi selama 2 hari, selanjutnya 20 mg sehari selama 7-14 hari (IONI, 2008).


(41)

34

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental (experimental research). Penelitian dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh atau hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam penelitian ini, yang termasuk variabel bebas adalah superdisintegrant (krospovidon dan natrium kroskarmelosa) dan ukuran partikel. Sedangkan variabel terikat adalah karakteristik tablet.

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan nanopartikel dan dievaluasi ukuran partikelnya, lalu dilanjutkan formulasi dengan memvariasikan jenis dan komposisi superdisintegrant. Evaluasi meliputi pemeriksaan karakteristik fisik, profil pelepasan obat, dan sensorium. Selanjutnya, hasil ini dibandingkan dengan hasil evaluasi terhadap mikropartikel piroksikam dengan parameter yang sama.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Tangerang, Provinsi Banten dan Laboratorium Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.


(42)

35 3.3 Bahan dan Alat

3.3.1 Bahan

Bahan baku piroksikam (Nantong Jing Hua Pharmaceutical, Co. Ltd.), baku pembanding piroksikam (Hexpharm Jaya Laboratories), krospovidon, natrium kroskarmelosa (Ac-Di-Sol®, FMC BioPolymer), selulosa mikrokristal (Ceolus®, Asahi Kasei Chemicals Corp.), aspartam, talkum dan Mg Stearat (PT. Brataco), HCl(p), metanol (E. Merck), dan aquadest.

3.3.2 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi neraca analitik (Vibra), mesin cetak tablet (Ateliers), Strong Cobb hardness tester (Erweka),

desintegration tester (Erweka), disolution tester (Erweka), friabilator (Roche),

high energy milling (HEM) E3D (LIPI) dengan media penggiling berupa bola

keramik berdiameter 2 mm, spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu Mini 1240),

particel size analyzer (DelsaTM Nano, Beckmann Coulter), sonikator (Kudos),

saringan mesh 100, serta peralatan gelas laboratorium lainnya (Pyrex).

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Nanopartikel Piroksikam

Sebanyak 5 g piroksikam berukuran partikel 13 µm dan bola-bola keramik berdiameter 2 mm dengan perbandingan jumlah 1:10 dimasukkan ke dalam ruang

(chamber), lalu alat high energy milling (HEM) E3D dijalankan pada kecepatan

1400 rpm selama 30 jam hingga mendapatkan ukuran partikel yang lebih kecil dari 1000 nm. Hasil yang diperoleh kemudian dikarakterisasi partikelnya dengan


(43)

36

menggunakan scanning electron microscope (SEM), difraktometer sinar-X (XRD), dan particle size analyzer (PSA).

3.4.2 Pembuatan ODT Nanopartikel Piroksikam

Tablet dibuat secara cetak langsung dengan menggunakan berbagai formula seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Formula ODT Nanopartikel Piroksikam dengan Variasi Komposisi Superdisintegrant

Kode Formulasi Bahan (mg)

ODT1 ODT2 ODT3 ODT4 ODT5 ODT6 ODT7

Piroksikam 10 10 10 10 10 10 10

Krospovidon 5 - 10 - 20 - 5

Na Kroskarmelosa - 5 - 10 - 20 5

Selulosa mikrokristal 172 172 167 167 157 157 167

Aspartam 10 10 10 10 10 10 10

Mg Stearat 2 2 2 2 2 2 2

Talkum 1 1 1 1 1 1 1

Total 200 200 200 200 200 200 200

Ditimbang masing-masing bahan lalu dimasukkan ke dalam lumpang dan dicampur hingga homogen. Campuran yang telah homogen lebih dahulu diperiksa sifat pre-formulasinya sebelum dicetak langsung dengan mesin cetak tablet.

3.4.3 Penetapan Kadar Zat Berkhasiat 3.4.3.1 Pembuatan Larutan HCl 0,1 N

Diencerkan 8,5 ml HCl(p) dengan air suling sampai 1000 ml dalam labu


(44)

37

3.4.3.2 Pembuatan Larutan Induk Baku Pembanding Piroksikam 3.4.3.2.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Pertama (1000 ppm)

Dimasukkan 50 mg baku pembanding piroksikam dan 5 ml metanol berturut-turut ke dalam labu tentukur 50 ml lalu dikocok hingga piroksikam larut. Setelah larut, diencerkan lagi dengan larutan HCl 0,1 N hingga garis tanda.

3.4.3.2.2 Pembuatan Larutan Induk Baku Kedua (20 ppm)

Dipipet 1 ml larutan induk baku pertama, kemudian masukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan diencerkan dengan larutan HCl 0,1 N hingga garis tanda.

