94
2.  Bentuk Sengketa
Bentuk sengketa yang terjadi pada urang bainduak di Nagari Ampang Kuranji berdasarkan  hasil  wawancara  dengan  Ketua  KAN  Ampang  Kuranji,  Erman  Datuk
Mangkudum  adalah  seperti  sengketa  yang  terjadi  di  masyarakat  pada  umumnya seperti:  pemberian  hibah  harta  yang  berasal  dari  harta  pencaharian  induaknya,
sengketa batas  tanah dengan orang lain, sengketa jual beli tanah dan lain-lain. Harta di Nagari Ampang Kuranji terbagi 2 dua yaitu: harta pusaka tinggi dan harta pusaka
rendah. Harta  pusaka  tinggi  ialah  segala  harta  pusaka  yang  diwarisi  secara  turun
temurun.  Proses  pemindahan  kekuasaan  atas  harta  pusaka  ini  dari  mamak  kepada kemenakan  yang  mana  dalam  istilah  adat  disebut  juga  dengan
“pusako  basalin”.
128
Harta  pusaka  tinggi  dapat  diberikan  kepada  urang  bainduak  dengan  status  sebagai hak pakai,
129
bukan untuk dimiliki dan harus melalui putusan musyawarah anak, ninik mamak, dan tanganai.
130
Sedangkan  harta  pusaka  rendah  adalah  harta  hasil  pencarian  bersama  dari bapak  atau  ibu  orang  tua  selama  ikatan  perkawinan,  ditambah  dengan  pemberian
mamak  dan  tungganai  kepada  kemenakannya  dari  hasil  pencarian  mamak  dan tungganai  itu  sendiri.  Harta  pusaka  rendah  ini  dapat  menjadi  hak  milik  bagi  urang
128
M. Rasjid Manggis, Minangkabau Sejarah Ringkas dan Adatnya, Jakarta: Mutiara, 1982, hlm. 93.
129
Hak pakai di  sini  dimaksudkan  sebagai  hak pakai dalam  hukum  adat Minangkabau  yaitu hanya hak mengambil manfaat dari kebun.
130
Hasil  Wawancara  dengan  Erman  Datuk  Mangkudum,  Ketua  Kerapatan  Adat  Nagari Ampang Kuranji, pada hari Selasa, tanggal 6 Agustus 2013, pukul 18.00 WIB.
Universitas Sumatera Utara
95
bainduk  berdasarkan  hibah  dari  induaknya  tanpa  harus  rapat  dengan  anak  dan tanganainya.
131
Pemegang  kuasa  terhadap  harta  pusaka  dalam  lingkungan  kaum  adalah perempuan tertua dalam rumah gadang, karena dalam sistem kekerabatan matrilineal,
ibu  tertua  itu  berkedudukan  sebagai  kepala  keluarga  dalam  rumah  gadang.  Peranan laki-laki  sebagai  tungganai  hanya  mengawasi  penggunaan  harta  pusaka.  Dalam
hubungan  keluar  lingkungan  kaum,  yang  menyangkut  pengalihan  hak  atas  harta dalam  keadaan  tertentu,  atau  mewakili  kaum  dalam  menyelesaikan  sengketa  harta
pusaka  maka  dilakukan  oleh  tungganai  atau  mamak  kepala  waris.  Kedudukan tungganai  dalam  hal  ini  hanya  bersifat  lambang,  sedangkan  yang  berkuasa  adalah
perempuan. Ibu yang berhak atas penggunaan harta tersebut menggunakan harta pusaka itu
untuk  semua  anggota  keluarga  dan  kaumnya.  Tetapi  ia  tidak  dapat  membagi-bagi harta  tersebut  untuk  anak-anaknya  secara  perorangan.  Apabila  dalam  sebuah  rumah
terdapat beberapa anak perempuan yang sudah berkeluarga, maka ibu yang mengatur pemakaian harta diantara anak-anaknya itu.
3.  Penyelesaian Sengketa yang Terjadi pada Urang Bainduak