Susunan Masyarakat Adat Minangkabau

41

G. Susunan Masyarakat Adat Minangkabau

Minangkabau merupakan salah satu dari 19 sembilan belas lingkungan hukum rechtskringen adat menurut catatan ikhtisar yang disusun oleh Ter Haar di masa Hindia Belanda, 62 masyarakat Minangkabau juga mengenal persekutuan 62 19 sembilan belas lingkungan hukum rechtskringen adat menurut Ter Haar adalah: 1. Aceh Aceh Besar, Pantai Barat Aceh, Singkil, Simeulue. 2. Daerah-daerah Gayo, Alas dan Batak. a. Daerah Gayo Gayo Lueus. b. Daerah Alas. c. Daerah-daerah Batak Tapanuli. 1 Tapanuli Utara i. Batak Pak pak Barus. ii. Batak Karo. iii. Batak Simalungun. iv. Batak Toba Samosir, Balige, Laguboti, Sumban Julu. 2 Tapanuli Selatan i. Padang Lawas Tano Sapanjang. ii. Angkola. iii. Mandailing Sayurmatinggi. 2.a. Nias Nias Selatan. 3. Daerah Minangkabau Padang, Agam, Tanah Datar, Lima Puluh Koto, Wilayah Kampar, Kerinci. 3.a. Mentawai orang-orang Pagai. 4. Sumatera Selatan a. Bengkulu Rejang. b. Lampung Abung, Peminggir, Pubian, Rebang, Gedongtataan, Tulang Bawang. c. Palembang Anak Lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah, Semendo. d. Jambi penduduk Batin dan penduduk Penghulu. 4.a. Enggano. 5. Daerah Melayu Lingga – Riau, Indragiri, Sumatera Timur, orang-orang Banjar. 6. Bangka dan Belitung. 7. Kalimantan Dayak, Kalimantan Barat, Kapuas Hulu, Kalimantan Tenggara, Mahakam Hulu, Pasir Daya Kenya, Daya Klemanten, Daya Landak dan Daya Tayan, Daya Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timei, Long Glatt, Daya Maanyan Siung, Daya Ngaju, Daya Ot Danum, Daya Penyabung Punan. 8. Minahasa Menado. 9. Gorontalo Bolang Mongondouw, Boalemo. 10. Daerah Toraja Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi, Kaili, Tawaili, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kepulauan Banggai. 11. Sulawesi Selatan orang-orang Bugis, Bone, Gowa Laikang, Poure, Mandar, Makasar, Salair, Muna. 12. Kepulauan Ternate Ternate, Tidore, Halmahera, Tobelo, Pulau-pulau Sula. 13. Maluku Ambon, Ambon, Hitu, Banda, Pulau-pulau Uliaser, Saparua, Buru, Seram, Pulau- pulau Kei, Pulau-pulau Aru, Kaisar. Universitas Sumatera Utara 42 hukum yang terbentuknya berdasarkan faktor genealogis dan teritorial. Faktor genealogis yang dipakai sebagai dasar dari organisasi masyarakat Minangkabau adalah faktor genealogis yang dianut menurut garis ibu matrilineal. Maksudnya tata susunan masyarakat adat Minangkabau menurut hukum ibu dan unsur inilah yang memegang peranan di dalam organisasi masyarakat Minangkabau. Persekutuan masyarakat adat Minangkabau dapat dibedakan atas beberapa istilah, antara lain: Jurai; Paruik; Suku dan Nagari. Keempat hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 63 Jurai adalah keluarga yang sedapur, pengertian keluarga di sini bukanlah keluarga kecil atau keluarga inti, namun merupakan suatu keluarga besar yang merupakan gabungan dari beberapa keluarga inti dengan tidak mengikutsertakan bapak atau ayah, 64 karena bapak tidak termasuk anggota keluarga besar isterinya tersebut. Ia tetap berada di dalam persekutuan keluarga besar ibunya. 14. Irian Barat. 15. Kepulauan Timor Kepulauan Timor, Timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba, Sumba Tengah, Sumba Timur, Kodi, Flores, Ngada, Rote, Savu, Bima. Saat ini sudah tidak termasuk lingkungan hukum adat Indonesia. 