3.4.3.3 Penentuan Panjang Gelombang Analisis

Panjang gelombang analisis ditentukan dengan cara mengukur spektrum serapan dari piroksikam baku menggunakan spektrofotometer UV.

Dipipet 2,5 ml larutan induk baku kedua lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml dan diencerkan dengan larutan HCl 0,1 N hingga garis tanda. Hasilnya diperoleh larutan baku piroksikam 5 ppm. Larutan ini kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 200-400 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV sehingga diperoleh spektrum serapan piroksikam. Panjang gelombang analisis yang dipilih adalah panjang gelombang saat piroksikam memperlihatkan serapan paling tinggi.

3.4.3.4 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Baku Pembanding Piroksikam Larutan induk baku kedua dipipet 1 ml, 1,75 ml, 2,5 ml, 3 ml, dan 3,5 ml; masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml lalu diencerkan dengan


(45)

38

larutan HCl 0,1 N hingga garis tanda. Konsentrasi yang diperoleh berturut-turut adalah 2 ppm, 3,5 ppm, 5 ppm, 6 ppm dan 7 ppm. Masing-masing larutan kemudian diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang analisis. Kurva kalibrasi antara jumlah serapan dengan konsentrasi dibuat dari data yang diperoleh, lalu dihitung persamaan regresi dan koefisien korelasinya.

3.4.3.5 Penetapan Kadar Nanopartikel Piroksikam

Dimasukkan 5 mg piroksikam nanopartikel dan 5 ml metanol berturut-turut ke dalam labu tentukur 50 ml lalu dikocok hingga piroksikam larut. Setelah larut, diencerkan lagi dengan larutan HCl 0,1 N hingga garis tanda. Dipipet 0,5 ml larutan ini lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml dan diencerkan dengan larutan HCl 0,1 N hingga garis tanda. Larutan ini lalu diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang analisis.

3.4.3.6 Penetapan Kadar Piroksikam dalam ODT Nanopartikel

20 buah tablet formulasi ODT nanopartikel ditimbang seksama lalu diserbukkan. Selanjutnya ditimbang sejumlah serbuk setara dengan 5 mg piroksikam. Serbuk ini lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dilarutkan dengan 5 ml metanol, kemudian encerkan larutan ini dengan larutan HCl 0,1 N hingga garis tanda. Larutan disaring dengan membuang beberapa tetes pertama filtrat. Dipipet 5 ml filtrat, lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan encerkan dengan larutan HCl 0,1 N sampai garis tanda. Larutan ini lalu


(46)

39

diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang analisis.

3.4.4 Uji Kekerasan

Satu tablet diletakkan tegak lurus di antara anvil dan punch dari alat Strong

Cobb hardness tester, lalu dijepit dengan memutar sekrup pengatur hingga tanda

lampu “stop” menyala. Ditekan tombol untuk memberi tekanan pada tablet hingga pecah dan jarum penunjuk skala berhenti. Angka pada skala yang ditunjuk oleh jarum kemudian dicatat. Angka ini adalah nilai kekerasan tablet yang diuji. Dilakukan uji kekerasan terhadap 6 tablet.

3.4.5 Uji Kerengasan

Ditimbang 20 tablet yang telah dibersihkan dari debu dan dicatat beratnya (a gram). Keseluruhan tablet dimasukkan ke dalam friabilator Roche, kemudian alat dijalankan selama 4 menit (100 rpm). Setelah selesai, tablet dikeluarkan dan dibersihkan dari debu, lalu ditimbang kembali (b gram).

(

)

100%

Kerengasan= − ×

a b a

Syarat: kehilangan berat tidak boleh lebih dari 0,8% (Lachman, et.al., 1994).

3.4.6 Uji Waktu Hancur

3.4.6.1 Uji Waktu Hancur Menggunakan Disintegration Tester

Satu tablet dimasukkan pada masing-masing tabung dari keranjang


(47)

40

bersuhu 37±2°C. Semua tablet harus hancur sempurna dalam hitungan detik (kurang dari 20-30 detik).

3.4.6.2 Uji Waktu Hancur Termodifikasi

Satu tablet dimasukkan ke dalam cawan petri berdiameter 9 cm yang telah berisi 9 ml aquadest. Dicatat waktu yang dibutuhkan tablet untuk hancur sempurna.

