Penyelesaian Sengketa yang Terjadi pada Urang Bainduak

95 bainduk berdasarkan hibah dari induaknya tanpa harus rapat dengan anak dan tanganainya. 131 Pemegang kuasa terhadap harta pusaka dalam lingkungan kaum adalah perempuan tertua dalam rumah gadang, karena dalam sistem kekerabatan matrilineal, ibu tertua itu berkedudukan sebagai kepala keluarga dalam rumah gadang. Peranan laki-laki sebagai tungganai hanya mengawasi penggunaan harta pusaka. Dalam hubungan keluar lingkungan kaum, yang menyangkut pengalihan hak atas harta dalam keadaan tertentu, atau mewakili kaum dalam menyelesaikan sengketa harta pusaka maka dilakukan oleh tungganai atau mamak kepala waris. Kedudukan tungganai dalam hal ini hanya bersifat lambang, sedangkan yang berkuasa adalah perempuan. Ibu yang berhak atas penggunaan harta tersebut menggunakan harta pusaka itu untuk semua anggota keluarga dan kaumnya. Tetapi ia tidak dapat membagi-bagi harta tersebut untuk anak-anaknya secara perorangan. Apabila dalam sebuah rumah terdapat beberapa anak perempuan yang sudah berkeluarga, maka ibu yang mengatur pemakaian harta diantara anak-anaknya itu.

3. Penyelesaian Sengketa yang Terjadi pada Urang Bainduak

Cara penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui pengadilan, Alternative Dispute Resolution ADR, dan melalui lembaga adat. Cara penyelesaian sengketa yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata, yaitu melalui 131 Hasil Wawancara dengan Erman Datuk Mangkudum, Ketua Kerapatan Adat Nagari Ampang Kuranji, pada hari Selasa, tanggal 6 Agustus 2013, pukul 18.00 WIB. Universitas Sumatera Utara 96 pengadilan, sementara itu, cara penyelesaian sengketa yang diatur Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yaitu Alternative Dispute Resolution ADR. Ada lima cara penyelesaian sengketa melalui ADR, yang meliputi: l. konsultasi; 2. negosiasi; 3. mediasi; 4. konsiliasi; atau 5. penilaian ahli. 132 Konsultasi adalah perundingan yang dilakukan antara para pihak tanpa melibatkan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa mereka. Negosiasi merupakan sarana bagi para pihak untuk mengadakan komunikasi dua arah dirancang untuk mencapai kesepakatan sebagai akibat adanya perbedaan pandangan terhadap sesuatu hal dan dilatarbelakangi oleh kesamaanketidaksamaan kepentingan di antara mereka. Mediasi adalah pengikutsertaan pihak ketiga dalam proses penyelesaian sengketa, di mana pihak ketiga ini bertindak sebagai penasihat. Konsiliasi adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan tersebut. Penilaian ahli adalah suatu cara penyelesaian sengketa di mana para pihak menunjuk seorang ahli yang netral untuk membuat penemuan fakta-fakta yang mengikat ataupun tidak, atau bahkan membuat pengarahan materi tersebut secara mengikat. Sementara itu, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, maka cara penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara damai. 133 Penyelesaian sengketa secara damai merupakan cara untuk mengakhiri sengketa atau konflik yang terjadi 132 Lihat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Op.Cit, hlm. 142. 133 Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Universitas Sumatera Utara 97 dalam masyarakat menggunakan cara musyawarah sehingga kedua belah pihak tidak ada yang merasa dirugikan, mereka sama-sama saling menerima satu sama lain. Sementara itu, lembaga yang berwenang menyelesaikan konflik, meliputi: 1. Pemerintah; 2. Pemerintah Daerah; 3. Pranata Adat; 4. Pranata Sosial; serta 5. Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial. 134 Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada tiga pola penyelesaian sengketa dalam masyarakat, yang meliputi: 1. Pengadilan; 2. ADR dan 3. Damai. Di samping ketiga cara di atas, dikenal juga cara penyelesaian sengketa melalui lembaga adat dan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat. Lembaga adat dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat di Indonesia bersifat lokal karena masing- masing etnis atau daerah mempunyai lembaga adat dan nilai-nilai yang berbeda antara satu sama lain. Seperti, misalnya dalam masyarakat etnis Samawa dikenal Lembaga Adat Tana Samawa LATS dan Lembaga Kedamangan di Palangkaraya. Damang adalah pimpinan adat kedamangan yang berfungsi sebagai kepala adat. Eksistensi Damang sebagai Hakim Perdamaian Adat diakui dan ditaati oleh masyarakat suku Dayak di Palangkaraya. 135 Demikian halnya di Minangkabau, termasuk Nagari Ampang Kuranji lembaga adatnya dikenal dengan Kerapatan Adat Nagari KAN, di mana penyelesaian sengketa dilakukan dengan cara musyawarah dan mufakat. 136 134 Pasal 40 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. 135 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Loc.Cit, hlm. 143. 136 Hasil Wawancara dengan Erman Datuk Mangkudum, Ketua Kerapatan Adat Nagari Ampang Kuranji, pada hari Selasa, tanggal 6 Agustus 2013, pukul 18.00 WIB. Universitas Sumatera Utara 98 Nazir menjelaskan bahwa sengketa tanah ulayat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat. Hal ini terlihat dalam fatwa adat bulek aie dek pambuluah, bulek kato dek mufakek. Hal ini berarti unsur yang berkembang dalam masyarakat selalu diperhatikan. Unsur itu dikenal dengan tali tigo sapilin, yaitu agama, adat dan undang-undang, ketiga unsur tersebutlah yang dibangun Nagari. Pengukuhan Nagari sebagai satu kesatuan masyarakat hukum adat dalam Peraturan Daerah PERDA Propinsi Sumatera Barat No. 13 Tahun 1983 menyatakan bahwa setiap sengketa tanah adat terlebih dahulu diselesaikan melalui pengadilan adat dan pada tingkat terakhir diselesaikan melalui Kerapatan Adat Nagari KAN. 137 PERDA No. 13 Tahun 1983 memberikan dasar dalam proses penyelesaian sengketa tanah ulayat dalam KAN dilaksanakan di balai adat oleh suatu majelis hakim. Dalam pengambilan keputusan pembuktian suatu unsur yang sangat penting dalam persidangan, sehingga kepada para pihak diberi kesempatan untuk mengajukan bukti, baik alat bukti surat maupun bukti lain dan saksi. KAN yang ditetapkan itu mempunyai tugas dan fungsi sebagai peradilan perdamaian nagari akan dilakukan oleh suatu dewan juri yaitu dewan yang dibentuk oleh kerapatan Nagari yang anggotanya sebagai berikut: 138 1. Wakil ketua dari kerapatan nagari sebagai dewan juri. 2. Empat orang yang diangkat oleh pimpinan harian serta dari anggota kerapatan nagari menjadi anggota dewan juri. 3. Penghulu suku dari pihak yang bersengketa menjadi anggota. 4. Seorang panitera. 137 M. Nazir, Penyelesaian Sengketa Tanah di Minangkabau, Padang: Pusat Penelitian UNAND, 1988, hlm. 77-78. 138 Lihat Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat No. 13 Tahun 1983. Universitas Sumatera Utara 99 Berdasarkan PERDA No. 13 Tahun 1983, penyelesaian sengketa tanah adat dilakukan sebagai berikut: 139 1. Untuk sengketa yang terjadi dalam kaum, yaitu: a. Tingkat kaum, pada tingkat ini sengketa diselesaikan oleh mamak kepala waris. b. Tingkat suku, jika sengketa dalam kaum tidak dapat diselesaikan pada tingkat kaum, maka dapat diajukan pada tingkat suku yang diselesaikan oleh penghulu suku. c. Tingkat KAN jika sengketa tidak dapat diselesaikan pada tingkat suku, maka dapat diajukan pada KAN. 2. Untuk sengketa yang terjadi antarkaum, yaitu: a. Tingkat antarkaum jika terjadi sengketa antarkaum, maka akan diselesaikan oleh penghulu Nan Ampek. b. Tingkat Kerapatan Adat Nagari, jika sengketa tidak dapat diselesaikan dalam tingkat suku, maka penyelesaiannya melalui KAN. Apabila para pihak merasa belum puas dengan keputusan KAN, maka dapat melanjutkan pada peradilan