16. Bali dan Lombok Bali, Tenganan Pagringsingan, Kastala, Karang Asem, Buleleng, Jembrana, Lombok, Sumbawa. 17. Jawa Tengah dan Jawa Timur serta Madura Jawa Tengah, Kedu, Purworejo, Tulungagung, Jawa Timur, Surabaya, Madura. 18. Daerah-daerah Swapraja di Jawa Solo, Yogyakarta. 19. Jawa Barat Priangan, daerah-daerah Sunda, Jakarta, Banten. Lihat Bzn, B. Ter Haar, Beginselen en Stelsel van het Adatrecht, Groningen-Djakarta: JB. Wolters, 1950, diterjemahkan oleh Soebakti Poesponoto, Azas-azas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1991, hlm. 256-257, dalam Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Bandung: Mandar Maju, 2003, hlm. 5-7. 63 Desriati, “Penyelesaian Sengketa Harta Pusaka Tinggi di Minangkabau Studi Kasus di Kota Padang”, Tesis, Medan: Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, 2004, hlm. 29. 64 Menurut Hamka, ayah dianggap sebagai orang pendatang ke dalam keluarga istri dan anak- anaknya, yang disebut sebagai “urang sumando”. Ia diibaratkan sebagai “langau di ikue kabau”, Universitas Sumatera Utara 43 Kaum laki-laki Minangkabau dituntut untuk menjadi seorang laki-laki yang kuat, ulet, pekerja keras, ia berkewajiban untuk memelihara dan mengolah harta pusaka, ia tidak akan pernah berharap mendapat bahagian dari harta pusaka tersebut. Laki-laki Minangkabau diibaratkan sebagai “kabau pahangkuik abu, gajah palajang bukik ” artinya sebagai kerbau pembawa abu, gajah perambah bukit. Apa yang didapat dibawa pulang, diserahkan kepada ibu. Menurut filosofi adat Minangkabau laki-laki dituntut untuk cerdas, berfungsi sebagai pelindung ibu dan saudari-saudarinya, paga nagari, rajin dan bekerja keras untuk menghidupi dirinya sendiri dan jika ada kelebihan rezeki dari pencahariannya diharapkan dapat menambah harta pusaka paruiknya. Dari sinilah muncul budaya merantau di kalangan anak laki-laki Minangkabau dalam rangka mencari ilmu pengetahuan dan penghasilan di daerah lain. Walaupun organisasi masyarakat adat Minangkabau berdasarkan garis ibu, namun yang berkuasa di dalam kesatuan-kesatuan tersebut adalah laki-laki yang tertua dari garis keturunan ibu tersebut. Ia adalah pemimpin jurai atau yang berkewajiban untuk mendidik dan mengasuh kemenakan-kemenakannya dan keluar bertindak sebagai wakil dari jurai. Paruik adalah persekutuan hukum yang merupakan gabungan dari beberapa jurai sehingga membentuk suatu keluarga besar yang dirunut dari garis ibu, artinya dianggap sebagai seekor lalat di atas ekor kerbau, atau sebagai “abu di ateh tungku” artinya sebagai abu di atas tungku, ia memancung tidaklah sampai putus dan mengikat tidaklah erat. Bahkan dahulunya pada nagari yang masih kuat adatnya seorang ayah baru diajak berunding oleh mamak dari anak perempuannya, ketika anak tersebut akan dinikahkan. Lihat Mochtar Naim, Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris Minangkabau, Padang: Center For Minangkabau Studies Press, 1968, hlm. l8. Universitas Sumatera Utara 44 sedangkan suami-suami dari anggota paruik tidaklah termasuk di dalamnya. Mereka tetap merupakan bagian dari lingkungan keluarga besar paruik ibunya. Laki-laki yang berkuasa di dalam sebuah paruik adalah seorang laki-laki dari garis ibu yang disebut “panghulu andiko” yang dipilih dari jurai yang tertua. Panghulu andiko mempunyai dua fungsi, yaitu: pertama ia sebagai mamak dan jurainya jurai tertua dan sebagai penghulu dari sebuah paruik. 