82
sudah dilakukan melalui upacara adat atau tidak. Dengan demikian akibat hukum yang timbul karena adanya pengangkatan urang bainduak pada masyarakat
Minangkabau di Nagari Ampang Kuranji juga berbeda.
1. Urang Bainduak yang Diangkat dengan Upacara Adat
113
a. Hubungan Urang Bainduak dengan Induak, Keluarga dan Suku Induaknya
Menurut adat di Nagari Ampang Kuranji, apabila pengangkatan urang bainduak dilakukan dengan upacara adat maka secara langsung urang bainduak
menjadi anggota suku ibu yang mengangkatnya. Nama belakang urang bainduak tersebut boleh memakai nama suku ibu angkatnya misalnya Faisal yang diangkat
pada tanggal 13 Maret 2008, ayah angkatnya bernama Yanto dan ibu angkatnya bernama Rus, suku ibu angkatnya Caniago Datuk Rajo Lelo maka nama anak tersebut
menjadi Faisal Caniago tetapi tidak boleh ditambahkan nama belakang orang tua angkat karena agama Islam dan adat setempat adat Minangkabau
– adat basandikan syarak, syarak basandikan kitabullah melarang hal tersebut. Urang bainduak yang
laki-laki boleh menjadi pemangku adat apabila dipilih oleh anggota suku dan ia wajib menjalankan jabatan tersebut. Jabatan pemangku adat yang boleh diberikan adalah
tanganai,
114
dubalang,
115
manti
116
dan malin
117
namun anak angkat tidak boleh
113
Hasil Wawancara dengan Hen Datuk Bandaro, Bapak Jorong Lubuak Agam, pada tanggal 23 Juli 2013, pukul 16.00 WIB.
114
Di Nagari Ampang Kuranji, Tungganai digunakan dengan istilah tanganai yaitu Kepala kesatuan paruik.
115
Dubalang adalah polisi atau orang yang bertugas sebagai penjaga keamanan.
116
Manti adalah orang yang mengurus administrasi pemerintahan.
117
Malin adalah orang yang bertugas dalam urusan keagamaan.
Universitas Sumatera Utara
83
diangkat menjadi Datuak kecuali urang bainduak tersebut kemenakan dari laki- lakiperempuan yang mengangkat.
Hubungan urang bainduak dengan induaknya sama seperti hubungan orang tua kandung dengan anak kandung, apa yang menjadi hak dan kewajiban anak
kandung maka menjadi hak dan kewajiban anak angkat demikian juga sebaliknya termasuk hubungannya dengan seluruh anggota keluarga orang tua yang
mengangkatnya. Apabila induak mempunyai anak perempuan sedangkan urang bainduak
adalah anak laki-laki maka menurut hukum adat Minangkabau di Nagari Ampang Kuranji di antara mereka tidak boleh menikah, karena sudah satu suku badunsanak
atau sakaum. Meskipun menurut Hukum Islam mereka boleh menikah, namun menurut adat Minangkabau, kawin satu suku tidak boleh karena melanggar adat
istiadat, apabila terjadi perkawinan satu suku dapat dikenakan sanksi berupa membayar denda 1 satu ekor kerbau, pindah suku atau dibuang dari Nagari Ampang
Kuranji. Menurut H. Jonson Putra:
118
“Akibat hukum pengangkatan urang bainduak di Nagari Ampang Kuranji tidak memutuskan hubungannya dengan orang tua dan keluarga asalnya, akan
tetapi menambah keluarga baru dengan pihak keluarga angkatnya”. Berdasarkan adat kebiasaan masyarakat Minangkabau di Nagari Ampang
Kuranji yang mengakui adanya hukum adat tentang urang bainduak, bagi mereka
118
Hasil wawancara dengan H. Jonson Putra suku Patapang Datuk Mangkurajo, Tokoh Masyarakat Nagari Ampang Kuranji, pada hari Senin, 5 Agustus 2013, pukul 17.00 WIB.
Universitas Sumatera Utara
84
adalah suatu hal yang termasuk tidak etis dan akan mendapatkan celaan dari masyarakat apabila urang bainduak yang telah diketahui masyarakat tersebut
kemudian dibatalkan oleh anak atau keluarga induaknya. Kecuali urang bainduak tersebut nyata-nyata telah melakukan suatu pengkhianatan, pembunuhan, percobaan
pembunuhan terhadap orang tua angkat dan keluarga angkatnya, demikian juga sebaliknya.
Terhadap urang bainduak perempuan yang belum menikah maka seluruh bakonya keluarga ayah angkatnya harus bertanggung jawab atas perkawinannya.