negeri. B. Kerapatan Adat Nagari KAN Ampang Kuranji Sebagai Lembaga Adat yang Menyelesaikan Sengketa yang Dialami oleh Urang Bainduak Masyarakat Minangkabau menggambarkan sengketa dengan sebutan kusuik yang berarti kusut. Karakter kusuik ini mempunyai tingkatan seperti kusuik bulu ayam kusut bulu ayam, kusuik rambuik kusut rambut, kusuik banang kusut benang, kusuik sarang tampuo kusut sarang tempua. Sengketa yang termasuk ke dalam kusut bulu ayam, kusut rambut, kusut benang memberi makna sengketa yang dapat diselesaikan dengan musyawarah antara pihak dengan bimbingan penghulu adat. Sedangkan kusut sarang tempua merupakan sengketa yang tidak dapat diselesaikan 139 Ibid. Universitas Sumatera Utara 100 dengan musyawarah, tetapi dengan putusan penghulu adat yang bersifat memutus dan memaksa. 140 Bagi masyarakat Minangkabau termasuk juga masyarakat Minangkabau di Nagari Ampang Kuranji, kesahihan suatu hukum dalam menyelesaikan suatu sengketa diukur dengan ada tidaknya kato-kato adat yang mendasarinya. Undang- undang dibuat oleh cerdik pandai, mufakat dibuat oleh seluruh kaum, hukum diputuskan oleh Penghulu. Akan tetapi landasan dan acuannya adalah kato. Suatu pernyataan atau keputusan haruslah sesuai dengan salah satu dari 4 empat macam kato, yakni: Kato Pusako; Kato Mufakat; Kato dnhulu batapati; dan Kato kudian kato bacari. 141 Kato Pusako adalah pepatah petitih dan segala undang-undang adat Minangkabau yang sudah diwarisi turun temurun dan sama di seluruh alam Minangkabau. Kato Pusako ini, merupakan acuan tertinggi dan tidak dapat diubah. Jumlahnya sangat banyak dan merupakan kompilasi kebijaksanaan yang diambil dari falsafah Alam Takambang Jadi Guru. Kato Mufakat adalah hasil mufakat kaum dan para penghulu yang harus dipatuhi dan dijalankan bersama-sama. Mufakat di Minangkabau haruslah dengan suara bulat, dan tidak dapat dilakukan voting. Ini terungkap dalam pepatah adat: Kemenakan barajo ke mamak Mamak barajo ke panghulu Panghulu barajo ke mufakaek Mufakaek barajo ka nan bana 140 Jon Lizar, Op.Cit, hlm. 78. 141 Amir Sjarifoedin Tj.A, Op.Cit, hlm. 75. Universitas Sumatera Utara 101 Bana bardiri sandirinyo Kemenakan berpemimpin kepada paman Paman berpemimpin kepada penghulu Penghulu berpemimpin kepada mufakat Mufakat berdiri dengan sendirinya. 142 Bulek aia dek pambuluah Bulek kato dek mufakaek Aia batitisan batuang Manusia batitisan ka nan bana Bulat air karena bambu Bulat kata karena mufakat Air bersaluran bambu Manusia bersaluran kebenaran. 143 Kato dahulu batapati, artinya keputusan yang sudah diambil dengan suara bulat, haruslah ditepati dan dilaksanakan. Sedangkan Kato kudian kato bacari artinya keputusan itu ada kemungkinan tidak dapat dijalankan karena suatu hal. Dalam hal ini harus dicari pemecahannya, dilakukan musyawarah dan dibuat kesepakatan baru. Adalah bertentangan dengan adat, jika suatu keputusan harus dipaksakan, tanpa memberi peluang untuk mengajukan keberatan atau banding. Kato-kato adat lain yang mencerminkan mufakat adalah baik dipakai atas dasar mufakat, buruk dibuang atas rundingan. Ini berarti, hal atau peristiwa dalam masyarakat adalah kesepakatan. Sebaliknya hal atau peristiwa itu buruk, jika ditetapkan dengan perundingan. Berarti tidak ada perbedaan esensial juga terdapat istilah sekata atau sakato. Kedua istilah ini terdapat perbedaan yang esensial. Sekata mengandung pengertian bahwa para peserta dalam mengambil keputusan memiliki pandangan yang sama tentang isu-isu yang sedang dibahas dengan demikian sema 142 Amir Sjarifoedin Tj.A, Op.Cit, hlm. 75. 143 Desriati, Op.Cit, hlm. 24. Universitas Sumatera Utara 102 sekali tidak terdapat perbedaan di antara mereka. Pandangan mereka diilustrasikan sebagai garis lurus yang bermuara pada suatu kata atau sekata. Istilah sepakat mengacu kepada situasi proses pengambilan keputusan apabila para pembuat putusan dihadapkan pada silang pendapat. Namun perbedaan pendapat itu dapat diselesaikan melalui upaya musyawarah atau tawar-menawar. 