3.4.6.3 Uji Waktu Hancur dalam Rongga Mulut

Uji ini menggunakan 6 sukarelawan. Sebelum memulai uji, setiap sukarelawan diharuskan kumur-kumur terlebih dahulu. Satu tablet ODT diletakkan di atas lidah dan dibiarkan tablet hingga hancur sempurna. Setelah itu, tablet dapat diludahkan. Dicatat waktu yang dibutuhkan tablet untuk hancur sempurna di mulut.

3.4.7 Uji Waktu Pembasahan

Selembar kertas tisu (11 cm x 10 cm) dilipat dua, lalu diletakkan di atas cawan petri berdiameter 9 cm yang telah berisi 9 ml aquadest yang mengandung Ponceau 4R (suatu zat warna merah). Satu tablet diletakkan di atas kertas tisu tersebut, kemudian dicatat waktu pembasahan sempurna dari tablet. Waktu pembasahan (wetting time) adalah waktu yang dibutuhkan untuk membuat permukaan atas dari tablet menjadi berwarna merah. Uji ini dilakukan terhadap 6 tablet.


(48)

41

3.4.8 Pembuatan ODT Mikropartikel Piroksikam

Formula ODT nanopartikel piroksikam yang terbaik dijadikan sebagai formula dalam pembuatan ODT mikropartikel piroksikam. Cara pembuatan ODT mikropartikel sama seperti cara pembuatan ODT nanopartikel. Sebelum dicetak menjadi tablet juga diperiksa sifat-sifat praformulasinya dan setelah dicetak menjadi tablet juga dilakukan evaluasi tablet seperti pada ODT nanopartikel piroksikam.

3.4.9 Keseragaman Sediaan

Satu tablet digerus lalu ditimbang sejumlah serbuk setara dengan 1 mg piroksikam. Serbuk ini lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dilarutkan dengan 5 ml metanol, kemudian encerkan larutan ini dengan larutan HCl 0,1 N hingga garis tanda. Larutan disaring dengan membuang beberapa tetes pertama filtrat. Dipipet 5 ml filtrat, lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml dan encerkan dengan larutan HCl 0,1 N sampai garis tanda. Larutan ini lalu diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang analisis. Uji ini dilakukan terhadap 10 tablet.

3.4.10 Uji Sensorium

Uji ini menggunakan 10 sukarelawan. Sebelum memulai uji, setiap sukarelawan diharuskan kumur-kumur terlebih dahulu, lalu diletakkan satu tablet ODT di atas lidah dan dibiarkan tablet hingga hancur sempurna. Setelah itu, tablet dapat diludahkan. Sukarelawan kemudian diminta untuk mengisi kuesioner tentang rasa tablet ODT yang diberikan.


(49)

42 3.4.11 Uji Pelepasan Obat

3.4.11.1 Uji Pelepasan Obat secara in vitro Menggunakan Dissolution Tester Studi pelepasan obat secara in vitro dilakukan menggunakan dissolution

tester tipe 2 (dayung) dengan medium 900 ml HCl 0,1 N (medium disolusi) suhu

37±0,5°C dengan kecepatan putaran 75 rpm dalam waktu 40 menit. Pada interval waktu tertentu diambil 10 ml cuplikan dan disaring 5 ml filtrat lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml dan diencerkan dengan medium disolusi sampai garis tanda (setiap kali pengambilan cuplikan maka dimasukkan kembali medium disolusi sebanyak volume cuplikan yang diambil). Larutan ini lalu diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang analisis. Selanjutnya diperoleh persen kumulatif pelepasan obat.

3.4.11.2 Uji Simulasi Mulut

Suatu saringan mesh 100 diletakkan di atas suatu wadah kaca yang berisi 300 ml aquadest bersuhu 37±0,5oC. Wadah dan saringan ini diletakkan di atas sonikator yang dioperasikan pada 53 kHz. Selanjutnya satu tablet diletakkan di atas saringan tersebut. Pada interval waktu tertentu, tablet disaring dan dipindahkan ke dalam wadah kaca lainnya yang berisi medium dengan volume yang sama sambil dijalankan sonikator. Diambil 5 ml filtrat hasil saringan lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml dan diencerkan dengan medium disolusi sampai garis tanda. Larutan ini lalu diukur serapannya dengan menngunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang analisis. Selanjutnya diperoleh persen kumulatif pelepasan obat. Uji ini diulangi sekali lagi tetapi tanpa menggunakan sonikator.


(50)

43 3.4.12 Analisis Statistik

Semua data dibandingkan menggunakan uji t dengan signifikansi < 0,05 (p<0,05). Analisis statistik dilakukan menggunakan program SPSS 16.0.


