merupakan suatu kesatuan pada managemen terapi jangka panjang penderita PPOK.
34
Menurut National Institutes of Health NIH Workshop an Pulmonary, rehabilitasi paru adalah pelayanan langsung multidisiplin secara terus menerus
kepada seseorang dengan penyakit paru dan keluarganya, menggunakan interdisiplin tim spesialis, dengan tujuan meningkatkan dan mempertahankan
tingkat kemampuan tertinggi untuk mandiri dan berguna bagi lingkungannya.
30
Rehabilitasi paru merupakan program yang telah mantap dan diterima secara luas sebagai penyempurnaan terapi standar penderita PPOK. Tujuan utama
dari program ini adalah : a.
Meningkatkan pemahaman terhadap penyakit dan memperbaiki self-management.
b. Mengendalikan atau meringankan gejala penyakit dan komplikasi
gangguan pernapasan semaksimal mungkin. c.
Mengembalikan penderita pada tingkat aktivitas fisik mandiri tertinggi yang masih mungkin tercapai
d. Memperbaiki kemampuan fisik dan psikologis penderita dalam
interaksi dengan lingkungannya e.
Mencegah suatu kondisi yang membuat keterbatasan aktivitas dan pergerakan pada penderita PPOK oleh karena sesak napas yang
dialaminya
34
Rehabilitasi paru secara menyeluruh mencakup beberapa hal yaitu evaluasi penderita, edukasi dan dukungan psikososial, latihan relaksasi, latihan
pernapasan, latihan fisik dada, dan latihan fisik exercise training.
2.3.1. Evaluasi Penderita
Universitas Sumatera Utara
Tampilan Klinis
Penilaian penderita PPOK untuk program rehabilitasi paru bertujuan mendapatkan kandidat penderita yang tepat untuk diberikan program latihan.
Penderita PPOK yang dianjurkan mengikuti program rehabilitasi paru adalah penderita dengan derajat 2 atau PPOK sedang atau penderita yang memiliki VEP
1
kurang dari 80 dari nilai prediksi. Penderita dengan derajat PPOK ringan dan sangat berat juga dapat dianjurkan untuk melakukan rehabilitasi paru.
Rehabilitasi
paru secara umum diindikasikan untuk penderita PPOK yang telah mengalami
gejala pernapasan yang menetap, penurunan kapasitas latihan, penurunan aktivitas dan penurunan kualitas hidup. Akan tetapi sebenarnya tidak ada suatu penurunan
fungsi paru spesifik yang dijadikan standar pada program rehabilitasi paru. Kontraindikasi relatif rehabilitasi paru adalah penderita yang tidak dapat berjalan
disebabkan kelainan ortopedi atau saraf, angina pektoris tidak stabil atau infark miokard, gangguan psikiatrik atau kognitif dan tidak dapat berkomunikasi dengan
efektif.
34
Intervensi
Gagal napas Berisiko
Eksaserbasi Simptomatik
Berhenti merokok Management penyakit
Lain – lain
Gejala
VEP1
Rehabilitasi Paru
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Gambaran penderita PPOK yang harus diberikan rehabilitasi paru
34
Tahap awal rehabilitasi paru adalah menentukan penderita dan dievaluasi untuk disesuaikan dengan tujuan program. Proses evaluasi terdiri atas:
a. Wawancara Wawancara merupakan langkah pertama yang penting untuk mengenalkan
penderita tentang program, mengetahui riwayat penyakit dan problem psikososial. Anggota keluarga dan lingkungannya dilibatkan dalam wawancara ini.
Komunikasi dengan dokter yang merawat dan petugas rehabilitasi penting untuk menentukan prioriti pertanyaan medis dalam mengawali program sehingga setiap
individu mendapatkan jenis program yang sesuai dengan harapan. b. Evaluasi medis
Sebelum proram rehabilitasi dilakukan, penting kiranya mengetahui kondisi penyakit penderita serta terapi yang diberikan selama ini apakah sudah
optimal.