144 Keputusan dapat diambil karena para pihak tidak bertahan pada masing- masing posisi awal, masing-masing pihak mencari dan menemukan rumusan-rumusan yang dapat diselesaikan. Upaya untuk menemukan rumusan yang disepakati didasarkan pada pertimbangan yang dinamakan alur dan patut, rasa dan periksa. Menurut konsep sepakat setiap keputusan harus didukung atau diterima oleh semua pihak yang terlibat. Dengan memperhatikan beberapa aturan adat yang berlaku, yaitu: 145 1. Bajanjang naiak batanggo turun Penyelesaian sengketa menurut adat Minangkabau didasarkan pada prinsip hirarki. Prinsip ini tercermin dalam fatwa adat yang mengatakan Bajanjang Naiak Batanggo Turun berjenjang naik bertangga turun yang mengandung makna bahwa setiap masalah atau sengketa lebih dahulu dicari penyelesaian pada tingkat terendah. Jika tidak dapat diselesaikan oleh kelembagaan tingkat terendah, maka masalah ini diangkat pada tingkat yang lebih tinggi. 2. Alua jo patuik Jika fatwa di atas mencerminkan dimensi prosedural, maka alua jo patuik lebih mencerminkan dimensi substansial dari sebuah pemecahan masalah. Alua mengandung arti menempatkan sesuatu, sedangkan patuik berarti terletak pada tempatnya. Alua jo patuik mengandung makna menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Untuk menentukan apakah segala sesuatu sudah atau belum menurut alua jo patuik kriterianya adalah ukuran yang diakui bersama. 144 Hasil Wawancara dengan Erman Datuk Mangkudum, Ketua Kerapatan Adat Nagari Ampang Kuranji, pada hari Selasa, tanggal 6 Agustus 2013, pukul 18.00 WIB. 145 Jon Lizar, Op.Cit, hlm. 79. Universitas Sumatera Utara 103 3. Raso jo Pareso Raso berarti perasaan. Perasaan yang dimaksud oleh aturan adat ini adalah budi baik manusia. Seperti yang diungkapkan dalam pepatah adat berikut: Nan kuriek iyolah kundi, nan merah iyolah sago Nan baik iyolah budi, nan indah iyolah baso Dek ribuik runduklah padi, bak cupak datuak tumanggung Hiduik kalo tak babudi, duduk tagak kamari cangguang. Pepatah adat di atas memberikan makna bahwa akal budi penting sekali bagi manusia. Oleh sebab itu dalam rapat-rapat musyawarah adat, penyampaiannya fikiran-fikiran dirumuskan melalui tutur kata yang indah dan baik. Di Nagari Ampang Kuranji juga dikenal Kerapatan Adat Nagari KAN 146 yang masuk dalam struktur organisasi pemerintahan, di mana KAN periode 2010 sd 2016 dipimpin oleh Erman Datuk Mangkudum. Menurut Erman Datuk Mangkudum: 147 “Kerapatan Adat Nagari di Kenagarian Ampang Kuranji berperan sebagai hakim perdamaian terhadap sengketa yang tidak dapat diselesaikan oleh penghulu suku kaum, baik sengketa perdata maupun pidana adat yang dilakukan setiap sebulan sekali yang sering disebut dengan Wirid Bulanan Nagari. Di dalam wirid bulanan nagari tersebutlah semua sengketa yang terjadi dimusyawarahkan dan dicarikan solusi penyelesaiannya. Sengketa yang terjadi pada anak angkat di Kenagarian Ampang Kuranji biasanya berkaitan dengan hibah pemberian harta untuk dikelola oleh urang bainduak, hal ini jarang sekali terjadi karena urang bainduak biasanya menyadari statusnya hanya sebagai anak angkat, dan apabila hal tersebut terjadi dapat diselesaikan secara mufakat dan musyawarah”. 146 Sejak tahun 1974, eksistensi Kerapatan Adat Nagari telah diperkuat melalui Surat Keputusan Gubernur Sumatera Barat No. 15665B1974 tentang Peradilan Perdamaian Nagari. 147 Hasil wawancara dengan Erman Datuk Mangkudum, Ketua Kerapatan Adat Nagari Kenagarian Ampang Kuranji, pada hari Selasa, 6 Agustus 2013, pukul 18.00 WIB. Universitas Sumatera Utara 104

1. Fungsi dan Tugas Kerapatan Adat Nagari KAN