(51)

44 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakterisasi Nanopartikel Piroksikam 4.1.1 Scanning Electron Microscopy (SEM)

Setelah penggilingan dengan high energy milling (HEM) E3D selama 30 jam, piroksikam yang dievaluasi dengan SEM menunjukkan rerata ukuran partikel lebih kecil dari 1000 nm seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1. Hal ini mengindikasikan bahwa proses penggilingan sudah menghasilkan nanopartikel piroksikam.

4.1.2 Particle Size Analysis (PSA)

Indikasi yang sama juga diperlihatkan saat hasil penggilingan piroksikam dengan HEM E3D dievaluasi dengan PSA. Ukuran partikel yang diperoleh

Gambar 4.1 Ukuran partikel piroksikam dilihat menggunakan SEM setelah penggilingan dengan HEM E3D selama 30 jam (perbesaran 5000x).

185 nm

208 nm 305 nm


(52)

45

berkisar antara 455 – 772,9 nm. Distribusi ukuran partikel piroksikam ditunjukkan pada Gambar 4.2.

4.1.3 Difraksi Sinar-X (XRD)

Difraksi sinar-X mikropartikel piroksikam menunjukkan 4 puncak dengan intensitas yang tinggi pada daerah 10-28° (2θ) serta 5 puncak dengan intensitas rendah pada daerah > 30° (2θ) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3a. Hal yang mirip juga terlihat pada difraksi sinar-X nanopartikel piroksikam (Gambar 4.3b) yang ditandai dengan 4 puncak dengan intensitas yang tinggi pada daerah 10-28° (2θ) serta 5 puncak dengan intensitas rendah pada daerah > 30° (2θ). Adanya pola difraksi yang mirip menunjukkan bahwa partikel tersebut merupakan zat yang sama yaitu piroksikam. Perbedaannya hanyalah terletak pada intensitas dan pelebaran puncak saja. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan ukuran kristal setelah penggilingan. Puncak yang melebar menunjukkan bahwa ukuran kristal semakin kecil. Berkurangnya ukuran kristal diduga akibat konduksi atau hilangnya energi mekanik selama penggilingan (Bustos, et.al., 2007).

Gambar 4.2 Distribusi ukuran partikel piroksikam setelah penggilingan dengan HEM E3Dselama30 jam.


(53)

46

4.2 Pembuatan ODT Nanopartikel Piroksikam

Sebelum dicetak menjadi tablet, granul yang telah homogen terlebih dahulu diperiksa sifat-sifat praformulasinya. Uji praformulasi menunjukkan bahwa berbagai formula ODT masih memenuhi syarat untuk dicetak menjadi tablet. Hasil uji praformulasi ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Gambar 4.3 Grafik yang menggambarkan hasil difraksi sinar-X piroksikam (a) mikropartikel dan (b) nanopartikel.

0 100 200 300 400 500 600

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Sudut 2θ / o

In te n s ita s (a rb . u n it)

PIROXICAN 13 uM

0 100 200 300 400 500 600 700

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Sudut 2θ / o

In te n s it a s ( a rb . u n it) (a) (b)


(54)

47

Tabel 4.1 Hasil Uji Praformulasi dari Berbagai Formula ODT No. Formula Waktu alir (detik) Sudut diam (°) Indeks tap (%)

1 ODT1 15 33,34 12,50

2 ODT2 16 32,33 14,58

3 ODT3 13 31,38 14,58

4 ODT4 15 34,99 14,28

5 ODT5 13 34,37 12,50

6 ODT6 15 32,33 14,58

7 ODT7 18 34,70 14,28

Setelah uji praformulasi selesai, semua campuran tersebut dicetak menjadi tablet. Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 4.8.

4.3 Penetapan Kadar Zat Berkhasiat

4.3.1 Penetapan Kadar Nanopartikel Piroksikam

Rerata kadar bahan baku nanopartikel piroksikam yang diperoleh adalah 98,79%. Hasil ini masih memenuhi syarat karena persyaratan bahan baku piroksikam menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995) adalah 97,0-103,0%. Data penetapan kadar nanopartikel piroksikam ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Penetapan Kadar Nanopartikel Piroksikam

No.