65 Apabila sebuah paruik, anggota-anggotanya terus bertambah dan berkembang sehingga muncul cabang dari paruik itu sebagai kesatuan-kesatuan baru yang terus berkembang sesuai dengan perjalanan waktu, maka akhirnya terdapatlah suatu lingkungan yang anggota-anggotanya satu sama lain diikat oleh pertalian darah menurut garis ibu. Kesatuan seperti ini dinamakan dengan suku. Suku tidak mempunyai suatu organisasi masyarakat tertentu dan tidak terbatas pada suatu batasan wilayah tertentu, batasannya bersifat personal. Di Minangkabau ditemukan 4 empat buah suku asal, yaitu: Koto, Piliang, Bodi dan Caniago. Karena penduduk terus bertambah dan berkembang suku-suku tersebut menjadi bercabang- cabang sampai berjumlah kurang lebih 40 empat puluh suku. 66 Nagari adalah persekutuan hukum yang terbentuk berdasarkan faktor genealogis dan teritorial. Nagari mempunyai batas-batas wilayah tertentu dan di dalam nagari harus ada sedikitnya 4 empat suku, yang sudah merupakan aturan 65 Chairul Anwar, Hukum Adat Indonesia, Meninjau Hukum Adat Minangkabau, Bandung: Rineka Cipta, 1997, hlm. 9. 66 Ibid, hlm. 18. Universitas Sumatera Utara 45 ketatanegaraan adat Minangkabau, seperti yang dinyatakan dalam pepatah adat berikut ini: Nagari bakaampek suku Nan bahindu baparuik Kampuang katuo Rumah batungganai Nagari sekurang-kurangnya mempunyai empat buah suku yang terdiri dari paruik-paruik kampung mempunyai ketua dan rumah mempunyai tungganai. 67 Jika ditinjau dari ilmu pemerintahan, persekutuan nagari dapat diumpamakan sebagai suatu kesatuan kenegaraan yang mempunyai alat-alat perlengkapan yang ditentukan berdasarkan prinsip susunan masyarakat Minangkabau yang matrilineal. Alat perlengkapan nagari itu antara lain Panghulu Andiko yang mempunyai 2 dua fungsi, sebagai kepala keluarga dari sebuah paruik dan sekaligus sebagai wakil dari paruik yang duduk sebagai alat perlengkapan nagari tingkat pertama. Sebagai kepala keluarga, panghulu harus mengetahui semua perbuatan-perbuatan hukum dan segala peristiwa yang terjadi dalam lingkungan keluarganya. Semua perjanjian, penjaminan, harta pusaka, jual beli, pengangkatan anak dan segala peristiwaperbuatan hukum yang menyangkut lingkungan keluarganya yang dilakukan oleh anggota-anggota keluarga harus disertai oleh panghulu sebagai saksi. Alat perlengkapan nagari tingkat kedua adalah datuak yang merupakan wakil dari suku. Antara alat perlengkapan nagari yang berbeda tingkatannya tersebut terdapat kerjasama yang bertingkat dan timbal balik. 67 Ibid, hlm. 22. Universitas Sumatera Utara 46 Datuk pimpinankepala kaum atau suku di Nagari Ampang Kuranji terdapat 8 delapan suku, sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 2.5. Nama suku dan kepala kaum di Nagari Ampang Kuranji No Nama Suku Gelar Penghulu Nama Penghulu Domisili Alamat 1 Caniago Dt. Rajo Lelo Dalpewan Koto Baru 2 Caniago Dt. Rajo Penghulu Andalul Koto Diateh 3 Petapang Dt. Mangku Rajo Andisa Putra Pasa Banda 4 Piliang Dt. Bandaro Arsiten Pasa Banda 5 Piliang Dt. Marajo Fahri Pasa Banda 6 Piliang Dt. Mangkudum Erman Pasa Banda 7 Melayu Dt. Penghulu Sati Amiluf Koto Gadang 8 Melayu Dt. Tumenggung Andasriyanto Lubuak Agam Sumber: Data Profil Nagari Ampang Kuranji Tahun 2010

H. Pengertian Anak Angkat dan Pengangkatan Anak