34
Riwayat penyakit penyerta harus diperhatikan untuk menentukan tingkat program. Data dasar harus dicatat termasuk faal paru, kemampuan uji
latih, analisis gas darah AGDA, foto toraks, elektro kardiografi EKG, kadar hemoglobin Hb, fungsi ginjal dan lainnya.
c. Uji diagnostik Uji faal paru digunakan untuk menentukan karakteristik penyakit paru dan
derajat kelainan. Spirometri digunakan untuk mengukur faal paru. Parameter yang sering diukur adalah kapasitas difusi, tahanan jalan napas dan tekanan maksimal
respirasi. Uji latih membantu untuk menentukan toleransi latihan, perubahan hipoksemia dan hiperkapnia selama latihan sehingga dapat menentukan intensitas
Universitas Sumatera Utara
latihan yang aman. Toleransi latihan juga ditentukan oleh persepsi gejala sesak napas. Pengukuran yang dilakukan selama monitoring adalah besarnya beban
kerja, heart rate, EKG, oksigen arteri, analisis gas darah, konsumsi oksigen VO2 dan gejala sesak napas. Pemeriksaan AGDA sebelum dan selama latihan penting
untuk mengukur kapasiti latihan yang menginduksi hipoksemia. d. Status psikososial
Keberhasilan rehabilitasi tidak hanya ditentukan oleh penanganan masalah fisik penderita tetapi juga masalah psikologi, emosi dan sosial. Penderita dengan
problem psikososial sering tidak dapat menentukan masalahnya sendiri. Kelainan neuropsikologi sering ditemukan pada PPOK, penderita menjadi depresi, takut,
cemas dan sangat tergantung kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Gejala sesak yang progresif adalah gejala yang sangat ditakuti karena sedikit
aktivitas akan bertambah sesak sehingga menghasilkan rasa takut dan cemas yang berlebih. Pada akhirnya aktivitas penderita akan terbatas. Status psikososial dan
perhatian terhadap masalahnya dapat ditentukan waktu wawancara misalnya tingkat dukungan keluarga dan lingkungannya, aktivitas harian, hobi dan tingkat
keterbatasannya. Kunci penting saat wawancara adalah memperhatikan komunikasi nonverbal seperti ekspresi wajah, sikap tubuh, sikap tangan dan
gerakan tubuh. Kelainan kognitif yang terbatas pada penderita dapat secara baik diidentifikasi. Anggota keluarga dan lingkungan dapat dimasukkan dalam proses
seleksi dan program bila memungkinkan. e. Target yang akan dicapai
Target rehabilitasi ditentukan berdasarkan derajat penyakit, kebutuhan dan harapan penderita. Target harus realistik dan objektif sesuai dengan program.
Keluarga dan lingkungan lainnya dilibatkan dalam penentuan target.
Universitas Sumatera Utara
Pada sistem International Classification of Impairment Disability and Handicap ICIDH WHO,
penyakit paru diklasifikasikan menjadi empat tingkat yaitu patologi, impairment, disability dan handicap. Impairment saluran napas
merupakan hilangnya atau abnormaliti psikologis, fisiologis, struktur anatomi atau fungsi akibat penyakit saluran napas. Impairment merupakan keadaan patologi
dan dapat ditentukan dengan pengukuran laboratorium. Pada penyakit saluran napas impairment menunjukkan penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama
VEP1 dan udara yang terperangkap pada uji faal paru atau penurunan kekuatan otot quadriceps pada uji fungsi otot.
Disability saluran napas akibat penyakit paru
menunjukkan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas normal. Pada keadaan ini terjadi penurunan fungsi dinamis dan keterbatasan kerja fisik. Pada rehabilitasi
paru keadaan disability ditentukan oleh uji lapangan seperti uji jalan dalam waktu yang ditentukan dan kuesioner indeks sesak untuk mengukur derajat sesak.
Handicap saluran napas adalah suatu keadaan akibat impairment dan disability
sehingga penderita tidak mampu berperan dalam masyarakat seperti yang diharapkan, misalnya penurunan kinerja latihan saat uji jalan dalam waktu yang
ditentukan merupakan disability tetapi kumpulan ketidakmampuan untuk mempertahankan pekerjaan adalah handicap.
35
2.3.2. Edukasi dan Dukungan Psikososial