Berat sampel yang ditimbang

(mg)

Serapan Konsentrasi (mcg/ml)

Konsentrasi Teoritis (mcg/ml)

Kadar (%)

1 5,1 0,3959 4,8885 5,1 95,85

2 5,1 0,4045 4,9964 5,1 97,97

3 5,4 0,4248 5,2487 5,4 97,20

4 5,2 0,4061 5,0162 5,2 96,46

5 5,3 0,4377 5,4098 5,3 102,07


(55)

48

4.3.2 Penetapan Kadar Piroksikam dalam ODT Nanopartikel

Berdasarkan hasil penelitian, kadar piroksikam dalam berbagai formula ODT masih memenuhi persyaratan menurut Pharmacopoeia Of The People’s

Republic of China (2005) yaitu 90-110% seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Penetapan Kadar Piroksikam dalam Berbagai ODT

No. Formula Kadar (%)

1 ODT1 91,75±2,17

2 ODT2 94,54±1,83

3 ODT3 91,18±1,15

4 ODT4 92,46±0,88

5 ODT5 95,25±2,11

6 ODT6 92,68±3,61

7 ODT7 93,21±2,93

4.4 Uji Kekerasan

Hasil uji menunjukkan semua ODT mempunyai kekerasan yang berkisar antara 3,12-3,66 kg. Data uji ini ditunjukkan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil Uji Kekerasan dari Berbagai ODT No. ODT1

(kg) ODT2 (kg) ODT3 (kg) ODT4 (kg) ODT5 (kg) ODT6 (kg) ODT7 (kg)

1 3,5 3,2 3,5 3,3 3,1 4,1 3,6

2 4,0 2,8 4,0 3,7 3,8 3,7 3,7

3 4,0 2,9 3,8 3,2 4,0 3,6 3,9

4 2,8 3,1 3,8 3,8 4,1 3,5 3,6

5 3,2 3,6 3,2 3,6 3,1 3,2 3,5

Rerata 3,50 ± 0,52 3,12 ± 0,31 3,66 ± 0,31 3,52 ± 0,26 3,62 ± 0,49 3,62 ± 0,33 3,66 ± 0,15


(56)

49

Tingkat kekerasan ODT ini lebih rendah bila dibandingkan dengan tablet konvensional yang berkisar antara 4-8 kg (Lachman, et.al., 1994). Hal ini dikarenakan ODT dirancang agar mempunyai laju disintegrasi dan disolusi yang cepat sehingga tablet mempunyai porositas yang tinggi untuk tujuan absorpsi air yang cepat (Fu, et.al., 2004).

4.5 Uji Kerengasan

Uji kerengasan (friabilitas) memberi gambaran pengaruh benturan fisik terhadap tablet pada saat pengemasan dan distribusi. Salah satu masalah yang sering terjadi pada ODT adalah mudah rapuh terutama jika kekerasan tablet terlalu rendah sehingga menyulitkan pengemasan (Fu, et.al., 2004). Namun demikian, hasil penelitian uji kerengasan ketujuh ODT masih memenuhi persyaratan ≤ 0,8% (Lachman, et.al., 1994) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil Uji Friabilitas dari Berbagai ODT

No. Formula Friabilitas (%)

1 ODT1 0,46

2 ODT2 0,47

3 ODT3 0,33

4 ODT4 0,31

5 ODT5 0,35

6 ODT6 0,36

7 ODT7 0,41

Friabilitas ODT relatif bagus dikarenakan formula menggunakan bahan tambahan yang memiliki kompressibilitas yang baik seperti Avicel sehingga ODT yang dihasilkan kompak.


(57)

50 4.6 Uji Waktu Hancur

4.6.1 Uji Waktu Hancur Menggunakan Disintegration Tester

Waktu hancur dari semua formula ODT berlangsung kurang dari 10 detik seperti ditunjukkan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hasil Uji Waktu Hancur Menggunakan Disintegration Tester dari Berbagai ODT

No. ODT1 (detik) ODT2 (detik) ODT3 (detik) ODT4 (detik) ODT5 (detik) ODT6 (detik) ODT7 (detik)

1 9 8 7 5 6 6 7

2 8 8 7 4 6 5 6

3 9 7 8 4 6 7 7

4 9 8 6 5 6 8 6

5 7 8 8 3 4 6 6

6 9 8 9 4 6 6 5

Rerata 8,50 ± 0,84 7,83 ± 0,41 7,50 ± 1,05 4,17 ± 0,75 5,67 ± 0,82 6,33 ± 1,03 6,17 ± 0,75

Berbeda dengan persyaratan uji waktu hancur tablet konvensional yang menggunakan medium asam atau buffer, medium yang dipakai pada uji waktu hancur ODT adalah air. Hal ini dikarenakan ODT dirancang untuk hancur di rongga mulut dan larut dalam air ludah yang sebagian besar komposisinya adalah air (Fu, et.al., 2004).