Akan tetapi apabila urang bainduak tersebut adalah kemenakan dari laki-laki perempuan yang mengangkat anak maka bakonya tetap bako yang lama yaitu
keluarga ayah kandungnya sehingga yang bertanggung jawab adalah bako dari ayah kandung, namun tidak tertutup kemungkinan apabila dibantu oleh keluarga ayah
angkatnya apabila yang diangkat kemenakan dari perempuan yang mengangkat. Meskipun oleh orang tua angkatnya anak tersebut dianggap seperti anak kandung,
namun yang berhak menikahkannya adalah ayah kandungnyawalinya. Urang bainduak perempuan yang tidak mempunyai ayah kandungwali atau tidak diketahui
siapa ayahnya maka yang berhak menjadi wali nikahnya adalah Wali Hakim. Hubungan urang bainduak dengan suku ibu angkatnya sama dengan anak
kemenakan kandung, setelah adanya upacara adat pengangkatan anak tidak ada istilah kemenakan baru dan kemenakan lama. Hak dan kewajiban serta kedudukannya sama
dengan kemenakan kandung, oleh karena itu segala hak anak angkat akan dilindungi oleh sukukaum orang tua angkatnya dan bahkan oleh sukukaum lainnya satu nagari.
Universitas Sumatera Utara
85
Jika ada yang menghina anak angkat hal ini dianggap bukan saja menghina pribadi urang bainduak itu melainkan sama dengan menghina suku keluarga induaknya.
Apapun yang terjadi di kemudian hari terhadap urang bainduak maka urang bainduak akan dilindungi dan dapat mengadu pada ninik mamaksukunya dan kepada
suku-suku lain karena sewaktu upacara adat suku lain juga mengakuinya.
Apabila urang bainduak pergi meninggalkan kampung dengan meninggalkan
isteri dan anak-anaknya dan tidak pernah kembali maka keluarga yang ditinggalkan merupakan tanggung jawab seluruh keluarga angkatnya mulai dari kelahiran,
perkawinan hingga proses kematian. Setelah adanya upacara adat urang bainduak, siapapun tidak boleh
mengatakan anak tersebut adalah anak angkat. Karena siapa yang mengatakan anak tersebut anak angkat atau apabila masalah anak angkat ini diungkit-ungkit, jika hal ini
didengar oleh ninik mamak ataupun keluarga yang mengangkat ataupun ada yang melaporkan, maka orang yang mengatakan anak tersebut
“anak angkat” akan dituntut secara adat oleh ninik mamak keluarga yang mengangkat anak. Berdasarkan hasil
wawancara dengan pemuka adat Erman Datuk Mangkudum yang benar-benar dituntut secara adat belum ada apabila hal tersebut terjadi biasanya pihak ninik
mamak yaitu antara ninik mamak keluarga yang mengangkat dengan ninik mamak keluarga yang dituntut akan bermusyawarah dan memberikan peringatan pada yang
berbuat untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya. Dalam adat dikatakan “tongging
bajelo-jelo, kondu bagonting-gonting ” artinya masalah yang kecil harus diselesaikan
tuntas, masalah yang besar diperkecil. Misalnya: ada teman sepermainan anak angkat
Universitas Sumatera Utara
86
itu yang mengetahui anak itu anak angkat, maka ninik mamak akan memanggil dan menasehati anak tersebut supaya tidak menyebarluaskan pada teman-temannya yang
lain perihal anak angkat tersebut cadik bidik capek bakisau artinya sebelum berita tersebut tersebar, ninik mamak harus cepat bertindak.
119
Apabila peringatan dari ninik mamak tidak diperhatikan, sampai peringatan yang ketiga kalinya maka dengan terpaksa tuntutan dilakukan. Jenis tuntutannya ialah
membayar denda pada pihak yang dirugikan keluarga anak angkat. Denda yang harus dibayar tergantung pada apakah yang dipotong sewaktu upacara adat, misalnya
sewaktu upacara adat yang dipotong kambing atau ayam kampung, maka dendanya juga kambing atau ayam artinya menghidupkan kembali kambing yang dipotong
sewaktu upacara adat pengangkatan anak. b.
Hubungan Urang Bainduak dengan Orang Tua Kandungnya, Keluarga dan Suku Orang Tua Kandungnya Setelah Adanya Pengangkatan Anak
Urang bainduak yang masih mempunyai orang tua kandung, hubungan antara anak angkat dengan orang tua kandung, keluarga dan suku orang tua kandungnya
sama sekali tidak terputus meskipun anak tersebut sudah menjadi anggota keluarga dari suku ibu yang mengangkatnya. Anak angkat laki-laki dan diangkat menjadi
pemangku adat dalam keluarga ibu angkatnya maka anak tersebut tidak boleh memangku adat dalam keluarga ibu kandungnya, kecuali anak angkat melepaskan
jabatannya atau masa jabatannya telah berakhir. Bagi anak angkat perempuan apabila
119
Hasil Wawancara dengan Erman Datuk Mangkudum, Ketua Kerapatan Adat Nagari Ampang Kuranji, pada hari Selasa, tanggal 6 Agustus 2013, pukul 18.00 WIB.
Universitas Sumatera Utara
87
akan menikah maka sudah menjadi tanggung jawab bako angkatnya keluarga dan suku ayah angkat, tetapi tidak ada larangan apabila bako dan pihak bapak
kandungnya ikut membantu.
2. Urang Bainduak yang Diangkat Tidak Melalui Upacara Adat