Waktu hancur yang relatif cepat dari semua ODT ini dikarenakan

superdisintegrant memiliki sifat absorpsi air yang sangat cepat ketika ODT

terendam seluruhnya di dalam medium serta adanya efek laju pengadukan dari

disintegration tester yang terlalu tinggi bila dibandingkan dengan gerak peristaltik


(58)

51 4.6.2 Uji Waktu Hancur Termodifikasi

Hasil uji waktu hancur termodifikasi dari semua ODT dapat dilihat pada Tabel 4.7. Semua tablet hancur lebih dari 10 detik, lebih lama daripada uji waktu hancur menggunakan disintegration tester karena medium yang digunakan relatif lebih sedikit dan tanpa pengadukan.

Tabel 4.7 Hasil Uji Waktu Hancur Termodifikasi dari Berbagai ODT No. ODT1

(detik) ODT2 (detik) ODT3 (detik) ODT4 (detik) ODT5 (detik) ODT6 (detik) ODT7 (detik)

1 68 55 63 40 66 49 51

2 69 56 63 42 65 49 48

3 68 48 65 38 63 48 47

4 65 49 67 44 62 47 50

5 66 47 68 42 67 55 51

6 68 50 65 42 56 49 42

Rerata 67,33 ± 1,51

50,83 ± 3,76 65,17 ± 2,04 41,33 ± 2,07 63,17 ± 3,97 49,50 ± 2,81 48,17 ± 3,43

Contoh gambar proses uji waktu hancur termodifikasi ODT dengan

superdisintegrant krospovidon dan natrium kroskarmelosa ditunjukkan pada

Gambar 4.4 dan 4.5.

(a) (b) (c)

Gambar 4.4 Gambar proses uji waktu hancur termodifikasi ODT4 dengan

superdisintegrant krospovidon 5%: (a) mula-mula, (b) setelah


(59)

52

Semakin tinggi konsentrasi superdisintegrant yang digunakan, semakin singkat pula waktu yang dibutuhkan tablet untuk hancur sempurna. Tetapi, pada pemakaian konsentrasi natrium kroskarmelosa yang tinggi (10%), waktu hancurnya lebih lambat daripada jika menggunakan natrium kroskarmelosa dalam konsentrasi yang lebih rendah (2,5% dan 5%). Hal ini ditunjukkan oleh inti tablet yang tetap kering dan keras seperti yang terlihat pada Gambar 4.6. Menurut Camarco, et.al. (2006), pemakaian natrium kroskarmelosa pada konsentrasi tinggi akan membentuk gel yang menghambat penetrasi air ke dalam inti tablet.

4.6.3 Uji Waktu Hancur dalam Rongga Mulut

Waktu hancur yang diperoleh dalam uji ini sedikit lebih cepat daripada uji waktu hancur termodifikasi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.8.

Gambar 4.6 Gambar proses uji waktu hancur termodifikasi ODT6 dengan

superdisintegrant natrium kroskarmelosa 10%: (a) mula-mula,

(b) setelah 15 detik, dan (c) setelah 30 detik.

Bagian yang tetap kering dan keras

Gel Bagian yang tetap

kering dan keras

Gel

(a) (b) (c)

Gambar 4.5 Gambar proses uji waktu hancur termodifikasi ODT3 dengan

superdisintegrant natrium kroskarmelosa 5%: (a) mula-mula,

(b) setelah 15 detik, dan (c) setelah 30 detik.


(60)

53

Tabel 4.8 Hasil Uji Waktu Hancur dalam Rongga Mulut dari Berbagai ODT No. ODT1

(detik) ODT2 (detik) ODT3 (detik) ODT4 (detik) ODT5 (detik) ODT6 (detik) ODT7 (detik)

1 62 45 55 30 56 42 41

2 60 46 53 31 55 43 39

3 61 38 56 29 53 38 37

4 58 41 58 34 54 37 40

5 58 36 56 33 58 45 40

6 61 40 58 35 46 39 31

Rerata 60,00 ± 1,67

41,00 ± 3,90 56,00 ± 1,90 32,00 ± 2,37 53,67 ± 4,13 40,67 ± 3,14 38,00 ± 3,69

Hal ini diduga karena dalam pengujian ini, terdapat gerakan peristaltik di atas lidah yang mempercepat waktu hancur tablet, sedangkan pada uji waktu hancur termodifikasi tidak ada gerakan ini.

4.7 Uji Waktu Pembasahan

Sebelum disolusi, tablet harus mengalami disintegrasi yang sangat tergantung pada proses pembasahan sehingga waktu pembasahan (wetting time) merupakan salah satu parameter penting dalam evaluasi ODT (Rao, et.al., 2009). Hasil uji waktu pembasahan dari semua ODT ditunjukkan pada Tabel 4.9.

Dari hasil pengujian ini dapat diamati bahwa makin tinggi konsentrasi

superdisintegrant, baik krospovidon maupun natrium kroskarmelosa, maka

semakin berkurang waktu pembasahan yang diperlukan. Sementara waktu pembasahan dengan superdisintegrant krospovidon lebih lama dibandingkan dengan superdisintegrant natrium kroskarmelosa. Hal ini dikarenakan sifat kapilaritas krospovidon yang sukar dibasahi air dibandingkan dengan sifat mengembang dari natrium kroskarmelosa. Tetapi, kombinasi dari kedua


(61)

54

superdesintegrant ini tidak lebih baik dari penggunaan masing-masing

superdisintegrant. Adapun contoh gambar proses uji pembasahan ditunjukkan

pada Gambar 4.7.

Tabel 4.9 Hasil Uji Waktu Pembasahan dari Berbagai ODT No. ODT1

(detik)

ODT2 (detik)

ODT3 (detik)

ODT4 (detik)

ODT5 (detik)

ODT6 (detik)

ODT7 (detik)

1 46 43 45 38 45 36 35

2 45 40 47 35 46 40 34

3 58 38 56 34 36 38 34

4 56 46 54 30 38 33 37

5 62 48 59 31 44 33 30

6 59 39 58 29 45 40 29

Rerata 54,33 ± 7,12

42,33 ± 4,03

53,16 ± 5,85

32,83 ± 3,43

42,33 ± 4,23

36,66 ± 3,20

33,16 ± 3,06

4.8 Pembuatan ODT Mikropartikel Piroksikam

Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan terhadap tujuh formula ODT, maka ODT4 yang mengandung natrium kroskarmelosa 5% merupakan formula

Gambar 4.7 Gambar proses uji waktu pembasahan (wetting time): (a) mula-mula dan (b) pembasahan sempurna tablet.


(1)

121

Ho : Tidak ada perbedaan jumlah obat yang dilepaskan pada menit ke-1

(Q

1

) antara

disolution tester

dan uji simulasi di mulut tanpa

menggunakan sonikator

H

1

: Ada perbedaan jumlah obat yang dilepaskan pada menit ke-1 (Q

1

)

antara

disolution tester

dan uji simulasi di mulut tanpa

menggunakan sonikator

T-Test

Group Statistics

Formulasi N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

ODT4 (disolution tester) 3 92.4100 5.62675 3.24860

Menit ke-1

ODT4 (tanpa sonikator) 3 55.7433 2.87089 1.65751

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper Equal

variances assumed

2.925 .162 10.054 4 .001 36.66667 3.64702 26.54091 46.79243 Menit

ke-1

Equal variances not assumed

10.054 2.975 .002 36.66667 3.64702 25.00533 48.32801

t

tabel

: ± t

0.025, 4

= ± 2,78

t

hitung

> t

tabel

(10,054 > 2,78)

Ho ditolak dan H

1

diterima. Jadi, ada

perbedaan jumlah obat yang dilepaskan pada menit ke-1 (Q

1

) antara

disolution tester

dan uji simulasi di mulut tanpa menggunakan sonikator


(2)

122

Lampiran 20.

(lanjutan)

2.

ODT mikropartikel

Ho : Tidak ada perbedaan jumlah obat yang dilepaskan pada menit ke-1

(Q

1

) antara

disolution tester

dan uji simulasi di mulut tanpa

menggunakan sonikator

H

1

: Ada perbedaan jumlah obat yang dilepaskan pada menit ke-1 (Q

1

)

antara

disolution tester

dan uji simulasi di mulut tanpa

menggunakan sonikator

T-Test

Group Statistics

Formulasi N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

ODT Mikro (disolution tester) 3 77.5333 5.07195 2.92829

Menit ke-1

ODT Mikro (tanpa sonikator) 3 41.7967 1.93779 1.11878

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper Equal

variances assumed

4.180 .110 11.400 4 .000 35.73667 3.13473 27.03325 44.44008 Menit

ke-1

Equal variances not assumed

11.400 2.572 .003 35.73667 3.13473 24.75147 46.72187

t

tabel

: ± t

0.025, 4

= ± 2,78

t

hitung

> t

tabel

(11,400 > 2,78)

Ho ditolak dan H

1

diterima. Jadi, ada

perbedaan jumlah obat yang dilepaskan pada menit ke-1 (Q

1

) antara

disolution tester

dan uji simulasi di mulut tanpa menggunakan sonikator


(3)

123

1.

ODT4

Ho : Tidak ada perbedaan jumlah obat yang dilepaskan pada menit ke-1

(Q

1

) antara uji simulasi di mulut menggunakan sonikator dan tanpa

menggunakan sonikator

H

1

: Ada perbedaan jumlah obat yang dilepaskan pada menit ke-1 (Q

1

)

antara uji simulasi di mulut menggunakan sonikator dan tanpa

menggunakan sonikator

T-Test

Group Statistics

Formulasi N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

ODT4 (dengan sonikator) 3 62.5800 3.22461 1.86173

Menit ke-1

ODT4 (tanpa sonikator) 3 52.7433 2.87089 1.65751

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper Equal

variances assumed

.009 .928 3.946 4 .017 9.83667 2.49266 2.91592 16.75741 Menit

ke-1

Equal variances not assumed

3.946 3.947 .017 9.83667 2.49266 2.87925 16.79408

t

tabel

: ± t

0.025, 4

= ± 2,78

t

hitung

> t

tabel

(3,946 > 2,78)

Ho ditolak dan H

1

diterima. Jadi, ada perbedaan

jumlah obat yang dilepaskan pada menit ke-1 (Q

1

) antara uji simulasi di

mulut menggunakan sonikator dan tanpa menggunakan sonikator


(4)

124

Lampiran 20.

(lanjutan)

2.

ODT mikropartikel

Ho : Tidak ada perbedaan jumlah obat yang dilepaskan pada menit ke-1

(Q

1

) antara uji simulasi di mulut menggunakan sonikator dan tanpa

menggunakan sonikator

H

1

: Ada perbedaan jumlah obat yang dilepaskan pada menit ke-1 (Q

1

)

antara uji simulasi di mulut menggunakan sonikator dan tanpa

menggunakan sonikator

T-Test

Group Statistics

Formulasi N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

ODT Mikro (dengan sonikator) 3 51.7300 2.57560 1.48702

Menit ke-1

ODT Mikro (tanpa sonikator) 3 41.7967 1.93779 1.11878

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper Equal

variances assumed

.631 .471 5.338 4 .006 9.93333 1.86089 4.76667 15.09999 Menit

ke-1

Equal variances not assumed

5.338 3.715 .007 9.93333 1.86089 4.60640 15.26027

t

tabel

: ± t

0.025, 4

= ± 2,78

t

hitung

> t

tabel

(5,338 > 2,78)

Ho ditolak dan H

1

diterima. Jadi, ada perbedaan

jumlah obat yang dilepaskan pada menit ke-1 (Q

1

) antara uji simulasi di

mulut menggunakan sonikator dan tanpa menggunakan sonikator


(5)

125

Berat serbuk setara 5 mg piroksikam =

g = 0,0978 g = 97,8 mg

Serapan Kons.

No. Berat sampel yang

ditimbang

(mg) Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

Analit yang ditambahkan

% Perolehan 1 99,3 0,4034 0,4813 5,0634 6,0597 1,002 99,91 2 98,7 0,4010 0,4803 5,0327 6,0469 1,002 100,20 3 99,2 0,4031 0,4808 5,0595 6,0533 1,002 99,86 4 99,3 0,4022 0,4789 5,0480 6,0290 1,002 99,65 5 99,6 0,4010 0,4799 5,0327 6,0418 1,002 100,12 6 99,4 0,4006 0,4789 5,0275 6,0290 1,002 99,99

X = 99,96

0,20

0,20%

No. % Perolehan

Xi - X |Xi - X|2

1 99,91 -0,05 0,0025 2 100,20 0,25 0,0607 3 99,86 -0,09 0,0083 4 99,65 -0,30 0,0918 5 100,12 0,16 0,0262 6 99,99 0,04 0,0013

=

0,1907

No. Parameter Kriteria

Penerimaan

1 Standar deviasi 0,20


(6)

126

Lampiran 21.

(lanjutan)

2.

Perhitungan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ)

Persamaan garis regresi: Y = 0,078188X + 0,007503

No. Konsentrasi (X)

Absorbansi

(Y) Yi Y-Yi |Y - Yi| 2

1 0,0 0,000 0,000 0,000 0,000000

2 2,0 0,170 0,164 0,006 0,000036

3 3,5 0,289 0,281 0,008 0,000064

4 5,0 0,396 0,398 -0,002 0,000004

5 6,0 0,478 0,476 0,002 0,000004

6 7,0 0,551 0,555 -0,004 0,000016

=

0,000124

0,005568